Está en la página 1de 64

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN


BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN
KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

AHSAN MAULANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI


( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN
BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN
KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

AHSAN MAULANA
E24104071

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN SKRIPSI
AHSAN MAULANA ( E24104071). Pengujian Kualitas Kayu Bundar Jati
(Tectona grandis Linn.F) Tersertifikasi pada Pengelolaan Hutan Berbasis
Masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Dibawah
Bimbingan Dr. Ir. Ahmad Budiaman,MSc
Kebutuhan kayu bulat untuk memenuhi bahan baku industri kehutanan
cenderung semakin meningkat seiring dengan laju permintaan konsumen akan produkproduk hasil hutan, Oleh karena itu dibutuhkan pasokan kayu yang dihasilkan dari
sumber lain, salah satunya adalah pasokan kayu yang berasal dari hutan
kemasyarakatan. Kualitas kayu yang dihasilkan pada hutan berbasis kemasyarakatan
khususnya pengelolaan hutan yang dikelola secara lestari selama ini belum teruji
sesuai standar kualitas yang ada. Oleh karena itu untuk menjamin kualitas kayu yang
dihasilkan dari pengusahaan hutan kemasyarakatan maka dibutuhkan suatu pengujian
kualitas kayu supaya kayu yang dihasilkan dapat diterima oleh industri kehutanan.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas kayu dan mengidentifikasi jenis cacat
kayu jati yang dihasilkan dari pengelolaan hutan berbasis kemasyarakatan,
Penelitian pengujian kualitas kayu bundar jati menggunakan pedoman
pengujian kualitas kayu bundar jati yang sesuai dengan acuan normatif Standar
Nasional Indonesia (SNI). Pengujian kualitas dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
melalui uji simulasi batang dan pengujian pembagian batang dilapangan. Uji simulasi
ini dilakukan untuk menilai kemungkinan penerapan kebijakan pembagian batang
yang optimal berdasarkan kelas sortimen dan mutu kayu.
Hasil menunjukkan bahwa, jenis cacat bentuk kayu jati yang dapat
diidentifikasi adalah kesilindrisan, kebundaran, kelengkungan, dan alur. Cacat badan
yang berhasil diidentifikasi adalah pecah belah, pecah banting, Pecah sempler/lepas,
lubang gerek, bucak-buncak, lengar dan cacat mata kayu. Untuk cacat bontos, cacat
yang ditemukan antara lain adalah gerowong/teras rapuh, pecah hati, pecah gelang,
gabeng, pakah dan kunus.
Hasil simulasi pembagian batang menghasilkan kelas kualitas terbesar adalah
kelas mutu P (32,59%), kelas mutu terbesar kedua adalah mutu D (20,99%). Mutu T
dan M masing-masing 17% dan 15,46%, serta mutu U sebesar 13,81%. Hasil

pembagian batang aktual menghasilkan kelas kualitas terbesar adalah mutu kayu D,
dengan persentase sebesar 25%. Mutu kayu T sebesar 16%, mutu kayu M (21%), mutu
kayu P dengan 23%, dan mutu kayu U dengan persentase sebesar 15%. Kualitas mutu
kayu melalui pengujian simulasi sedikit lebih baik dibanding pada pembagian batang
aktual, artinya

diperlukan perencanaan pembagian batang yang lebih baik agar

diperoleh kualitas kayu yang tinggi.


Kata kunci : Jati, sertifikasi, simulasi, batang aktual, Standar Nasional Indonesia

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Pengujian Kualitas Kayu Bundar Jati (Tectona grandis Linn.F)


pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Tersertifikasi di
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Nama

: Ahsan Maulana

NRP

: E24104071

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc.


NIP : 131 878 495

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr


NIP : 131 578 788

PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Kualitas Kayu Bundar
Jati (Tectona grandis Linn.F) pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Maret 2009

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada :
1.Bapak Dr.Ir.Ahmad Budiaman, MSc yang telah memberikan bantuan, arahan,
nasihat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
2.Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) dan Ir. Muhdin, MSc
selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan.
3.Keluarga tercinta (bapak (alm), ibu, kakak-kakak) yang telah memberikan
dorongan semangat, doa, pengorbanan serta kasih sayangnya baik moral
maupun material kepada penulis.
4.Ketua dan staf Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL), Tropical Forest Trust
(TFT) Sulawesi Tenggara, LSM Jaringan Untuk Hutan (JAUH) Sultra, serta
keluarga bapak Husein atas bantuannya.
5.Rekan-rekan

seperjuangan

di

laboratorium

Analisis

dan

Keteknikan

Pemanenan, Biokomposit, Rekayasa dan Desain Kayu, Ekonomi Industri,


Kimia Hasil Hutan, Kayu Solid serta rekan-rekan KSH, MNH, dan Silvikultur
yang telah memberikan bantuannya.
6.Keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB serta semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang setimpal. Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Amin

Bogor, Maret 2009


Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 31 Desember 1986


sebagai anak terakhir dari 7 bersaudara pasangan Bapak H. Saifullah (Alm.) dan Ibu
Hj. Muflihah.
Penulis melanjutkan pendidikan formal di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun
2002 dan lulus pada tahun 2004 melalui program Akselerasi atau program percepatan
selama 2 tahun dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai Kepala Biro Hubungan Luar, Departemen Informasi
dan Komunikasi, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) tahun
2006-2007, staf divisi Multimedia Departemen Informasi dan Komunikasi
HIMASILTAN tahun 2006-2007, dan panitia KOMPAK THH Departemen Hasil
Hutan tahun 2006. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di kawasan hutan Sancang dan Kamojang, dan KPH
Cianjur unit III Jawa Barat dan Banten. Praktek Kerja Lapang (PKL) di Koperasi
Hutan Jaya Lestari (KHJL) pada hutan kemasyarakatan Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pengujian Kualitas Kayu Bundar Jati (Tectona grandis Linn.F)
pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Tersertifikasi di Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara dibimbing oleh Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i


DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. .. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pengujian dan Kualitas........................................................ 3
2.2.Prinsip Pengujian .................................................................................. 3
2.3.Cacat Kayu............................................................................................ 5
2.4.Sertifikasi Ekolabel ............................................................................... 8
2.5.Jati ........................................................................................................ 9
2.6.Hutan Kemasyarakatan atau Hutan Rakyat ............................................ 11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 14
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 14
3.3. Batasan Masalah .................................................................................. 14
3.4. Penentuan Unit Contoh......................................................................... 14
3.5. Pengukuran Dimensi ............................................................................ 15
3.6. Prinsip Pengujian ................................................................................. 28
3.7. Kualitas Kayu Bundar Jati .................................................................... 29
3.8. Pelaksanaan Pengukuran ...................................................................... 29
3.9. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 30
IV. KONDISI UMUM
4.1. Letak dan Luas ..................................................................................... 32
4.2. Pengelolaan Hutan................................................................................ 32
5.1. Sejarah Sertifikasi Ekolabel KHJL ....................................................... 33
4.3. Topografi dan Kelerengan .................................................................... 35
4.4. Tanah ................................................................................................... 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Potensi Tegakan Sebelum Penebangan ................................................. 36
5.2. Pembagian Batang Perseksi .................................................................. 37
5.3. Pembagian Sortimen di Lapangan ........................................................ 40
5.4. Kualitas Kayu Bundar Jati .................................................................... 42
5.5. Perbandingan Total pada Pengujian Simulasi dengan
Pembagian Batang Aktual KHJL ......................................................... 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 47
6.2. Saran .................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 48
LAMPIRAN ...................................................................................................... 51

DAFTAR TABEL
No.

Halaman

1. Luas areal kawasan hutan di Kabupaten Konawe Selatan ................................ 32


2. Sebaran diameter jati di areal penelitian .......................................................... 37
3. Distribusi batang utama berdasarkan kelas diameter ........................................ 38
4. Distribusi cabang dan ranting berdasarkan diameter ........................................ 38
5. Sebaran diameter pada pembagian batang aktual ............................................. 41
6. Kualitas kayu pada uji simulasi pembagian batang .......................................... 43
7. Kualitas kayu pada uji simulasi cabang dan ranting ......................................... 44
8. Kualitas kayu bundar jati pada pembagian batang aktual ................................. 45
9. Perbandingan uji simulasi dengan pembagian batang aktual
berdasarkan jumlah sortimen .......................................................................... 45
10. Perbandingan uji simulasi dengan pembagian batang aktual
berdasarkan kualitas kayu ............................................................................... 46

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1. Sketsa pengukuran dimensi perseksi ............................................................... 15


2. Cara menghitung persentase (%) cacat kesilindrisan ....................................... 17
3. Cara menghitung persentase (%) cacat kebundaran ......................................... 18
4. Cara menghitung persentase (%) cacat kelurusan ............................................ 19
5. Cara menghitung alur ...................................................................................... 19
6. Cara menghitung jumlah lubang gerek ............................................................ 20
7. Cara menghitung persentase (%) pecah belah ( Pe / Be ) ................................. 21
8. Cara menghitung diameter mata kayu ............................................................. 21
9. Cara menilai cacat benjolan ............................................................................ 22
10. Cara menghitung jumlah dan luas Kt ............................................................. 23
11. Cara menghitung % Peb/Peg ......................................................................... 23
12. Cara menghitung pecah bontos...................................................................... 24
13. Penilaian cacat lengar.................................................................................... 24
14. Cara menghitung cacat pecah banting ( Prbt)................................................. 25
15. Cara menghirung lebar pecah slemper ........................................................... 25
16. Cara mengukur kedalaman cacat gerowong (Gr) ........................................... 26
17. Cara mengukur tebal gubal segar .................................................................. 27
18. Cacat pakah .................................................................................................. 27
19. Sertifikat ekolabel FSC ................................................................................. 33
20. Contoh cacat gerowong dan alur pada batang kayu jati.................................. 39
21. Persentase cacat kayu pada pohon yang ditebang .......................................... 39
22. Persentase cacat pada simulasi cabang dan ranting ........................................ 40
23. Persentase cacat pada pembagian batang aktual............................................. 42

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Halaman

1. Tabel penetapan syarat mutu kayu bundar jati ................................................. 51


2. Tabel cacat dan mutu kayu pada pengujian simulasi per seksi ......................... 55
3. Tabel cacat dan mutu kayu pada pembagian batang aktual .............................. 69

BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pemanenan hasil hutan kayu merupakan kegiatan yang penting untuk
mendukung keberhasilan pengelolaan dan pengusahaan hutan. Tujuan dari
kegiatan pemanenan kayu salah satunya adalah untuk memaksimalkan nilai
kayu dan mengoptimalkan suplai bahan baku industri.
Untuk meningkatkan pasokan kayu untuk bahan baku industri, maka
diperlukan sumber bahan baku kayu lainnya selain dari HPH/HTI, salah satu
sumber bahan baku yang dapat dioptimalkan adalah hutan berbasis masyarakat.
Untuk menjamin kualitas kayu yang dihasilkan dari pengelolaan hutan berbasis
masyarakat, diperlukan pengujian kualitas kayu agar mutu kayu yang
dihasilkan dapat diterima oleh pasar.
Kualitas kayu jati yang dihasilkan dari hutan berbasis masyarakat ini
belum teruji secara menyeluruh sesuai dengan acuan normatif standar kualitas
yang ada. Pengujian kualitas kayu bulat jati di hutan berbasis masyarakat masih
minim dilakukan, oleh karena itu pengujian kualitas kayu pada pengelolaan
hutan berbasis masyarakat perlu dilakukan. Hasil dari pengujian kualitas kayu
ini digunakan sebagai dasar untuk membagi batang secara skematis untuk
mendapatkan nilai kayu yang maksimal.
Kayu jati merupakan kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi, oleh
karena itu dibutuhkan suatu kebijakan pembagian batang yang baik agar nilai
ekonomis kayu jati dapat ditingkatkan.
Mengingat pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini telah mendapatkan
sertifikasi ekolabel, maka seluruh bagian kayu mempunyai nilai pasar yang
tinggi, sehingga sedapat mungkin semua bagian batang yang dihasilkan dapat
menjadi bahan baku industri yang bernilai mutu tinggi.
1.2.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan mengukur jenis dan cacat kayu jati pada pengelolaan
hutan berbasis masyarakat.
2. Menentukan kualitas kayu bulat Jati pada pengelolaan hutan berbasis
masyarakat.
1.3.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menyampaikan data dan informasi kondisi
kayu jati secara menyeluruh bagi koperasi yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kualitas kayu jati yang lebih
baik dan bernilai tinggi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Pengujian dan Kualitas
Pengujian merupakan evaluasi dan kajian teknis produk rekayasa genetik
yang meliputi teknik perekayasaan, efikasi dan persyaratan keamanan hayati di
laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas (Badan
Standarisasi Nasional, 2001). Pengujian hasil hutan didefinisikan sebagai suatu
kegiatan dalam rangka menetapkan jenis, ukuran, isi (volume) dan mutu
(kualitas) hasil hutan.
Pengujian kayu adalah suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis, isi
(volume), dan mutu kayu (Badan Standarisasi Nasional, 2003). Pengukuran dan
pengujian kayu menurut Badan Standarisasi Nasional (2001) diartikan sebagai
suatu kegiatan untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan hasil hutan yang
meliputi penetapan jenis, penetapan ukuran (volume/berat) dan penetapan
kualitas hasil hutan.
Kualitas adalah faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang (hasil)
tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa mereka dibutuhkan (Assauri, 1980).
Kualitas menurut Badan Standarisasi Nasional (1994) diartikan sebagai
kemampuan

bahan/barang

(hasil)

untuk

tujuan

tertentu

berdasarkan

karakteristik yang dimilikinya.


2.2.

Prinsip Pengujian Kayu


Pengujian kayu menurut Badan Standarisasi Nasional (2003) diartikan

sebagai suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis, isi (volume), dan mutu
kayu. Penetapan ukuran kayu bundar jati menurut SNI 01-5007.17-2001,
tentang Pengukuran dan tabel isi kayu bundar Jati. Yaitu :
1. Satuan untuk diameter kayu adalah cm (centi meter) dengan kelipatan 3
(tiga) cm penuh untuk sortimen AI, AII serta kelipatan 1 cm penuh untuk
sortimen AIII.

2. Satuan untuk panjang adalah meter (m) dengan kelipatan 10 cm penuh


untuk panjang sampai dengan 10,00 meter dan 50 cm penuh untuk
panjang lebih dari 10,00 meter
3. Satuan untuk isi kayu bundar adalah meter kubik (m3), dengan penulisan 3
(tiga) angka di belakang koma untuk sortimen AI dan AII serta 2 angka
dibelakang koma untuk sortimen AIII.
Kualitas adalah faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang (hasil)
tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa mereka dibutuhkan (Assauri, 1980).
Pada prinsip pengujian menurut Standar Nasional Indonesia, kayu bundar
jati yang akan diuji harus :
1.Dapat dibolak-balik sehingga semua permukaan kayu dapat dilihat secara
keseluruhan
2.Diuji pada siang hari (di tempat terang) sehingga dapat mengamati semua
kelainan yang terdapat pada kayu
3.Pengambilan contoh dilakukan dengan mempertimbangkan keterwakilan
populasi
Sebelum pengujian sebaiknya bebas dari kulit kayu (kliko) sehingga
tanda yang akan dituliskan pada batang tidak hilang. Karena, tanda tersebut
memiliki fungsi informatif, control, dan administratif.
1. Dilakukan pemeriksaan secara teliti terhadap pohon yang roboh tersebut,
memeriksa kelurusan batang, cacat yang ada serta kepecahan, baik dari
atas maupun dari samping batang.
2. Dilakukan penandaan pembagian batang (dengan tir) pada bagian-bagian
yang akan dipotong, dengan tiga garis tir antara lain satu garis panjang
untuk tempat potong, 2 garis kecil sebagai penanda yang berfungsi untuk
kontrol.
3.

Pembagian dilakukan dari pangkal, sedangkan pemotongan dilakukan


dari ujung.

4. Disamping tanda pembagian, diberikan juga tanda pada batang-batang


yang perlu dikepras (benjolan-benjolan dan cacat).

5. Semua batang harus dilakukan pembagian sampai pada cabang-cabang


kecil ( 10 sentimeter

panjang 1 meter) untuk kayu perkakas dan

kemudian kayu bakar.


2.3.

Cacat Kayu
Bearly (2001) membagi cacat kayu kedalam dua bagian, yakni pertama

cacat yang ditimbulkan dari pengaruh lingkungan sepanjang pohon itu hidup
antara lain penyimpangan bentuk pohon, serat terpilin, kayu reaksi (kayu tekan
dan kayu tarik), pertumbuhan lingkar tahun yang abnormal, warna yang
abnormal dan lain-lain. Kelompok cacat kedua adalah cacat yang disebabkan
oleh pertumbuhan alami seperti mata kayu dan empelur.
Karlinasari (2006), menyatakan bahwa penyimpangan atau abnormalitas
dari struktur normal dalam kayu tidak diperhatikan apabila kayu dianggap
sebagai bagian dari organisme hidup dan sebagai subjek yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor sepanjang hidupnya. Namun ketika kayu dilihat dari sudut
pandang sebagai bahan baku maka abnormalitas dalam struktur kayu sangat
diperhatikan karena dapat menurunkan nilai fungsinya. Abnormalitas tersebut
biasa dikenal dengan sebutan cacat kayu.
Karlinasari (2006), menyatakan bahwa cacat kayu (defect) adalah
penyimpangan atau kelainan pada kayu yang dapat mempengaruhi mutu kayu.
Berdasarkan penyebabnya cacat kayu dapat dibagi menjadi :
1. Cacat alami (natural defects), karena lingkungan dan serangan makhluk
biologis. Contohnya mata kayu (knots), kantung damar (pitch poket),
saluran damar (resin streaks), cacat mineral, kayu reaksi, dan fungi.
2. Selain penyebab alami / akibat pengolahan. Contohnya adalah twist,
cupping, bowing, wane, compression failure, cross breaks, dan cross
grain.

Berdasarkan kategorinya cacat terbagi atas :


1. Cacat bentuk yaitu penyimpangan atau kelainan dalam pada kayu terhadap
bentuknya yang normal. Contohnya membusur (bowing), melengkung
(crooking / spring), melintang (twisting) dan lain-lain.
2. Cacat badan yaitu penyimpangan atau kelainan yang terdapat pada keempat
sisi kayu dan bukan merupakan cacat bentuk. Contonya adalah mata kayu
(knots), retak (checks), pecah (shakes), dan lubang serangga
3. Cacat bontos yaitu penyimpangan atau kelainan yang terdapat pada bagian
bontos kayu dan bukan merupakan cacat bentuk dan cacat badan.
Contohnya adalah hati kayu.
Persyaratan cacat adalah cara persyaratan mutu berdasarkan kepada jenis ,
jumlah , dan atau besarnya cacat maksimal yang diperkenankan, dengan
memperhatikan lokasi dan hubungannya dengan cacat-cacat lain.
Beberapa deinisi cacat yang sesuai acuan normatif Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-5007.1-2003), antara lain :
1. Alur adalah suatu lekukan pada permukaan batang kayu
2. Buncak-buncak (Bc) adalah cacat kayu berupa benjolan atau bukan
benjolan 3 titik pada badan kayu bundar tetapi tidak berupa mata kayu
yang mempengaruhi permukaan.
3. Gabeng (Gg) merupakan keadaan kayu yang menyerupai rapuh yang
dapat dilihat pada bontos kayu.
4. Gerowong (Gr) : lubang besar pada bontos kearah panjang kayu, baik
tembus maupun tidak tembus tanpa atau dengan tanda-tanda pembusukan.
5. Gubal (Gu) adalah bagian dari kayu yang terdapat diantara kulit dan kayu
teras, pada umumnya berwarna lebih terang dari kayu terasnya serta
kurang awet.
6. Kebundaran adalah bentuk kayu yang ditetapkan dengan cara
membandingkan diameter terkecil dengan diameter terbesar pada setiap
bontosnya dalam persen.

7. Kesilindrisan merupakan bentuk kayu yang ditetapkan dengan cara


membandingkan selisih dp dan du dengan panjang kayu dalam persen.
8. Kunus adalah cacat pada bontos kayu berupa cabang akibat dari kesalahan
teknis menebang.
9. Lengar (Lr) adalah merupakan lekukan pada batang kayu yang umumnya
disebabkan oleh kebakaran atau sebab lainnya
10. Mata kayu (Mk) adalah bekas cabang atau ranting pada permukaan kayu
dengan penampang lintang berbentuk bulat atau lonjong.
11. Pakah : bontos kayu dipotong pada pertemuan antara 2 (dua) cabang
ditandai dengan adanya 2 (dua) hati dan terpisahnya lingkaran tumbuh.
12. Pecah belah (Pe/be) adalah terpisahnya serat kayu melebar sehingga
merupakan celah dengan lebar 2 mm atau lebih dan menembus teras.
13. Pecah banting (Pebt) adalah pecah yang tidak beraturan terjadi pada
waktu penebangan.
14. Pecah busur (Pb) adalah pecah yang sejajar dengan busur bontos kayu
atau searah dengan lingkaran tumbuh sehingga merupakan busur
lingkaran setengah lingkaran.
15. Pecah gelang (Pg) adalah pecah yang sejajar dengan busur bontos kayu
atau searah dengan lingkaran tumbuh sehingga merupakan busur
lingkaran > setengah lingkaran.
16. Pecah hati adalah terpisahnya serat dimulai dari hati memotong terhadap
lingkaran tumbuh.
17. Pecah lepas adalah akibat bagian dari badan kayu yang hilang / lepas ke
arah ke arah memanjang.
18. Pecah slemper adalah pecah sejajar pada bontos yang tidak menembus
badan kearah memanjang, tetapi sebagian kayunya masih menyatu.
2.4.

