Está en la página 1de 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya

kesehatan

adalah

setiap

kegiatan

untuk

memelihara

dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang


optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep
kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah
satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi
utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan bagi pasien.
Pelayanan

farmasi

merupakan

pelayanan

penunjang

dan

sekaligus

merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90 %
pelayanan kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan
kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas
medik), dan 50 % dari seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan
farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan
penuh tanggung jawab, maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RS akan
mengalami penurunan.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat menyebabkan
makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.
Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat,
hal ini termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan
keefektifan penggunaan obat. Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam
kelancaran pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan sumber
pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu
pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab.
1

Instalasi farmasi di RS merupakan satu-satunya unit di RS yang mengadakan


barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung
jawab atas semua barang farmasi yang beredar di RS, serta bertanggung jawab
atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang siap pakai bagi semua pihak di
RS, baik petugas maupun pasien. Instalasi farmasi di RS harus memiliki organisasi
yang memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker dengan personalia lain,
meliputi apoteker, asisten dokter, tenaga administrasi serta tenaga penunjang teknis.
Pelayanan farmasi RS dari semula hanya berorientasi pada produk (product
oriented) saja, kemudian menjadi berorientasi pada pasien (patient oriented) yang
operasionalisasinya disebut sebagai Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care)
dengan cakupan meliputi manajemen produk, manajemen distribusi dan manajemen
drug related problem.
Kegiatan pelayanan yang sebelumnya hanya berfokus pada pengelolaan obat
sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain itu, tuntutan terhadap pelayanan
kesehatan yang baik semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan
dan ekonomi masyarakat. Hal ini juga menyebabkan makin meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.
Rumah sakit X adalah rumah sakit swasta yang dimiliki oleh PT. x dimana
rumah sakit ini baru berkembang dan masih memerlukan beberapa perbaikan di
segala bidang, terutama unit farmasi yang tentu saja memerlukan waktu yang tidak
sebentar untuk menuju ke sebuah pelayanan farmasi yang profesional yang
berorientasi

pada

pasien

(patient

oriented)

dengan

mengacu

kepada

Pharmaceutical care ditunjang oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas, Sarana
dan Prasarana yang memadai, Sistem informasi, dan ditetapkannya Prosedurprosedur berupa SOP yang telah ditetapkan.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
STANDAR PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT
1. Falsafah dan Tujuan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat
yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua
barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.Tujuan pelayanan farmasi ialah
:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa

maupun dalam keadaan gawat

darurat,sesuai dengan keadaan pasien

maupun fasilitas yang tersedia.


b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi.


c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisis, telaah dan

evaluasi pelayanan.
f.

Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisis, telaah dan


evaluasi pelayanan.

g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode.

2. Tugas Pokok & Fungsi


a. Tugas Pokok
1.) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
2.) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi

berdasarkan

prosedur

kefarmasian dan etik profesi.


3.) Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
4.) Memberi

pelayanan

bermutu

melalui

analisis,

dan

evaluasi

untuk
3

meningkatkan mutu pelayanan farmasi.


5.) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
6.) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7.) Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8.) Memfasilitasi

dan

mendorong

tersusunnya

standar

pengobatan

dan

formularium rumah sakit


b. Fungsi
1.) Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a.) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah

sakit.
b.) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c.) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan

yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.


d.) Memproduksi

perbekalan

farmasi

untuk

memenuhi

kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.


e.) Menerima

perbekalan

farmasi

sesuai

dengan

spesifikasi

dan

ketentuan yang berlaku.


f.) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian.
g.) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah

sakit
2.) Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan.
Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
Memberi konseling kepada pasien/keluarga .
4

Melakukan pencampuran obat suntik.


Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
Melakukan penanganan obat kanker.
Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l.) Melaporkan setiap kegiatan.
3. Administrasi dan Pengelolaan
Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan
farmasi yang efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan
standar pelayanan keprofesian yang universal.
a. Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi,

wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam


maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit.
b. Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali setiap

tiga tahun dan diubah bila terdapat hal :


1.) Perubahan pola kepegawaian.
2.) Perubahan

standar

pelayanan

farmasi.
3.) Perubahan peran rumah sakit.
4.) Penambahan atau pengurangan pelayanan.

c. Kepala Instalasi Farmasiharus terlibat dalam perencanaan manajemen

dan penentuan anggaran serta penggunaan sumber daya.


d. Instalasi Farmasi harus menyelenggarakan rapat pertemuan untuk

membicarakan

masalah-masalah

dalam

peningkatan

pelayanan

farmasi. Hasil pertemuan tersebut disebar luaskan dan dicatat untuk


disimpan.
e. Adanya Komite/Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan

apoteker IFRS (Insatalasi Farmasi Rumah Sakit) menjadi sekretaris


komite/panitia.
f. Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta
5

selalu berpartisipasi dalam rapat yang membahas

masalah

perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi dengan pihak lain
yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
g. Hasil penilaian/pencatatan kondite terhadap staf didokumentasikan

secara rahasia dan hanya digunakan oleh atasan yang mempunyai


wewenang untuk itu.
h. Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan

evaluasi terhadap pelayanan farmasi setiap tiga


ta hun.
i. Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan

segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan


penggunaan obat.

MIND MAP PELAYANAN INSTALASI FARMASI

Banyak hal yang harus dipenuhi dan dikembangkan untuk mewujudkan suatu
pelayanan instalasi farmasi yang professional tersebut, yaitu :
1. Pelayanan Farmasi Klinik Pharmaceutical Care (PC) meningkat

Apoteker atau farmasis merupakan tenaga kesehatan yang jarang sekali


terekspose keberadaannya. Di banyak rumah sakit, apoteker sering terjebak
pada padatnya tugas pengelolaan obat, alat kesehatan dan tugas
administratif

lainnya,

yang

menyebabkan

apoteker

kurang

dapat

meningkatkan pengetahuan dan peran kliniknya sehingga sulit berkomunikasi


dengan dokter secara sejajar.
Walaupun demikian, di tingkat global dalam kalangan farmasis sendiri mulai
ada panggilan untuk meningkatkan peranannya dalam pelayanan kesehatan,
sehingga muncullah konsep pharmaceutical care . Konsep pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan pelayanan yang dibutuhkan
dan diterima pasien untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang
rasional, baik sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat. Tujuan
akhir dari pelayanan farmasis adalah masyarakat haruslah aman dalam
menggunakan obat.
7

Pharmaceutical care adalah tanggung jawab dalam menetapkan terapi obat


dengan mencapai tujuan outcome yang nyata kearah peningkatan kualitas
hidup pasien.
Therapeutic Outcome
a.

Menyembuhkan penyakit.

b.

Mereduksi/mengeliminasi gejala.

c.

Menahan/memperlambat perkembangan penyakit.

d.

Mencegah penyakit/gejala.

e.

Tidak ada komplikasi atau gangguan lain yang dimunculkan penyakit.

f.

Menghindarkan atau meminimalkan eso dari treatment.

g.

Menyediakan terapi yang hemat.

h.

Memelihara kualitas hidup pasien.

Pharmaceutical Care menggunakan suatu proses dengan cara farmasis


bekerjasama dengan pasien dan professional kesehatan yang lain dalam
mendesain, menetapkan, dan memonitor rencana terapi untukmenghasilkan
outcome terapi yang spesifik untuk pasien.
5

tahap proses Pharmaceutical Care

a.

Hubungan yang professional dengan pasien harus terbangun.

b.

Informasi medik yang spesifik dari pasien haruslah dikumpulkan,


diorganisasi, direkam, dan dipelihara.

c.

Informasi medik yang spesifik dari pasien haruslah dievaluasi, dan


rencana terapi dibangun dengan kerjasama dengan pasien.

d.

Farmasis harus memastikan bahwa pasien mempunyai semua


persediaan, informasi, pengetahuan yangn dibutuhkan untuk keluar
dari perencanaan terapi/sembuh.

e.

Farmasis harus meninjau ulang, memonitor dan memodifikasi rencana


terapetik sebagaimana yang diperlukan dan sesuai/tepat, dengan
persetujuan pasien dan tim kesehatan yang lain.

2.

