Está en la página 1de 17

LAPORAN KASUS

DISLOKASI SENDI GLENOHUMERAL

Pembimbing:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT (K) FICS
Disusun oleh:
Gold S P Tampubolon (090100099)
Irfah Tutalwiyah R (090100009)
Ulfah Mashfufah (090100069)
Aina Sarah Dalimunthe (090100041)
Putri Ariani Siregar (090100015)
Mohd. Reza Lubis (080100087)
DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H ADAM MALIK MEDAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat-Nya laporan
kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada laporan kasus ini, kami
menyajikan pembahasan mengenai Dislokasi Sendi Glenohumeral. Adapun
tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik senior (KKS) di Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada
Prof. dr. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT (K) FICS atas kesediaannya sebagai
pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini. Semoga melalui laporan kasus
ini, pengetahuan dan pemahaman kami mengenai dislokasi sendi glenohumeral
semakin bertambah.
Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan laporan kasus ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai
pihak baik secara moral maupun spiritual, kami ucapkan terima kasih. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya kesehatan.
Medan, 16 Juni 2014
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1.
1.2.
1.3.

Latar Belakang.......................................................................... 1
Tujuan........................................................................................ 2
Manfaat..................................................................................... 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1. Anatomi..................................................................................... 3
2.2.1. Definisi ..................................................................................... 8
2.2. Luka Bakar ............................................................................... 8
2.2.1. Definisi ..................................................................................... 8
2.2.2. Etiologi...................................................................................... 8
2.2.3. Penentuan Luas Luka Bakar .................................................... 8
2.2.4. Patofisiologi.............................................................................. 14
2.2.5. Penilaian Luka Bakar ............................................................... 18
2.2.6. Penatalaksanaan Luka Bakar .................................................... 19
2.2.7. Kriteria Merujuk ....................................................................... 25
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 26
BAB 4 DISKUSI DAN KESIMPULAN........................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 36

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari

permukaan sendi dan tidak lagi bersentuhan. Dislokasi menyebabkan terlepasnya


kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi yang sering terjadi adalah
dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul.1

Sendi bahu merupakan sendi besar yang paling sering mengalami


dislokasi. Hal ini disebabkan karena banyaknya rentang gerakan sendi bahu,
mangkuk glenoid yang dangkal, serta adanya kelonggaran ligamen. Dislokasi
bahu dapat terjadi pada bagian anterior (paling sering, sekitar 95% kasus),
posterior, atau errecta. Dislokasi anterior biasanya terjadi pada keadaan sendi bahu
yang abduksi dan rotasi eksternal. Dislokasi sendi bahu lebih sering ditemukan
pada orang dewasa, jarang pada anak-anak.1
Tingkat kejadian dislokasi bahu adalah sekitar 24 per 100.000 orang di
dunia per tahun. Dan sementara ini telah dilaporkan peningkatan kasus dislokasi
sendi bahu lebih dari dua kali lipat di Amerika Serikat. Menurut sebuah studi,
sekitar 71,8% laki-laki mengalami dislokasi bahu, dimana 46,8 persennya berusia
15 29 tahun. Pada wanita, tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat di antara
penderita berusia >60 tahun.2
Tanda-tanda dislokasi sendi bahu yaitu, sendi bahu tidak dapat digerakkan;
penderita menopang tangan yang sakit dengan tangan lainnya; tidak dapat
memegang bahu kontralateral; kontur bahu hilang; bonggol sendi teraba tidak
pada tempatnya; dan sulit digerakkan.3
1.2.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami tentang Dislokasi Sendi Glenohumeral dan untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) di
Departemen Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara / RSUP H Adam Malik Medan.

1.3.

Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis

dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara

umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
dislokasi sendi glenohumeral.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi

Berdasarkan posisi sendi-sendi utamanya, ekstremitas superior dibagi menjadi


regio deltoidea/bahu, brachium/lengan atas, antebrachium/lengan bawah, dan
manus/tangan:4

Bahu adalah daerah perlekatan ekstremitas superior ke truncus/badan.


Tulang-tulang pada bahu meliputi scapula, clavicula, dan ujung proximal
humerus.
Brachium berada di antara bahu dan sendi siku. Tulang pada brachium
adalah humerus.
Antebrachium berada di antara sendi cubitus/siku dan sendi
radiocarpea/pergelangan tangan. Tulang-tulang pada antebrachium adalah
radius dan ulna.
Manus berada di distal dari sendi radiocarpea. Tulang-tulang pada manus
adalah carpalia, metacarpalia, dan phalanges.

