Está en la página 1de 38

ASKEP KEPERAWATAN PROFESIONAL

Selasa, 08 Mei 2012


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWADARURATAAN SISTEM CARDIOVASKULER :
ACUT MIOCARD INFARK / AMI / STEMI DI RUANG ICU RSU. TIDAR MAGELANG
<![endif][if gte mso 9]><![endif][if gte mso 10]> <![endif][if gte mso 9]><!
[endif][if gte mso 9]><![endif]-->
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWADARURATAAN SISTEM
CARDIOVASKULER : ACUT MIOCARD INFARK / AMI / STEMI
DI RUANG ICU RSU. TIDAR MAGELANG

Disusun Oleh:
Abdul Mutalib Lesnussa

(G3A011118)

Rahadyan Ariyanti

(G3A011098)

Winengku Suryo

(G3A011116)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Penyumbatan koroner atau serangan jantung dan infark miokardium mempunyai


arti yang sama namun istilah yang disukai adalah infark miokardium, di Amerika
serikat terjadi jutaan serangan penyakit ini pertahun. Infark miokardium
mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Infark miocard akut adalah
nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya
nyeri dada yang tiba tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa
semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa
menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap selama
berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat
maupun nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat,
berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah muntah.
Banyak penelitian menunjukkan pasien dengan infark miokardium biasanya pria,
diatas 40 tahun dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh koronernya,
sering disertai hipertensi aterial, serangan bisa terjadi juga pada pria atau wanita
muda diawali 30 an atau bahkan 20-an, wanita yang memakai kontrasepsi, pil,
dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi, namun secara keseluruhan,angka
kejadian infark miokardium pada pria lebih tinggi di banding dengan wanita pada
semua usia. Meskipun pasien biasanya pria dan berusia 40 tahun, namun semua
umur yang mengalami gejala dan tanda-tanda yang sudah disebutkan diatas
perlu segera ditangani.

B.

Tujuan

Tujuan umum :
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan
penyakit
Akut Miokard Infark / AMI.

Tujuan khusus:
1.

Mengetahui definisi penyakit Akut Miokard Infark.

2.

Mengetahui etiologi penyakit Akut Miokard Infark

3.

Mengetahui tanda dan gejalah penyakit Akut Miokard Infark.

4.

Mengetahui patofisiologi penyakit Akut Miokard Infark.

5.

Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Akut Miokard Infark .

6.
Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan
evaluasi pada penyakit Akut Miokard Infark.

C.

Metode penulisan

Metode Penulisan Deskripti


Metode yang digunakan untuk meneliti masalah-masalah serta mengembangkan
apa yang kita amati dengan menggunakan pemecahan masalah.
Tehnik Pengumpulan Data:
1.

Wawancara

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan melaksanakan tanya jawab
secara langsung pada pasien dan keluarga pasien untuk mendapatkan data
subyektif yang dapat mendukung diagnosa.
2.

Partisipatif

Dalam hal ini penulis melakukan pengawasan dan berpartisipasi aktif dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk memantau perkembangan dan
kesehatan dengan teknik inspeksi, palpas, perkusi, dan auskultasi dan hasilnya
data bersifat subyektif.
3.

Studi Kepustakan

Dalam hal ini berguna untuk mendapatkan referensi yang digunakan dan
mendukung data-data lain serta metode kepustakaan yang mendukung
pelaksanaan dari studi kasus karya tulis ilmiah.

D.

Sitematika penulisan:

Untuk memberikan gambaran secara singkat tentang penyusunan karya tulis


ilmiah ini secara sistematis dapat di uraikan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan permasalahan yang akan
diuraikan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Merupakan laporan kasus pada pasien gagal jantung di ruang Sakura RSUD Tidar
Magelang sistematika mulai dari Konsep penyakit :definisi, etiologi, tanda
gejalah, patofiologi, pemeriksaan penunjang dam hasilnya, pathways dan Konsep
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan meliputu pengkajian pengkajian primer
dan sekunder, diagnosa keperawatan, dan Intervensi dan Rasional
BAB III : Pembahasan
Merupakan pembahasan kasus pada pasien AMI, guna melihat adanya
penyimpangan antara kasus nyata dengan Konsep teori pada BAB II.
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
1.

Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan laporan materi seminar yang

tertulis pada BAB I.


2. Saran merupakan input yang harus operasional yang dapat ditunjukkan
kepada
instansi kesehatan setempat organisasi profesi, maupun anggota profesi
institusi

BAB II
KONSEP DASAR

A.
1.

KONSEP PENYAKIT
Pengertian

Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan


penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau
terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri
koronaria yang cukup. (Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST
Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard

berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit


kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya
sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard
yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita,
2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction)merupakan bagian dari sindrom
koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi
karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus,
trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan
oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh
aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan
obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso,
2005).

2.

Etiologi

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang


heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a

Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3


kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat
faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40
tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah
abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor
psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
(Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9
tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita
dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit
ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal
diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka
penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen
karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard.

Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler


berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004),
penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut
prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%
penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT >
25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah,
inflamasi sistemik, resistensi insulin an diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit
mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan
resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

3.

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :


1.

Nyeri :

a.
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
b.
Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c.
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d.
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e.

Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f.
Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g.
Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2.

Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :

a.

CPK-MB/CPK

Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b.

LDH/HBDH

Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c.

AST/SGOT

Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24


jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3.

EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi
kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :

2=

4.

0=

tidak mengalami nyeri

1=

nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas

nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,


mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan
lainnya.
Patofisiologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang


kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakitaterosklerosis
ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dindingarteri. Lamakelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehinggadiameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah kedistal dari tempat
penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkandisfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atasmenimbulkan injury
bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi

molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,


anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.Di sini
makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasikolesterol LDL.
Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDLteroksidasi disebut sel busa
(foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombositmenyebabkan migrasi otot polos
dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateromamatur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan
trombosit ke tepian ateroma yang kasarmenyebabkan terbentuknya trombosis.
Ulserasi atau ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan yang terjadi
dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaanobstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasiklinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitasiskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringanmiokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia
dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantungmenyebabkan
iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemiayang disebabkan
oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengankegagalan otot
jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak danglukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asamlaktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membransel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ danambilan Na+ oleh monosit. Keparahan
dan durasi dari ketidakseimbanganantara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokardyang terjadi reversibel (<20 menit) atau
ireversibel (>20 menit). Iskemia yangireversibel berakhir pada infark miokard
(Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arterikoroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan
perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMIkarena dalam rentang
waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darahkolateral. Dengan kata lain
STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbatcepat (Antman, 2005). Non
STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi danruptur plak ateroma

menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhanoksigen. Pada Non STEMI,


trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen
arteri koroner (Kalim, 2001)
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial(nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi
cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.Semua otot jantung
yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard
subendokardial terjadi hanya di sebagian miokarddan terdiri dari bagian nekrosis
yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda(Selwyn, 2005).
5.

Pemeriksaan Penunjang dan Hasil

a.
EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
b.
Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
c.

Elektrolit.

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal


hipokalemi, hiperkalemi
d.

Sel darah putih

Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e.

Kecepatan sedimentasi

Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.


f.

Kimia

Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
g.

GDA

Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h.

Kolesterol atau Trigliserida serum

i.

Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.

j.

Foto dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau


aneurisma ventrikuler.
k.

Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding


ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
l.

Pemeriksaan pencitraan nuklir

Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
m.

Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional


dan fraksi ejeksi (aliran darah)
n.

Angiografi koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan


sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
o.

Digital subtraksion angiografi (PSA)

Teknik yang digunakan untuk menggambarkan


p.

Nuklear Magnetic Resonance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,


lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
q.

Tes stress olah raga

Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan


sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

B.

KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN

1.

Pengkajian Primer

a.

Airways

Sumbatan atau penumpukan secret


Wheezing atau krekles
b.

Breathing

Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat


RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

Ronchi, krekles
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
c.

Circulation

Nadi lemah , tidak teratur


Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
2.
a.
1.

Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan fisik
Aktifitas

Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal
olah raga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2.

Sirkulasi

Gejala :
riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Tanda :
Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk atau berdiri
Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan konraktilits atau komplain ventrikel

Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3.

Integritas ego

Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,


perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala :
menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga
4.

Eliminasi

Tanda :
5.

normal, bunyi usus menurun.

Makanan atau cairan

Tanda :
penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
Gejala :
6.

mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

Hygiene

Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan


7.

Neurosensori

Tanda : perubahan mental, kelemahan


Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8.

Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral)
Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.

Kualitas: Crushing , menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat


dilihat
Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus , hipertensi, lansia
9.

Pernafasan:

Tanda :
peningkatan frekuensi pernafasan
nafas sesak / kuat
pucat, sianosis
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
dispnea tanpa atau dengan kerja
dispnea nocturnal
batuk dengan atau tanpa produksi sputum
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
10. Interkasi social
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang
Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
Menarik diri
Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS

b.

Data penunjang lain dan Laboratorium


Tes laboratorium yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis

Interpretasi Hasil

Pemeriksaan
EKG

Masa setelah serangan:


Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai
adanya Q patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST
berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.

Laboratoriu
m:
Enzim/Isoen
zim Jantung
Radiologi

Ekokardiogr
afi

Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat


amino transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/-HBDH) atau
isoenzim (CPK-MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk
mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung),
kadang dapat ditemukan kardiomegali.
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan
penebalan sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat
mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya
penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur
muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum,
tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma
jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan
adanya IMA.

Radioisotop

3.

Diagnosa Keperawatan Utama

1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.


2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4.(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.

5.(Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran


darah koroner.
6.(Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
7.Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan
datang.
4.

Intervensi dan Rasional

1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi,


intensitas, durasi), catat setiap
respon verbal/non verbal, perubahan
hemo-dinamik

Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil


dalam variasi respon verbal non verbal yang juga
bersifat individual sehingga perlu digambarkan
secara rinci untuk menetukan intervensi yang
tepat.