Sumber Daya Manusia

SDM Profesional dan Sejahtera

Untuk mewujudkan Pelayanan Instalasi Farmasi yang profesional diperlukan


Sumber Daya Manusia baik Apoteker maupun Asisten Apoteker, dalam jumlah
dan mutu yang memadai. Oleh karena itu, apoteker dan asisten apoteker
rumah sakit harus dipersiapkan keterampilan, kompetensi, dan motivasinya
untuk melaksanakan fungsinya masing-masing.
a. Pelatihan
Untuk meningkatkan mutu dan kompetensi dalam penerapan pelayanan
kefarmasian, apoteker dan asisten apoteker perlu mengikuti pendidikan
berkelanjutan, maupun mengikuti seminar maupun pelatihan-pelatihan
yang

bertujuan

membantu

apoteker

maupun

asisten

apoteker

memutahirkan pengetahuan dan ketrampilan professional agar dapat


mengikuti dan berperan dalam pelayanan yang terus berubah dan
berkembang. Pelatihan tidak hanya sebatas pengetahuan di bidang ilmu
farmasi saja namun diperlukan juga pelatihan mengenai manajemen
logistic & Obat Rumah Sakit sehinga mereka mengetahui fungsi-fungsi dari
manajemen logistic mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan

(dan

penerimaan),

penyaluran

(pendistribusian),

penghapusan hingga pengendalian. Sehingga dalam tugasnya, mereka


dapat melaksanakannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah diberikan
dalam pelatihan sehingga semua prosedur berjalan secara sistematika
yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan bagi Rumah sakit.
b. Uraian tugas
Uraian tugas masing-masing staf harus jelas sehingga mereka bekerja
sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka.
c. Reward & Punishment
Reward diberikan kepada karyawan bisa menjadi perangsang bagi
karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja dan bisa meningkatkan
motivasi kerja mereka yang hasilnya akan memberikan pelayanan yang
professional. Reward tidak hanya berupa uang saja, tapi bisa berupa
pemberian kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
9

lebih tinggi atau dengan mengikutsertakan pelatihan-pelatihan yang dapat


meningkatkan kinerja mereka.
d. Menciptakan budaya kerja yang baik yang bertujuan untuk mengubah
sikap dan perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas
kerja untuk menghadapi tantangan kerja.
3. Stok Optimal

Omset Tinggi

Sebuah apotek harus mempunyai stok yang benar agar dapat melayani
pasiennya dengan baik. Apotek harus mempunyai produk yang dibutuhkan
pasien atau konsumen dalam jumlah yang memadai. Bila sebuah apotek
umum tidak tersedia obat yang dibutuhkan pasien pada waktu mereka
memerlukan, maka apotek akan kehilangan penjualan. Bila hal ini sering
terjadi, apotek akan kehilangan konsumen dan omset pun akan menurun.
Formularium jalan
Penentuan jenis obat yang akan digunakan di Instalasi Farmasi RS ini
disesuaikan dengan standarisasi obat yang telah ditetapkan oleh Komite
Farmasi Terapi. Standarisasi ini dievaluasi setiap tahun untuk memantau
kelancaran pemakaian obat yang telah dipesan oleh user (dokter).
Standarisasi obat ini membantu dalam penyediaan kebutuhan obat.
Sebelum perencanaan pengadaan obat dibuat, obat-obat yang akan
diadakan oleh RS dikonsultasikan terlebih dahulu antara pihak manajemen,
apoteker, dan dokter melalui KFT.
Salah satu tugas KFT adalah membuat formularium obat RS, agar dapat
memaksimalkan penggunaan obat secara rasional. Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) merupakan penghubung antara medical staff dan pelayanan
farmasi dalam hal penggunaan obat untuk mencapai keamanan dan
optimalisasi pelayanan. Formularium atau standarisasi obat yaitu daftar
obat baku yang dipakai oleh RS dan dipilih secara rasional, serta
dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan informasi obat yang lengkap
untuk pelayanan medik RS.

10

Berdasarkan standarisasi obat ini, dokter membuat resep yang menjadi


dasar pengajuan pengadaan obat. Users (dokter) yang membuat resep
obat di luar dari daftar yang ada dalam formularium RS, mengakibatkan
pengadaan obat dan barang farmasi tidak dapat direncanakan dan
diadakan sesuai dengan kebutuhan RS. Sebagai contoh, item obat tertentu
dan obat yang kadaluarsa menumpuk, serta item obat yang diperlukan
tidak tersedia.
Formularium yang telah dicetak dan masih berlaku disosialisasikan dan
didistribusikan ke tiap lokasi perawatan rawat ianap, rawat intensif, UGD,
rawat jalan, setiap bagian rumah sakit yang berkaitan. Selain itu, setiap
apoteker, tiap anggota Staf Medis, pimpinan RS, tiap kepala bagian, dan
tiap anggota komite yang

berkaitan dengan obat masing-masing

memperoleh satu buku.


Jumlah

formularium

yang

dicetak

harus

cukup

untuk

mengganti

formularium yang hilang atau rusak. Suatu alternative dari formularium


yang dicetak ialah formularium online yang dapat diperoleh oleh terminal
computer.
Margin optimal
Untuk mencapai margin yang optimal, dapat dilakukan dengan melakukan
Bench Marking harga dengan rumah sakit-rumah sakit sekitar yang
merupakan pesaing terdekat.
4. SIM

Laporan Inventory yang akurat

Sistem pelaporan merupakan hal yang penting dalam hal ini merupakan
fungsi

manajemen

perencanaan

dan

pengendalian

obat

dan

alkes

menyangkut hal pengumpulan data dan pengolahan data dari stok obat,
menghitung perkiraan kebutuhan dan perbekalan farmasi dan analisa ABC,
yang semua itu berbentuk suatu laporan, dimana laporan tersebut akan
memudahkan dalam pengendalian obat dan alkes serta salah satu cara untuk
meningkatkan, efisiensi penggunaan dana perbekalan farmasi yang terbatas.
Pengkodean obat dan Alkes
Laporan mutasi obat
11

Laporan analisa ABC


Laporan stok bulanan
5. Sarana dan Prasarana ----> Sarana dan Prasarana yang memadai

Salah satu aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan
pengadaan obat adalah kapasitas gudang. Fasilitas pendukung kegiatan
yang memadai merupakan salah satu upaya meningkatkan motivasi kerja
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Namun, tidak
selamanya fasilitas tersebut ada di instalasi farmasi. Secara umum sekalipun
instalasi farmasi merupakan revenue center utama RS namun sering
fasilitas pelayanannya minim dan memprihatinkan, misalnya gudang
yang tidak memenuhi syarat. Akibatnya, instalasi farmasi bekerja lambat
mengantisipasi keperluan yang urgent dan sulit berkembang. Hal tersebut
dikarenakan kapasitas gudang terkait erat dengan kegiatan penyimpanan,
maka seluruh kegiatan pengelolaan obat menjadi sia-sia bila proses
penyimpanan obat tidak terlaksana dengan baik.
Untuk itu, maka proses pengadaan sebaiknya mempertimbangkan kapasitas
gudang yang dimiliki RS, sehingga perubahan mutu obat terjadi karena tidak
tepatnya proses penyimpanan dapat dihindari. Kondisi gudang farmasi yang
sedang dalam masa transisi, juga menjadi pertimbangan dalam proses
pengadaan obat, karena masih ada obat yang tidak disimpan pada tempat
yang seharusnya, dikarenakan tempat penyimpanan yang terbatas.
Penyimpanan obat dan alkes harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
penyimpanan obat dilakukan baik di gudang farmasi maupun di depo farmasi
dengan menjaga obat agar tidak rusak selama penyimpanan, menempatkan
obat sesuai dengan ketentuan, mempertahankan suhu ruangan dengan AC
dan dikontrol dengan termometer ruangan. Yang setiap hari dan siang dicek
oleh petugas gudang. Aksesibilitas, utilitas, komunikasi, bebas banjir, mampu
menampung barang yang disimpan, keamanan dan sirkulasi udara yang baik.
Ruangan Apotik harus mempunyai tata ruang yang dapat menjamin
kelancaran pelayanan, pengawasan dan kenyamanan pelanggan apotek.