Sertifikasi Ekolabel
Sistem sertifikasi adalah mekanisme keterkaitan dan ketergantungan

antara pemohon obyek sertifikasi, penguji, pelaksana infeksi lapangan, pemberi

sertifikat dan pelaksana pengawasan (Winarto 2006, diacu dalam Badan


Standarisasi Nasional 1998).
Sistem sertifikasi lacak balak adalah tata laksana keterkaitan dan
ketergantungan antara pemohon sertifikasi, panel pakar, penilai lapangan,
lembaga sertifikasi lacak balak, Dewan Pertimbangan Sertifikasi (DPS),
pelaksana penilikan (surveillance) dan pihak-pihak terkait (stakeholder) dalam
sertifikasi lacak balak (Winarto 2006, diacu dalam Standar LEI 2000).
Sistem sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari adalah tata laksana
keterkaitan dan ketergantungan antara pemohon sertifikasi, panel pakar, penilai
lapangan, lembaga sertifikasi lacak balak, Dewan Pertimbangan Sertifikasi
(DPS), pelaksana penilikan (surveillance) dan pihak-pihak terkait (stakeholder)
dalam sertifikasi PHPL (Winarto 2006, diacu dalam Standar LEI 2000).
Sertifikat menurut Winarto (2006) diacu dalam Peraturan Pemerintah
No.102 (2000) diartikan sebagai jaminan tertulis yang diberikan oleh
lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang,
jasa, proses, system atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari adalah sertifikasi yang
menjamin telah diterapkannya usaha-usaha bagi pengelolaan hutan produksi
lestari ( Winarto 2006, diacu dalam Badan Standarisasi Nasional 1998).
Sertifikasi lacak balak adalah kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga
yang independen untuk mengeluarkan pernyataan bahwa hasil hutan yang
diproduksi oleh unit usaha kehutanan berasal dari hutan yang dikelola secara
lestari.
Sertifikasi hutan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang
independen untuk mengeluarkan pernyataan bahwa pengelolaan hutan oleh unit
manajemen, sumber bahan baku maupun pengolahan hasil hutan oleh unit
usaha kehutanan, yang terdiri atas sertifikasi PHPL, lacak balak dan pelabelan
produk hasil hutan (Winarto 2006, diacu dalam Standar LEI 2000).
Ekolabel menurut Badan Standarisasi Nasional (1998) diartikan sebagai
label yang dilekatkan pada produk yang dihasilkan oleh perusahaan pemohon,

yang memberikan informasi bahwa pemohon telah memenuhi kriteria dan


indikator pengelolaan hutan produksi lestari dan memenuhi kriteria dan
indikator penelusuran kayu (Chain of custody/Timber tracking).
Penilaian hutan secara lestari adalah serangkaian strategi dan pelaksanaan
kegiatan untuk menjamin keberlanjutan fungsi-fungsi produksi, ekologi, dan
sosial dari hutan alam produksi (Winarto 2006, diacu dalam Kepmenhut 2003).
2.5.

Jati
Sumarna (2001), menyatakan bahwa secara morfologis, tanaman Jati

memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Dengan pemangkasan,


batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m. Diameter batang
dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu yang
mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar
4. Daun berbentuk opposite (jantung membulat dengan ujung meruncing)
Pandit dan Ramdan (2002 ), menyatakan bahwa jati merupakan kayu
kerap dan kuat. Bagian teras berwarna kuning emas kecoklatan sampai coklat
kemerahan, mudah dibedakan dengan gubal yang berwarna putih keabu-abuan.
Kayu bercorak dekoratif yang indah karena mempunyai lingkaran tumbuh yang
jelas yang dapat dilihat baik pada bidang lintang, radial, maupun tangensial.
Berat jenis rata-rata 0,67 ( 0,62-0,75 ) dengan kelas awet I-II dengan kelas kuat
II. Kayu Jati mempunyai ciri-ciri anatomi :
1.Pori bentuk bulat serupa oval
2.Diameter tangensial bagian kayu awalnya 340-370 m, kayu akhir 50-290
m
3.Pori berisi Tylosis dan deposit warna putih
4.Apotrakeal jarang, umumnya membentuk rantai yang terdiri dari sekitar 4
sel.
5.Jari-jari lebar yang terdiri dari 4 sel atau lebih, dengan jumlah sekitar 4-7
per mm arah tangensial, komposisi seragam dan tinggi dapat mencapai
0,9 mm

Sumarna (2001), menyatakan bahwa tanaman jati merupakan tanaman


tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang
memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan
sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet (mampu bertahan
hingga 500 tahun)
Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan
sebagai berikut (Sumarna, 2001):
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn. F.
Hadikusumo (2001), menyatakan bahwa pohon jati rakyat umumnya
tidak sampai berumur tua sudah ditebang karena kebutuhan akan kayu
pertukangan ataupun kebutuhan akan uang bagi pemiliknya. Pohon jati yang
belum cukup tua ini memiliki kandungan kayu juvenil yang cukup besar.
Padahal, apabila suatu sortimen mengandung kayu juvenil yang bercampur
dengan kayu dewasa, maka sortimen tersebut akan mengalami pelengkungan
setelah kering.
Eropa, yang merupakan pasar strategis bagi banyak negara berkembang
untuk memasarkan produk kayu mereka, memiliki tuntutan yang relatif tinggi
dalam hal sertifikasi. Banyak pembeli kayu hanya mau membeli kayu jati yang
bersertifikasi meski dengan harga yang lebih mahal. Dengan sertifikasi itu, para
pembeli dapat melacak jejak sumber kayu yang dibelinya. Sehingga dapat
dipastikan, apakah berasal dari hutan lindung atau hutan produksi.

2.6.Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat


Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuanketentuan

pokok

kehutanan,

dijelaskan

bahwa

hutan

berdasarkan

kepemilikannya dibagi menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan milik. Hutan
negara merupakan kawasan hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak
terbebani hak milik, sedangkan hutan milik adalah hutan yang dibebani hak
milik. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999, hutan rakyat
adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara, dalam satu
hamparan dan seringkali disebut hutan milik.
Selanjutnya Lembaga Penelitian IPB (1986) menambahkan bahwa hutan
dalam istilah hutan rakyat disini tidaklah sama dengan pengertian sebagai
biocoenose yang terdiri lahan, pohon, tumbuhan lain, dan binatang yang saling
berinteraksi menciptakan iklim mikro.
Adapun dasar pemilikan hutan rakyat sebagaimana dalam rumusan
undang-undang, yaitu :
1.Penguasaan tanah harus dilakukan lebih dahulu, kemudian mengusahakan
hutan
2.Pemilikan hak atas tanah harus lebih dahulu diperoleh dari Badan
Pertanahan Nasional (BPN) untuk kemudian mengurus pemilikan hutan.
3.Penguasaan dan pemilikan tanah kering secara perorangan sangat dibatasi
(maksimum 5 Ha) menurut ketentuan hukum pertanahan.

2.6.1.Bentuk Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat


Departemen

Kehutanan

(1990)

dalam

Setyawan

(2002)

menyebutkan bahwa berdsasarkan jenis tanamannya dan penanamannya hutan


rakyat terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu
jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara
homogen

2. Hutan rakyat homogen, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai
jenis pepohonan yang ditanam secara campuran.
3. Hutan rakyat agroforestry, yaitu mempunyai bentuk usaha
kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti
perkebunan, pertanian, tanaman pangan, dan peternakan secara
terpadu.
Pada pengusahaan hutan rakyat, pola usaha tani hutan berbasis
masyarakat masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya
memperhatikan

prinsip-prinsip

ekonomi

perusahaan

yang

paling

menguntungkan (Hardjanto, 1990). Selanjutnya dikemukakan pemilik hutan


kemasyarakatan umumnya belum menggantungkan penghidupannya pada
hutan-hutan yang dimilikinya, mereka mengusahakan hutan rakyat tersebut
sebagai sambilan. Faktor penyebab hal tersebut adalah :
1.

Belum adanya persatuan antar pemilik hutan.

2.

Sistem silvikultur belum diterapkan secara sempurna.

3.

Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat.

4.

Belum adanya kelembagaan khusus yang menangani pengusahaan


hutan rakyat.

2.6.2. Tujuan dan Peranan Hutan Berbasis Masyarakat


Terdapat 3 tujuan pengelolaan hutan rakyat (Lembaga Penelitian
IPB,1990), yaitu :
1.Adanya peningkatan peran dari hutan rakyat terhadap peningkatan
pendapatan petani hutan rakyat secara berkesinambungan.
2.Adanya peningkatan peran dari hutan rakyat terhadap peningkatan
kualitas lingkungan secara berkesinambungan.
3.Adanya peningkatan peran dari hutan rakyat terhadap peningkatan
pendapatan pemerintah daerah secara berkesinambungan.
Menurut Lembaga Penelitian IPB (1986), hutan kemasyarakatan
merupakan sumber kayu dan hasil hutan lainnya, termasuk fungsinya sebagai
pelindung tanah dari bahaya erosi. Selanjutnya dikatakan bahwa hutan rakyat
mempunyai peranan penting bagi masyarakat terutama dalam hal :

1.Meningkatkan pendapatan masyarakat


2.Meningkatkan produksi kayu bakar
3.Menyediakan kayu bangunan maupun bahan baku industri.
4.Membantu penyerapan air ditempat-tempat recharge area

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di hutan tanaman rakyat yang tergabung
dalam Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) yang terletak di Kabupaten Konawe
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengelolaan hutan dilakukan dengan pola
pengelolaan bersama antara koperasi, petani hutan, dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Pengelolaan hutan ini telah memperoleh sertifikat ekolabel
Forest Stewardship Council (FSC). Penelitian ini dilaksanakan selama 2
bulan, yaitu mulai bulan Mei sampai Juli tahun 2008.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, pita meter,
tongkat ukur, alat sogok, kapur tulis, cat, pisau pemotong, kalkulator, kamera,
dan komputer.
3.3.

Batasan Masalah
Ruang lingkup permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pada

kegiatan penebangan, perencanaan pembagian batang, dan pelaksanaan


pembagian batang. Objek penelitian ini adalah semua pohon rebah yang
ditebang oleh koperasi sesuai jatah tebangan yang telah ditentukan. Perhitungan
diameter (dengan kulit), panjang, dan volume dilakukan ketika pohon rebah.
3.4.

Penentuan Pohon Contoh


Pohon contoh yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pohon yang

ditebang pada areal KHJL selama bulan Mei sampai dengan Juli 2008, jumlah
pohon contoh ditetapkan sebanyak 33 pohon.
3.5.

Pengukuran Dimensi
Pengukuran dimensi dalam pengujian kualitas kayu bulat Jati ini dibagi

menjadi 2 ( dua ) bagian, yaitu :

3.5.1. Pengukuran Dimensi Pohon Per Seksi


Pengukuran pohon perseksi merupakan tahapan pengukuran yang
dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai dimensi
dan kondisi fisik pohon termasuk keberadaan cacat kayu. Hasil pengukuran ini
digunakan sebagai dasar pembagian batang. Pengukuran dilakukan setelah
pohon rebah dan sebelum dilakukan pembagian batang, dilakukan pengukuran
untuk menentukan dimensi kayu antara lain keliling dan identifikasi cacat yang
terdapat pada kayu. Cara pengukuran dimensi pohon perseksi disajikan pada
Gambar 1.

Seksi 1

1 meter

Seksi 2

dst

1 meter

Tempat pengukuran keliling.


