Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya
kesehatan
adalah
setiap
kegiatan
untuk
memelihara
dan
farmasi
merupakan
pelayanan
penunjang
dan
sekaligus
merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90 %
pelayanan kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan
kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas
medik), dan 50 % dari seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan
farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan
penuh tanggung jawab, maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RS akan
mengalami penurunan.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat menyebabkan
makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.
Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat,
hal ini termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan
keefektifan penggunaan obat. Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam
kelancaran pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan sumber
pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu
pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab.
1
pada
pasien
(patient
oriented)
dengan
mengacu
kepada
Pharmaceutical care ditunjang oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas, Sarana
dan Prasarana yang memadai, Sistem informasi, dan ditetapkannya Prosedurprosedur berupa SOP yang telah ditetapkan.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
STANDAR PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT
1. Falsafah dan Tujuan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat
yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua
barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.Tujuan pelayanan farmasi ialah
:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
evaluasi pelayanan.
f.
berdasarkan
prosedur
pelayanan
bermutu
melalui
analisis,
dan
evaluasi
untuk
3
dan
mendorong
tersusunnya
standar
pengobatan
dan
sakit.
b.) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c.) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
perbekalan
farmasi
untuk
memenuhi
kebutuhan
perbekalan
farmasi
sesuai
dengan
spesifikasi
dan
persyaratan kefarmasian.
g.) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit
2.) Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan.
Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
Memberi konseling kepada pasien/keluarga .
4
standar
pelayanan
farmasi.
3.) Perubahan peran rumah sakit.
4.) Penambahan atau pengurangan pelayanan.
membicarakan
masalah-masalah
dalam
peningkatan
pelayanan
masalah
perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi dengan pihak lain
yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
g. Hasil penilaian/pencatatan kondite terhadap staf didokumentasikan
Banyak hal yang harus dipenuhi dan dikembangkan untuk mewujudkan suatu
pelayanan instalasi farmasi yang professional tersebut, yaitu :
1. Pelayanan Farmasi Klinik Pharmaceutical Care (PC) meningkat
lainnya,
yang
menyebabkan
apoteker
kurang
dapat
Menyembuhkan penyakit.
b.
Mereduksi/mengeliminasi gejala.
c.
d.
Mencegah penyakit/gejala.
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
e.
2.
bertujuan
membantu
apoteker
maupun
asisten
apoteker
(dan
penerimaan),
penyaluran
(pendistribusian),
Omset Tinggi
Sebuah apotek harus mempunyai stok yang benar agar dapat melayani
pasiennya dengan baik. Apotek harus mempunyai produk yang dibutuhkan
pasien atau konsumen dalam jumlah yang memadai. Bila sebuah apotek
umum tidak tersedia obat yang dibutuhkan pasien pada waktu mereka
memerlukan, maka apotek akan kehilangan penjualan. Bila hal ini sering
terjadi, apotek akan kehilangan konsumen dan omset pun akan menurun.
Formularium jalan
Penentuan jenis obat yang akan digunakan di Instalasi Farmasi RS ini
disesuaikan dengan standarisasi obat yang telah ditetapkan oleh Komite
Farmasi Terapi. Standarisasi ini dievaluasi setiap tahun untuk memantau
kelancaran pemakaian obat yang telah dipesan oleh user (dokter).
Standarisasi obat ini membantu dalam penyediaan kebutuhan obat.
Sebelum perencanaan pengadaan obat dibuat, obat-obat yang akan
diadakan oleh RS dikonsultasikan terlebih dahulu antara pihak manajemen,
apoteker, dan dokter melalui KFT.
Salah satu tugas KFT adalah membuat formularium obat RS, agar dapat
memaksimalkan penggunaan obat secara rasional. Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) merupakan penghubung antara medical staff dan pelayanan
farmasi dalam hal penggunaan obat untuk mencapai keamanan dan
optimalisasi pelayanan. Formularium atau standarisasi obat yaitu daftar
obat baku yang dipakai oleh RS dan dipilih secara rasional, serta
dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan informasi obat yang lengkap
untuk pelayanan medik RS.