12

Ruang apotek terdiri dari ruang tunggu bagi pengunjung, tempat pelayanan
obat (penerima resep dan penyerahan obat), tempat penyimpanan obat,
ruang peracikan,dan ruang administrasi.
Lemari obat digunakan untuk menyimpan obat yang disusun berdasarkan
jenis sediaan, bentu sediaan dan alfabetis. Penempatan obat dalam lemari
dapat berupa lemari penyimpanan obat ethical/prescription drugs, lemari obat
khusus obat narkotika yang terkunci khusus, lemari penyimpanan bahan
baku, dan lemari es untuk menyimpan obat yang termolabil seperti serum,
vaksin, dan suppositoria.
Sarana yang lain yang menunjang adalah adanya meja admnistrasi, buku
MIMS atau ISO yang terbaru yang dapat memberikan informasi bagi apoteker
maupun asisten apoteker mengenai obat terbaru dan informasi lain yang
dibutuhkan dalam peresepan obat.
6. SOP --- SOP yang memadai

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu standar atau pedoman


tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SOP merupakan tata cara atau
tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu
proses kerja tertentu.
Tujuan SOP adalah agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja
petugas dalam unit kerja, memperjelas alur tugas, melindungi unit kerja /
petugas dari mal praktek atau kesalahan administrasi lainnya, untuk
menghindari kesalahan, keraguan dan inefisiensi.
Beberapa SOP yang terdapat dalam instalasi Farmasi antara lain adalah,
SOP manajemen inventory, SOP pelayanan dan SOP permintaan obat baru.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN FARMASI
Pada umumnya apotek menjual produk farmasi dalam jumlah item yang
banyak yang tentunya akan menyulitkan dalam melakukan penyediaan
barang. Dibutuhkan keseimbangan antara permintaan dan persediaan yang
dapat diartikan bahwa persediaan tersebut lengkap, tetapi yang perlu saja,
dilihat dari jumlah unitnya cukup tetapi tidak berlebihan. Masalah dapat timbul
13

apabila pengelolaan dan pengendalian ini direncanakan dengan subjektif


seperti pengambilan keputusan tentang frekuensi pemesanan, jumlah
pemesanan, ketidaktepatan pencatatan stok yang masih ada dan minimnya
monitoring dalam pelaksanaannya. Hal-hal tersebut biasanya timbul karena
kurangnya pengetahuan mengenai pengelolaan persediaan yang baik.
Dalam

upaya

memenuhi

kebutuhan

perbekalan

persediaan

farmasi,

diperlukan suatu manajemen yang meliputi proses kegiatan perencanaan,


pengadaaan, pembelian, dan pendistribusian. Kegiatan perencanaan meliputi
penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kelebihan
perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang serta untuk
meningkatkan penggunaan perbekalan sediaan farmasi secara efektif dan
afiisien.
Besarnya permintaan diukur dengan besarnya omset penjualan yang terjadi
selama waktu tertentu dengan catatan tidak ada permintaan yang ditolak.
Untuk tercapainya keseimbangan antara persediaan dengan permintaan
dapat ditentukan oleh :

Persediaan obat didasarkan atas kecepatan gerak atau perputaran


barang (slow moving, fast moving) yang merupakan ketentuan paling
sederhana dalam keseimbangan. Obat yang laku keras disediakan dalam
jumlah banyak, sedangkan yang kurang laku disediakan dalam jumlah
sedikit.

Persediaan obat ditentukan berdasarkan lokasi Pedagang Besar Farmasi


(PBF) Jika lokasi apotek jauh dari PBF sebaiknya persediaan obat lebih
banyak dengan mempertimbangkan jarak dan lama pemesanan obat
dapat dipenuhi.
Penambahan persediaan obat didasarkan atau kebutuhan perbulan atau
hasil penjualan.
Pengendalian persediaan sangat penting baik untuk apotek besar maupun
kecil. Persediaan obat merupakan harta paling besar dari sebuah apotek.
Karena begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan,
pengendalian persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh kuat dan
langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek.
14

Pengelolaan dan pengendalian persediaan di apotek berfungsi untuk :


a.

Memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan.

b. Menyiapkan bahan baku/obat yang berhubungan dengan penyakit

musiman dan mewabah.


c.

Mencegah resiko kualitas barang yang dipesan tidak baik, sehingga harus
dikembalikan.

d. Mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat

yang memberi harga bersaing, pengiriman cepat dan kualitas obat yang
baik.
Pengendalian dan pengawasan barang dapat dilakukan dengan cara :
a. Membadingkan jumlah pembelian dengan penjualan tiap bulan
b. Menggunakan kartu gudang untuk mencatat mutasi tiap obat. Tiap obat
mempunyai kartu tersendiri untuk mencatat setiap penambahan atau
pengurangan stok obat dan diletakkan di gudang.
Parameter-parameter dalam pengendalian persediaan :
a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan
yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci
yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan.
Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, barang yang stok mati
dapat terjadi apabila salah memperkirakan lead time barang.
b. Lead Time
Lead time merupakan waktu tenggangan yang dibutuhkan mulai dari
pemesanan sampai dengan penerimaan barang di gudang dari supplier
yang telah ditentukan. Lead time ini berbeda-beda untuk setiap supplier.
c. Buffer Stock (safety Stock/stock pengaman)
Merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama
menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang
pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan
karena perubahan pada permintaan, misalnya karena adanya permintaan
barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit).
Buffer Stock dapat dihitung dengan rumus:
15

SS = LT x CA
SS = Safety stock
LT = Lead Time
CA = Konsumsi rata-rata
d. Persediaan maksimum
Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika telah
mencapai nilai persediaan maksimum ini maka tidak perlu lagi melakukan
pemesanan untuk menghindari terjadinya

stok mati yang

dapat

menyebabkan kerugian.
e. Persediaan minimum
Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila
penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini, maka langsung
dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang
yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum
maka dapat terjadi stok kosong.
f. Jumlah pesanan
Untuk menghitung banyaknya persediaan yang harus ada dalam apotik
pada waktu tertentu atau besarnya persediaan yang harus dibangun. Di
apotek, jumlah persediaan yang harus dibangun adalah persediaan untuk
jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola
kebutuhan. Persediaan dibangun agar setiap saat harus tersedia dan
sekaligus

untuk

mengantisipasi

permintaan

yang

tidak

menentu,

kemampuan PBF yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak


menentu, ongkos kirim yang mahal dan sebagianya. Faktor yang
dipertimbangkan untuk membangun persediaan erat hubungannnya
dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya
pemeliharaan.
Membangun persediaan dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah
pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order
Quality (EOQ) :
EOQ = 2 RS
16

PI
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang/unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata
g. Reorder Point
Merupakan suatu titik dimana harus diadakan pemesanan kembali
sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang
dipesan adalah tepat waktu, dimana persediaan di atas persediaan
pengaman sama dengan nol. Pada keadaan khusus (CITO), dapat
dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian
yang telah ditentukan bersama antara apotek dan supplier.
ReOrder Point = Jumlah Safety Stock + Jumlah pemakaian selama
Lead Time.
Metode pengendalian dan persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun
prioritas berdasarkan salah satunya dengan Analisis ABC.
1. Pengertian
Analisis ABC (Always Better Control) adalah suatu analisis yang digunakan
untuk mengurutkan dan kemudian mengelompokan jenis barang dalam rangka
inventory control (pengendalian barang).
2. Klasifikasi barang
Klasifikasi barang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
Kelompok barang A :

memerlukan pemantauan yg ketat, evaluasi setiap bulan.

memerlukan sistem pencatatan yg lengkap dan akurat.

memerlukan peninjauan secara tetap oleh pengambil keputusan.

Kelompok barang B :

memerlukan pemantauan/ pengendalian yg tidak terlalu ketat, evaluasi 3-6


bulan sekali.

memerlukan sistem pencatatan yg cukup baik.


17

peninjauan dilakukan secara berkala.

Kelompok barang C :

Pemantauan/pengendalian bisa dilakukan sangat longgar, evaluasi 6


bulan 1 tahun sekali.

Sistem pencatatan cukup sederhana, atau bahkan tidak menggunakan


sistem pencatatan.

Pencatatan dilakukan secara berkala dan dapat dilakukan pemesanan


kembali (re-ordering).