Gambar 1. Sketsa pengukuran dimensi perseksi
Pengukuran terhadap karakteristik cacat diukur sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI) dengan ketentuan pengujian kualitas kayu bulat Jati ( Tectona
grandis Linn.F ). Parameter cacat yang akan diamati antara lain :
1. Jenis cacat
2. kedalaman cacat
3. Letak
4. Jumlah
5. Diameter cacat
Hasil pengukuran ini digunakan sebagai dasar untuk membagi batang
secara skematis.
3.5.2. Pengukuran Pembagian Batang Aktual
Pengukuran sortimen hasil pembagian batang di lapangan dilakukan
sesuai dengan kebijakan pembagian batang dari KHJL. Tahapan pengukuran

yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh kondisi fisik


termasuk keberadaan cacat kayu.
1. Pengamatan dilakukan terhadap semua cacat yang terdapat pada kayu,
baik terhadap cacat bentuk, cacat badan, maupun cacat bontos, kemudian
cacat terberat.
2. Penilaian dilakukan dengan cara mengamati keadaan dan penyebarannya,
mengukur besarnya, serta menghitung jumlahnya sesuai persyaratan yang
ditetapkan.
3. Pengukuran dilakukan setelah pohon rebah dan telah dilakukan
pembagian batang.
Kebijakan pembagian batang KHJL menetapkan bahwa kayu-kayu
tersebut berasal dari tebangan pohon yang telah memiliki diameter diatas 30
cm. Sedangkan panjang dan diameter batang disesuaikan dengan permintaan
pasar. KHJL tidak memanfaatkan cabang dan ranting dalam menjual kayunya,
seluruh kayu berasal dari pembagian batang utama kayu.
3.5.3. Pengukuran Cacat Kayu
a) Cacat kesilindrisan
Dinyatakan silindris (Si), hampir silindris (Hsi) dan tidak silindris (Tsi)
dengan parameter :
1.Silindris apabila perbandingan antara selisih dp dan du dengan panjang
1% p.
2.Hampir silindris (Hsi) apabila perbandingan antara selisih dp dan du
dengan panjang > 1% sampai dengan 2 % p.
Tidak silindris (Tsi) apabila perbandingan antara selisih dp dan Cara menghitung
% kesilindrisan lihat Gambar 2 :
% Kesilindrisan = (dp du) x 100% / p

dp

du

d1

d3

dp = (d1+d2) / 2
du = (d3+d4) / 2

d4

d2

Gambar 2. Cara menghitung persentase (%) cacat kesilindrisan


Keterangan :
1. d1 adalah garis tengah terpanjang diameter pangkal (dp)
2. d2 adalah garis tengah terpendek diameter ujung (du)
3. d3 adalah garis tengah terpanjang diameter pangkal (dp)
4. d4 adalah garis tengah terpendek diameter ujung (du)
5. d p adalah diameter pangkal
6. d u adalah diameter ujung
7. p adalah panjang kayu
8. du dengan panjang > 2 % p.
b) Cacat kebundaran
Dinyatakan bundar (Br), hampir bundar (Hbr) dan tidak bundar (Tbr)
apabila :
1. Bundar (Br) apabila perbandingan antara du dan dp 90%
2. Hampir bundar (Hbr) apabila perbandingan antara du dan dp 80% sampai
< 90%
3. Tidak bundar (Tbr) apabila perbandingan antara du dan dp < 80%
Cara menghitung persentase (%) kebundaran lihat Gambar 3.
% kebundaran =

d1

d1
d3
x 100% dan atau
x 100%
d2
d4

d3
d4

d2
Gambar 3. Cara menghitung persentase (%) cacat kebundaran

Keterangan :
1. d 1 adalah garis tengah terpanjang
2. d 2 adalah garis tengah terpendek
3. d 3 adalah garis tengah terpanjang
4. d 4 adalah garis tengah terpendek

c)

Cacat kelurusan / kelengkungan


Penilaian terhadap cacat kelurusan dinyatakan dalam persen, misalnya <

3 % yaitu kedalaman lengkungnya tidak lebih dari 3 % panjang kayu. Untuk


jenis tertentu besar kedalaman lengkung dibatasi dalam cm serta dihitung
jumlahnya. Cara menghitung % kelurusan lihat Gambar 4.
% kelurusan = ( y / p) x 100 %

Y
P
Gambar 4. Cara menghitung % kelurusan
Keterangan : y adalah kedalaman lengkung dan p adalah panjang kayu

d)

Cacat alur
Ditetapkan dengan cara mengukur dalamnya alur pada tempat yang

terdalam terhadap permukaan kayu yang bersangkutan. Apabila pada kayu


terdapat > 1 alur, masing-masing alur diukur dalamnya kemudian dijumlahkan.
Apabila terdapat lebih dari 2 alur, yang dijumlahkna hanya 3 alur utama.
Kemudian apabila sebatang kayu terdapat alur yang panjangnya > p dan p,
dianggap keduanya > p. Cara menghitung kedalaman alur lihat Gambar 5.

Gambar 5a dan 5b. Cara menghitung alur


Keterangan 5 a : jumlah alur 1 buah
keterangan 5 b : jumlah alur > 2 buah

e)

Cacat lubang gerek (LG)


Penilaian cacat lubang gerek dinyatakan dalam :
1. besarnya lubang : LG kecil, LG sedang dan LG besar
2. Jumlah/ sebaran: Tersebar merata (Tm) atau gerombol (Gr) untuk Lgk /
Lgs, sedangkan untuk Lgb dihitung jumlah tiap meter panjang (tmp) nya
3. khusus untuk Lgb > 10 bh / tmp, diukur kedalaman lubangnya untuk
menghitung persentase dan isi cacat gubal.

Pengukuran cacat lubang gerek lihat Gambar 6.

panjang
1 meter
Gambar 6. Cara menghitung jumlah Lubang gerek

Keterangan :
jumlah Lgb dihitung jumlah tmp (contoh dalam gambar adalah 3 bh
dalam tiap meter panjang)
kotak A berukuran 12,5 cm x 12,5 cm diletakkan pada badan kayu yang
mempunyai Lgk terbanyak, kemudian hitung jumlahnya. Apabila > 30 bh
dianggap Gr dan 30 bh dianggap Tm.
f)

Cacat pecah atau belah (pe / be)


Penilaian terhadap cacat Pe / Be dinyatakan dalam persen, misalnya 15 %

p, yaitu jumlah panjang semua Pe / Be pada kedua bontosnya adalah 15 % dari


panjang kayu (p). Pe / Be yang berhadapan dianggap 1 (satu) buah. Pengukuran
cacat Pe/Be lihat gambar 7.
% Pe / Be = ( a + c+ d ) / p x 100 %
apc

Gambar 7. Cara menghitung % Pe / Be

g) Cacat mata kayu (Mk)


Penilaian terhadap cacat Mk dinyatakan dalam :
1. Keadaan Mk, yaitu mata kayu sehat dan mata kayu busuk
2. Jumlah Mk, yaitu dalam tiap meter panjang (tmp)
3. Diameter Mk, yaitu rata-rata panjang dan lebar Mk terbesar, diukur pada
batas gubal
4. Jarak (jrk) Mk adalah jarak terpendek antar Mk (Mks/Mkb) sejajar sumbu
kayu.
Cara menghitung diameter Mk, Jumlah Mk,
perbandingannya lihat gambar :

jarak Mk, serta

A
B

Diameter Mk = (a+b) / 2

Gambar 8 . Cara menghitung jml Mk, Jrk Mk, dan perbandingannya


Keterangan :
1. Jumlah Mk adalah 1 bh tmp, atau 2 bh tdp
2. Jarak antar Mk adalah jrk 1 (yang terpendek)
h) Cacat benjolan / Buncak-buncak
Penilaian terhadap cacat benjolan dinyatakan dalam :
1.

Jarak terpendek antar benjolan sejajar sumbu kayu

2.

Jumlah tmp-nya dan atau tiap batangnya

3.

Untuk jenis tertentu, perlu diukur diameternya

Cara penilaian benjolan (Bj) :

Jarak 1

tmp

tmp

tmp

Gambar 9. Cara menilai cacat benjolan


Keterangan :
1. Jarak Bj adalah jarak-jarak terpendek sejajar sumbu kayu
2. Jumlah benjolan adalah 2 bh atau 3 bh / btg
3. tmp adalah tiap meter panjang

i) Cacat kulit tersisip/ kulit tumbuh (Kt)


Penilaian terhadap cacat kulit tersisip / kulit tumbuh dinnyatakan dalam :

1. Jumlah Kt di badan dihitung tmp, di bontos dihitung per bontos.


2. Luas Kt dengan cara mengalikan panjang dan lebar Kt ( di bontos)
3. Panjang Kt di bontos dibandingkan dengan diameter dalam satuan persen
Cara menghitung jumlah, luas dan panjang Kt lihat Gambar 10.

p
L
tmp

tmp

tmp

Gambar 10. Cara menghitung jumlah dan luas Kt

Keterangan :
1. Jumlah Kt di badan dihitung 1 buah tiap meter panjang
2. Jumlah Kt di bontos dihitung 2 buah / bontos
3. Luas Kt 1 / Kt 2 adalah panjang x lebar
4. Luas Kt = Luas Kt1 + luas Kt 2
j)

Cacat pecah busur / pecah gelang (Peb / Peg)


Penilaian terhadap cacat Peb/Peg dinyatakan dalam persen dengan cara :

1.Membandingkan panjang linier atau panjang lengkungan Peb/Peg yang


terpanjang dari kedua bontosnya terhadap diameter kayu.
2.Membandingkan jumlah panjang linier seluruh Peb/Peg setiap bontos
terhadap diameter kayu
3.Cara mengitung % Peb/Peg lihat Gambar 11.

x
z

Gambar 11. Cara menghitung % Peb/Peg

Keterangan :
% Peb/Peg = ( y / d ) * 100 % ( yang terpanjang )
% Peb/Peg = (x + y + z) / d * 100 % (jumlah seluruhnya)
k)Cacat pecah bontos (Pebo)
Penilaian terhadap cacat Pecah bontos dinyatakan dalam ada atau tidak
ada, untuk jenis tertentu dihitung jumlah bontosnya. Pecah bontos yang saling
berhadapan dianggap 1 bh.

Gambar 12. Cara menghitung pecah bontos


Keterangan :
- Jumlah Pecah bontos 4 buah per bontos dan jumlah Pecah bontos 2 buah
per bontos
l)

Cacat lengar
Penilaian terhadap cacat lengar adalah diukur besar lebarnya terhadap

keliling kayu dan panjangnya terhadap panjang kayu.

Teras busuk

Gubal hilang

Gambar 13. Penilaian Cacat lengar


m)

Penilaian pecah banting (Pebt)


Penilaian cacat pecah banting (Pebt) dilakukan terhadap lebar dan panjang
Pebt, yaitu :

1. Lebar Pebt dibandingkan dengan keliling kayu, seperti


keliling
2. Panjang Pebt dibandingkan dengan panjang kayu dalam
persen, seperti 20 % p
Cara mengitung Pebt lihat Gambar 14.