2. Berikan lingkungan yang tenang


dan tunjukkan perhatian yang tulus
kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi
(napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

- Beta-Bloker seperti atenolol


(Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin,
meperidin (Demerol)

- Penyekat saluran kalsium seperti


verapamil (Calan), diltiazem

Menurunkan rangsang eksternal yang dapat


memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri
dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh
terhadap nyeri.

Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi


koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan
perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek
hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi:
kontraksi miokard yang buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk
menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri
berulang yang tak dapat dihilangkan dengan
nitrogliserin.
Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat
meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.

(Prokardia).

2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan


kebutuhan tubuh.
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1.
Pantau HR, irama, dan
perubahan TD sebelum, selama dan
sesudah aktivitas sesuai indikasi.

Menentukan respon klien terhadap


aktivitas.

2.
Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas
3.
Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan tekanan
abdominal.

4.
Batasi pengunjung sesuai
dengan keadaan klinis klien.

5.
Bantu aktivitas sesuai dengan
keadaan klien dan jelaskan pola
peningkatan aktivitas bertahap.

Menurunkan kerja miokard/konsumsi


oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
Manuver Valsava seperti menahan
napas, menunduk, batuk keras dan
mengedan dapat mengakibatkan
bradikardia, penurunan curah jantung
yang kemudian disusul dengan
takikardia dan peningkatan tekanan
darah.
Keterlibatan dalam pembicaraan
panjang dapat melelahkan klien tetapi
kunjungan orang penting dalam suasana
tenang bersifat terapeutik.
Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai
dengan kemampuan kerja jantung.
Menggalang kerjasama tim kesehatan
dalam proses penyembuhan klien.

6.
Kolaborasi pelaksanaan program
rehabilitasi pasca serangan IMA.

3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status


sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pantau respon verbal dan non


verbal yang menunjukkan
kecemasan klien.

Klien mungkin tidak menunjukkan


keluhan secara langsung tetapi
kecemasan dapat dinilai dari perilaku
verbal dan non verbal yang dapat
menunjukkan adanya kegelisahan,
kemarahan, penolakan dan
sebagainya.

2. Dorong klien untuk


mengekspresikan perasaan marah,
cemas/takut terhadap situasi krisis
yang dialaminya.

Respon klien terhadap situasi IMA


bervariasi, dapat berupa cemas/takut
terhadap ancaman kematian, cemas
terhadap ancaman kehilangan
pekerjaan, perubahan peran sosial
dan sebagainya.

3. Orientasikan klien dan orang


terdekat terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang diharapkan.

Informasi yang tepat tentang situasi


yang dihadapi klien dapat
menurunkan kecemasan/rasa asing
terhadap lingkungan sekitar dan
membantu klien mengantisipasi dan
menerima situasi yang terjadi.
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.

4. Kolaborasi pemberian agen


terapeutik anti cemas/sedativa
sesuai indikasi (Diazepam/Valium,
Flurazepam/Dal-mane,
Lorazepam/Ativan).

4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pantau TD, HR dan DN, periksa


dalam keadaan baring, duduk dan
berdiri (bila memungkinkan)

Hipotensi dapat terjadi sebagai


akibat dari disfungsi ventrikel,
hipoperfusi miokard dan rangsang
vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas,
peningkatan katekolamin dan atau
masalah vaskuler sebelumnya.
Hipotensi ortostatik berhubungan
dengan komplikasi GJK. Penurunanan
curah jantung ditunjukkan oleh
denyut nadi yang lemah dan HR yang

meningkat.

2. Auskultasi adanya S3, S4 dan


adanya murmur.

3. Auskultasi bunyi napas.

4. Berikan makanan dalam porsi


kecil dan mudah dikunyah.

5. Kolaborasi pemberian oksigen


sesuai kebutuhan klien

6. Pertahankan patensi IVlines/heparin-lok sesuai indikasi.

7. Bantu
pemasangan/pertahankan paten-si
pacu jantung bila digunakan.

S3 dihubungkan dengan GJK,


regurgitasi mitral, peningkatan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark
yang berat. S4 mungkin
berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel dan
hipertensi. Murmur menunjukkan
gangguan aliran darah normal dalam
jantung seperti pada kelainan katup,
kerusakan septum atau vibrasi otot
papilar.
Krekels menunjukkan kongesti paru
yang mungkin terjadi karena
penurunan fungsi miokard.

Makan dalam volume yang besar


dapat meningkatkan kerja miokard
dan memicu rangsang vagal yang
mengakibatkan terjadinya
bradikardia.
Meningkatkan suplai oksigen untuk
kebutuhan miokard dan menurunkan
iskemia.
Jalur IV yang paten penting untuk
pemberian obat darurat bila terjadi
disritmia atau nyeri dada berulang.
Pacu jantung mungkin merupakan
tindakan dukungan sementara
selama fase akut atau mungkin
diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem
konduksi.