10
formularium
yang
dicetak
harus
cukup
untuk
mengganti
Sistem pelaporan merupakan hal yang penting dalam hal ini merupakan
fungsi
manajemen
perencanaan
dan
pengendalian
obat
dan
alkes
menyangkut hal pengumpulan data dan pengolahan data dari stok obat,
menghitung perkiraan kebutuhan dan perbekalan farmasi dan analisa ABC,
yang semua itu berbentuk suatu laporan, dimana laporan tersebut akan
memudahkan dalam pengendalian obat dan alkes serta salah satu cara untuk
meningkatkan, efisiensi penggunaan dana perbekalan farmasi yang terbatas.
Pengkodean obat dan Alkes
Laporan mutasi obat
11
Salah satu aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan
pengadaan obat adalah kapasitas gudang. Fasilitas pendukung kegiatan
yang memadai merupakan salah satu upaya meningkatkan motivasi kerja
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Namun, tidak
selamanya fasilitas tersebut ada di instalasi farmasi. Secara umum sekalipun
instalasi farmasi merupakan revenue center utama RS namun sering
fasilitas pelayanannya minim dan memprihatinkan, misalnya gudang
yang tidak memenuhi syarat. Akibatnya, instalasi farmasi bekerja lambat
mengantisipasi keperluan yang urgent dan sulit berkembang. Hal tersebut
dikarenakan kapasitas gudang terkait erat dengan kegiatan penyimpanan,
maka seluruh kegiatan pengelolaan obat menjadi sia-sia bila proses
penyimpanan obat tidak terlaksana dengan baik.
Untuk itu, maka proses pengadaan sebaiknya mempertimbangkan kapasitas
gudang yang dimiliki RS, sehingga perubahan mutu obat terjadi karena tidak
tepatnya proses penyimpanan dapat dihindari. Kondisi gudang farmasi yang
sedang dalam masa transisi, juga menjadi pertimbangan dalam proses
pengadaan obat, karena masih ada obat yang tidak disimpan pada tempat
yang seharusnya, dikarenakan tempat penyimpanan yang terbatas.
Penyimpanan obat dan alkes harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
penyimpanan obat dilakukan baik di gudang farmasi maupun di depo farmasi
dengan menjaga obat agar tidak rusak selama penyimpanan, menempatkan
obat sesuai dengan ketentuan, mempertahankan suhu ruangan dengan AC
dan dikontrol dengan termometer ruangan. Yang setiap hari dan siang dicek
oleh petugas gudang. Aksesibilitas, utilitas, komunikasi, bebas banjir, mampu
menampung barang yang disimpan, keamanan dan sirkulasi udara yang baik.
Ruangan Apotik harus mempunyai tata ruang yang dapat menjamin
kelancaran pelayanan, pengawasan dan kenyamanan pelanggan apotek.
12
Ruang apotek terdiri dari ruang tunggu bagi pengunjung, tempat pelayanan
obat (penerima resep dan penyerahan obat), tempat penyimpanan obat,
ruang peracikan,dan ruang administrasi.
Lemari obat digunakan untuk menyimpan obat yang disusun berdasarkan
jenis sediaan, bentu sediaan dan alfabetis. Penempatan obat dalam lemari
dapat berupa lemari penyimpanan obat ethical/prescription drugs, lemari obat
khusus obat narkotika yang terkunci khusus, lemari penyimpanan bahan
baku, dan lemari es untuk menyimpan obat yang termolabil seperti serum,
vaksin, dan suppositoria.
Sarana yang lain yang menunjang adalah adanya meja admnistrasi, buku
MIMS atau ISO yang terbaru yang dapat memberikan informasi bagi apoteker
maupun asisten apoteker mengenai obat terbaru dan informasi lain yang
dibutuhkan dalam peresepan obat.
6. SOP --- SOP yang memadai
upaya
memenuhi
kebutuhan
perbekalan
persediaan
farmasi,
Mencegah resiko kualitas barang yang dipesan tidak baik, sehingga harus
dikembalikan.
yang memberi harga bersaing, pengiriman cepat dan kualitas obat yang
baik.
