Está en la página 1de 9

Bab 8: Lebih Melayani daripada Mengatur

Materi bab, secara garis besar berisi:


a.
b.
c.
d.

Berubahnya pandangan mengenai kepemimpinan


Old Public Administration (OPA) & Manajemen Eksekutif
New Public Management (NPM) & Kewirausahaan
New Public Service (NPS) & Kepemimpinan
- kepemimpinan yang didasari atas nilai-nilai
- kepemimpinan bersama
- pelayan bukan pemilik
e. Kesimpulan
Berubahnya pandangan mengenai kepemimpinan
Latar belakang
1. Model kepemimpinan tradisional top-down model sudah ketinggalan zaman
2. Masyarakat saat ini yang: (a)sensitif, rentan terhadap perubahan yang mendadak, (b)sangat
interdependen, membutuhkan kerjasama dari lintas sektor, (c)sangat membutuhkan kreatifitas
dan imajinatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Atas dasar no 1 dan 2, organisasi publik (dan swasta) perlu menyesuaikan diri dengan kondisi
yang ada.
4. Sementara/namun model kepemimpinan tradisional tidak berani mengambil resiko dan tidak
inovatif.
Untuk alasan tersebut maka pendekatan baru dari kepemimpinan sangat diperlukan.
Hal-hal yang berubah dalam kepemimpinan, yakni
1. Semakin banyak orang yang ingin berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berpengaruh terhadap mereka.
Dalam kepemimpinan tradisional top-down model, sang pemimpin adalah satu-satunya orang
yang menentukan tujuan organisasi, merancang cara untuk mencapai tujuan tersebut, dan
mempengaruhi dan memaksa orang lain untuk mencapai tujuannya tersebut. Tetapi semakin
banyak orang yang ada dalam organisasi ingin dilibatkan dan mengambil bagian dalam proses
pengambilan keputusan tersebut.
Warren Bennis, pernah memprediksi bahwa kepemimpinan akan memjadi proses yang
semakin ruwet di masa depan, semakin banyak keputusan yang menjadi keputusan publik di
mana orang-orang yang terkena pengaruh keputusan tersebut akan memaksa untuk
didengarkan pendapatnya.
2. Kepemimpinan tidak lagi dipikirkan sebagai suatu posisi dalam hirarki, tapi sebagai proses
yang terjadi dalam organisasi (dan di luarnya).
Dahulu, pemimpin dianggap sebagai orang yang berkuasa secara formal dalam suatu
organisasi atau masyarakat. Akan tetapi makin ke sini, ada pemikiran bahwa kepemimpinan
sebagai suatu proses yang terjadi dalam organisasi dan masyarakat. Kepemimpinan bukan
hanya sebutan dari seorang presiden, gubernur, bupati atau kepala bagian. Lebih dari itu,
kepemimpinan adalah sesuatu yang dapat melibatkan banyak orang dalam suatu organisasi.
John Gardner, menyatakan bahwa di negara ini kepemimpinan tersebar di semua unsur
masyarakat pada setiap tingkatan, dan sistem tidak akan berjalan dengan baik kecuali jika
1| P a g e