5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran


darah koroner.

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pantau perubahan
kesadaran/keadaan mental yang
tiba-tiba seperti bingung, letargi,
gelisah, syok.

Perfusi serebral sangat dipengaruhi


oleh curah jantung di samping kadar
elektrolit dan variasi asam basa,
hipoksia atau emboli sistemik.

2. Pantau tanda-tanda sianosis,


kulit dingin/lembab dan catat
kekuatan nadi perifer.

Penurunan curah jantung


menyebabkan vasokonstriksi sistemik
yang dibuktikan oleh penurunan
perfusi perifer (kulit) dan penurunan
denyut nadi.

3. Pantau fungsi pernapasan


(frekuensi, kedalaman, kerja otot
aksesori, bunyi napas)

4. Pantau fungsi gastrointestinal


(anorksia, penurunan bising usus,
mual-muntah, distensi abdomen
dan konstipasi)

5. Pantau asupan caiaran dan


haluaran urine, catat berat jenis.

6. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (gas darah, BUN,
kretinin, elektrolit)

7. Kolaborasi pemberian agen


terapeutik yang diperlukan:

Kegagalan pompa jantung dapat


menimbulkan distres pernapasan. Di
samping itu dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkan komplokasi
tromboemboli paru.
Penurunan sirkulasi ke mesentrium
dapat menimbulkan disfungsi
gastrointestinal
Asupan cairan yang tidak adekuat
dapat menurunkan volume sirkulasi
yang berdampak negatif terhadap
perfusi dan fungsi ginjal dan organ
lainnya. BJ urine merupakan indikator
status hidrsi dan fungsi ginjal.
Penting sebagai indikator
perfusi/fungsi organ.
Heparin dosis rendah mungkin
diberikan mungkin diberikan secara
profilaksis pada klien yang berisiko
tinggi seperti fibrilasi atrial,
kegemukan, anerisma ventrikel atau
riwayat tromboplebitis. Coumadin
merupakan antikoagulan jangka
panjang.

Hepari / Natrium Warfarin


(Couma-din)

Menurunkan/menetralkan asam
lambung, mencegah
ketidaknyamanan akibat iritasi gaster
khususnya karena adanya penurunan
sirkulasi mukosa.

Simetidin (Tagamet), Ranitidin


(Zantac), Antasida.

Pada infark luas atau IM baru,


trombolitik merupakan pilihan utama

(dalam 6 jam pertama serangan IMA)


untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.
Trombolitik (t-PA,
Streptokinase)

6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;


peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Auskultasi bunyi napas


terhadap adanya krekels.

Indikasi terjadinya edema paru


sekunder akibat dekompensasi
jantung.

2. Pantau adanya DVJ dan edema


anasarka

3. Hitung keseimbangan cairan


dan timbang berat badan setiap
hari bila tidak kontraindikasi.

4. Pertahankan asupan cairan total


2000 ml/24 jam dalam batas
toleransi kardiovaskuler.

5. Kolaborasi pemberian diet


rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik
sesuia indikasi (Furosemid/Lasix,
Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/
Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai
indikasi.

Dicurigai adanya GJK atau kelebihan


volume cairan (overhidrasi)
Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan haluaran urine.
Keseimbangan cairan positif yang
ditunjang gejala lain (peningkatan BB
yang tiba-tiba) menunjukkan
kelebihan volume cairan/gagal
jantung.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
orang dewasa tetapi tetap
disesuaikan dengan adanya
dekompensasi jantung.
Natrium mengakibatkan retensi
cairan sehingga harus dibatasi.
Diuretik mungkin diperlukan untuk
mengoreksi kelebihan volume cairan.

Hipokalemia dapat terjadi pada terapi


diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.

8. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang


terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan
datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan


klien/orang terdekat dan
kemampuan/kesiapan belajar klien.

Proses pembelajaran sangat


dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien.

2. Berikan informasi dalam


berbagai variasi proses
pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet
instruksi ringkas, aktivitas
kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan
tentang faktor risiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang
memerlukan perhatian
cepat/darurat.

4. Peringatkan untuk menghindari


aktivitas isometrik, manuver
Valsava dan aktivitas yang
memerlukan tangan diposisikan di
atas kepala.

5. Jelaskan program peningkatan


aktivitas bertahap (Contoh: duduk,
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja
sedang)

BAB III

Meningkatkan penyerapan materi


pembelajaran.

Memberikan informasi terlalu luas


tidak lebih bermanfaat daripada
penjelasan ringkas dengan
penekanan pada hal-hal penting yang
signifikan bagi kesehatan klien.
Aktivitas ini sangat meningkatkan
beban kerja miokard dan
meningkatkan kebutuhan oksigen
serta dapat merugikan kontraktilitas
yang dapat memicu serangan ulang.
Meningkatkan aktivitas secara
bertahap meningkatkan kekuatan
dan mencegah aktivitas yang
berlebihan. Di samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan
memungkinkan kembalinya pola
hidup normal.