Pengendalian dan pengawasan barang dapat dilakukan dengan cara :
a. Membadingkan jumlah pembelian dengan penjualan tiap bulan
b. Menggunakan kartu gudang untuk mencatat mutasi tiap obat. Tiap obat
mempunyai kartu tersendiri untuk mencatat setiap penambahan atau
pengurangan stok obat dan diletakkan di gudang.
Parameter-parameter dalam pengendalian persediaan :
a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan
yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci
yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan.
Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, barang yang stok mati
dapat terjadi apabila salah memperkirakan lead time barang.
b. Lead Time
Lead time merupakan waktu tenggangan yang dibutuhkan mulai dari
pemesanan sampai dengan penerimaan barang di gudang dari supplier
yang telah ditentukan. Lead time ini berbeda-beda untuk setiap supplier.
c. Buffer Stock (safety Stock/stock pengaman)
Merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama
menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang
pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan
karena perubahan pada permintaan, misalnya karena adanya permintaan
barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit).
Buffer Stock dapat dihitung dengan rumus:
15
SS = LT x CA
SS = Safety stock
LT = Lead Time
CA = Konsumsi rata-rata
d. Persediaan maksimum
Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika telah
mencapai nilai persediaan maksimum ini maka tidak perlu lagi melakukan
pemesanan untuk menghindari terjadinya
dapat
menyebabkan kerugian.
e. Persediaan minimum
Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila
penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini, maka langsung
dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang
yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum
maka dapat terjadi stok kosong.
f. Jumlah pesanan
Untuk menghitung banyaknya persediaan yang harus ada dalam apotik
pada waktu tertentu atau besarnya persediaan yang harus dibangun. Di
apotek, jumlah persediaan yang harus dibangun adalah persediaan untuk
jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola
kebutuhan. Persediaan dibangun agar setiap saat harus tersedia dan
sekaligus
untuk
mengantisipasi
permintaan
yang
tidak
menentu,
PI
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang/unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata
g. Reorder Point
Merupakan suatu titik dimana harus diadakan pemesanan kembali
sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang
dipesan adalah tepat waktu, dimana persediaan di atas persediaan
pengaman sama dengan nol. Pada keadaan khusus (CITO), dapat
dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian
yang telah ditentukan bersama antara apotek dan supplier.
ReOrder Point = Jumlah Safety Stock + Jumlah pemakaian selama
Lead Time.
Metode pengendalian dan persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun
prioritas berdasarkan salah satunya dengan Analisis ABC.
1. Pengertian
Analisis ABC (Always Better Control) adalah suatu analisis yang digunakan
untuk mengurutkan dan kemudian mengelompokan jenis barang dalam rangka
inventory control (pengendalian barang).
2. Klasifikasi barang
Klasifikasi barang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
Kelompok barang A :
Kelompok barang B :
Kelompok barang C :
Analisis ABC adalah aplikasi teori persediaan yang dikenal dengan Pareto
Principle yaitu yang menyatakan bahwa ada beberapa barang yang
merupakan katagori barang yang kritis dan barang yang tidak perlu terlalu
diperhatikan. Pareto berprinsip lebih baik mengawasi atau mengendalikan
secara ketat terhadap barang-barang yang jumlahnya sedikit namun memiliki
nilai investasi yang besar, dengan harapan barang-barang yang lainnya akan
terkena imbasnya. Secara visual dapat dilihat pada gambar berikut :
Kelompok
barang
A :
Banyaknya
sekitar
10
mempunyai
nilai
ekonomi/inventori 75 %
18
Kelompok
barang
Banyaknya
sekitar
20
mempunyai
nilai
Banyaknya
sekitar
70
mempunyai
nilai
ekonomi/inventori 15 %
Kelompok
barang
ekonomi/inventori 10 %
Kelompok
barang
A :
banyaknya
sekitar
15
mempunyai
nilai
banyaknya
sekitar
30
mempunyai
nilai
banyaknya
sekitar
55
mempunyai
nilai
ekonomi/inventori 70-80 %
Kelompok
barang
ekonomi/inventori 15-25 %
Kelompok
barang
ekonomi/inventori 5 %
5.