sejumlah orang dalam masyarakat disiapkan untuk bertindak layaknya pemimpin dan
membuatnya berjalan pada tingkatannya masing-masing.
Di perkirakan pada tahun-tahun mendatang, semakin banyak contoh tentang kepentingan
bersama baik dalam organisasi publik maupun ketika administrator berhubungan dengan
konstituennya. Gagasan tentang kepemimpinan bersama penting khususnya pada sektor
publik ketika para administrator bekerja dengan masyarakat dan berbagai kelompok
masyarakat.
Administrator publik perlu mengembangkan dan menerapkan unsur-unsur penting dari keahlian
kepemimpinan baru yang meliputi: empati, pertimbangan, pemberian fasilitas, negosiasi, dan
perantaraan.
3. Harus dipahami, kepemimpinan bukan sekedar melakukan sesuatu dengan benar, tapi
melakukan sesuatu yang benar.
Kepemimpinan terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan, termasuk nilai-nilai masyarakat yang
mendasar seperti kebebasan, persamaan, dan keadilan. Melalui proses kepemimpinan, orangorang bekerja sama dalam menentukan pilihan tentang masa depan mereka. Pilihan-pilihan
tersebut tidak dapat diputuskan hanya berdasarkan hitungan rasional atas keuntungan dan
kerugian. Hal tersebut membutuhkan keseimbangan dari nilai-nilai kemanusiaan, khususnya
ketika warga negara para pejabat bekerja sama dalam mengembangkan kebijakan publik.
Kepemimpinan, dapat memainkan peran transformasional dalam proses ini, membantu
masyarakat untuk memperlihatkan nilai-nilai yang penting, menumbuhkan dan
mengembangkannya secara individual dan kolektif. Karena itu, sejumlah penulis di bidang
kepemimpinan mendesak agar melatih kepemimpinan pelayan dan memperhatikan
memimpin dengan hati.
Seorang administrator publik masa kini dan di masa depan harus mengembangkan
kepemimpinan yang berbeda dari Old Public Administration atau New Public Management.
Minimal para pemimpin harus berperan (1)membantu komunitas dan warga negaranya
memahami kebutuhan dan potensinya, (2)mengintegrasi dan mengartikulasi tujuan komunitas
dan tujuan berbagai organisasi di wilayah tertentu, (3)bertindak sebagai pemrakarsa atau
pendorong tindakan.
Rekonsepsualisasi kepemimpinan publik digambarkan bervariasi sebagai kepemimpinan
bersama, kepemimpinan berdasarkan nilai, dan kepemimpinan street-level.
Old Public Administration (OPA) dan Manajemen Eksekutif
Pandangan umum mengenai kepemimpinan dalam OPA didasarkan pada model manajemen eksekutif.
Woodrow Wilson yang pertama kali mengusulkan untuk membuat pemusatan kekuasaan dan
tanggungjawab.
W.F.Wiloughby menyatakan bahwa kekuasaan adminsitratif harus diberikan kepada pimpinan
eksekutif, orang yang mempunyai kekuasaan dan otoritas yang diperlukan untuk membuat suatu
mekanisme administrasi tunggal dan terintegrasi (1927, 37). Langkah selanjutnya, adalah
menyatukan kegiatan-kegiatan dalam suatu unit kerja yang mencerminkan pembagian kerja.
Kemudian, dapat dibuat hierarki manajemen yang memungkinkan eksekutif mengendalikan perilaku
bawahan dalam suatu organisasi.
Prinsip utama yang mendasari penafsiran kepemimpinan eksekutif ini adalah prinsip-prinsip yang
dijumpai dalam organisasi bisnis pada masa itu kesatuan perintah, hierarki/kekuasaan top down, dan
pembagian kerja.
2| P a g e