PEMBAHASAN

1.

Pengkajian

Pengkajian dilakukan hari rabu, tanggal 4-5 april 2012


A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Status
Alamat
No Register
Diagnosa Medis
Penanggung jawab :
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
hubungan dengan klien

B.

RIWAYAT KESEHATAN

1.

Keluhan Utama

: Tn. N
: 64 tahun
: Tamat SD/sederajad
: buruh
: Kawin
: keringan Rt 3/1, magelang
: 12 03 27 99
: AMI / STEMI
: Tn P
:: Tamat SLTP / sederajad
: Buruh
: suami klien

Nyeri dada kiri


2.

Riwayat Penyakit Sekarang

3 jam sebelum masuk RS, klien tiba tiba merasakan nyeri dada kiri dan nyeri
ulu hati, lalu oleh keluarganya klien dibawa ke UGD RSUD TIDAR.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan pernah di okname di Sumah Sakit dank klien tidak mempenyai
riwayat penyakit menular seperti DM, Hepatitis,Asma dan lain-lain .
4.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM, TBC, jantung
C.
1.

PENGKAJIAN PRIMER
Airway

Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sekret

2.

Breathing

RR 24 x/menit, irama teratur, dalam, suara nafas vesikuler, tidak ada tarikan
otot intercosta, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada wheezing maupun
ronkhi, reflek batuk ada, terpasang O2 3 Liter / menit dengan nasal kanul
3.

Sirkulasi

Tekanan darah 166/95 mmHg, nadi 97 x/menit, teratur, kuat, suhu 36,4 0 C, akral
hangat, tidak gelisah, tidak ada sianosis, kulit tidak pucat, capillary refill < 3
detik, terdapat nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati, nyeri menetap, seperti ditusuktusuk.
D.
1.

PENGKAJIAN SEKUNDER
Keadaan umum
Klien tampak lemah

2.

Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 ( E4M6V5 )

3.

Tanda-tanda vital
TD

: 156 / 90

mmHg

HR

: 96

x / menit

RR

: 24

x / menit

Suhu : 36,2

oC

SaO2 : 100%
4.

BB

5.

Kepala

: 50 kg

TB

: 155 cm

Bentuk mesochepal, rambut hitam dan ada sedikit uban, lurus, tidak mudah
dicabut, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe
6.

Mata

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter


kurang lebih 3mm, reflek cahaya mata kanan dan kiri positif, penglihatan baik
7.

Telinga

Simetris antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak ada discharge, tidak ada
serumen, pendengaran baik
8.

Hidung

Tidak terdapat secret, bersih, tidak hiperemis, tidak ada septum deviasi,
terpasang O2 3 Liter / menit dengan nasal kanul.
9.

Leher

Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid, tidak
ada peningkatan JVP, JVP = R 2 cmH2O
10. Dada
Paru - paru
I

: Bentuk simetris, gerakan dada simetris, tidak ada tarikan otot intercosta

Pa

: Stem fremitus kanan = kiri

Pe

: Sonor seluruh lapang paru

Au

: Suara dasar vesikuler, tidak ada wheezing maupun ronkhi


Jantung

: Ictus cordis tidak tampak

Pa

: terdapat pembesaran jantung (Cardiomegali)

Pe

: Pekak, konfigurasi jantung dalam batas normal

Au

: Bj S1-S2 murni, tidak ada gallop, bising maupun murmur


Abdomen

: Datar

Au

: Bising usus (+), 20 x/menit

Pa

: tidak ada pembesaran hepar dan lien

Pe

: Timpani

11. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah tidak ada edema, tidak ada sianosis, akral hangat,
tonus otot baik, nilai kekuatan otot 5, pergerakan terbatas, terpasang infus RL 20
tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam ) di tangan kiri.
12. Genitalia
Bersih, tidak ada hemoroid.

E.

KEBUTUHAN SEHARI HARI

1.

Makanan dan cairan

Klien selama dirawat di ICU makan dengan diit cair 1700 kkal, selalu
menghabikan 1 porsi makanan yang dihidangkan sesuai diitnya. Saat ini klien
sudah tidak mual, tidak muntah, tidak ada anoreksia. Minum 3 4 gelas / hari,
terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam ).
2.

Eliminasi

Pola BAB di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, BAB setiap hari,
konsistensi lembek. Pola BAK di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, 4
5 kali / hari.
3.

Kenyamanan

Terdapat nyeri dada sebelah kiri dan nyeri ulu hati. Nyeri bertambah berat bila
melakukan aktifitas, skala nyeri 6.
4.

Oksigenasi

Tidak ada dispnea, wheezing maupun ronkhi, terpasang O2 3 L / m dengan nasal


kanul.

F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG tanggal 28 april 2012


Hasil : ST elevasi dan Q patologis
2. Laboratorium darah
a.