Analisis ABC adalah aplikasi teori persediaan yang dikenal dengan Pareto
Principle yaitu yang menyatakan bahwa ada beberapa barang yang
merupakan katagori barang yang kritis dan barang yang tidak perlu terlalu
diperhatikan. Pareto berprinsip lebih baik mengawasi atau mengendalikan
secara ketat terhadap barang-barang yang jumlahnya sedikit namun memiliki
nilai investasi yang besar, dengan harapan barang-barang yang lainnya akan
terkena imbasnya. Secara visual dapat dilihat pada gambar berikut :

General Electric Company


Menurut General Electric Company, pengelompokkan barang dibagi sebagai
berikut :

Kelompok

barang

A :

Banyaknya

sekitar

10

mempunyai

nilai

ekonomi/inventori 75 %

18

Kelompok

barang

Banyaknya

sekitar

20

mempunyai

nilai

Banyaknya

sekitar

70

mempunyai

nilai

ekonomi/inventori 15 %

Kelompok

barang

ekonomi/inventori 10 %

Heizer dan Render (1991)


Menurut Heizer dan Reizer, pengelompokkan barang dibagi sebagai berikut :

Kelompok

barang

A :

banyaknya

sekitar

15

mempunyai

nilai

banyaknya

sekitar

30

mempunyai

nilai

banyaknya

sekitar

55

mempunyai

nilai

ekonomi/inventori 70-80 %

Kelompok

barang

ekonomi/inventori 15-25 %

Kelompok

barang

ekonomi/inventori 5 %

ANALISIS ABC INDEKS KRITIS


Karena obat-obatan mempunyai sifat dan karakteristik yang spesifik, maka dilakukan
pengelompokkan seperti di bawah ini :
1. Kelompokan barang dibagi menjadi 4 kelompok :
19

X = Barang yang tidak dapat digantikan, kekurangan/kekosongan barang


bersifat fatal.
Y = Barang yang masih dapat digantikan oleh barang lain, masih ada
toleransi kekosongan < 48 jam.
Z = Barang yang boleh digantikan dengan barang lain.
O = Barang yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam kelompok X, Y dan Z.
2. Berikan Bobot pada masing-masing kelompok barang :

Kelompok barang X diberi bobot 3.

Kelompok barang Y diberi bobot 2.

Kelompok barang Z diberi bobot 1.

3. Hitung nilai kritis rata-rata masing-masing barang :


nilai kritis rata-rata = pembobotan : informasi yg masuk.
4. Lakukan analisis ABC berdasarkan jumlah nilai inventory dan berdasarkan

jumlah pemakaian. dari kedua analisis ini masing-masing dihasilkan kelompok A,


B dan C.
Berikan bobot kepada kedua kelompok barang hasil analisis abc

5.
(langkah 4) :

Kelompok barang A diberi bobot 3.

Kelompok barang B diberi bobot 2.

Kelompok barang C diberi bobot 1.

6. Hitung Indeks kritis masing-masing barang

NIK = (2 x NK) + (1 x NI) + (1 x


NP)
NIK = nilai indeks kritis
NK = nilai kritis rata-rata
NI = nilai bobot hasil analisis abc berdasar investasi
NP = nilai bobot hasil analisis abc berdasar pemakaian
7. Mengelompokkan barang ke dalam kelompok A, B, C atas dasar besarnya nilai

Indeks Kritis (IK) dari masing-masing barang. Sebagai dasar untuk menentukan
kelompok

atau

katagori

barang

dengan

menggunakan

daftar

standar

pengelompokkan barang berdasarkan nilai indeks kritis barang.

20

BAB III
GAMBARAN UMUM
RUMAH SAKIT x

A. SEJARAH
Berawal dari keinginan yang kuat dari dr. Suherlan, Sp.OG untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan masyarakat, khususnya di
wilayah Tambun, maka didirikanlah Rumah Sakit x pada tanggal 2 Juni 2006.
Rumah Sakit x adalah Badan Usaha dari PT. x yang disahkan
berdasarkan Akte Notaris Nomor 01 tanggal 2 Juni 2005, nama Notaris x
yang beralamat di kabupaten Bekasi. Melalui proses yang cukup panjang atas
pengajuan ijin mendirikan Rumah Sakit x oleh PT. x, akhirnya pada tanggal 2
Juni 2006 Rumah Sakit x mendapatkan ijin Tetap peneyelenggaraan Rumah
Sakit Umum dengan Surat Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit No. x
B. VISI RUMAH SAKIT x :
21

Menjadi rumah sakit pilihan di wilayah Tambun dan Kabupaten Bekasi dengan
menyediakan layanan perawatan kesehatan terbaik, aman, serta bermutu
tinggi.

C. MISI RUMAH SAKIT x :


Menyediakan pelayanan secara utuh, konsisten dan terpadu berfokus pada
pasien melalui praktek berbasis bukti yang sesuai dan pelayanan prima
dengan komitmen, kerjasama tim, keterlibatan dari pihak terkait dan
peningkatan kompetensi individu yang berkesinambungan.
D. MOTTO RUMAH SAKIT x
Senyum, Sapa, Sahabat

E. NILAI-NILAI BUDAYA KERJA RS.x


1. Integritas
a. Memastikan konsistensi antar perkataan dan perbuatan
b. Menyajikan informasi dan data secara akurat dan lengkap
c. Menjaga kerahasiaan informasi
d. Memperlakukan sesama dengan penuh hormat dan bermartabat
e. Mengatakan yang sebenarnya walau bisa jadi tidak popular untuk
dilakukan.
f. Memberikan dengan pendapat yang jujur dan membangun
g. Berperilaku konsisten berdasarkan nilai-nilai RS x
2. Kualitas (Berorientasi pada mutu)
a. Mempertahankan kualitas melalui aktivitas pemastian mutu yang
berkesinambungan.
b. Mengimplementasikan

pendekatan

sistematis

dalam

pengidentifikasian, analisa, dan tindakan korektif untuk melakukan


perbaikan yang berkesinambungan.
22

c. Menitikberatkan pada peningkatan proses kerja untuk memperoleh


hasil yang diinginkan.
d. Melakukan pendekatan bersama dan bahasa yang sepaham untuk
meningkatkan sistem perbaikan kualitas kita.
e. Memusatkan pada sistem pengembangan.
3. Kerjasama Tim
a. Menghargai gagasan, latar belakang, dan pengalaman orang lain.
b. Berbagi nilai, saling percaya dan ketrampilan yang saling melengkapi.
c. Menempatkan prioritas lebih tinggi pada tujuan tim atau organisasi
daripada tujuan pribadi.
d. Membantu dan mendukung sesama untuk mencapai tujuan organisasi.
e. Memberikan komitmen pada rencana atau kegiatan tim.
4. Etika
a. Bertindak secara jujur dan berintegritas dalam berhubungan dengan
pelanggan, pemasok, instansi pemerintah dan karyawan.
b. Mematuhi peraturan perundangan di setiap waktu
c. Berperilaku dalam batasan kode etik profesi
d. Menghargai dan memperlakukan karyawan secara merata
e. Menghargai kebhinekaan.
5. Semangat dan Keteguhan
a. Mempertahankan semangat dan kekuatan yang tinggi
b. Bersikukuh tetap tegar walau menghadapi rintangan, kekecewaan atau
tantangan di pekerjaan.
c. Mendorong staff untuk mempertahankan motivasi atau langkah kerja
yang konsisten dan mantap.
6. Inovasi
a. Mengeksplorasi berbagai cara alternatif dan beragam pola pemikiran
dalam memandang atau mendefinisikan suatu masalah.
23

b. Pemikiran,

pendekatan,

atau

gagasan

baru

untuk

mengatasi

permasalahan kerja.
c. Mengeksplorasi seluruh solusi berpotensi dan mengevaluasi satu
persatu sebelum menerapkannya.
d. Kemampuan diri untuk berfikir diluar norma atau diluar kotak.
7. Pengembangan Individu
a. Memberikan umpan balik yang tepat waktu kepada staff
b. Memberikan arahan yang jelas kepada staff.
c. Membuka peluang bagi staff untuk mendapatkan tugas dan tanggung
jawab baru.
d. Menerapkan dan mengelola seperangkat standar yang jelas untuk
diterapkan staff dalam bekerja.
8. Pembelajaran berkesinambungan
a. Bertanggung jawab dalam menetapkan rencana pengembangan
tahunan yang disepakati dan dukungan pemenuhan rencana tersebut.
b. Mencari dan memanfaat dengan pendapat sumber informasi lainnya
untuk mengidentifikasi bidang pembelajaran tepat guna.
c. Berpartisipasi aktif dalam altivitas pembelajaran dan pelatihan untuk
mendapatkan

manfaat

sebesar-besarnya

dari

pengalaman

pembelajaran tersebut.
d. Mengemban tanggung jawab dan mengakui kekeliruan tanpa berniat
mengelak dan memperbaiki perilaku yang memadai.