Dua mantan pejabat eksekutif General Motor, James Mooney dan Alan C.Riley (1999) mengidentifikasi
4 prinsip untuk membangun organisasi:
1) Kepemimpinan eksekutif harus dilaksanakan melalui mata rantai kekuasaan yang hierarkis.
Dalam struktur tersebut tiap orang hanya mempunyai satu pimpinan, dan masing-masing
pimpinan akan mengawasi sejumlah bawahan, tidak ada pertanyaan tentang perintah siapa
yang akan dipatuhi.
2) Prinsip scalar, yakni pembagian vertikal tenaga kerja dalam berbagai level organisasi.
Contohnya dalam militer, perbedaan antara seorang jenderal dan seorang prajurit, merupakan
prinsip scalar.
3) Prinsip fungsional, yakni pembagian horisontal tenaga kerja. Contohnya, pembedaan di
antara artileri dan infantri.
4) Pembedaan di antara lini dan staf. Jabatan lini mencerminkan secara langsung mata rantai
perintah yang dilalui aliran otoritas, dan pejabat staf memberikan nasihat kepada pejabat lini.
Hal ini sering digambarkan dengan contoh-contoh yang berasal dari militer.
Sifat manajemen organisasi internal yang top-down dalam OPA pendekatannya serupa dengan
hubungan antara lembaga pemerintah dan masyarakat. Peran masyarakat hanya terbatas pada
pemilihan pejabat secara periodik, lalu selanjutnya hanya melihat para pejabat tersebut bekerja.
Setidaknya sampai dengan tahun 1960-an keterlibatan warga negara dalam pelaksanaan kegiatan
sangat terbatas.
Sebagian besar, lembaga pemerintah dan pimpinannya menitikberatkan pada pengaturan perilaku dan
pelayanan langsung. Dalam satu kasus, kebijakan dan prosedur adalah untuk melindungi hak dan
tanggung jawab personil lembaga maupun masyarakat. Meskipun maksudnya baik, kebijakan dan
prosedur tersebut sering tidak praktis sehingga membatasi kemampuan lembaga untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pemerintah dan pejabatnya dipandang tidak efisien,
terikat peraturan, dan terbelit dan tak berdaya dalam birokrasi.
New Public Management (NPM) dan Kewirausahaan
Dalam NPM, kepemimpinan tidak terletak hanya pada seseorang saja, lebih tepatnya kepada
kumpulan pilihan individu yang menggantikan kebutuhan akan fungsi-fungsikepemimpinan. Dalam
beberapa kasus, pemerintah telah melepaskan kendali atas fungsi publik tertentu, seperti yang
dilaksanakan oleh perusahaan telepon, perusahaan penerbangan, dan perusahaan energi sehingga
mereka dapat bersaing di pasar. Dalam beberapa kasus lain, pemerintah telah mengontrakkan
pemberian layanan mulai dari pengumpulan sampah hingga penjara.
Bagaimanapun juga, NPM bertujuan menggantikan pelayanan tradisional berbasis aturan dengan taktik
berdasarkan kompetisi berbasis pasar. Masyarakat dipimpin oleh pilihan mereka sendiri dari pilihan
yang satu ke pilihan yang lain.
Osborne dan Gaebler (1992) secara jelas menggambarkan berkurangnya peran pelayanan pemerintah
sebagai cara terbaik memimpin masyarakat. Mereka menganjurkan agar pemerintah semakin
mengurani peran sebagai pemberi layanan dan sebagai gantinya menitikberatkan kepada
pengembangan kebijakan.
Unsur lain dari pendekatan NPM terhadap kepemimpinan publik adalah desakan untuk memasukkan
unsur persaingan ke wilayah-wilayah yang sebelumnya adalah monopoli pemerintah.