Tanggal 28 april 2012

Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Harga Normal

WBC

14.53

uL

4.8-10.8

RBC

36,7

uL

M: 4.7-6.1, F: 4.25.4

HGB

4,17

g/dL

M: 14-18, F:12-16

HCT

29,6

M: 42-52, F: 37-47

MCV

88,9

fL

79.0-99.0

MCH

33,1

Pg

27.0-31.0

b.

MCHC

14,1

g/dL

150-450

PLT

276

uL

11.5-14.5

RDW-DV

107

fL

35-47

PDW

29

fL

9.0-13.0

MPV

1,13

Fl

7.2-11.1

P-LCR

138

15.0-25.0

Tanggal 28 maret 2012

Kimia Klinik

Profile Lemak

CK-MB : 97*

Kolestrol total

Gula Darah
GDS

Trigeserida
: 76

AST (SGOT)
: 24

Kratinin

ALT (SGPT)

: 1.35

Elektrolit
Natrium (Na): 134*
Kalium (K)

: 4.5

Klorida (Cl) : 97
c.

: 92

Fungsi Liver

Fungsi Ginjal
Ureum

: 154

Pemeriksaan tanggal 4 april 2012

Elektrolit
Natrium (Na): 132*
kalium (K) : 3.2*
Klorida (Cl) : 93*
d. Pemeriksaan Radiologi 28 april 2012
Kesan : Cardiomegali dengan tanda tanda oedema pulmonal.
e. Terapi
Terapi obat tanggal 4 april 2012
Aspelet
: 1x1
Methioson : 3x1
KSR
: 4x1
Laxadin
: 3x1c
Vaclon
:1x1
Clopomin
: drip 0.9 6mcg.
Diqosin
: 1x1
Azp
: 3x5mg

:446*
188*:

terapi obat tanggal 5 april 2012


Aspilet
: 1x1
Diazepam
: 2x1
KSR
: 4x1
Diqoxin
: 1x1
Vaclon
: 1x1
Methioson : 3x1
Laxadin
: 3x1
Cairan Infus RL 20 x/menit

ANALISA DATA
No

Data Fokus

Etiologi

Problem

1.

Ds:

Iskemia otot jantung

Nyeri

Penurunan
kontraktilitas miokard

Penurunan curah
jantung

Klien mengeluh nyeri


dada kiri seperti
ditekan dan nyeri ulu
hati dengan skala
nyeri 6 (rentang 0
10 )
Do:
Ekspresi wajah
tegang
Klien tampak
meringis kesakitan
menahan sakit
TD : 146 / 95
mmHg
2.

Nadi : 97 x/menit

Ds :
Klien mengatakan
badannya terasa
lemes dan mudah
capek
Do:
EKG : ST elevasi
dan Q patologis
Klien tampak
lemah
-

TD : 146 / 95

mmHg
Nadi : 97
x/menit
-

3.

Cardiomegali

Ds:
Klien mengatakan
dada kiri terasa sakit
dan badannya terasa
lemah

Ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
miokard dan
kebutuhan tubuh

Intoleransi
aktifitas

Do:
Klien tampak
lemah
TD : 146 / 95
mmHg
-

Nadi : 97 x/menit

ADL dibantu
keluarga dan perawat

2.

Diagnosa

Definisi diagnosa keperawatan


The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992)
mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang
mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yan
berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan. Diagnosa
keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :
1.

Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung

2.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan tubuh

3.
Resiko tinggi Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas dan pembesaran jantung atau penurunan COP

PERENCANAAN

NO
DP

TUJUAN KRITERIA HASIL

INTERVENSI

1.

Nyeri hilang / berkurang


setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x
24 jam dengan kriteria
hasil :

Pertahankan tirah baring dan posisi yang


nyaman

Pasien mengatakan
nyeri hilang / berkurang

Ajarkan tehnik relaksasi dengan tarik


nafas panjang dan mengeluarkannya pelanpelan melalui mulut

Ekspresi wajah rilex

Skala nyeri 0-3

TTV dalam batas


normal :

Kaji tingkat nyeri klien ( kwalitas, durasi,


skala )

Monitor TTV tiap jam

Berikan lingkungan yang tenang dan


nyaman dengan membatasi pengunjung

TD : 120/ 80 mmHg

Kolaborasi medis untuk pemberian


analgetik

Nadi : 60 100 x/menit

Kolaborasi pemberian )ksigen

RR : 16 24 x/menit
Suhu : 36-37 oC
2.