(langkah 4) :
Indeks Kritis (IK) dari masing-masing barang. Sebagai dasar untuk menentukan
kelompok
atau
katagori
barang
dengan
menggunakan
daftar
standar
20
BAB III
GAMBARAN UMUM
RUMAH SAKIT x
A. SEJARAH
Berawal dari keinginan yang kuat dari dr. Suherlan, Sp.OG untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan masyarakat, khususnya di
wilayah Tambun, maka didirikanlah Rumah Sakit x pada tanggal 2 Juni 2006.
Rumah Sakit x adalah Badan Usaha dari PT. x yang disahkan
berdasarkan Akte Notaris Nomor 01 tanggal 2 Juni 2005, nama Notaris x
yang beralamat di kabupaten Bekasi. Melalui proses yang cukup panjang atas
pengajuan ijin mendirikan Rumah Sakit x oleh PT. x, akhirnya pada tanggal 2
Juni 2006 Rumah Sakit x mendapatkan ijin Tetap peneyelenggaraan Rumah
Sakit Umum dengan Surat Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit No. x
B. VISI RUMAH SAKIT x :
21
Menjadi rumah sakit pilihan di wilayah Tambun dan Kabupaten Bekasi dengan
menyediakan layanan perawatan kesehatan terbaik, aman, serta bermutu
tinggi.
pendekatan
sistematis
dalam
b. Pemikiran,
pendekatan,
atau
gagasan
baru
untuk
mengatasi
permasalahan kerja.
c. Mengeksplorasi seluruh solusi berpotensi dan mengevaluasi satu
persatu sebelum menerapkannya.
d. Kemampuan diri untuk berfikir diluar norma atau diluar kotak.
7. Pengembangan Individu
a. Memberikan umpan balik yang tepat waktu kepada staff
b. Memberikan arahan yang jelas kepada staff.
c. Membuka peluang bagi staff untuk mendapatkan tugas dan tanggung
jawab baru.
d. Menerapkan dan mengelola seperangkat standar yang jelas untuk
diterapkan staff dalam bekerja.
8. Pembelajaran berkesinambungan
a. Bertanggung jawab dalam menetapkan rencana pengembangan
tahunan yang disepakati dan dukungan pemenuhan rencana tersebut.
b. Mencari dan memanfaat dengan pendapat sumber informasi lainnya
untuk mengidentifikasi bidang pembelajaran tepat guna.
c. Berpartisipasi aktif dalam altivitas pembelajaran dan pelatihan untuk
mendapatkan
manfaat
sebesar-besarnya
dari
pengalaman
pembelajaran tersebut.
d. Mengemban tanggung jawab dan mengakui kekeliruan tanpa berniat
mengelak dan memperbaiki perilaku yang memadai.
9. Tujuan
a. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, aman, berfokus
pada keselamatan pasien.
b. Memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat luas.
24
BAB IV
ANALISA MASALAH DI INSTALASI FARMASI
RS x
26
A. Struktur Organisasi
Instalasi Farmasi di pimpin oleh seorang Kepala Bidang Farmasi dimana
kepala bidang ini secara struktural berkedudukan di bawah Manager Penunjang
Medis dan berkoordinasi dengan Purchasing.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari di Farmasi RS x Kepala bidang
Farmasi dibantu oleh 2 (dua) orang Apoteker sebagai Kepala unit dan 10
(Sepuluh) orang Asisten Apoteker dan 2 (dua) orang pekarya farmasi serta 1
(satu) orang pekarya gudang farmasi.
B.