3| P a g e

New Public Service (NPS) dan Kepemimpinan


Kepemimpinan dilihat sebagai sebagai bagian alamiah dari pengalaman manusia, tunduk kepada
kekuatan rasional maupun intuitif, dan memfokuskan energi manusia pada kegiatan-kegiatan yang
menguntungkan umat manusia.
Kepemimpinan tidak lagi dilihat sebagai hak istimewa dari orang-orang yang menduduki jabatan publik,
tetapi sebagai suatu fungsi yang membentang ke seluruh kelompok, organisasi, dan masyarakat
(dengan kata lain, kepemimpinan bukan lagi orang tapi sifat). Menurut pandangang NPS, yang
diperlukan adalah kepemimpinan yang berprinsip oleh rakyat di seluruh organisasi publik dan seluruh
masyarakat. Beberapa penafsiran yang mewakili pendekatan kepemimpinan baru saat ini, sebagai
berikut:
Kepemimpinan yang didasarkan atas nilai-nilai
Kepemimpinan yang paling baik, yang diterapkan dalam politik, bisnis, atau manajemen, adalah ide
kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan tranformasional adalah konsep utama dalam
studi yang ditulis oleh pakar politik Harvard James MacGregor Burns. Burns berusaha
mengembangkan suatu teori kepemimpinan yang akan diperluas lintas kebudayaan dan waktu dan
berlaku bagi kelompok, organisasi dan masyarakat. Secara spesifik, Burns berusaha untuk
menjelaskan bahwa kepemimpinan bukan sebagai sesuatu yang dilakukan pemimpin kepada
pengikutnya tetapi sebagai hubungan di antara pemimpin dan pengikut, suatu interaksi bersama
yang pada akhirnya mengubah keduanya.
Burns mencatat, bahwa kita lebih sibuk dengan hubungan antara kekuasaan dan kepemimpinan,
sementara ada perbedaan yang penting di antara keduanya. Burns mengatakan, bahwa fakta yang
penting dari kekuasaan adalah bahwa kekuasaan melibatkan hubungan di antara pemimpin dan
pengikutnya dan bahwa nilai penting dalam hubungan tersebut adalah tujuan apa yang sedang
dicari dan apa yang dimaksudkan baik oleh orang yang sedang berkuasa maupun orang yang
menerima hasilnya.
Kepemimpinan menurut Burns merupakan aspek kekuasaan, tetapijuga merupakan prose yang
terpisah antara keduanya. Kekuasaan dijalankan ketika calon pemegang kekuasaan bertindak
untuk mencapai tujuan mereka sendiri, mengumpulkan sumber daya yang dapat membantu mereka
untuk dapat mempengaruhi orang lain. Di sisi lain, kepemimpinan dijalankan ketika orang-orang
dengan motif dan maksud tertentu mengerahkan sumber daya institusional, politik, psikologis, dan
lainnya dalam persaingan atau konflik dengan orang lain, untuk membangkitkan, melibatkan, dan
memuaskan keinginan para pengikut.
Perbedaan antara kekuasaan dan kepemimpinan adalah bahwa kekuasaan melayanai kepentingan
pemegang kuasa. Sementara kepemimpinan melayani baik kepentingan sang pemimpin maupun
kepentingan para pengikut. Nilai motivasi, keinginan, kebutuhan, kepentingan dan harapan baik
para pemimpin maupun para pengikut harus terwakili agar kepemimpinan dapat terjadi.
Terdapat 2 jenis kepemimpinan menurut Burns.
1) Kepemimpinan transaksional, yang meliputi suatu pertukaran hal-hal yang bernilai
(ekonomis, politis, atau psikologis) di antara inisiator dan responden. Contohnya, seorang
pemimpin politis setuju untuk mendukung kebijakan khusus yang ditukarkan dengan suara
pada pemilu berikutnya atau seorang mahasiswa dapat menulis sebuah makalah yang
bagus untuk ditukarkan dengan nilai A. Contoh pribadi, misalkan dalam penentuan sebuah
4| P a g e