Pebt
Lb

Pj

Gambar 14. Cara menghitung cacat pecah banting ( Prbt)


Keterangan :
1. Lb = lebar Pebt keliling
2. Pj = panjnag Pebt pj / p * 100 %

n)

Cacat pecah slempler / pecah lepas


Penilaian cacat pecah slempler/pecah lepas dilakukan terhadap lebar

pecah slempernya dibanding keliling kayu, seperti keliling.

kelilin

Gambar 15. Cara menghitung lebar pecah slemper

Keterangan :
1. Lb = Lebar pecah
2. Pecah slemper = keliling
o)

Cacat gerowong dan teras busuk (Gr / Tb)

Penilaian terhadap cacat gerowong / teras busuk (Gr/Tb) dinyatakan


dalam persen dan kubikasi. Terdapat 2 ( dua ) cara penilaian cacat Gr/Tb yaitu :
1. membandingkan diameter terbesar Gr/Tb dengan diameter kayu, khusus
Gr kedalamannya dibandingkan dengan panjang kayu
2. menghitung persen dan kubikasi cacat bontos sesuai SNI Pengukuran dan
Tabel isi kayu bundar rimba
Cara menghitung % Gr/Tb sama dengan menghitung % Tr (Gambar 16),
sedangkan cara mengukur kedalaman Gr dapat dilihat pada Gambar 17.
a

Gambar 16. Cara mengukur kedalaman Gr


Keterangan :
-

a adalah kedalaman Gr

% kedalaman Gr = ( a / p ) *100 %

p) Cacat gubal
Penilaian terhadap cacat gubal meliputi :
1. Keadaan gubal, yaitu gubal sehat ( Gs ), gubal tidak sehat ( Gts) dan gubal
busuk ( Gb)
2. Untuk Gs diukur tebal gubalnya yaitu tebal terbesar dan atau tebal rata-rata
dengan menghitung rata-rata tebal terkecil dan terbesar pada setiap
bontosnya.
3. Untuk Gts dinyatakan dalam persen
4. Untuk Gb dinyatakan dalam persen dan kubikasi
Untuk menghitung % Gts dan Gb cara menghitung persen dan kubikasi
cacat gubal dalam SNI Pengukuran dan Tabel isi kayu bundar rimba.
Sedangkan cara mengukur tebal Gs lihat Gambar 18.

a
b

Gambar 17. Cara mengukur tebal gubal segar

q)

Keterangan gambar :
1.a = Gs terbesar
2.b = Gs terkecil
3.tebal Gs = ( a + b ) / 2
Cacat pakah
Pakah adalah hasil pemotongan kayu bercabang yang hampir sama

besarnya, yang ditandai dengan adanya dua buah hati pada bontos lainnya.
Cacat pakah ditetapkan dengan cara mengamati ada tidaknya pakah pada
bontos.

Gambar 18. Pakah

3.6. Prinsip Pengujian


Pengujian dilakukan secara kasat mata (Visual) terhadap kecermatan
penetapan ukuran dan mutu kayu. Peralatan pengujian yang digunakan adalah
pita ukur.
3.6.1. Persyaratan Pengujian
Kayu bundar jati yang akan diuji harus :
4. Dapat dibolak-balik sehingga semua permukaan kayu dapat dilihat secara
keseluruhan
5. Diuji pada siang hari (di tempat terang) sehingga dapat mengamati semua
kelainan yang terdapat pada kayu

6. Pengambilan contoh dilakukan dengan mempertimbangkan keterwakilan


populasi sebagaimana tercantum pada Tabel 1 SNI 01-5007.17-2001
tentang Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bundar Jati.
3.6.2. Pelaksanaan Pengujian
Pelaksanaan pengujian kayu pertama kali dilakukan penetapan jenis kayu
dengan memeriksa ciri umum kayu jati. Penetapan ukuran kayu bundar jati
mengacu pada SNI 01-5007.17-2001, Pengukuran dan tabel isi kayu bundar
Jati. yaitu :
1.

Satuan Ukuran
Sistem satuan ukuran yang dtetapkan adalah sesuai standar SNI, yaitu:

1.1. Satuan untuk diameter kayu adalah cm (Senti meter) dengan kelipatan 3
(tiga) cm penuh untuk sortimen AI, AII serta kelipatan 1 cm penuh untuk
sortimen AIII.
1.2. Satuan untuk panjang adalah meter (m) dengan kelipatan 10 cm penuh
untuk panjang sampai dengan 10,00 meter dan 50 cm penuh untuk
panjang lebih dari 10,00 meter
1.3. Satuan untuk isi kayu bundar adalah meter kubik (m3), dengan penulisan
3 (tiga) angka di belakang koma untuk sortimen AI dan AII serta 2 angka
dibelakang koma untuk sortimen AIII.
3.7.Kualitas Kayu Bundar Jati
Mutu kayu bundar jati terbagi kedalam 6 (enam) mutu kayu yaitu U, P, D,
T, M dan L. Khusus sortimen kayu bundar jati (AI) dan kayu bundar sedang jati
(AII) dibagi dalam 4 (empat) mutu yaitu P, D, T, dan M dimana mutu kayu U
dan L tidak termasuk didalamnya. Kelas mutu kayu U merupakan kelas mutu
terbaik, berturut-turut selanjutnya adalah P, D, T, dan M.
3.8. Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran dilakukan terhadap setiap batang kayu bundar
Jati. Dengan rancangan pengukuran sebagai berikut :

A.

Penetapan Diameter
i. Diameter diukur pada bontos ujung terkecil tanpa kulit dengan
menggunakan Pita Phi ( )

ii. Apabila Phi tidak ada, pengukuran dilakukan dengan mengukur keliling
menggunakan pita ukur biasa dalam kelipatan 1 cm, selanjutnya dengan
angka keliling tersebut diameter dicari dalam tabel isi
iii. Diameter kayu bundar Jati dinyatakan dalam kelas diameter, untuk AI
dan AII kelipatan 3 cm dan untuk AIII kelipatan 1 cm.
B.

Penetapan Panjang
Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos melalui badan

kayu. Panjang diukur dalam kelipatan 10 cm untuk panjang sampai 10,00 m


dan kelipatan 50 cm untuk panjang lebih dari 10,00 meter dengan pembulatan
kebawah.
C. Penentuan Mutu Akhir Berdasarkan Acuan Normatif Standar Nasional
Indonesia (SNI) .
Standar acuan normatif yang digunakan dalam menentukan mutu akhir
kualitas kayu bundar jati pada penelitian ini adalah Standar Nasional Indonesia
(SNI 01-5007.1-2003) tentang Kayu Bundar Jati dan SNI 01-5007.17-2001
tentang Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bundar Jati.
Standar ini meliputi penetapan istilah dan definisi, lambang dan
singkatan, klasifikasi, cara pembuatan, syarat mutu, cara uji, syarat lulus uji,
dan syarat penandaan sebagai pedoman pengujian kayu bundar Jati (Tectona
grandis Linn.f) yang diproduksi di Indonesia.
Sistem penetapan mutu akhir kualitas berdasarkan pada persyaratan cacat
yang ada pada acuan normatif Standar Nasional Indonesia (SNI) bisa dilihat
pada tabel lampiran 1 tentang syarat mutu kayu.
3.9. Pengolahan dan Analisis Data
A.

Rata-rata Diameter

Diameter sortimen merupakan rata-rata diameter bontos pangkal ( Bp)


dan diameter bontos ujung ( Bu) dalam kelipatan satu sentimeter penuh.
Diameter rataan dihitung menggunakan persamaan berikut :

1
1
(d1 d 2) (d 3 d 4)
2
kayu = 2
2

B.

Keterangan :
kayu = diameter kayu sortimen rata-rata
d1 = diameter terpendek Bp (Bontos pangkal)
d2 = diameter tegak lurus dengan d1
d3 = diameter terpanjang Bu (Bontos ujung)
d4 = diameter tegak lurus dengan d3
Volume Sortimen
Volume dihitung berdasarkan rumus Brereton metrik, yaitu :
V = (0,7845 x d2 x p / 10000) (m3)
Keterangan :
V = volume sortimen (m3)
0,7845 =
10000 = konsanta untuk konversi satuan d2 dari cm2 ke m2
d = diameter rata-rata sortimen (cm)
p = panjang sortimen (m)

C.

Data Sekunder
Data sekunder yang akan diambil pada penelitian ini antara lain :
1.Kondisi umum lokasi penelitian
2.Luas areal tebangan
3.Potensi hutan
4.sistem pemanenan yang digunakan
5.kebijakan pembagian batang

BAB IV. KONDISI UMUM


4.1.

Letak dan Luas


Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) Konawe Selatan memiliki kawasan

hutan dengan luasan sebesar 598,2 Ha. Di Kabupaten Konawe Selatan, 50,38%
atau seluas 212.097 Ha, merupakan areal lahan yang dinyatakan

sebagai

Kawasan Hutan dan 208.906 (49,62%) digolongkan sebagai Kawasan


Budidaya.
Tabel 1. Luas areal kawasan hutan di Kabupaten Konawe Selatan
Luas
Fungsi Lahan
1. Kawasan Hutan
Kawasan pelestarian alam
Hutan Lindung
Hutan produksi terbatas
Hutan produksi
Hutan konservasi
2. Kawasan Budidaya
Non-Kehutanan

Ha

212.097
79.540
42.759
3.705
86.093
0
208.909

50.38%
37.5%
20.2
1.7%
40.6%
0
49.62%

Jumlah
421.006
Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Selatan, Tahun 2003

100%

4.2. Pengelolaan Hutan


Koperasi Hutan Jaya Lestari atau KHJL didirikan pada tanggal 18 Maret
2004, pendirian koperasi ini di inisiasi oleh 46 ketua kelompok Social Forestry
dalam 6 kecamatan di wilayah kabupaten Konawe Selatan. Dalam
perkembangannya, pada tahun 2008 KHJL telah memiliki 579 anggota dalam
32 desa. KHJL memiliki pendamping dalam pengelolaan hutan berbasis
masyarakatnya yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Untuk Hutan
(LSM JAUH) dan TFT (Tropical Forest Trust). KHJL merupakan satu-satunya
koperasi yang mendapat pengakuan dari lembaga ekolabel internasional FSC
(Forest Stewardship Council) sehingga kayu yang dijual telah mendapatkan
sertifikasi dari FSC.

Berdasarkan rencana pengelolaan hutan masyarakat 2005-2009, Koperasi


Hutan Jaya Lestari (KHJL) berorientasi pada pengelolaan hutan Jati (Tectona
grandis Linn.F) milik masyarakat. KHJL hanya menjual kayu jenis Jati
meskipun terdapat kayu-kayu lain di areal KHJL seperti Eboni.
KHJL telah berketetapan untuk memusatkan perhatian pada upaya
pelatihan untuk unit-unit (desa-desa) dalam keterampilan mengelola jati rakyat
dengan memilih unit-unit yang aktif dan memiliki kemauan untuk terlibat
dalam Program Kehutanan Sosial di Kabupaten Konawe Selatan. Unit-unit
inilah yang melalui proses untuk menjadi kelompok jati yang resmi, pembuatan
database anggota, penentuan jatah tebangan tahunan untuk masing-masing unit,
pengaturan

pelayanan

pemeliharaan

untuk

masing-masing

unit,

dan

mempelajari proses lacak balak jati yang mereka miliki.