9. Tujuan
a. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, aman, berfokus
pada keselamatan pasien.
b. Memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat luas.

24

F. STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT x


25

BAB IV
ANALISA MASALAH DI INSTALASI FARMASI
RS x
26

A. Struktur Organisasi
Instalasi Farmasi di pimpin oleh seorang Kepala Bidang Farmasi dimana
kepala bidang ini secara struktural berkedudukan di bawah Manager Penunjang
Medis dan berkoordinasi dengan Purchasing.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari di Farmasi RS x Kepala bidang
Farmasi dibantu oleh 2 (dua) orang Apoteker sebagai Kepala unit dan 10
(Sepuluh) orang Asisten Apoteker dan 2 (dua) orang pekarya farmasi serta 1
(satu) orang pekarya gudang farmasi.

B.

Manajemen Farmasi

Sesuai struktur organisasi maka kepala bidang Farmasi bertanggung jawab


kepada Manager Penunjang Medis yang dalam pelaksanaan tugasnya berkoordinasi
dengan bagian Purchasing. Unit farmasi mengelola barang-barang yaitu obat, alat
27

kesehatan dan bahan habis pakai.


RS x mempunyai Komite Farmasi dan Terapi yang berkoordinasi dengan
Manajemen RS x, bertugas membuat daftar obat esential rumah sakit, yang
selanjutnya dipakai oleh panitia standardisasi obat dan alkes RS untuk menentukan
dan membuat daftar obat dan alkes rumah sakit. Daftar standar obat dan alkes ini
merupakan pedoman bagi seluruh unit terkait di rumah sakit dalam melaksanakan
tugasnya masing-masing tim dokter RS x dan pengadaan.
Namun pada kenyataannya komite ini belum bekerja secara optimal,
formularium yang telah dibuat tidak berjalan dengan semestinya yang berimbas
banyak varian obat yang ada sehinga mengakibatkan pembelanjaan obat yang
besar.
C. Sumber Daya Manusia
Posisi dan kondisi sumber daya manusia yang ada di Instalasi farmasi saat ini
adalah:
N0
1
2
3

Jabatan
Manager Penunjang medis
Kepala Bidang Farmasi
Kepala
Unit
Pelayanan

Farmasi RI & RJ
Kepala
Unit

5
6
7

Farmasi
Assisten Apoteker
Pekarya Gudang Farmasi
Pekarya Farmasi

Jumlah
1
1
1

Perbekalan 0
10
1
1

Jenis tenaga
Dokter
S-2 Farmasi, Apoteker
S-1 Farmasi, Apoteker
S-1 Farmasi, Apoteker
SMK Farmasi & D3 Farmasi
SMU
SMU

Shift 1

Shift 2

Shift 3

(07.00 -14.00)
Apoteker : 2

(14.00 21.00)
Assisten Apoteker : 4

(21.00 07.00)
Assisten Apoteker : 1

Assisten Apoteker : 4
Sumber Daya Manusia jarang diikutkan pelatihan-pelatihan maupun seminar yang
menunjang kinerja mereka.

28

D. Hasil Pemotretan
Dari hasil survei yang dilakukan pada bulan April 2016 di Instalasi Farmasi RS x,
ternyata banyak hal yang harus dibenahi di semua poin-poin yang mempengaruhi
terbentuknya suatu pelayanan Instalasi Farmasi yang profesional .
1. Sistem Informasi RS (SIRS) belum memadai, masih banyak pekerjaan yang
dilakukan manual.
2. Masing-masing petugas belum memperoleh uraian tugas yang jelas dan tertulis
mengenai tanggung jawabnya selain pelayanan peresepan obat pasien, salah
satunya mengenai sistem pelaporan, karena Instalasi farmasi RS x tidak ada
petugas khusus di bagian administrasi.
3. Kompetensi Apoteker dan Asisten Apoteker di Unit Farmasi belum ditingkatkan
sepenuhnya, jarang diikutsertakan dalam seminar maupun pelatihan-pelatihan
mengenai

kefarmasian

maupun

logistik

farmasi

yang

secara

langsung

menunjang kinerja mereka dan menjadikan mereka tenaga-tenaga yang


profesional.
4. Formularium sudah pernah dibuat.
5. Komite Farmasi belum berjalan secara optimal.
6. Jumlah obat yang beredar terlalu banyak dan banyak variasi.
7. Laporan Analisa ABC belum pernah dibuat karena ketidak mengertian petugas.
8. Kondisi Gudang Farmasi yang sangat sempit tidak memungkinkan untuk
melakukan penyimpanan obat yang sesuai standar kefarmasian.
Dan mungkin masih banyak lagi kekurangan-kekurangan yang mungkin
masih dapat ditemui namun karena terbatasnya waktu penelitian, penulis hanya
menuliskan beberapa permasalahan saja.
E. Rencana Penyempurnaan
Rencana penyempurnaan di unit Farmasi RS x membutuhkan waktu yang
cukup lama.
Bagan 1. Hasil Pemotretan pelayanan Unit Farmasi RS x :
No
1

Hasil Pemotretan
Belum
adanya - Mencari

Rencana
informasi adanya

pelatihan

SDM

pelatihan

(komptensi

SDM

kefarmasian

maupun

pelatihan-

seminar-seminar

belum maksimal)
29

Formularium

berjalan
- Jumlah obat

beredar terlalu banyak


- Sub komite Farmasi - Mengaktifkan sub komite farmasi dan
tidak

belum - Pembuatan Formularium


yang - Perampingan jumlah obat

berjalan

terapi

semestinya
- Laporan analisis ABC - Membuat analisa ABC

tidak dibuat
- Pemesanan
masih

obat - Pemesanan seminggu sekali masih sulit


dilakukan

setiap hari
7

yang memadai untuk penyetokan barang

farmasi
- Belum adanya gudang - Gudang yang ada pada saat ini belum
Farmasi

dilakukan karena belum ada tempat

yang

memadai untuk penyimpanan dalam

memadai
jumlah yang banyak
- Sistem Informasi RS - Mengganti SIRS dengan vendor yang
tidak memadai

baru

BAB V
HASIL DARI RENCANA
PENYEMPURNAAN PELAYANAN UNIT FARMASI
RS x

Dari sekian banyak perencananaan yang direncanakan untuk penyempurnaan


pelayanan unit Farmasi RS x tidak semua terealisasikan, karena permasalahan yang
ada sangat komplek sekali dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
penyempurnaannya dan harus bekerja secara tim untuk menanganinya. Namun,
penulis berusaha untuk membuat suatu hasil dari rencana yang telah dibuat yaitu :
a. Perencanaan dan pengendalian Obat berdasarkan ABC indeks kritis di Unit

Farmasi.
30

b. Pengadaan gudang Farmasi yang lebih memadai untuk menyimpan barang


farmasi selama 1 minggu atau lebih.
Sedang rencana-rencana yang lain merupakan suatu masukan bagi unit Farmasi RS
x bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus dibenahi di semua
bagian di unit farmasi.
A.

Uraian Tugas

Uraian tugas dibuat agar karyawan mengetahui apa yang harus dikerjakannya dalam
mengerjakan tugas-tugasnya sehari-hari sesuai dengan tanggung jawab yang
dibebankan kepada mereka. Selama ini, karyawan yang belum mempunyai uraian
tugas yang jelas dan tertulis selain hanya melayani peresepan obat dari dokter
kepada pasiennya. Untuk itu perlu adanya uraian tugas yang jelas dan tertulis yang
hasilnya akan menjadikan sumber daya manusia yan profesional dalam memberikan
pelayanan kefarmasian.

JOB DESCRIPTION
INSTALASI FARMASI
RS x
KEPALA BIDANG FARMASI
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
Menyelenggarakan dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan profesional di
departemen farmasi sesuai dengan prosedur kefarmasian, etika profesi serta
sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Mengawasi dan mengevaluasi seluruh unit yang menjadi tanggungjawabnya.

Mempertahankan dan meningkatkan mutu dan standar farmasi.