kabinet pemerintahan, presiden setuju memakai usulan partai politik tertentu yang
ditukarkan dengan partai politik tersebut mendukung kebijakan-kebijakan yang akan
dikeluarkan oleh pemerintah.
2) Kepemimpinan transformasional, terjadi apabila para pemimpin dan perngikut terlibat satu
sama lain dengan cara yang sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling terjadi
peningkatan moral dan motivasi. Pemimpin dan yang dipimpin yang semula bersatu untuk
mencapai tujuan kepentingan mereka sendiri atau karena sang pemimpin mengetahui
adanya potensi khusus yang dimiliki para pengikut, ketika hubungan itu berkembang,
kepentingan mereka menjadi tergabung dalam dukungan bersama untuk mencapai tujuan
bersama. Pada akhirnya kepemimpinan transformasional mempunyai kemampuan untuk
menggerakkan kelompok, organisasi, bahkan masyarakat dalam pencapaian tujuan yang
lebih baik.
Penafsiran serupa oleh Ronald Heifetz dalam bukunya Leadership without Easy Answer (1994),
berargumen bahwa kepemimpinan bukan lagi tentang menetapkan suatu tujuan dan kemudian
membuat orang bergerak menuju ke arah tujuan tersebut. Dengan kata lain, kepemimpinan bukan
lagi tentang memberitahu kepada orang tentang apa yang akan dilakukan, namun kepemimpinan
(baik itu berasal dari seseorang yang mempunyai jabatan otoritas formal atau seseorang dengan
sedikit atau tidak memiliki otoritas formal) berkenaan dengan membantu sebuah kelompok,
organisasi, komunitas dalam mengenali tujuannya sendiri dan kemudian mempelajari bagaimana
bergerak menuju ke arah yang baru. Sebagai ilustrasi mengenai perbedaan tersebut, adalah
kepemimpinan berarti mempengaruhi kelompok untuk mengikuti tujuan sang pemimpin dengan
kepemimpinan berarti mempengaruhi kelompok untuk menghadapi masalah-masalahnya (Heiffetz
1994, 14). Kepemimpinan adalah soal nilai dan pengetahuan, menolong orang terutama untuk
mengenali dan mmengaktualisasi nilai mereka. Dengan cara ini, kepemimpinan pada dasanya
merupakan fungsi edukatif.
Dari sudut pandang teoritis ini, Heifetz mengidentifikasi beberapa pelajaran untuk para pemimpin,
yakni:
1. Mengenali tantangan adaptif;
Mengenali situasi dari segala hal yang dipertaruhkan dan mengurai setiap masalah yang
ada.
2. Menjaga batasan tekanan yang dapat ditoleransi untuk melakukan pekerjaan;
Menggunakan analogi tekanan panci, menjaga panas tetap tinggi tanpa merusak
wadahnya.
3. Memfokuskan perhatian pada isu-isu;
Mengenali isu-isu mana yang menyita perhatian saat ini, dan memfokuskan kepada hal
tersebut, serta menghindari kegiatan seperti penyangkalan, pengkambinghitaman,
menganggap masalahnya bersifat teknis atau menyudutkan menyalahkan individu lain.
4. Mengembalikan pekerjaan kepada masyarakat, tetapi pada tingkatan yang dapat mereka
lakukan;
Menempatkan dan mengembangkan penitikberatan pada orang-orang yang mempunyai
masalah.
5. Melindungi suara-suara kepemimpinan tanpa otoritas;
Memberi perlindungan terhadap orang-orang yang bersuara lantang dan membuat
kesulitan orang-orang yang menunjukkan kontradiksi dalam masyarakat. Para individu
tersebut kerap mempunyai kelebihan untuk merangsang ide pemikiran yang tidak dipunyai
oleh para pemegang kekuasaan.