Fungsi utama ekstremitas superior adalah untuk memposisikan manus dalam


ruang agar dapat digunakan sebagai alat mekanik dan sensorik.4
Bahu tergantung dari truncus terutama oleh musculi dan karenanya dapat
bergerak relatif terhadap tubuh. Gerak meluncur (protraksi dan retraksi) dan rotasi
skapula pada dindiing toraks, merubah posisi sendi glenohumeralia (sendi bahu)
dan menambah jangkauan manus. Sendi glenohumeralia memungkinkan brachium
bergerak memutari 3 aksis dengan jangkauan gerak/range of motion yang luas.
Gerak brachium pada sendi ini adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi
medial, rotasi lateral, dan sirkumduksi. Gerak utama pada sendi cubiti adalah
fleksi dan ekstensi antebrachium. Sementara itu, gerak pronasi hanya terjadi di
antebrachium, yaitu palma berpindah menghadap posterior hanya dengan
menyilangkan ujung distal radius di atas ulna. Supinasi mengembalikan manus
pada posisi anatomis. Pada sendi radiocarpea, manus dapat diabduksi, adduksi,
flexi, extensi, dan circumduksi.4

2.1.1. Sendi Glenohumeralia

Sendi glenohumeralia adalah sendi synovialis jenis ball and socket antara
caput humeri dan cavitas glenoidalis scapulae. Sendi ini adalah sendi multiaksial
dengan jangkauan gerak yang luas. Stabilitas sendi dijaga oleh musculi manset
rotator/rotator cuff, caput longum, biceps brachii, processus tulang yang terkait,
dan ligamentum extracapsularia. Permukaan sendi glenohumeralia terdiri atas
caput humeri yang besar dan bulat serta cavitas glenoidalis scapulae yang kecil.4
Cavitas glenoidalis diperdalam dan diperluas ke arah tepi oleh kerah
melingkar jaringan fibrocartilago (labrum glenoidalis) yang melekat pada tepi
fossa. Ke superior, struktur ini berkesinambungan dengan tendo caput longum
musculus biceps brachii, yang melekat pada tuberculum supraglenoidale dan
melintasi cavitas articularis di superior dari caput humeri.4
Membrana synovialis melekat pada tepi permukaan sendi dan melapisi
membrana fibrosum capsula articularis. Membrana synovialis ini kendor di
inferior. Daerah berlebih membrana synovialis dan membrana fibrosum yang
terkait ini mengakomodasi abduksi lengan atas.4
Membrana synovialis mencuat melalui celah pada membrana fibrosum
untuk membentuk bursa yang berada di antara tendines musculi sekelilingnya dan
membrana fibrosum. Bursa yang paling konsisten adalah bursa subtendinea
musculi subcapsularis, yang berada di antara musculus subcapsularis dan
membrana fibrosum. Membrana synovialis juga melipat di sekliling tendo caput

longum biceps brachii di sendi dan meluas sepanjang tendo sampai melewati
sulcus intertubercularis. Kesemua struktur synovialis ini mengurangi gesekan
antara tendo dan struktur di dekatnya seperti capsula articularis dan tulang.4

Potongan koronal dari sendi glenohumeral


Selain bursa yang terhubung dengan cavitas articularis melalui celah di
membrana fibrosum, bursa yang lain berkaitan namun tidak terhubung dengan
sendi. Hal ini terjadi:4

antara acromion (atau musculus deltoideus) dan musculus supraspinatus


(atau capsula articularis) yaitu bursa subacromialis atau bursa
subdeltoidea;
antara acromion dan kulit;
antara processus coracoideus dan capsula articularis; dan
dalam hubungannya dengan tendines musculi yang menglilingi sendi
(musculi coracobrachialis, teres major, caput longum musculus triceps
brachii, dan latissimus dorsi).