HUBUNGAN DAN KOORDINASI


31

Manager Penunjang Medis, Medis, Departemen Keperawatan, Departemen


Customer Care, dan Departemen Keuangan.
URAIAN TUGAS
1. Membuat target kerja dan program kerja seluruh unit yang menjadi
tanggungjawabnya.
2. Merencanakan kebutuhan tenaga, sarana dan prasarana, serta anggaran
farmasi.
3. Menyelenggarakan seluruh kegiatan farmasi untuk dapat memberikan
pelayanan terbaik, cepat dan tepat kepada pasien rawat inap dan rawat jalan.
4. Bekerja sama dengan Komite Farmasi dan Terapi dalam membuat dan
merevisi Formularium.
5. Mengadakan pengawasan dan pelaporan ke Balai POM untuk obat-obat
Narkotik/Psikotropika/Prekursor dan hal-hal lain yang diperlukan yang
berhubungan dengan peraturan pemerintah.
6. Menyelenggarakan perencanaan dan pengadaan obat yang efektif dan
efisien di Rumah Sakit.
7. Mengkoordinasi dan memonitor inventori dan distribusi obat di dalam rumah
sakit.
8. Melakukan koordinasi penyusunan standar persediaan obat emergensi,
Alkes, dan BMHP di tiap-tiap unit dengan perawat dan medis.
9. Kerja sama dengan bagian Pembelian dan Manager Penunjang Medis untuk
negosiasi discount dengan principles dan vendors untuk memperoleh harga
yang menguntungkan dan mengevaluasi kinerja vendor.
10. Pengawasan dan kerja sama dengan staff untuk jadwal kerja, cuti dan
overtime serta memaksimalkan pekerjaan.
11. Mengevaluasi beban kerja Pharmacist dan Asisten Farmasi agar dapat
menciptakan alur kerja yang effisien dan maximum.
12. Melaksanakan penilaian terhadap kinerja staf instalasi farmasi.
13. Membuat program pelatihan untuk pengembangan SDM di departemen
Farmasi.
32

14. Membina hubungan baik dengan dokter, perawat dan antar departemen
untuk mendapatkan informasi guna perbaikan ke dalam.
15. Membuat laporan bulanan baik external maupun internal secara tepat waktu
dan berkesinambungan.
16. Membuat indikator mutu di semua unit yang menjadi tanggung jawabnya.
17. Mengembangkan suasana kerja yang positif di unit yang menjadi
tanggungjawabnya.
18. Memecahkan permasalahan di unitnya yang tidak dapat diselesaikan
bawahannya.

PERSYARATAN
Pendidikan :
Apoteker/S2 Farmasi Rumah Sakit/Farmasi Klinik yang mempunyai sertifikasi
yang terdaftar di Departemen Kesehatan
Keahlian :
Memahami Managemen Farmasi atau Pharmaceutical Care System di Rumah
Sakit, mengetahui farmakologi obat, dan menguasai komputer.
Pengalaman :
Minimal 5 tahun berpengalaman di Rumah Sakit.

KEPALA UNIT PELAYANAN FARMASI RI & RJ


RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB

Melakukan tugas supervisi dan koordinasi terhadap Pelayanan Farmasi


Rawat Jalan dan Rawat Inap.

Mempertahankan dan meningkatkan mutu dan standar farmasi.

Memastikan pelaksanaan Pharmaceutical Care.

HUBUNGAN DAN KOORDINASI

33

Manager Penunjang Medis, Medis, Departemen Keperawatan, Departemen


Customer Care, dan Departemen Keuangan.

URAIAN TUGAS
1. Mengkoordinasi sistem dan pelayanan farmasi rawat inap dan rawat jalan

di rumah sakit bekerjasama dengan Kepala Bidang Farmasi.


2. Membantu

Kepala Bidang Farmasi untuk membuat dan merevisi

Formularium.
3. Mengkoordinasi dan memonitor inventori obat untuk rawat inap dan rawat

jalan di farmasi.
4. Memastikan pada saat pemberian obat kepada pasien, seluruh staf

farmasi rawat inap dan rawat jalan menjalankan prosedur pemberian obat
secara benar serta memberikan edukasi tentang obat.
5. Memastikan resep obat yang tidak sesuai formularium dikonsultasikan
dan dikonfirmasikan ke dokter terkait.
6. Memastikan pemeriksaan persediaan secara acak dilaksanakan dan

dilaporkan secara berkala setiap minggu.


7. Memastikan penyimpanan obat di Farmasi sesuai dengan persyaratan

kefarmasian.
8. Memastikan pengawasan kadaluarsa obat dilakukan di farmasi.
9. Memastikan seluruh pembelian obat cito ke apotik luar dilaporkan jenis,

jumlah, harga beli dan alasan pembelian kepada Kepala Bidang Farmasi
dalam waktu 24 jam hari kerja.
10. Memastikan seluruh dokumentasi dan laporan berkaitan dengan rawat

inap dan rawat jalan dilaksanakan secara benar.


11. Memastikan Kebijakan dan Prosedur operasional untuk staf farmasi

dimengerti dan dijalankan.


12. Memastikan bahwa seluruh inventaris farmasi mencukupi dan terpelihara

keutuhannya.

34

13. Melaporkan pencapaian dan kendala pelayanan kepada Kepala Bidang

Farmasi setiap bulan.


14. Menanggapi dan memberikan penjelasan setiap ada medication error di farmasi

disertai Corrective Action Report kepada QA/tim patient safety melalui Kepala
Bidang Farmasi.
15. Memastikan seluruh staf farmasi menjalani orientasi, menunjukkan

profesionalitas kerja dan Continuous Professional Development.


16. Melakukan pembinaan dan pengembangan untuk SDM di departemen

Farmasi berkoordinasi dengan Kepala Bidang Farmasi.


17. Bertanggung jawab menyelesaikan tugas-tugas lain yang dibutuhkan
untuk kelancaran fungsi dan kegiatan operasional di bagian Farmasi.
18. Mengembangkan suasana kerja

yang positif di unit yang menjadi

tanggungjawabnya.
19. Memecahkan permasalahan di unitnya yang tidak dapat diselesaikan

bawahannya.
PERSYARATAN
Pendidikan :
Apoteker dan mempunyai sertifikasi yang terdaftar di Departemen Kesehatan.
Keahlian :
Mengetahui ilmu farmakologi obat, berkomunikasi dengan baik, menguasai
komputer.
Pengalaman :
Minimal 3 tahun bekerja di Rumah Sakit.

KEPALA UNIT PERBEKALAN FARMASI


RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
1. Memastikan persediaan

perbekalan farmasi baik obat, alat kesehatan,

reagent dan lalin-lain mencukupi kebutuhan serta dikelola dengan baik.


2. Melakukan distribusi perbekalan farmasi dalam jumlah dan waktu yang
tepat dan efisien untuk memperlancar pelayanan di seluruh rumah sakit.
35

HUBUNGAN DAN KOORDINASI


Manager Penunjang Medis, Medis, Departemen Keperawatan, dan
Departemen Keuangan.
URAIAN TUGAS
1. Membuat jadual permintaan barang ke gudang farmasi dari tiap-tiap unit.
2. Menentukan batas stok minimal dan maksimal setiap perbekalan farmasi

berkoordinasi dengan Kepala Bidang Farmasi.


3. Mengatur persediaan perbekalan farmasi di gudang.
4. Merencanakan permintaan pembelian sesuai kebutuhan, dan meminta

persetujuan Kepala Bidang Farmasi.


5. Mengatur penyimpanan dan pengambilan obat dan perbekalan farmasi

lainnya berdasarkan FIFO (First In first out) dan FEFO (First Expired First
Out).
6. Mengatur penataan obat perbekalan farmasi lainnya sehingga mudah

dalam pencarian dan pengambilan.


7. Mengatur penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya dengan

memperhatikan keamanan fisik serta persyaratan penyimpanan yang


berlaku antara lain memperhatikan suhu ruangan, cahaya, kelembaban,
kebersihan dan sirkulasi udara.
8. Melakukan pengawasan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang

mendekati batas kedaluarsa serta mengembalikan ke supplier.


9. Membantu Kepala bidang farmasi dalam penyusunan standar persediaan
obat emergensi, Alkes, dan BMHP di tiap-tiap unit dengan perawat dan
medis.
10. Mengatur pendistribusian obat dan perbekalan farmasi lainnya yang telah

siap disediakan ke ruangan disertai serah terima dengan petugas yang


meminta.
11. Mendokumentasikan semua kegiatan di gudang farmasi.

36

12. Melakukan koordinasi dengan perawat dan medis untuk trial alkes atau
produk baru bekerjasama dengan medik dan keperawatan

serta

membuat laporannya.
13. Membuat laporan bulanan.