Klien mampu
mendemonstrasikan
peningkatan toleransi
aktifitas setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam dengan
kriteria hasil :

catat frekuensi, irama jantung,


perubahan tekanan darah, sebelum, selama
dan sesudah aktifitas

-TTV dalam batas normal


TD : 120/ 80 mmHg

anjurkan klien menghindari tekanan


abdomen ( mengejan ) saat defekasi

Nadi : 60 100 x/menit

batasi aktifitas saat nyeri

berikan aktifitas senggang yang tidak


berat

kaji ulang tanda/ gejala yang

RR : 16 24 x/menit

menunjukkan tidak toleransi terhadap aktifitas

Suhu : 36-37 oC

kolaborasi : rujuk ke program


rehabilitasi jantung

akral hangat

melaporkan tidak
adanya nyeri dada / nyeri
dada terkontrol
3.

evaluasi EKG setiap hari

Tidak terjadi penurunan


curah jantung setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x
24 jam dengan kriteria
hasil :

Kaji ulang TTV tiap jam

Kaji ulang adanya sianosis, akral dingin

Anjurkan klien untuk istirahat

Batasi aktifitas klien

EKG : NSR

Berikan makanan sesuai diitnya

TD : 120/ 80 mmHg

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Nadi : 60 100 x/menit

Kolaborasi pemberian oksigen

RR : 16 24 x/menit

Urin : 0,5 1 cc/ jam

Tidak ada sianosis

Akral hangat

CATATAN KEPERAWATAN
NO
DX

TGL /JAM

IMPLEMENTASI-RESPON

EVALUASI

4/4/2012

Jam 13.30

8.00

Respon :

Memonitor TTV

HR : 97 x/menit

S : Klien
mengatakan nyeri
berkurang dengan
skala nyeri 4

RR : 20 x/menit

O:

Suhu : 36,4 oC

Ekspresi
wajah rileks

TD : 146/95 mmHg

8.05

Mempertahankan tirah baring

Klien tidak

TTD

8.10

8.15

Respon :

merintih kesakitan

- Mengajarkan tehnik relaksasi


dengan tarik nafas panjang dan
mengeluarkannya pelan-pelan
melalui mulut

TD : 148/90
mmHg

Respon : klien mampu melakukan


tehnik relaksasai dengan benar

A: masalah teratasi
sebagian

- Mempertahankan O2 nasal kanul


3 Liter/menit

P : Lanjutkan
intervensi

Respon : Aliran oksigen lancar

Observasi TTV
tiap jam

8.20

Mengkaji adanya nyeri

Respon : Nyeri dada kiri dengan


skala nyeri 5
- Memberikan obat diazepam 5
mg

8.30

4/4/2012
8.50

Berikan obat
sesuai indikasi

Respon : pengunjung bergantian


dan tidak berkunjung saat klien
istirahat / tidur

- Menganjurkan klien unutk


membatasi aktifitas dan melakukan
aktifitas sesuai kemampuan

- Menciptakan suasana yang tenag


dengan membatasi pengunjung

9.00

Ajarkan tehnik
relaksasi

Menciptakan suasana tenang

Respon : klien kooperatif dan


bersedia memenuhi anjuran perawat

8.55

N : 88 x/menit

Respon : obat diminum klien setelah


makan
-

10.00

jam 13.30 :
S : klien
mengatakan lemes
badannya berkurang
O:
Klien tampak
lebih segar

Respon : keluarga dapat memenuhi


anjuran dari perawat

- Menganjurkan klien untuk


menghindari mengejan saat BAB

Terpasang O2
3 L/m

Respon : klien dapat memahami


saran dari perawat

Terpasang
infus RL di tangan

Klien bedrest

Memberikan laxadin 1 sendok teh

Respon : obat telah diminum

9.05

9.10

12.00
3

4/4/2012
8.30

klien

- Membantu klien BAK dengan


urinal diatas tempat tidur
Respon : klien BAK dengan urinal
diatas tempat tidur, urin 100 cc,
warna kuning transparan

A: Masalah teratasi
sebagian

Respon : klien menghabiskan 1


porsi makanan yang disediakan
sesuai diitnya

Bantu klien
dalam AKS

- memberikan obat aspilet, vacloh,


digoxin, dopamine masuk melalui IV
perbolus 0.96 mcg/dl 50cc
Mengkaji adanya sianosis, akral
dingin

Memonitor TTV

Monitor TTV
tiap jam

Jam 13.30
S:
klien mengatakan
lemes badannya
berkurang

Respon :

O:

TD : 150/124 mmHg

- Klien tampak
lebih segar

RR : 18 x/menit

12.00

Nadi 88 x /
menit

P: Lanjutkan
intervensi

HR : 92 x/menit

9.15

TD 148/90
mmHg

- Membantu klien makan di atas


tempat tidur ( menyuapi )

Respon : tidak ada sianosis, akral


hangat
9.00

kiri

Klien bedrest

Suhu : 36,3 oC

- EKG : ST elevasi,
Q patologis

Menganjurkan klien untuk


banyak istirahat

TD : 148/90
mmHg

Respon : klien dapat memahami


saran dari perawat

Memberikan klien makanan


sesuai diitnya
Respon : klien makan 1 porsi
makanan yang dihidangkan sesuai
diitnya

N : 88 x/menit

- Sesak nafas
berkurang
-

RR 24x/mnt

- Nafas cepat dan


dangkal, irama

mg,

Memberikan obat, Diazepam 5

12.05

teratur
- TD 140 / 90
mmHg
-

Nadi 120x/menit

A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi :
observasi TTV tiap
jam
1