Membrana fibrosum capsula articularis melekat pada tepi cavitas glenoidalis,


selain perlekatan pada labrum glenoidalis dan caput longum musculus biceps
brachii, dan collum anatomicum humerus.4
Pada humerus, perlekatan sebelah medial berada lebih inferior dibandingkan
dengan collum dan meluas menuju corpus. Pada daerah ini membrana fibrosum
juga kendor atau terlibat pada posisi anatomis. Daerah membrana fibrosum ini
mengakomodasi abduksi lengan atas.4

Lubang-lubang pada membrana fibrosum memberi keberlanjutan cavitas


articularis dengan bursa yang terbentuk antara capsula articularis dan musculi
yang mengelilingi dan di sekitar tendo caput longum biceps brachii di dalam
sulcus intertubercularis.4
Membrana fibrosum capsula articularis yang menebal:4

di sebelah anterosuperior pada tiga lokasi untuk membentuk ligamntum


glenohumeralia superius, ligamntum glenohumeralia medium, dan
ligamntum glenohumeralia inferius yang emlintas dari tepi superomedial
cavitas glenoidalis menuju tuberculum minus dan di sebelah inferior
terkait collum anatomicum humerus.
di sebelah superior antara basis processus coracoideus dan tuberculum
majus humerus (ligamentum coracohumeralis);
antara tuberculum majus dan tuberculum minus humerus (ligamentum
transversus humeri) yang menjaga tendo caput longum musculus biceps
brachii dalam sulcus intertubercularis.

Stabilisasi sendi diberikan oleh adanya tendines musculi yang mengelilingi


dan arcus skeletal yang terbentuk di sebelah superior oleh processus coracoideus
dan ligamentum coracoacromiale.4
Tendines musculi rotator cuff/manset rotator (musculus supraspinatus,
musculus infraspinatus, musculus teres minor, dan musculus subscapularis)
menyatu dengan capsula articularis dan membentuk kerah musculotendinosum
yang mengelilingi sisi posterior, superior, dan anterior sendi glenohumeralia.
Musculi ini menstabilkan dan menjaga caput humeri di dalam cavitas glenoidalis
scapulae tanpa mempengaruhi flexibilitas lengan atas dan jangkauan geraknya.
Tendo musculus caput longum biceps brachii melintas di superior melalui sendi
dan membatasi gerak ke atas caput humeri pada cavitas glenoidalis.4
Vaskularisasi sendi glenohumeralis terutama melalui cabang-cabang arteri
circumflexa anterior humeri dan arteri circumflexa posterior humeri serta arteria
suprascapularis.4
Sendi glenohumeralia dipersarafi oleh cabang dari fasciculus posterior plexus
brachialis dan dari nervus suprascapularis, nervus axillaris, dan nervus pectoralis
lateralis.4

2.2.

Dislokasi Sendi Glenohumeralia

10

2.2.1. Definisi
Suatu kondisi di mana caput humerus bergeser keluar batas fossa glenoid.5

2.2.2. Etiologi
Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan
mengalami rotasi internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus subluksasio
ke arah depan. Subluksasio ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi
lengan terulur. Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan
hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus ke arah bawah. Dislokasi
glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlet, khususnya pemain sepak bola.5

2.2.3. Epidemiologi
Pasien dengan riwayat dislokasi lebih rentan untuk mengalami redislokasi.
Faktor lainnya dengan korelasi yang jelas dengan redislokasi sendi bahu adalah
usia pasien dan penyerta berupa robekan manset rotator/rotator cuff dan fraktur
glenoid. Pasien usia muda, remaja dan orang dewasa berusia 20-an lebih sering
mengalami redislokasi dibanding pasien usia 50 60-an. Namun, banyak dokter
ahli berpendapat tingkat aktivitas lebih berpengaruh dibandingkan usia.6

2.2.4. Klasifikasi7
1)
2)
3)
4)

Dislokasi anterior
Dislokasi posterior
Dislokasi inferior atau luksasi erekta
Dislokasi disertai fraktur

2.2.5. Mekanisme Trauma


1. Dislokasi Sendi Bahu Anterior
Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi bahu.
Kaput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan
robekan pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior kavum
glenoid.8 Lebih jarang dislokasi ini dapat juga terjadi pada pasien yang
terjatuh dengan bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi.