5| P a g e

Kepemimpinan bersama
John Bryson dan Barbara Crosby, kepemimpinan bersama tidak ada orang yang mempunyai
kewenangan.
Di satu sisi, model kepemimpinan tradisional dalam OPA adalah hierarkis, pemecahan masalah
yang rasional dengan keahlian tertentu, dan proses perencanaan sampai dengan pemecahan
masalah yang dapat dimplementasikan sendiri. Di sisi lain, pada proses tata pemerintahan baru
dalam NPM, masalah yang dihadapi semakin menghaendaki keterlibatan dari banyak organisasi
yang berbeda, kelompok-kelompok tersebut juga mempunyai perbedaan tujuan, motivasi,
penentuan waktu, aset yang dimiliki, dan lainnya.
Model kepemimpinan alternatif ini, terkadang lambat dan membosankan tapi dengan tujuan yang
baik. Kepemimpinan bersama membutuhkan waktu, karena lebih banyak orang dan kelompok yang
terlibat, namun lebih berhasil karena lebih banyak orang dan kelompok yang terlibat.
Bryson dan Crosby (1992), menyarankan tiga tempat yang dapat digunakan dalam mempersatukan
orang-orang dan merundingkan atau menengahi sudut pandang yang berbeda-beda dari masingmasing orang/kelompok, yakni:
1) Forum, adalah tempat orang-orang dapat terlibat dalam diskusi, perdebatan, dan
pembahasan. Dapat berbentuk kelompok diskusi, perdebatan formal, dengar pendapat
publik, satuan tugas, konferensi, koran, radio, televisi, dan internet.
2) Arena, adalah tempat yang lebih formal dan lebih terbatas. Contohnya, komite eksekutif,
dewan kota, senat fakultas, dewan direktur, dan legislatif.
3) Pengadilan, adalah tempat yang berfokus pada penyelesaian perdebatan sesuai dengan
norma-norma/aturan masyarakat yang berlaku. Contohnya, Kejaksaan Agung, pengadilan
lalu lintas, dan badan penyelenggara etika.
Bryson dan Corby (1992, 119-338) memberikan langkah-langkah dalam memecahkan masalah
publik secara efektif, yakni:
1. Menyusun kesepakatan awal untuk bertindak;
Suatu kelompok dengan para pemimpin, para pembuat keputusan utama, dan masyarakat
berkumpul dan menyepakati keinginan untuk menanggapi suatu permasalahan. Para
pemimpin harus menjamin keterlibatan dan partisipasi semua kelompok (baik yang
berpengaruh maupun beberapa yang tidak berpengaruh).
2. Mengembangkan definisi/identifikasi permasalahan untuk mengarahkan tindakan yang
akan dilakukan;
Cara mendefinisikan dan mengidentifikasi(mengenali) permasalahan akan berpengaruh
terhadap cara dari pihak yang berbeda-beda dalam menanggapi dan cara telibat dalam
proses ini, dan cara mencari solusi permasalahannya. Di sini peran kepemimpinan publik
yang paling intens, karena para pemimpin dapat membantu orang melihat masalahmasalah baru atau melihat masalah-masalah lama dengan cara yang baru.
3. Mencari solusi dalam forum;
Pencarian solusi bagi berbagai masalah yang sudah dikenali sebelumnya. Para pemimpin
memfasilitasi penyusunan skenario alternatif untuk penyelesaian masalah. Kuncinya
adalah memastikan bahwa solusi yang diusulkan cocok dengan masalah yang sudah
didefinisikan sebelumnya, bukan sekedar mengakomodir kepentingan kelompok tertentu.
4. Mengembangkan usulan yang dapat berhasil di berbagai situasi;
Pengenbangan kebijakan-kebijakan yang dapat dibuatkan aturan hukum formalnya.
Kuncinya, adalah bahwa tindakan dalam forum dan kelompok yang kurang formal harus
6| P a g e