5/4/2012

07.00

Respon : Nyeri dada kiri dengan


skala nyeri 5

07.05

Mengkaji adanya nyeri

- Mengajarkan tehnik relaksasi


dengan tarik nafas panjang dan
mengeluarkannya pelan-pelan
melalui mulut
Respon : klien mampu melakukan
tehnik relaksasai dengan benar
- Mempertahankan O2 nasal kanul
3 Liter/menit

07.10

Respon : Aliran oksigen lancar


-

07.15

Mempertahankan tirah baring

S: Klien mengatakan
sudah tidak nyeri
lagi
O:
Ekspresi
wajah rileks
Klien tidak
merintih kesakitan
TD: 120/80
mmHg
N : 80 x
/menit

Respon : klien bedrest

A: masalah teratasi

P: Pertahankan
intervensi

Memonitor TTV

Respon :
08.00

Jam 13.30

TD : 130/90 mmHg
HR : 84 x /menit
RR : 18 x /menit
Suhu : 36,1 oC
-

Memberikan Diazepam 1 c

Respon : obat diminum klien setelah


makan

Observasi TTV
tiap jam
Ajarkan tehnik
relaksasi
Berikan obat
sesuai indikasi

08.15

Menciptakan suasana tenang

Respon : pengunjung bergantian


dan tidak berkunjung saat klien
istirahat / tidur
10.00

5/4/2012

Memonitor TTV

8.00

Respon :
TD : 130/90 mmHg

S: klien mengatakan
badannya sudah
tidak lemes lagi

HR : 84 x/menit

O:

RR : 18 x/menit

Klien tampak
segar

Suhu : 36,3 oC
8.15

Mengkaji adanya sianosis, akral


dingin
Respon : tidak ada sianosis, akral
hangat

8.30

12.00

Jam 13.30

Memberikan klien makanan


sesuai diitnya
Respon : klien makan 1 porsi
makanan yang dihidangkan sesuai
diitnya
Memberikan obat Aspilet,
Diazepam 5 mg, KSR, Vacloh,
Digoxin, methioson,

Klien bedrest

EKG : ST
elevasi, Q patologis
TD : 120/80
mmHg
N : 80
x/menit
A : masalah teratasi
Tidak terjadi
penurunan curah
jantung

Respon : obat telah diminum klien

P: pertahankan
intervensi :

Menganjurkan klien untuk


banyak istirahat

- observasi TTV
tiap jam

Respon : klien dapat memahami


saran dari perawat
3

5/4/2012
07.00

- Menganjurkan klien untuk


menghindari mengejan saat BAB

jam 13.30 :
S: klien mengatakan

8.00

Respon : klien dapat memahami


saran dari perawat

badannya tidak
lemas lagi

- Membantu klien BAK dengan


urinal diatas tempat tidur

O:

Respon : klien BAK dengan urinal


diatas tempat tidur, urin 100 cc,
warna kuning transparan

9.00

10.00

Klien bedrest

- Membantu klien makan di atas


tempat tidur (menyuapi)

Terpasang O2
3 L/m

Respon : klien menghabiskan 1 porsi


makanan yang disediakan sesuai
diitnya

Terpasang
infus RL di tangan
kiri

TD 120/80
mmHg

Pemberian obat laxadin 1c

Respon : obat masuk per oral

9.15

Klien tampak
segar

- Menciptakan suasana yang


tenang dengan membatasi
pengunjung
Respon : keluarga dapat memenuhi
anjuran dari perawat

Nadi 80 x /
menit
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan
intervensi
Bantu klien
dalam AKS
Monitor TTV
tiap jam

BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan


penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau
terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri
koronaria yang cukup.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya Nyeri
dada yang tiba tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin

berat sampai tidak tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa
menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap selama
berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat
maupun nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat,
berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah muntah, dan kebanyakan
dari penderita AMI/STEMI akan mengalami kematian.

B.

Saran

Semoga apa yang kelompok sajikan dapat dijadikan sebagai bahan


pertimbangan dan sebagai masukan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang lebih baik bagi pasien. Kelompok sadar bahwa pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna sehingga kelompok berharap agar makalah ini
menjadi motivasi bagi teman-teman untuk membuat makalah yang lebih baik
sehingga menambah wawasan bagi semua. Kelompok juga berharap agar
aplikasi perawatan pasien dengan Akut Limb Iskemi dapat di laksanakan sesuai
dengan tata laksana dalam perawatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada


Praktik Klinis. Edisi 9
. Jakarta: EGC
Elliott M. Antman,Eugene Braunwald. (2005). Acute
MyocardialInfarction;Harrisons Principles
of Medicine 15th edition, page 1-17
Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran.
Hal 173-181
. Jakarta: Universitas Indonesia
Lumanau J. (2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek . Jakarta: FK
UkridaSudiartos handout. 2011. Acut Coronary Syndrome
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000195.htm http://www.escardio.
org/guidelines-surveys/escguidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-AMI-FT.pdf

Diposkan oleh Abdul Mutalib lesnussa di 12.06


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan
ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.

También podría gustarte