KHJL kemudian akan menggunakan Sertifikasi FSC untuk jati yang
berasal dari unit-unit yang melakukan penebangan jati. KHJL akan menetapkan
aturan dalam penerimaan unit-unit baru ke dalam kelompok penghasil jati yang
diakui oleh FSC.
4.3. Sejarah Sertifikasi Ekolabel di KHJL
Koperasi Hutan Jaya Lestari(KHJL) dibentuk pada bulan Maret 2003 dan
secara legal dengan badan hukum terbentuk pada bulan maret 2004 sebagai
bagian dari Program Kehutanan Sosial Konawe Selatan yang dikelola oleh
anggota masyarakat di sekitar area hutan produksi jati milik negara di
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Program ini diprakarsai dan
difasilitasi oleh jaringan LSM lokal yang berbasis masyarakat yang dikenal
dengan nama Jaringan Untuk Hutan (JAUH), Dinas Kehutanan Propinsi,
BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), Pemerintah Daerah
Kabupaten Konawe Selatan, dan Tim Kelompok Kerja Kehutanan Sosial (Pokja
SF) dari Dinas Kehutanan. Program Kehutanan Sosial dibentuk dengan tujuan
untuk memanfaatkan masyarakat dan sumberdaya lokal untuk meningkatkan
kapasitas dan kesejahteraan masyaraktnya;

secara khusus berfokus

pemanfaatan sumberdaya hutan jati di daerah tersebut.

pada

KHJL masih menyadari bahwa pengurus dan anggotanya membutuhkan


pelatihan dalam bidang keterampilan kehutanan dan modal awal berupa uang
agar dapat berfungsi sebagai suatu badan pengelola hutan. Dalam upaya untuk
memperoleh keterampilan ini, KHJL telah menandatangani Nota Kesepahaman
atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan sebuah lembaga non profit
taraf internasional yang bernama TFT (Tropical Forest Trust), yang berkantor
pusat di Inggris, dan di Indonesia berkantor pusat di Semarang pada Juni 2004.
TFT telah menyanggupi untuk memberikan pelatihan dan petunjuk kepada
pengurus KHJL mengenai cara-cara mengelola hutan berkesinambugan dan
memfasilitasi mereka untuk memperoleh serftifikat FSC atas kayu yang mereka
produksi.

Dengan dibantu oleh LSM JAUH dalam aspek kelembagaan dan hukum,
dan dibantu dalam aspek teknis pengelolaan hutan lestari oleh TFT, pada bulan
Mei 2005 setelah diuji oleh Tim Smartwood Asia Pasific Region, akhirnya
KHJL memperoleh sertifikat ekolabel Forest Stewardship Council (FSC) untuk
kelompok hutan yang dikelola dengan intensitas kecil dan rendah (Small and
Low Intensity Managed Forest, SLIMFs) yang sekaligus merupakan satusatunya lembaga koperasi di Asia yang memperoleh sertifikat FSC.
Tujuan penilaian dari tim Smartwood ini adalah untuk mengevaluasi
kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial dari pengelolaan hutan, sebagaimana
yang didefinisikan oleh FSC. Kegiatan pengelolaan hutan yang diakui oleh
sertifikasi Smartwood dapat menggunakan label Smartwood dan FSC untuk
pemasaran produk pada publik dan pengiklanan.

Gambar 19. Sertifikat ekolabel FSC


4.4. Topografi dan Kelerengan
Areal kerja Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) terletak pada ketinggian
10-200 mdpl. Kondisi topografi pada umumnya didominasi oleh bukit kecil
atau datar dengan kemiringan kurang dari 15 %. Sebagian areal memiliki
kelerengan terjal antara 25 40 %.
4.5. Tanah
Jenis tanah di wilayah kerja Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) secara
umum merupakan jenis podsolik kuning dengan tekstur berhumus dan sedikit
berbatu.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Potensi Tegakan Sebelum Penebangan
Berdasarkan data inventarisasi di lokasi penelitian, diperoleh bahwa
jumlah pohon jati keseluruhan sebanyak 77 pohon. Dari 77 pohon, 33 pohon
telah masuk dalam pohon yang layak tebang. Diameter rata-rata keseluruhan
pohon sebesar 28,48 cm. Volume tegakan sebesar 33,13 m3 dengan rata-rata
volume per pohon sebesar 0,43 m3. Sedangkan untuk data pohon yang masuk
layak tebang diperoleh diameter rata-ratanya sebesar 40,02 cm, volume tegakan
sebesar 25,52 m3 dan rata-rata volume per pohonnya sebesar 0,77 m3.
Berdasarkan sebaran diameter pohon, diperoleh diameter >30 cm dengan
persentase sebesar 42,86 %. Persentase pohon dengan diameter 20-29 cm
sebesar 27,27 %. Sedangkan diameter dibawah 20 cm sebesar 29,87 %. Sebaran
diameter pohon di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran diameter jati di areal penelitian
Diameter (cm)

Persentase jumlah pohon (%)

30

42,86

20 - 29

27,27

< 20

29,87

Jumlah

100

5.2. Pembagian Batang Perseksi


5.2.1. Sebaran Diameter dan Panjang Jati
A. Batang Utama
Tabel 3 menyajikan sebaran kelas diameter kayu bundar jati yang dapat
dihasilkan dari batang utama. Berdasarkan kelas sortimen kayu bundar jati,
bagian batang utama yang memiliki diameter 30 cm (sortimen AIII)
merupakan sortimen yang terbanyak, dengan persentase sebesar 37,86%.
Sortimen terbesar kedua adalah sortimen kelas diameter 20,0-29,9 cm (sortimen
AII) dengan persentase sebesar 33,01%. Sedangkan untuk kelas diameter 10,019,9 cm (sortimen AI) memiliki persentase sebesar 29,12%.

Tabel 3. Distribusi batang utama berdasarkan kelas diameter


Kelas Diameter (cm)

Volume (m3)

Jumlah seksi

% jumlah
seksi

10,0 - 19,9

1,367

30

29,12%

20,0 - 29,9

4,067

34

33,01%

30

15, 071

39

37,86%

Jumlah

20,505

103

100%

B. Cabang dan Ranting


Tabel 4 menyajikan sebaran kelas diameter kayu bundar jati yang dapat
dihasilkan dari cabang dan ranting. Berdasarkan kelas sortimen kayu bundar
jati, bagian cabang dan ranting yang memiliki diameter 10,0-19,9 cm (sortimen
AI) merupakan sortimen yang terbanyak, dengan pesentase sebesar 94,87%.
Sortimen terbesar kedua adalah sortimen kelas diameter 20,0-29,9 cm (sortimen
AII) dengan persentase sebesar 5,12%. Sedangkan untuk kelas diameter 30
cm (sortimen AIII) tidak ada sortimen pada kelompok cabang dan ranting.
Tabel 4. Distribusi cabang dan ranting berdasarkan diameter
Kelas Diameter (cm)

Volume (m3)

Jumlah seksi

Persentase jumlah
seksi (%)

10 - 19,9

2,874

74

94,87

20,0 - 29,9

0,327

5,12

30
Jumlah

0
3,201

0
78

0
100,0

5.2.2. Jenis Cacat Kayu Jati


A. Batang Utama
Berdasarkan standar pengujian SNI 01-5007.17-2001 diperoleh bahwa
cacat kayu jati perseksi pada bagian batang utama adalah cacat bentuk seperti
cacat kesilindrisan, kebundaran, kelengkungan, dan alur. Cacat badan seperti
pecah belah, pecah banting, pecah sempler/lepas, lubang gerek, buncak-buncak,
lengar dan cacat mata kayu. Untuk cacat bontos adalah gerowong/teras rapuh,
pecah hati, pecah gelang, gabeng dan kunus. Contoh gambar cacat kayu bundar
jati disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20. Contoh cacat gerowong dan alur pada batang kayu jati.
Dari cacat yang ditemukan, persentase cacat terbesar untuk cacat bentuk
adalah cacat kesilindrisan dan kebundaran dengan persentase sebesar 22,13%.
Sementara pada cacat badan, persentase cacat terbesar yang ditemukan adalah
cacat mata kayu dengan persentase 8,72% . Sedangkan pada cacat bontos, cacat
pecah hati merupakan cacat terbesar yaitu sebesar 4,04%. Rekapitulasi jenis
cacat kayu yang ditemukan pada batang pohon yang ditebang disajikan pada
Gambar 21.

Gambar 21. Persentase cacat kayu pada pohon yang ditebang


B. Cabang dan Ranting
Pengujian kualitas kayu dari bagian cabang dan ranting, cacat kayu jati
yang ditemukan adalah seperti kesilindrisan, kebundaran, dan kelengkungan.
Sedangkan untuk cacat badan, jenis cacat yang ditemukan adalah pecah belah,
pecah banting, pecah sempler/lepas, lubang gerek, buncak-buncak, Lengar dan
cacat mata kayu. Untuk cacat bontos, cacat yang ditemukan adalah
gerowong/teras rapuh, pecah hati, pecah gelang, gabeng dan kunus.

Persentase cacat terbesar untuk cacat bentuk adalah cacat bentuk


kesilindrisan dan kebundaran dengan persentase sebesar 26,07%, sedangkan
pada cacat badan persentase cacat terbesar yang ditemukan adalah cacat mata
kayu dengan persentase 6,60%. Pada cacat bontos cacat kunus merupakan cacat
terbesar dengan persentase 2,31%. Rekapitulasi jenis cacat kayu yang
ditemukan pada cabang pohon yang ditebang disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22. Persentase cacat pada simulasi cabang dan ranting


5.3.

Pembagian Batang di Lapangan

5.3.1. Sebaran Diameter Jati


Kebijakan pembagian batang di Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL)
terbagi dalam 3 (tiga) kelas diameter AIII (30 cm), AII (20,0-29,9 cm), dan
AI (14,0-19,9 cm). Keseluruhan sortimen yang diambil berasal dari batang
utama, pihak KHJL hanya memanfaatkan sortimen kayu yang berasal dari
batang utama, sedangkan cabang dan ranting tidak dimanfaatkan meskipun
diameternya cukup besar, hal tersebut dilakukan karena KHJL beranggapan
kayu yang diambil dari batang memiliki kualitas kayu yang lebih baik atau
lebih kuat.
Dari 33 pohon yang ditebang, total volume pembagian batang adalah
sebesar 22,20 m3 dengan rata-rata volume perpohon sebesar 0,63 m3 perpohon.
Distribusi diameter terbesar pada pembagian sortimen di lapangan adalah kelas
diameter AIII sebanyak 65 sortimen (42,48%) dan volume kayu 17,018 m3.
Sedangkan sortimen AII sebanyak 48 sortimen (31,37%) dengan volume kayu

4,49 m3. Sebaran diameter terkecil pada pembagian sortimen di lapangan


adalah kelas diameter AI dengan jumlah 40 sortimen (26,14%) volume total
kayunya sebesar 1,054 m3. Rekapitulasi sebaran diameter pembagian batang di
lapangan disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5. Sebaran diameter pada pembagian batang di lapangan.
Volume (m3)

Jumlah sortimen

17,018

65

Persentase
jumlah
sortimen (%)
42,48

AII (20,0-29,9cm)

4,49

48

31,37

AI (10,0-19,9cm)

1,054

40

26,14

22,207

153

100

Kelas Diameter (cm)


AIII (30 cm)

Jumlah

5.3.2. Cacat Kayu pada pembagian batang aktual


Pengujian cacat kayu hasil pembagian batang di lapangan menemukan
cacat kayu berupa cacat bentuk seperti kesilindrisan, kebundaran, alur dan
kelengkungan. Cacat badan yang ditemukan berupa pecah belah, pecah banting,
pecah sempler/lepas, lubang gerek, buncak-buncak, lengar dan cacat mata kayu.
Untuk cacat bontos, cacat yang ditemukan adalah gerowong/teras rapuh, pecah
hati, pecah gelang, gabeng,gubal, pecah bontos, pakah dan kunus.
Persentase cacat terbesar untuk cacat bentuk adalah cacat bentuk adalah
cacat kesilindrisan dan kebundaran dengan persentase sebesar 19,92%.
Sedangkan pada cacat badan, persentase cacat terbesar yang ditemukan adalah
cacat mata kayu dengan persentase 7,16%. Pada cacat bontos, cacat pecah
bontos merupakan cacat terbesar dengan persentase 12,24%. Rekapitulasi cacat
pada pembagian batang di lapangan disajikan pada Gambar 23 sebagai berikut.