menghasilkan usulan-usuan yang dapat disetujui, ide-ide yang masuk akal secara teknis
dan dapat diterima secara politik.
5. Mengadopsi solusi kebijakan publik;
Orang-orang yang menyarankan perubahan berusaha agar usulan mereka disetujui oleh
orang-orang yang yang mempunyai kekuasaan dalam hal pembuatan keputusan formal.
6. Melaksanakan kebijakan dan perencanaan baru;
Kebijakan tidak melaksanakan dirinya sendiri, karena itu pengembangan kebijakan yang
baru di adopsi ke seluruh sistem dan pengaturan terkait dengan proses pelaksanaannya.
7. Menilai kembali kebijakan dan program:
Mengevaluasi kembali kebijakan dan program. Orang-orang sering berubah, komitmenkomitmen sumber daya sering berubah dan hal ini dapat membuat perubahan kebijakan
baru.
Hal serupa dikembangkan oleh Jeffrey Luke dalam Catalytic Leadership (1998), menyatakan
bahwa organisasi-organisasi publik semakin terbatas dalam hal yang dilakukannya sendiri. Banyak
kelompok dan organisasi lain harus terlibat dalam membahas isu-isu seperti kehamilan remaja,
kemacetan lalu-lintas, dan polusi lingkungan. Selain itu, kepemimpinan tradisional (dalam korporasi
bisnis dan pemerintah birokrasi) sebagian besar didasarkan pada kekuasaan yang hierarkis dan
tidak dapat ditransformasikan secara mudah, kacau dan kompleks. Sebaliknya dalam proses
kebijakan publik, kepemimpinan harus memusatkan perhatian dan memobilisasi tindakan
berkelanjutan dengan melibatkan banyak dan beragam pihak.
Di sisi lain, pemerintah tidak lagi bekerja dalam proses kebijakan. Lebih lanjut dikatakan, masalah
substansional yang sering dihadapi saat ini adalah lintas batas organisasional, yuridisional, dan
sektor. Apa yang terjadi di satu tempat, atau apa yang dilakukan organisasi kemungkinan besar
mempengaruhi masalah yang lainnya. Semua kelompok dan organisasi lain yang berminat dengan
isu yang sama juga mempengaruhi isu tersebut. Dengan kata lain, ada suatu jaringan yang
mendasari saling ketergantungan dan kesalingterhubungan yang mempersatukan kelompok yang
berbeda. Tanpa keterlibatan semua kelompok dan organisasi yang saling berhubungan tersebut,
maka hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk membahas secara efektif masalah-masalah publik
yang kompleks. Terlebih karena keinginan yang kuat dan sangat fokusnya kepentingan sebagaian
besar pihak tersebut, sehingga seringkali sulit untuk menyisihkan siapapun di antaranya.
Menurut Luke, kepemimpinan publik yang efektif dalam kepemimpinan katalitik mempunyai 4
tugas utama, yakni:
1. Memusatkan perhatian dengan mengangkat isu menjadi agenda publik dan kebijakan;
Membawa masalah tertentau pada agenda publik yang meliputi pengenalan masalah,
penciptaan kesadaran atas urgensi mengenali solusinya, dan memicu perhatian publik
yang lebih luas.
2. Melibatkan masyarakat dalam usaha mengumpulkan sekumpulan orang yang berbeda,
lembaga dan kepentingan yang dibutuhkan untuk membahas isu;
Melibatkan masyarakat untuk mengenali semua pemangku kepentingan dan orang-orang
yang memiliki pemahaman atas masalah itu, mendaftarkan para anggota kelompok
tersebut, dan mengadakan pertemuan-pertemuan awal.
3. Merangsang banyak strategi dan pilihan untuk bertindak;
Pengembangan strategis meliputi pengenalan hasil yang diinginkan, mengeksplorasi
banyak pilihan, dan mendorong komitmen bagi strategi yang dikembangkan.
4. Mendukung tindakan dan memelihara memelihara momentum dengan mengelola
interkoneksi melalui institusionalisasi yang tepat dan berbagi informasi dan umpan balik
yang cepat;
7| P a g e

Membangun dukungan di kalangan para pemegang kekuasaan, kelompok pendukung, dan


orang-orang yang memiliki sumber-sumber daya yang penting. Kemudian pemimpin harus
beralih melembagakan perilaku yang kooperatif dan menjadi fasilitator jaringan.
Kemudian, Luke juga menggambarkan tiga keahlian khusus yang diperlukan dalam kepemimpinan
katalitik (1998, 149-240), yakni
1. Berpikir dan bertindak strategis;
Mengidentifikasi isu, mengidentifikasi ulang isu, mengidentifikasi hasil yang diinginkan, dan
menghubungkan hasil tersebut dengan tindakan atau strategi spesifik yang dapat
dilaksanakan, mengenali pemangku kepentingan dan pihak lain yang keterlibatannya
sangat penting bagi keberhasilan, dan melanjutkan salingketerkaitan yang penting bagi
kepemimpinan efektif dalam kebijakan publik yang kompleks.
2. Memfasilitasi kelompok kerja produktif;
Melibatkan campur tangan yang cekatan untuk memajukan kelompok, membantu
kelompok mengatasi konflik, dan menyusun banyak kesepakatan melalui pengembangan
konsensus.
3. Semangat pribadi dan nilai-nilai batin;
Para pemimpin katalitik memimpin berdasarkan kekuatan karakter, bukan kekuatan
kepribadian.
Keinginan yang besar, komitmen, dan kesabaran dalam menghadapi masalah-masalah yang sulit
sering diperlukan untuk membuat suatu perubahan.
Pelayan bukan pemilik
Dalam NPS, administrator publik bukan merupakan pemilik bisnis dari lembaga dan program
mereka. Administrator publik memandang bahwa program pulbik dan sumber daya bukan mi lik
mereka. Lebih tepatnya, administrator publik telah bertanggung jawab untuk melayani masyarakat
dengan menjadi wakil atas sumber daya publik.
Perspektif tersebut berbeda dari perspektif pemilik bisnis yang berfokus pada keuntungan dan
efisiensi. Oleh karena itu, NPS beranggapan bahwa para administrator publik bukan hanya harus
berbagi kekuasaan, bekerja melalui masyarakat, dan menjembatani penyelesaian masalah, tetapi
juga harus mengonsep ulang peran mereka dalam proses tata pemerintahan sebagai partisipan
yang bertanggung jawab, bukan usahawan.
Dengan demikian, ketika administrator publik mengambil suatu resiko, mereka bukan pemilik bisnis
mereka sendiri yang dapat membuat keputusan dan mengetahui konsekuensi kegagalan sebagian
besar akan di tanggung sendiri. Resiko dalam sektor publik berbeda (Denhardht dan Denhardht
1999). Dalam NPS, resiko dan kesempatan terletak dalam kerangka kewarganegaraan yang
demokratis dan tanggung jawab bersama yang lebih besar. Karena konsekuensi keberhasilan dan
kegagalan tidak terbatas pada masalah bisinis swasta, para administrator publik tidak memutuskan
sendiri apa yang terbaik bagi kelompoknya.
Hal ini bukan berarti bahwa semua kesempatan jangka pendek akan hilang. Jika dialog dan
keterlibatan masyarakat terus berlanjut, kesempatan dan resiko potensial dapat dianalisa dengan
cara yang singkat. Faktor yang penting untuk dipertimbangkan adalah apakah keuntungan dari
suatu pengambilan tindakan yang cepat dan beresiko oleh seorang administrator publik, dalam
menjawab suatu kesempatan, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar terhadap kepercayaan,
kolaborasi, dan kesadaran akan tanggung jawab bersama.