PERSYARATAN
Pendidikan :
Apoteker yang mempunyai Surat tanda registrasi Apoteker dan Surat izin
Praktek Apoteker (SIPA).
Keahlian :
Mengetahui ilmu farmakologi obat, berkomunikasi dengan baik, menguasai
komputer.
Pengalaman :
Minimal 2 tahun bekerja di Rumah Sakit.

STAF FARMASI
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
Melaksanakan pelayanan obat terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan
yang diresepkan dokter dengan benar dan sesuai persyaratan kefarmasian.
HUBUNGAN DAN KOORDINASI
Medis, Departemen Keperawatan, Departemen Customer Care, dan
Departemen Keuangan.
URAIAN TUGAS
1. Memeriksa resep dan memasukkan data pada resep ke SIRS (Sistem
Informasi RS).
2. Menyiapkan obat sesuai resep, meracik (bila perlu) dan menyerahkan
obat kepada pasien.

37

3. Melakukan retur obat melalui SIRS untuk obat yang tidak dipergunakan
lagi.
4. Memeriksa penggunaan obat pasien rawat inap dan memastikan
keakuratan jumlah obat yang digunakan pasien selawa perawatan
sebelum pasien pulang.
5. Menyusun dan mengarsipkan resep yang telah dilayani sesuai kebutuhan.
6. Mengontrol resep-resep pasien perusahaan yang bekerja sama dengan
rumah sakit.
7. Mencatat penggunaan obat pada saat pengambilan obat ke dalam kartu
stok.
8. Memastikan kesesuaian jumlah stok fisik yang ada di farmasi dengan
kartu stok dan sistem komputer, serta bertanggung jawab dalam
memeriksa kelengkapan stok obat lemari bagiannya.
9. Membuat permintaan obat sesuai kebutuhan/penggunaan ke gudang
farmasi dan gudang umum.
10. Menata susunan obat sesuai dengan aturan yang berlaku di farmasi.
11. Memantau obat dengan waktu kadaluarsa dekat dan membuat catatannya
serta memberi label warning pada obat.
12. Memastikan pengaturan persediaan, permintaan, penyimpanan, dan
pemberian obat mengikuti ketetapan yang berlaku.
13. Memastikan seluruh obat yang belum diambil dalam waktu 48 jam hari
kerja telah diserahkan kepada pasien/perusahaan terkait.
14. Memastikan bahwa seluruh inventaris mencukupi dan terpelihara
keutuhannya di farmasi rawat jalan dan rawat inap.
15. Bersama-sama atasan melakukan stok opname.
16. Memantau suhu ruangan dan suhu kulkas tempat penyimpanan obat.
17. Mengikuti meeting bulanan yang diadakan unit farmasi.
18. Ikut serta dalam kegiatan lain yang mendukung kelancaran pelayanan di
unit farmasi.

38

PERSYARATAN
Pendidikan :
Sekolah menengah farmasi/D3 farmasi
Keahlian :
Dapat mengoperasikan komputer dan memahami obat-obatan.
Pengalaman :
Minimal 2 tahun bekerja di Farmasi Rumah Sakit.

PEKARYA FARMASI
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
Membantu kelancaran pelayanan obat terhadap pasien rawat jalan dan rawat
inap dengan benar dan sesuai persyaratan kefarmasian.
HUBUNGAN DAN KOORDINASI
Departemen Keperawatan, dan Departemen Keuangan.
URAIAN TUGAS
1. Membantu Asisten Apoteker dalam pelayanan resep pasien rawat inap
dan rawat jalan.
2. Membantu Asisten Apoteker menyusun dan mengarsipkan resep yang

telah dilayani sesuai kebutuhan.

39

3. Mencatat penggunaan obat pada saat pengambilan obat ke dalam kartu


stok.
4. Menata susunan obat sesuai dengan aturan yang berlaku di farmasi.
5. Memantau obat dengan waktu kadaluarsa dekat dan membuat catatannya

serta memberi label warning pada obat.


6. Membantu

memantau inventaris selalu mencukupi dan terpelihara

keutuhannya di farmasi rawat jalan dan rawat inap.


7. Membantu pelaksanaan stok opname.

8. Membantu Asisten Apoteker memantau suhu ruangan dan suhu kulkas


tempat penyimpanan obat.
9. Mengikuti meeting bulanan yang diadakan unit farmasi.
10. Ikut serta dalam kegiatan lain yang mendukung kelancaran pelayanan di

unit farmasi.

PERSYARATAN
Pendidikan :
SMA atau sederajat.
Keahlian :
Dapat mengoperasikan komputer.
Pengalaman :
Minimal 2 tahun bekerja di Farmasi Rumah Sakit.

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN OBAT


BERDASARKAN ANALISA ABC DI UNIT FARMASI RS x

Latar Belakang
40

Pengendalian persediaan sangat penting baik untuk apotek besar maupun


kecil. Persediaan obat merupakan harta paling besar dari sebuah apotek. Karena
begitu

besar jumlah

yang

diinvestasikan

dalam

persediaan,

pengendalian

persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh kuat dan langsung terhadap
perolehan kembali atas investasi apotek.
Berdasarkan wawancara dengan kepala unit farmasi dan staf gudang farmasi,
diperoleh informasi bahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang farmasi yang
menjadi dasar pengadaan barang. Selama ini, pengadaan obat dilakukan
berdasarkan pada data pemakaian obat rata-rata mingguan, sehingga sering terjadi
adanya pembelian obat yang tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan
pembelian ke apotek luar. Disamping itu Perhitungan stok obat juga masih
bermasalah yaitu adanya ketidaksesuaian angka stok akhir antara stok fisik
dengan pencatatan yang dilakukan secara manual maupun dengan sistem
komputer.
Analisis ABC digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
dengan pengelompokkan obat atau perbekalan farmasi, terutama obat-obatan yang
digunakan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan.
Data yang digunakan untuk membuat analisis ABC adalah data
pemakaian obat selama periode selama tahun 2015, di bagian pelayanan resep unit
farmasi.
Dari analisis ABC terhadap 1277 i t e m obat unit Farmasi RS x, diperoleh
hasil berikut :

a. Nilai Pemakaian
Dari 1277 items obat di Unit Farmasi RS x, dikelompokkan menurut
besarnya

jumlah

pemakaian.

Pengelompokkan

obat

berdasarkan

nilai

pemakaian obat dalam analisis ABC di Unit Farmasi RS x, didapatkan hasil


sebagai berikut.
Kelompok A :

14 item (1,09%) dari total item obat di unit farmasi dengan


jumlah pemakaian 768.128 (56,93%) dari jumlah pemakaian
seluruhnya.

Kelompok B :

66 item (5,16 %) dari total item obat di unit farmasi


41

Dengan jumlah pemakaian 309.667 (22,95%) dari


jumlah pemakaian seluruhnya.
Kelompok C:

1197 item (93,75%) dari total item obat di unit farmasi dengan
jumlah pemakaian 271.441 (20,12%) dari jumlah pemakaian
seluruhnya.

Hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.


Table 1. Pengelompokkan obat dengan analisis ABC berdasarkan nilai
pemakaian tahun 2015
Kelomp

Jumlah item

Persentase

Jumlah

Persentase (%)

ok
A
B
C
Total

obat
14
66
1197
1277

(%)
1,09
5,16
93,75
100

Pemakaian
768.128
309.667
271.441
1.349.236

56,93
22,95
20,12
100,00

b. Nilai Investasi
Untuk pengelompokkan obat berdasarkan nilai investasi obat dalam
analisis ABC, didapatkan hasil sebagai berikut :
Kelompok A :

383 item (25,08%) dari total item obat di unit farmasi dengan
nilai investasi

sebesar Rp.517.370.991,00 (69,927 %)

dari nilai investasi seluruhnya.


Kelompok B :

399 item (26,12%) dari total item obat di unit Farmasi dengan
nilai investasi sebesar Rp.149.307.601,00 (20,13%) dari nilai
investasi seluruhnya.

Kelompok C:

744 item ( 48,72 %) dari total item obat di unit farmasi dengan
nilai

investasi

sebesar Rp 74.767.309,00 (10,08%) dari

nilai investasi seluruhnya.