Manajemen Farmasi
Jabatan
Manager Penunjang medis
Kepala Bidang Farmasi
Kepala
Unit
Pelayanan
Farmasi RI & RJ
Kepala
Unit
5
6
7
Farmasi
Assisten Apoteker
Pekarya Gudang Farmasi
Pekarya Farmasi
Jumlah
1
1
1
Perbekalan 0
10
1
1
Jenis tenaga
Dokter
S-2 Farmasi, Apoteker
S-1 Farmasi, Apoteker
S-1 Farmasi, Apoteker
SMK Farmasi & D3 Farmasi
SMU
SMU
Shift 1
Shift 2
Shift 3
(07.00 -14.00)
Apoteker : 2
(14.00 21.00)
Assisten Apoteker : 4
(21.00 07.00)
Assisten Apoteker : 1
Assisten Apoteker : 4
Sumber Daya Manusia jarang diikutkan pelatihan-pelatihan maupun seminar yang
menunjang kinerja mereka.
28
D. Hasil Pemotretan
Dari hasil survei yang dilakukan pada bulan April 2016 di Instalasi Farmasi RS x,
ternyata banyak hal yang harus dibenahi di semua poin-poin yang mempengaruhi
terbentuknya suatu pelayanan Instalasi Farmasi yang profesional .
1. Sistem Informasi RS (SIRS) belum memadai, masih banyak pekerjaan yang
dilakukan manual.
2. Masing-masing petugas belum memperoleh uraian tugas yang jelas dan tertulis
mengenai tanggung jawabnya selain pelayanan peresepan obat pasien, salah
satunya mengenai sistem pelaporan, karena Instalasi farmasi RS x tidak ada
petugas khusus di bagian administrasi.
3. Kompetensi Apoteker dan Asisten Apoteker di Unit Farmasi belum ditingkatkan
sepenuhnya, jarang diikutsertakan dalam seminar maupun pelatihan-pelatihan
mengenai
kefarmasian
maupun
logistik
farmasi
yang
secara
langsung
Hasil Pemotretan
Belum
adanya - Mencari
Rencana
informasi adanya
pelatihan
SDM
pelatihan
(komptensi
SDM
kefarmasian
maupun
pelatihan-
seminar-seminar
belum maksimal)
29
Formularium
berjalan
- Jumlah obat
berjalan
terapi
semestinya
- Laporan analisis ABC - Membuat analisa ABC
tidak dibuat
- Pemesanan
masih
setiap hari
7
farmasi
- Belum adanya gudang - Gudang yang ada pada saat ini belum
Farmasi
yang
memadai
jumlah yang banyak
- Sistem Informasi RS - Mengganti SIRS dengan vendor yang
tidak memadai
baru
BAB V
HASIL DARI RENCANA
PENYEMPURNAAN PELAYANAN UNIT FARMASI
RS x
Farmasi.
30
Uraian Tugas
Uraian tugas dibuat agar karyawan mengetahui apa yang harus dikerjakannya dalam
mengerjakan tugas-tugasnya sehari-hari sesuai dengan tanggung jawab yang
dibebankan kepada mereka. Selama ini, karyawan yang belum mempunyai uraian
tugas yang jelas dan tertulis selain hanya melayani peresepan obat dari dokter
kepada pasiennya. Untuk itu perlu adanya uraian tugas yang jelas dan tertulis yang
hasilnya akan menjadikan sumber daya manusia yan profesional dalam memberikan
pelayanan kefarmasian.
JOB DESCRIPTION
INSTALASI FARMASI
RS x
KEPALA BIDANG FARMASI
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
Menyelenggarakan dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan profesional di
departemen farmasi sesuai dengan prosedur kefarmasian, etika profesi serta
sesuai dengan kebutuhan organisasi.
14. Membina hubungan baik dengan dokter, perawat dan antar departemen
untuk mendapatkan informasi guna perbaikan ke dalam.
15. Membuat laporan bulanan baik external maupun internal secara tepat waktu
dan berkesinambungan.
16. Membuat indikator mutu di semua unit yang menjadi tanggung jawabnya.
17. Mengembangkan suasana kerja yang positif di unit yang menjadi
tanggungjawabnya.
18. Memecahkan permasalahan di unitnya yang tidak dapat diselesaikan
bawahannya.