8| P a g e

Akhirnya, dalam NPS, kepemimpinan bersama dan berbasis nilai dilihat sebagai suatu fungsi dan
tanggung jawab semua level organisasi, dari jajaran eksekutif hingga street level (level jalanan).
Vinzant dan Crother (1998) misalnya, menggambarkan bagaimana para pelayan publik berada di
garis terdepan untuk melakukan kebijaksanaan, melibatkan orang lain, dan membuat keputusan
yang menghargai dan mencerminkan berbagai faktor dan nilai. Mereka harus bertanggung jawab
kepada aturan lembaga, pengawasnya, kepada kelompok yang dilayani, dan rekan kerjanya, dan
juga kepada etika yang berlaku. Vinzant dan Crother berpendangan bahwa para pelayan publik
dituntut untuk berperilaku sebagai para pemimpin yang berbasis nilai: Mereka menentukan pilihan
dan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan, sikap, dan nilai partisipan dalam situasi tertentu
dengan cara yang mungkin bertentangan dengan kepentingan dan keinginan mereka sendiri, tetapi
yang dapat dilegitimasi melalui rujukan kepada tujuan dan nilai yang lebih kompleks dalam kasus
tersebut (1998, 112).
Kesimpulan
Dalam NPS, kepemimpinan didasarkan pada nilai-nilai dan dibagi bersama ke seluruh bagian
organisasi dan kelompok. Perubahan konsep administrator publik ini berdampak mendalam terhadap
tantangan dan tanggungjawab kepemimpinan yang dihadapi oleh administrator publik.
Untuk melayani masyarakat, administrator publik tidak hanya harus tahu dan mengelola sumber
dayanya sendiri, tapi juga harus sadar dan berhubungan dengan sumber-sumber dukungan dan
bantuan lain yang melibatkan masyarakat dan kelompok dalam proses tersebut. Administrator publik
tidak berusaha mengendalikan, mereka juga tidak mengasumsikan bahwa pilihan kepentingan
berfungsi sebagai pengganti dialog dan nilai-nilai bersama.
Singkatnya, administrator publik harus membagi kekuasaan dan memimpin dengan semangat,
komitmen, dan integritas dengan cara yang menghargai dan memberdayakan kewarganegaraan.
- the end -

9| P a g e

También podría gustarte