Gambar 23. Persentase cacat pada pembagian batang aktual


5.4. Kualitas Kayu Bundar Jati
5.4.1. Kualitas Kayu Bundar Jati pada Simulasi Pembagian Batang
Pada pengujian simulasi batang diperoleh bahwa kelas mutu terbesar
adalah mutu P dengan jumlah sortimen sebanyak 34 atau dengan persentase
sebesar 33,01%. Selanjutnya diikuti oleh kelas mutu U dengan persentase
sebesar 24,27% (25 sortimen). Kelas mutu D sebesar 20,38% (21 sortimen).
Kelas mutu M dan T berturut-turut sebesar 11,65% (12 sortimen) dan 10,67%
(11 sortimen). Rekapitulasi kualitas kayu pada pembagian batang di lapangan
disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 6. Kualitas kayu pada uji simulasi pembagian batang
Jumlah sortimen berdasarkan kelas mutu kayu
Sortimen
U

AI

16

AII

15

AIII

25

Jumlah sortimen

25

34

21

11

12

Pada kelas diameter AI, kelas mutu P merupakan kelompok dengan


persentase terbesar dengan jumlah sortimen sebesar 16 seksi (53,33%).
Berturut-turut kemudian yaitu kelas mutu D dengan 6 seksi (20,0%), kelas mutu
T dan M masing-masing dengan 4 seksi (13,0%).

Pada kelas diameter AII, kelas mutu P merupakan kelompok dengan


persentase terbesar dengan jumlah sortimen sebesar 15 seksi (44,11%).
Berturut-turut kemudian yaitu kelas mutu D dengan 8 seksi (23,52%), kelas
mutu T dan M dengan 6 seksi (17,64%),
Pada kelas diameter AIII, kelas mutu U merupakan kelompok dengan
persentase terbesar dengan jumlah sortimen sebesar 25 seksi (64,10%).
Berturut-turut kemudian yaitu kelas mutu D dengan 8 seksi (20,51%), kelas
mutu P dengan 3 seksi (7,69%), kelas mutu M dengan 2 seksi (5,12%), dan
kelas mutu T dengan jumlah sortimen 1 (2,56%).
5.4.2. Kualitas Kayu pada Simulasi Cabang dan Ranting
Pada pengujian simulasi cabang dan ranting, kelas mutu P menunjukkan
persentase terbesar dengan 33,0% (25 seksi), dimana keseluruhannya
merupakan sortimen kelas diameter AI. Kelas mutu U (kelas mutu utama)
menunjukkan persentase sebesar 0%. Kelas mutu D, T, dan M berturut-turut
menunjukkan persentase 22,0% (17 seksi), 27,0% (20 seksi), dan 18,0% (16
seksi). Rekapitulasi kualitas kayu pada uji simulasi batang disajikan pada Tabel
7 sebagai berikut.
Tabel 7. Kualitas kayu pada uji simulasi cabang dan ranting
Jumlah sortimen berdasarkan kelas mutu kayu
Sortimen
U

AI

25

16

17

16

AII

AIII

Jumlah sortimen

25

17

20

16

Berdasarkan kelas diameter pada simulasi cabang dan ranting yang


diukur, kelas diameter AI menunjukkan persentase terbesar dengan 94,87%,
kelas diameter AII dengan persentase sebesar 5,12% dan kelas diameter AIII
sebesar nol persen (0%) atau tidak ada sortimen dengan diameter diatas 30 cm.

5.4.3. Kualitas Kayu Bundar Jati pada Pembagian Sortimen KHJL di


Lapangan
Pada pengujian sortimen pada pembagian batang menurut kebijakan
KHJL, kelas mutu D menunjukkan persentase terbesar dengan 25,0% (39
sortimen). Kelas mutu U (kelas mutu utama) menunjukkan persentase sebesar
15%. Kelas mutu P, T, dan M berturut-turut menunjukkan persentase jumlah
sortimen sebesar 35 sortimen (23,0%), 24 sortimen (16,0%), dan 32 sortimen
(21,0%).
Tabel 8. Kualitas kayu bundar jati pada pembagian batang aktual
Sortimen

Jumlah sortimen berdasarkan kelas mutu kayu


U

AI

10

14

AII

13

10

13

10

AIII

21

14

21

Jumlah

23

35

39

24

32

5.5. Perbandingan Total Hasil Uji Simulasi Pembagian Batang dan


Pembagian Batang Aktual KHJL
A. Perbandingan Berdasarkan Jumlah Sortimen Kayu
Persentase total pada pengujian simulasi ini, kelas diameter AI
menunjukkan persentase terbesar dengan 104 sortimen (57,45%), kelas
diameter AII dengan 38 sortimen (20,99%), dan kelas diameter AIII dengan 39
sortimen (21,54%).
Untuk persentase total pada pengujian sortimen menurut kebijakan KHJL
ini, kelas diameter AIII menunjukkan persentase terbesar dengan 65 sortimen
(43,0%), kelas diameter AII dengan 48 sortimen (31%), dan kelas diameter AI
dengan 40 sortimen (26%).

Tabel 9. Perbandingan uji simulasi dengan pembagian batang aktual


berdasarkan jumlah sortimen
Jumlah Sortimen
Kelas Diameter
Uji Simulasi

Pembagian Sortimen KHJL

AI

104

40

AII

38

48

AIII uji simulasi pembagian


39 batang perseksi jumlah65
Pada
sortimen yang dapat
Total
181
153
dimanfaatkan
sebesar 181 sortimen,
sedangkan pada pembagian
batang yang

dilakukan KHJL hanya sebesar 153 sortimen. Selisih yang besar tersebut karena
pihak KHJL hanya memanfaatkan batang utama sedangkan cabang dan ranting
tidak dimanfaatkan sama sekali. Dan pihak koperasi hanya menjual sortimen
kayu jati diatas 10 cm yang berasal dari potongan sortimen batang utama.
Diperlukan kebijakan optimalisasi pemanfaatan kayu oleh pihak Koperasi
Hutan Jaya Lestari (KHJL) agar kayu-kayu yang terbuang bisa dimanfaatkan
semaksimal mungkin, sehingga nilai ekonomis kayu lebih meningkat dibanding
pemanfaatan yang ada sekarang.
B. Perbandingan Kualitas Mutu Kayu yang dimanfaatkan
Pada perbandingan mutu kayu antara pengujian kualitas melalui simulasi
pembagian batang dan pembagian batang aktual, pada pengujian simulasi
memiliki kualitas kayu yang lebih baik dibanding pada pembagian batang
aktual, seperti jumlah sortimen dengan kualitas mutu U (utama) dan P
(pertama) pada uji simulasi lebih tinggi dibanding pembagian batang aktual
Kualitas mutu kayu melalui pengujian simulasi sedikit lebih baik
dibanding pada pembagian batang aktual KHJL, artinya

diperlukan

perencanaan pembagian batang agar pihak KHJL dapat meningkatkan kualitas


mutu kayunya.
Tabel 10. Perbandingan uji simulasi dan pembagian batang aktual berdasarkan
kualitas kayu
Kualitas kayu

Perbandingan kualitas kayu


Simulasi

KHJL

U
25
23
P
59
35
D
38
39
Cukup tingginya jumlah angka kayu sortimen dengan kualitas
T
31
24
M rendah disebabkan karena
28
32 alami Cukup
mutu
beberapa faktor, baik
Total

181

153

Cukup tingginya jumlah angka kayu sortimen dengan kualitas mutu


rendah disebabkan karena beberapa faktor, baik alami maupun karena faktor
human error seperti kesalahan teknis di lapangan. Faktor alami antara lain
disebabkan oleh cacat kayu secara alami serta faktor pohon jati yang ditebang
berasal dari pohon-pohon trubusan dimana pohon-pohon jati tersebut
merupakan pohon anakan dari induk terdahulu yang sudah ditebang. Selain itu
kesalahan teknis dalam penebangan seperti kesalahan arah rebah pohon,
mengakibatkan pohon pecah dan belah karena menimpa pohon lainnya
merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas mutu kayu jati karena faktor
teknis di lapangan (human error).

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan
1. Jenis cacat bentuk kayu jati yang dapat diidentifikasi di KHJL adalah
kesilindrisan, kebundaran, kelengkungan, dan alur. Cacat badan yang
berhasil diidentifikasi adalah pecah belah, pecah banting, pecah
sempler/lepas, lubang gerek, buncak-buncak, lengar dan cacat mata kayu.
Untuk cacat bontos, cacat yang ditemukan antara lain adalah
gerowong/teras rapuh, pecah hati, pecah gelang, gabeng, pakah dan
kunus.
2. Kualitas mutu kayu melalui pengujian simulasi sedikit lebih baik dibanding
pada pembagian batang aktual, hasil simulasi pembagian batang terbesar
adalah kelas mutu P, yaitu sebesar 32,59%. Kelas mutu terbesar kedua
adalah mutu D dengan 20,99%. Mutu T dan M masing-masing 17% dan
15,46%, serta mutu U sebesar 13,81%. Hasil pembagian batang aktual
terbesar adalah mutu kayu D, dengan persentase sebesar 25%. Mutu kayu
T sebesar 16%, mutu kayu M (21%), mutu kayu P dengan 23%, dan mutu
kayu U dengan persentase sebesar 15%.
6.2. Saran
1. Perlu dilakukan pelatihan yang berkala dan berkesinambungan terhadap
operator pelaksana di lapangan terutama menyangkut teknis dan
keterampilan penebangan dan pembagian batang
2. Pelatihan secara berkesinambungan terhadap pengelolaan hutan jati rakyat
mulai dari persemaian sampai penebangan sehingga dapat meningkatkan
kualitas mutu kayu jati koperasi

BAB VII. DAFTAR PUSTAKA

Anggoro R. 2007. Identifikasi Potensi Limbah Pemanenan Jati di KPH Banyuwangi


Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Departemen
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
[Anonim]. 2004. Outcome of the expert consultation on forest resources AssesmentKotka IV. [journal]. Unasylva 210 (83) : 78-84
[Anonim]. 2004. Reinventing Forestry Education [journal]. Unasylva 216 (55) : 2
Assauri S. 1980. Manajemen Produksi. Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 01-5007.17-2001 Pengukuran dan
Tabel Isi Kayu Bundar Jati. Jakarta : BSN
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2003. SNI 01-5007.1-2003 Kayu Bundar Jati.
Jakarta : BSN
Barly HN. 2001. Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Kayu. Bogor : Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan RI.
Budiaman A. 2001. Kualitas dan Kemungkinan Penggunaan Kayu Bulat Limbah
Pemanenan. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB XIV (1):
32-45
Conway S. 1982. Logging Practice: Principle of Timber Harvesting System. San
Fransisco : Miller Freeman Publication
Dirjen Pengusahaan Hutan. 1993. Peraturan Pengukuran dan Pengujian Kayu Bulat
Rimba Hutan. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Departemen Kehutanan
RI: Jakarta
Elias. 1998. Sistem Pemanenan Hutan Jati. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Hadikusumo SA. 2001. Pola Pembelahan Jati Rakyat dan Sifat Fisik serta Mekanika
Kayu Gergajiannya. Jurnal Kehutanan Fakultas Kehutanan UGM 47:1-14.
Karlinasari L. 2006. Penentuan Kualitas berdasarkan Cacat kayu. Jurnal Teknologi
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. (tidak dipublikasikan)