PERSYARATAN
Pendidikan :
Apoteker/S2 Farmasi Rumah Sakit/Farmasi Klinik yang mempunyai sertifikasi
yang terdaftar di Departemen Kesehatan
Keahlian :
Memahami Managemen Farmasi atau Pharmaceutical Care System di Rumah
Sakit, mengetahui farmakologi obat, dan menguasai komputer.
Pengalaman :
Minimal 5 tahun berpengalaman di Rumah Sakit.
33
URAIAN TUGAS
1. Mengkoordinasi sistem dan pelayanan farmasi rawat inap dan rawat jalan
Formularium.
3. Mengkoordinasi dan memonitor inventori obat untuk rawat inap dan rawat
jalan di farmasi.
4. Memastikan pada saat pemberian obat kepada pasien, seluruh staf
farmasi rawat inap dan rawat jalan menjalankan prosedur pemberian obat
secara benar serta memberikan edukasi tentang obat.
5. Memastikan resep obat yang tidak sesuai formularium dikonsultasikan
dan dikonfirmasikan ke dokter terkait.
6. Memastikan pemeriksaan persediaan secara acak dilaksanakan dan
kefarmasian.
8. Memastikan pengawasan kadaluarsa obat dilakukan di farmasi.
9. Memastikan seluruh pembelian obat cito ke apotik luar dilaporkan jenis,
jumlah, harga beli dan alasan pembelian kepada Kepala Bidang Farmasi
dalam waktu 24 jam hari kerja.
10. Memastikan seluruh dokumentasi dan laporan berkaitan dengan rawat
keutuhannya.
34
disertai Corrective Action Report kepada QA/tim patient safety melalui Kepala
Bidang Farmasi.
15. Memastikan seluruh staf farmasi menjalani orientasi, menunjukkan
tanggungjawabnya.
19. Memecahkan permasalahan di unitnya yang tidak dapat diselesaikan
bawahannya.
PERSYARATAN
Pendidikan :
Apoteker dan mempunyai sertifikasi yang terdaftar di Departemen Kesehatan.
Keahlian :
Mengetahui ilmu farmakologi obat, berkomunikasi dengan baik, menguasai
komputer.
Pengalaman :
Minimal 3 tahun bekerja di Rumah Sakit.
lainnya berdasarkan FIFO (First In first out) dan FEFO (First Expired First
Out).
6. Mengatur penataan obat perbekalan farmasi lainnya sehingga mudah
36
12. Melakukan koordinasi dengan perawat dan medis untuk trial alkes atau
produk baru bekerjasama dengan medik dan keperawatan
serta
membuat laporannya.
13. Membuat laporan bulanan.
PERSYARATAN
Pendidikan :
Apoteker yang mempunyai Surat tanda registrasi Apoteker dan Surat izin
Praktek Apoteker (SIPA).
Keahlian :
Mengetahui ilmu farmakologi obat, berkomunikasi dengan baik, menguasai
komputer.
Pengalaman :
Minimal 2 tahun bekerja di Rumah Sakit.
STAF FARMASI
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
Melaksanakan pelayanan obat terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan
yang diresepkan dokter dengan benar dan sesuai persyaratan kefarmasian.
HUBUNGAN DAN KOORDINASI
Medis, Departemen Keperawatan, Departemen Customer Care, dan
Departemen Keuangan.
URAIAN TUGAS
1. Memeriksa resep dan memasukkan data pada resep ke SIRS (Sistem
Informasi RS).
2. Menyiapkan obat sesuai resep, meracik (bila perlu) dan menyerahkan
obat kepada pasien.
37
3. Melakukan retur obat melalui SIRS untuk obat yang tidak dipergunakan
lagi.
4. Memeriksa penggunaan obat pasien rawat inap dan memastikan
keakuratan jumlah obat yang digunakan pasien selawa perawatan
sebelum pasien pulang.
5. Menyusun dan mengarsipkan resep yang telah dilayani sesuai kebutuhan.
6. Mengontrol resep-resep pasien perusahaan yang bekerja sama dengan
rumah sakit.
7. Mencatat penggunaan obat pada saat pengambilan obat ke dalam kartu
stok.