11

Pada dislokasi ini, kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke


arah glenoid tepat di bawah prosesus korakoid.9
Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus, labrum tetap utuh dan kapsul serta
ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior
dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput
humerus (lesi Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus
menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.10

Mekanisme dislokasi sendi glenohumeral anterior


2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan
besar dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi
adduksi dan rotasi internal, karena kejang epileptik (akibat epilepsy atau
terkena aliran listrik), atau intoksikasi alkohol.8,9 Dislokasi mungkin disertai
dengan fraktur proksimal humerus, kapsul posterior terlepas dari tulang atau
teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput humerus.1
Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior,
mengalami dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya
disebut dislokasi rekuren. Pada kasus dimana dapat mendislokasikan dan
mereduksi sendi bahu sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini
biasanya terjadi karena gangguan kongenital generalisata pada ligamen.9

12

Mekanisme trauma dislokasi sendi bahu posterior


2.2.6. Manifestasi Klinis
1. Dislokasi sendi bahu anterior
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri. Pasien juga mengeluhkan
seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat
menggerakkan tangannya. Pasien kemudian menggunakan tangan yang
lain untuk membantu menyanggahnya.9 Pada kejadian akut yang pertama
kali, pasien dapat menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya
ruda paksa pada bahu dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan
ekstensi.1
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda, di antaranya adanya
nyeri, terdapat benjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksieksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan
gerak pada sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu
anterior yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur
bahu berubah karena daerah di bawah akromion kosong. Penderita
merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya
dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Lengan yang
cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga
mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi badan
penderita miring ke arah yang sakit. Status fungsi neurovaskular harus
diperiksa sebab rentan mengalami cedera pada kasus ini.1,8,9,11
2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti
melindungi ekstremitasnya. Biasanya dari anamnesa didapat riwayat
trauma yang hebat pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau
intoksikasi alkohol.
Dari pemeriksaan fisik terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi
interna. Pergerakan rotasi eksternal mengalami tahanan. Pada pasien yang
kurus kaput humerus dapat teraba pada bagian posterior.1,9,11

13

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Polos
Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior dan lateral.
Pada sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi rotasi interna
atau rotasi eksterna. Pada rotasi interna dapat terlihat lesi Hill-Sachs pada
caput humerus posterolateral. Pada sudut lateral dapat dilihat subluksasi
glenohumeral ataupun dislokasi, dapat juga untuk melihat fraktur.1,7,10
Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput humerus berada di bagian depan
ataupun medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior, terdapat gambaran
berupa lightbulb yang diakibatkan rotasi interna dari humerus.1,10

Dislokasi bahu anterior (kiri) dan posterior (kanan)


2. CT-Scan arthrografi dulu biasanya digunakan untuk mengevaluasi pasien
dengan instabilitas glenohumeral dan dislokasi atau dengan riwayat
instabilitas sebelumnya. Akan tetapi sekarang ini, CT-Scan hanya

14

digunakan apabila terdapat kontraindikasi pemeriksaan dengan MRI atau


dicurigai terdapat abnormalitas glenoid.1,7
3. MRI dan Magnetic Resonance Arthrography lebih sensitif dibandingkan
metode lainnya untuk keadaan patologis pada ligamen, kartilago, cedera
biceps, ataupun abnormalitas kapsul. MR Arthrografi lebih sensitif
dibanding MRI dan hal ini merupakan pemeriksaan pilihan pada dislokasi
sendi bahu, khususnya untuk kasus instabilitas yang berulang dan lebih
bagus untuk mendiagnosa lesi patologis pada hal-hal tersebut.1,7,10

2.2.8. Penatalaksanaan
1. Teknik1,7,10
Beraneka ragam metode reduksi dilakukan pada pasien dengan dislokasi
sendi bahu. Untuk pasien yang pernah mengalami dislokasi sebelumnya, traksi
sederhana pada lengan biasanya berhasil dengan baik.

Dengan metode Stimpson, pasien posisi prone dalam sedasi/injeksi


lidocain intraartikuler dan lengan yang cedera digantungkan di tepi tempat
tidur. Lengan diberi beban seberat 5 7 kg. Evaluasi dilakukan 15 20
menit kemudian untuk melihat reposisi spontan.
Dengan metode Hipocrates, penderita dibaringkan di lantai, anggota gerak
ditarik ke atas dan kaput humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke
tempatnya.

Metode Hipocrates
Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan pemeriksa
berada di samping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90 dan
dilakukan traksi sesuai garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke arah
lateral dan lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke
arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi ke medial sehingga tangan

15

jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang direkomendasikan karena dapat


menyebabkan cedera nervus, pembuluh darah, dan tulang.
Teknik manipulasi skapula, penderita posisi prone dalam sedasi lidocain
intrartikuler dan lengan digantungkan di pinggir tempat tidur. Penolong
mendorong ujung bawah skapula ke medial dan bagian superior skapula ke
lateral.
Teknik traksi dan countertraksi, penderita dalam posisi erect lalu asisten
melakukan countertraksi dengan kain/handuk yang melewati dada dan
ketiak. Penolong kemudian melakukan traksi dengan gentle.
Teknik traksi dan countertraksi dengan lateral traksi, sama seperti teknik
traksi dan countertraksi kecuali ada penolong kedua yang melakukan traksi
terhadap aksis longitudinal humerus.