Hasil pengelompokkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Table 2. Pengelompokkan obat dengan analisa nilai ABC berdasarkan Nilai
Investasi periode tahun 2015
42

Kelomp

Jumlah item

Persentase

Jumlah

Persentase (%)

ok
A
B
C
Total

obat
18
117
1142
1277

(%)
1,41
9,16
89,43
100

Pemakaian
Rp.1.457.294.072
Rp.2.330.716.539
Rp 1.667.922.073
Rp. 5.455.932.684

26,71%
42,72 %
30,57 %
100,00

Kelompok A dan B menyerap biaya investasi sebesar 69,43% dari total


investasi keseluruhan, sehingga memerlukan perhatian khusus pada pengendalian
persediaan agar selalu dapat terkontrol. Stok untuk kedua kelompok ini
hendaknya ditekan serendah mungkin, tetapi frekuensi pembelian dilakukan lebih
sering, seperti selama ini dilakukan setiap minggu. Hanya yang perlu diperhatikan
yaitu kerjasama yang baik dengan pihak supplier agar pemesanan dapat dipenuhi
tepat waktu, sehingga tidak terjadi kekosongan persediaan.

c. Nilai Kritis
Pengelompokan obat dengan menggunakan nilai kritis obat dibuat berdasarkan
efek terapi atau manfaat terapetik obat terhadap kesehatan pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi penggunaan dana yang ada.
Pengelompokan

obat

dengan

mempertimbangkan

nilai

kritis

obat

berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan pasien dengan mempertimbangkan


efisiensi penggunaan dana yang ada. Melihat pengaruh atau efek obat tersebut
terhadap pasien, tentu hal ini sangat tergantung dari informan yang melakukan
pengelompokkan obat tersebut, sehingga sangat mungkin untuk item obat yang
sama karena informannya berbeda maka kelompok obatnya pun menjadi berbeda
pula. Selain itu banyaknya item obat yang tersedia (1277 item), menimbulkan
kesulitan tersendiri mengingat keterbatasan waktu yang dipunyai dokter sebagai
user, dan tidak semua informan hafal terhadap semua jenis item obat tersebut.
Tabel 3.

Pengelompokkan Obat Dengan Analisis ABC Berdasarkan Nilai


Kritis Obat Periode Tahun 2015
Kelompok

Jumlah item

Persentase (%)

obat
43

X (2,6 3)
Y (1,8 2,4 )
Z (0,6 1,4 )
O (0 0,4)
Total

46
40
118
1073
1277

3,61
3,14
9,24
84,01
100

d. Nilai Indeks Kritis


Dari hasil perhitungan didapat hasil sebagai berikut:
Kelompok A :

dengan NIK 9.5 12, sebanyak 56 item obat (4,39 %) dari

total Item obat.


Kelompok B :

dengan NIK 6.5 9.4, sebanyak 129 item (10,11 %) dari total

item obat.
Kelompok C :

dengan NIK 4 6.4, sebanyak 1092 item (85,52%) dari total

item obat.
Hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.

Pengelompokkan Obat Dengan Analisis ABC Indeks Kritis


Periode Bulan Tahun 2015
Kelomp

Jumlah item

Persentase

ok
A
B
C
Total

obat
18
539
970
1527

(%)
1,178
35,29
63,52
100

Kelompok A dengan NIK 9.5 12, sebanyak 56 item obat atau sebesar 4,39%
dari total item obat. Obat-obat dalam kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.
Pemesanan dapat dilakukan dalam jumlah sedikit tetapi frekuensi pemesanan lebih
sering dan karena nilai investasinya yang cukup besar berpotensi memberikan
keuntungan yang besar pula untuk RS, maka kelompok ini memerlukan
pengawasan dan monitoring obat dengan ketat, pencatatan yang akurat dan
lengkap, serta pemantauan tetap oleh pengambil keputusan yang berpengaruh,
misalnya oleh Kepala Unit Farmasi dan Kepala gudang farmasi secara langsung.
Pemesanan dapat dalam jumlah sedikit tetapi frekuensi pemesanan lebih sering.
Kelompok B dengan NIK 6.5 9.4 sebanyak 129 item atau sebesar 10,11 %
dari total item obat. Kekosongan obat ini dapat ditoleransi tidak lebih dari 24 jam,
44

dengan frekuensi pemesanan lebih jarang misalnya setiap dua minggu, tetapi
jumlah pemesanan boleh relatif lebih banyak. Pengawasan dan monitoring terhadap
kelompok ini tidak terlalu ketat dibandingkan kelompok I, misalnya dilakukan setiap
tiga atau enam bulan sekali.
Kelompok C dengan NIK 4 6.4, sebanyak 1092 item atau sebesar 85,52 %
dari total item obat. Kekosongan obat untuk kelompok ini dapat lebih dari 24 jam,
dengan frekuensi pemesanan dapat dilakukan lebih jarang, disesuaikan dengan
kebutuhan dan dana yang tersedia misalnya sebulan satu kali. Pengawasan dan
monitoring terhadap kelompok ini dapat lebih longgar, misalnya dilakukan enam
bulan atau satu tahun sekali.
Pengklasifikasian obat dengan menggunakan analisis ABC sangat sesuai
untuk melakukan prioritas pengadaan dan pengawasan penggunaan obat, sehingga
lebih efisien dan efektif, terutama untuk RS yang mempunyai keterbatasan dana
dan SDM. Hanya saja banyaknya item obat juga perlu dipertimbangkan kembali
mengingat banyaknya item obat dengan nama dagang yang berbeda tetapi
mempunyai efek terapi yang sama. Karena penyederhanaan jenis dan jumlah item
obat, penggunaan atau aplikasi analisis ABC akan lebih mudah dilakukan, terutama
pembatasan dalam kelompok C, mengingat jumlahnya sangat banyak yaitu 85,52%
sementara efek terapinya merupakan obat penunjang saja. Untuk itu peran KFT
dalam menyusun standarisasi obat sangat diperlukan.

45

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil survei yang telah dilakukan di Unit Farmasi RS xdidapatkan hasil
bahwa ternyata untuk mewujudkan suatu pelayanan farmasi yang profesional
membutuhkan banyak faktor penentu mulai dari SDM, Sarana Prasarana, SIM,
SOP dan lain-lain yang satu sama lain saling keterkaitan. Untuk itu dibutuhkan
suatu perencanaan di semua point-point tersebut untuk menyempurnakan
pelayanan di Unit Farmasi.
Namun Rencana penyempurnaan di unit Farmasi RS x membutuhkan waktu
yang cukup lama tidak cukup hanya satu bulan saja penelitian kemudian
memperbaiki sistem yang sudah ada yang kemungkinan sulit untuk diubah ditunjang
dengan Sumber Daya Manusia yang masih terbatas dan kurangnya pengetahuan
tentang manajemen logistik farmasi serta sistem informasi farmasi Rumah Sakit
dapat menghambat kerja rencana penyempurnaan di Unit farmasi.
Kesimpulannya adalah pelayanan farmasi di RS x belum dilakukan secara
optimal yang disebabkan oleh factor-faktor seperti: belum adanya struktur organisasi
baku, kualitas dan kuantitas petugas kurang, belum adanya Formularium Rumah
Sakit, prosedur tetap (SOP) yang tidak lengkap dan pengawasan yang kurang.
Saran untuk mencapai pelayanan farmasi secara optimal adalah menetapkan
struktur organisasi yang baku, pelatihan logistik farmasi bagi petugas, penetapan
standar

minimal

pelayanan

Farmasi,

melakukan

proses

pengadaan

dan

pengendalian obat dan alkes menggunakan metoda ABC, revisi Formularium Rumah
46

Sakit, dan kepada pihak manajemen untuk meng evaluasi pelayanan obat bagi
karyawan agar tercapainya efisiensi dan efektifitas.

DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta, 2014.
Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Pedoman

perencanaan

dan

Pengelolaan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1990.


Germas, Alih. Kuliah Manajemen dan Riset Operasi. Program Study Administrasi
Rumah Sakit, Universitas Respati Indonesia, Jakarta, 2008
Hamid, T.B.J. Elemen Pelayanan Minimum Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depertemen Kesehatan RI,
diambil dari http:// www.yanfar.go.id
Rangkuti, F. Manajemen Persediaan, Aplikasi di Bidang Bisnis, Manajemen. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1996.
Siregar, Charles. Farmasi Rumah Sakit. EGC.Jakarta.2003
Subagya. Manajemen Logistik. Penerbit CV. Hanmas Agung. Jakarta. 1994.

47

48

También podría gustarte