8. Memastikan kesesuaian jumlah stok fisik yang ada di farmasi dengan
kartu stok dan sistem komputer, serta bertanggung jawab dalam
memeriksa kelengkapan stok obat lemari bagiannya.
9. Membuat permintaan obat sesuai kebutuhan/penggunaan ke gudang
farmasi dan gudang umum.
10. Menata susunan obat sesuai dengan aturan yang berlaku di farmasi.
11. Memantau obat dengan waktu kadaluarsa dekat dan membuat catatannya
serta memberi label warning pada obat.
12. Memastikan pengaturan persediaan, permintaan, penyimpanan, dan
pemberian obat mengikuti ketetapan yang berlaku.
13. Memastikan seluruh obat yang belum diambil dalam waktu 48 jam hari
kerja telah diserahkan kepada pasien/perusahaan terkait.
14. Memastikan bahwa seluruh inventaris mencukupi dan terpelihara
keutuhannya di farmasi rawat jalan dan rawat inap.
15. Bersama-sama atasan melakukan stok opname.
16. Memantau suhu ruangan dan suhu kulkas tempat penyimpanan obat.
17. Mengikuti meeting bulanan yang diadakan unit farmasi.
18. Ikut serta dalam kegiatan lain yang mendukung kelancaran pelayanan di
unit farmasi.
38
PERSYARATAN
Pendidikan :
Sekolah menengah farmasi/D3 farmasi
Keahlian :
Dapat mengoperasikan komputer dan memahami obat-obatan.
Pengalaman :
Minimal 2 tahun bekerja di Farmasi Rumah Sakit.
PEKARYA FARMASI
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB
Membantu kelancaran pelayanan obat terhadap pasien rawat jalan dan rawat
inap dengan benar dan sesuai persyaratan kefarmasian.
HUBUNGAN DAN KOORDINASI
Departemen Keperawatan, dan Departemen Keuangan.
URAIAN TUGAS
1. Membantu Asisten Apoteker dalam pelayanan resep pasien rawat inap
dan rawat jalan.
2. Membantu Asisten Apoteker menyusun dan mengarsipkan resep yang
39
unit farmasi.
PERSYARATAN
Pendidikan :
SMA atau sederajat.
Keahlian :
Dapat mengoperasikan komputer.
Pengalaman :
Minimal 2 tahun bekerja di Farmasi Rumah Sakit.
Latar Belakang
40
besar jumlah
yang
diinvestasikan
dalam
persediaan,
pengendalian
persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh kuat dan langsung terhadap
perolehan kembali atas investasi apotek.
Berdasarkan wawancara dengan kepala unit farmasi dan staf gudang farmasi,
diperoleh informasi bahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang farmasi yang
menjadi dasar pengadaan barang. Selama ini, pengadaan obat dilakukan
berdasarkan pada data pemakaian obat rata-rata mingguan, sehingga sering terjadi
adanya pembelian obat yang tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan
pembelian ke apotek luar. Disamping itu Perhitungan stok obat juga masih
bermasalah yaitu adanya ketidaksesuaian angka stok akhir antara stok fisik
dengan pencatatan yang dilakukan secara manual maupun dengan sistem
komputer.
Analisis ABC digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
dengan pengelompokkan obat atau perbekalan farmasi, terutama obat-obatan yang
digunakan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan.
Data yang digunakan untuk membuat analisis ABC adalah data
pemakaian obat selama periode selama tahun 2015, di bagian pelayanan resep unit
farmasi.
Dari analisis ABC terhadap 1277 i t e m obat unit Farmasi RS x, diperoleh
hasil berikut :
a. Nilai Pemakaian
Dari 1277 items obat di Unit Farmasi RS x, dikelompokkan menurut
besarnya
jumlah
pemakaian.
Pengelompokkan
obat
berdasarkan
nilai
Kelompok B :
1197 item (93,75%) dari total item obat di unit farmasi dengan
jumlah pemakaian 271.441 (20,12%) dari jumlah pemakaian
seluruhnya.