Perum Perhutani. 1995. Himpunan Pedoman Kerja bidang Produksi Hutan. (Tidak
dipublikasikan).
Perum Perhutani. 1997. Pedoman Pembagian Batang Kayu Bundar Rimba. Jakarta :
Perum Perhutani (tidak dipublikasikan)
Prabowo RH. 2006. Perencanaan Pembagian Batang Secara Intensif pada
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Kayu Mangium Acacia mangium di
HPHTI PT.INHUTANI II Pulau Laut Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor
Prastowo H. 1980. Pedoman Pelaksanaan Teknik Tebangan Untuk Hutan Jati. Tidak
dipublikasikan.
Rusyana Y. 2000. Analisa Penentuan Prestasi Kerja Operator Chainsaw pada
Penebangan Jati ditinjau dari Ukuran Sortimen dan Ketepatan Pemotongan.
[Skripsi]. Bogor : Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Soeparto RS. 1979. Pemanenan hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sofiyuddin M. 2007. Potensi Tegakan Hutan Rakyat jati dan Mahoni yang
Tersertifikasi untuk Perdagangan Karbon (Studi Kasus di Desa Selopuro,
Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri). [Skripsi]. Bogor: Departemen
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Sumarna Y. 2001. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta
Winarto B. 2006. Kamus Rimbawan.. Jakarta : Yayasan Bumi Indonesia Hijau

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel penetapan syarat mutu sortimen kayu bundar jati


Tabel 1. Penetapan syarat mutu sortimen AI
No.
1

Karakteristik
D

Cacat bentuk
Lengkung p 2 m

1 bh 1 % p

1 bh 2 % p

p<2m

1 bh 1 % p

1 bh 3 % p

1 bh 3 % p
2 jml 2 % p
1 bh 5 % p
2 jml 5 % p

Alur
2

Cacat badan
Pecah / belah
Pecah banting
Pecah slemper / lepas
Lubang gerek besar
Inger-inger
Kulit tumbuh
Buncak-buncak
- buncak besar
- buncak kecil
Mata kayu :
- mata kayu sehat

- mata kayu busuk


Lubang pelatuk
Lengar
3

Mutu
P

Cacat bontos
Inger-inger
Kulit tumbuh
Gerowong / teras
Busuk / teras rapuh
Cacat sekitar hati
pecah hati
pecah busur / gelang
gubal :
- d 4-7 cm
- d 10-13 cm
- d 16-19 cm
pakah
gebeng
Kunus

Keterangan :
( - ) adalah tidak dibatasi
( x ) adalah tidak diperkenankan

Asal tidak
mereduksi

X
X
X
1 bh / btg
X
1 bh / btg

25 % p
X
Lb kel
Pj 10 % p
1 bh / tmp
10 %p
1 bh / tmp

40 % p
20 % p
Lb 1/2 kel
Pj 20 % p
2 bh / tmp
25 % p
2 bh / tmp

X
40 % p
Pj 40 % p
40 % p
-

X
kel

Lb kel
-

kel
-

2 bh / tmp
10 cm

3 bh / tmp
15 cm

X
X
kel
Pj 10 % p

3 bh / tmp
3 bh / tmp
kel
Pj 25 % p

Pj 50 % p

10 % p
2 bh / bo
10 % d
dlm 10 %p
10 % d
X

25 %p
25 % d
dlm 25 % p
25 % d
-

40 %p
40 % d
dlm 40 % p
40 % d
-

X
15 % d

25 % d

1 bh / tmp
5 cm
2 bh / tmp
5 cm
X
X
X

X
1 bh / bo
X
X
X
X
1 cm
2 cm
3 cm
X
X
X

Sedangkan singkatan lainnya mengacu pada SNI 01-5007.17-2001 tentang pengukuran dan table isi kayu
bundar jati

Tabel 2. Penetapan syarat mutu sortimen AII


No.
1

Karakteristik
Cacat bentuk
Kesilindrisan
Lengkung

Alur:

Mutu
P

Hsi
1 bh 2 % p
( 6 cm )

1 bh 3 % p
( 8 cm )
2 bh 3 % p
( 6 cm )

1 bh 5 % p
( 12 cm )
2 bh 5 % p
( 9 cm )

-p
>p

Cacat badan
Pecah belah :
-Bhd

1 bh 14% d
>1bh 13% d
1 bh 13% d
>1bh 12% d

1 bh 17%d
>1bh15%d
1 bh 15%d
>1bh14%d

1 bh 21%d
>1bh18%d
1 bh 18%d
>1bh16%d

60 % p

100 % p

30 % p
( 45 cm )

50 % p
( 45 cm )

100 % p
( 45 cm )

Pecah banting
Pj
Lb

X
X

20 % p
kell

30 % p
1/3 kell

20 % p
-

Pecah slemper

Lb kell
Pj 30 % p

Lb kell
Pj 50 % p

Pecah lepas

Lb kell
b kell

1bh / btg
x

3 bh / tmp
20 % p

6 bh / tmp
30 % p

1 bh / tmp
@ 10 cm2

2 bh / tmp
@ 10 cm2

1/8 kel
kel

kel
kel

kel
-

2 bh / tmp
10 cm
x

3 bh / tmp
15 cm
3 bh / tmp
8 cm
3 bh / btg
kel
Pj 40 % p

3 bh / tmp
20 cm
3 bh / tmp
10 cm
5 bh / btg
kel
Pj 75 % p

4 bh / tmp
25 cm
4 bh / tmp
13 cm
-

- Tbhd

Lubang gerek besar


Inger-inger
Kulit tumbuh
- jml
- luas
Buncak-buncak
- bcb
- bcr
Mata kayu
- mks
-

mkb

Lubang pelatuk
Lengar

2 bh / btg
kel
Pj 25 % p

3. Cacat bontos
Lubang gerek besar
Inger-inger

Jml dlm 15
cm
1 bo,
Dlm 10 % p

Jml dlm 25
cm
1 bo,
Dlm 20 % p

Jml dlm 45
cm
1 bo,
Dlm 30 % p

1 bh
2 cm2
x

2 bh
5 cm2
1 bo 20%d
Dlm 20 % p

1 bo 20%d

3 bh
10 cm2
2bo 20%d
Jml dlm
20% p
2bo 20%d

2bo40%d
Jml dlm
50% p
-

2 bo, 2 bh, pj
50 % d
Pj 30 % d
2.5 cm
x
x
x

2 bo, -, pj 75
%d
Pj 50 % d
3 cm
x
50 % d
-

Kulit tumbuh
- jml
- luas
Gerowong / teras
Busuk / teras rapuh
Cacat sekitar hati
Pecah hati

Pecah busur
Pj 100 % d
Gubal
Pakah
Gabeng
50 % d
kunus
Keterangan :
( - ) adalah tidak dibatasi
( x ) adalah tidak diperkenankan
Sedangkan singkatan lainnya mengacu pada SNI 01-5007.17-2001 tentang pengukuran dan
kayu bundar jati

table isi

Table 3. Penetapan syarat mutu sortimen AIII


No.
A
1

Karakteristik
Persyaratan cacat
Cacat bentuk
Kesilindrisan
Lengkung

Puntiran
Alur :
1. - p
2. - > p

Cacat badan
Pecah / belah :
- bhd
- tbhd
Pecah banting :
- pj

Mutu
D

hsi
1bh 5 %p
( 10 cm )

1bh 7%p
( 12 cm )
2bh 9 %p
( 10 cm )

1bh 9%p
( 16 cm )
2bh 11 %p
( 12 cm )

1bh 11%p
( 20 cm )
2bh 13 %p
( 14 cm )

1 : 11

1 :9

1 :7

1 :6

1 :5

1bh35%p
>1bh20%
p
1bh20%p
>1bh15%
p

1bh45%p
>1bh30%p
1bh30%p
>1bh25%p

1bh55%p
>1bh40%p
1bh40%p
>1bh35%p

1bh65%p
>1bh50%p
1bh50%p
>1bh45%p

1bh75%p
>1bh60%p
1bh60%p
>1bh55%p

2bh25%p
20%p

2bh60%p
30%p

2bh100%p

hsi
1bh 3% p
( 6 cm )

20 % p

30 % p

40 % p

50 % p

- lb
Pecah lepas
Lgb
Lgk / Lgs
Inger-inger
Kulit tumbuh :
- jml
- luas
- jr
Buncak-buncak :
- bcb
- bcr
Mata kayu :
- mks

1 bh/tmp

3 bh/tmp

kel
Lb kel
Pj 40 % p
5 bh/tmp

Pada gubal
x

10 % p

20 % p

30 % p

40 % p

2 bh/btg
@ 10 cm2
1.0 m

2 bh/tmp
@ 10 cm2
-

3 bh/btg
@ 15 cm2
-

X
1/8 kel

1/8 kel
kel

kel
kel

kel
-

3 bh/tmp
25 cm
3 bh/tmp
35 cm
X

4 bh/tmp
35 cm
4 bh/tmp
45 cm
2 bh/tmp
18 cm
2 bh/tmp
23 cm

5bh/tmp
45cm
-

4bh / btg
6 cm
Dlm 8 %d
Jr 0.75 m
kel
Pj 50 % p

6bh / btg
6 cm
Dlm10 %d
Jr 0.50 m
kel
Pj 75 % p

6 bh / btg

2bo jml dlm


20 % p

2bo jml dlm


30 % p

2bo jml dlm


40 % p
-

kel
x

kel
Lb 1/3 kel
Pj 75 % p
-

kel
Lb kel
-

(psgl)

Mkb

2 bh/tmp
15 cm
2 bh/tmp
25 cm
X

(psgl)

Lubang pelatuk

1bh / btg
6 cm
Dlm 8 %d

Lengar

kel
Pj 25 % p

1bh/btg,
dlm2 %p
x

2bh/btg,
dlm5 % p
1 bo dlm
10 % p

1 bh/btg
2 cm2
x

3 bh/bo
10 cm2
1bo20%
d
Dlm 10%p

4 bh/bo
30 cm2
2bo30%
d
Jml dlm
25%p

5 bh/bo
2bo40%
d
Jml dlm
40%p

2bo50%
d
Jml dlm
55%p

X
d 60 cm
2 bh
1bo,1bh,
pj25%d
pj 25% d
Gs 2 cm
x
x
x

1bo15%d
d 40 cm
2 bh
2bo,2bh,
pj50%d
pj 45% d
3 cm
x
25% d
dlm10%p

2bo20%d
d 30 cm
2 bh
1bo,-,
pj75%d
pj 70% d
x
50% d
dlm20%p

2bo30%d

2bo40%d

pj 100% d
75% d
-

pj 150% d
-

Cacat bontos
Lgb
Inger-inger
Kulit tumbuh :
- jml
- luas
Gr / Tb / Tr

Cacat sekitar hati

Pecah hati
Pb / Pg
Gubal
Pakah
Gabeng
Kunus

También podría gustarte