`Teknik Traksi dan Countertraksi


2. Penanganan setelah reposisi
Lengan diistirahatkan dengan mitella atau sling selama 3 minggu pada
penderita yang usianya di bawah 3 tahun (yang lebih sering terjadi
rekurensi) dan hanya 1 minggu pada usia lebih 30 tahun (lebih sering
terjadi kekakuan). Kemudian dimulai pergerakan ringan namun kombinasi
abduksi dan rotasi lateral sebaiknya dihindari selama 3 minggu. Selama
periode ini, siku dan jari mulai digerakkan setiap hari.

2.2.9. Komplikasi1
1. Komplikasi dislokasi anterior
a. Awal
Rotator cuff tear. Biasa mengiringi dislokasi anterior pada orang
dewasa. Pasien mungkin kesulitan mengabduksikan lengannya
setelah reduksi; kontraksi musculus deltoid yang teraba
menyingkirkan kelumpuhan saraf aksillaris.

16

Kerusakan saraf . Saraf aksillaris paling sering mengalami cedera,


pasien tidak dapat mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit
kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan abduksi harus
dibedakan dari robekan rotator cuff.
Kerusakan pembuluh darah. Arteri aksillaris dapat mengalami
kerusakan, khususnya pada orangtua dengan pembuluh darah yang
rapuh. Ini bisa terjadi saat cedera ataupun saat melakukan reduksi.
Lengan harus selalu diperiksa adanya tanda-tanda iskemia sebelum
dan sesudah reduksi.
Fraktur-dislokasi. Jika ada hubungan fraktur proksimal humerus,
mungkin diperlukan reduksi terbuka dengan fiksasi internal.
b. Lambat
Kaku bahu. Lamanya imobilisasi dapat menyebabkan kekakuan
pada sendi bahu, khususnya pada pasien di atas 40 tahun.
Dislokasi tak tereduksi. Dislokasi sendi bahu terkadang tidak
terdiagnosa. Biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau terlalu
tua.
Dislokasi rekuren. Jika dislokasi anterior merobek kapsul sendi
bahu, perbaikan diikuti reduksi secara spontan maka dislokasi
mungkin tidak terjadi, tetapi bila glenoid lepas atau kapsul tanggal
di depan leher glenoid, rekurensi lebih sering terjadi.
2. Komplikasi Dislokasi Posterior
Dislokasi tak tereduksi. Hal ini karena awalnya dislokasi posterior
selalu sulit dikenali sehingga kasus tak tereduksi banyak terjadi.
Dislokasi rekuren atau subluksasio.

DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A Graham & Solomon, Louis, 2010, Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley, Widya Medika, Jakarta.

17

2. Owens, Brett, 2010, Studies show high rates of shoulder dislocation in


young men and elderly women, Keller Army Hospital at West Point, New
York.
3. Ardi E., Zuhdi M.S., Wahyu T., Yudi S.P., 2011, Dislokasi pada Sendi
Bahu, Digital Library USU, Medan.
4. Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M., 2014, Gray Dasar-Dasar
Anatomi, Mitra Bestari, Jakarta, hal 346 352.
5. Lutz, M., 2006, Shoulder Dislocation (Anterior Glenohumeral), Colorado,
pp 8.
6. Seade,
L.E.,
2011,
Shoulder
Dislocation,
diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/93323.
7. Rasjad, C., 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Yarsif Watampone,
Jakarta, hal 406 408.
8. Keating, J., Greoff, H., James, R., 2004, Regional Injuries, dalam:
Textbook of Orthopaedic, Trauma, and Rheumatology, Mosby,
Philadelphia.
9. Salter, R.B., 1999, Textbook of the Disorder and Injury of the
Musculoskeletal System 3rd edition, Williams and Wilkins, Pennsylvania,
pp 589 592.
10. Welsh, S., et al., 2011, Shoulder dislocation surgery, diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1261802-overview.

También podría gustarte