Jumlah item
Persentase
Jumlah
Persentase (%)
ok
A
B
C
Total
obat
14
66
1197
1277
(%)
1,09
5,16
93,75
100
Pemakaian
768.128
309.667
271.441
1.349.236
56,93
22,95
20,12
100,00
b. Nilai Investasi
Untuk pengelompokkan obat berdasarkan nilai investasi obat dalam
analisis ABC, didapatkan hasil sebagai berikut :
Kelompok A :
383 item (25,08%) dari total item obat di unit farmasi dengan
nilai investasi
399 item (26,12%) dari total item obat di unit Farmasi dengan
nilai investasi sebesar Rp.149.307.601,00 (20,13%) dari nilai
investasi seluruhnya.
Kelompok C:
744 item ( 48,72 %) dari total item obat di unit farmasi dengan
nilai
investasi
Kelomp
Jumlah item
Persentase
Jumlah
Persentase (%)
ok
A
B
C
Total
obat
18
117
1142
1277
(%)
1,41
9,16
89,43
100
Pemakaian
Rp.1.457.294.072
Rp.2.330.716.539
Rp 1.667.922.073
Rp. 5.455.932.684
26,71%
42,72 %
30,57 %
100,00
c. Nilai Kritis
Pengelompokan obat dengan menggunakan nilai kritis obat dibuat berdasarkan
efek terapi atau manfaat terapetik obat terhadap kesehatan pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi penggunaan dana yang ada.
Pengelompokan
obat
dengan
mempertimbangkan
nilai
kritis
obat
Jumlah item
Persentase (%)
obat
43
X (2,6 3)
Y (1,8 2,4 )
Z (0,6 1,4 )
O (0 0,4)
Total
46
40
118
1073
1277
3,61
3,14
9,24
84,01
100
dengan NIK 6.5 9.4, sebanyak 129 item (10,11 %) dari total
item obat.
Kelompok C :
item obat.
Hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Jumlah item
Persentase
ok
A
B
C
Total
obat
18
539
970
1527
(%)
1,178
35,29
63,52
100
Kelompok A dengan NIK 9.5 12, sebanyak 56 item obat atau sebesar 4,39%
dari total item obat. Obat-obat dalam kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.
Pemesanan dapat dilakukan dalam jumlah sedikit tetapi frekuensi pemesanan lebih
sering dan karena nilai investasinya yang cukup besar berpotensi memberikan
keuntungan yang besar pula untuk RS, maka kelompok ini memerlukan
pengawasan dan monitoring obat dengan ketat, pencatatan yang akurat dan
lengkap, serta pemantauan tetap oleh pengambil keputusan yang berpengaruh,
misalnya oleh Kepala Unit Farmasi dan Kepala gudang farmasi secara langsung.
Pemesanan dapat dalam jumlah sedikit tetapi frekuensi pemesanan lebih sering.
Kelompok B dengan NIK 6.5 9.4 sebanyak 129 item atau sebesar 10,11 %
dari total item obat. Kekosongan obat ini dapat ditoleransi tidak lebih dari 24 jam,
44
dengan frekuensi pemesanan lebih jarang misalnya setiap dua minggu, tetapi
jumlah pemesanan boleh relatif lebih banyak. Pengawasan dan monitoring terhadap
kelompok ini tidak terlalu ketat dibandingkan kelompok I, misalnya dilakukan setiap
tiga atau enam bulan sekali.
Kelompok C dengan NIK 4 6.4, sebanyak 1092 item atau sebesar 85,52 %
dari total item obat. Kekosongan obat untuk kelompok ini dapat lebih dari 24 jam,
dengan frekuensi pemesanan dapat dilakukan lebih jarang, disesuaikan dengan
kebutuhan dan dana yang tersedia misalnya sebulan satu kali. Pengawasan dan
monitoring terhadap kelompok ini dapat lebih longgar, misalnya dilakukan enam
bulan atau satu tahun sekali.
Pengklasifikasian obat dengan menggunakan analisis ABC sangat sesuai
untuk melakukan prioritas pengadaan dan pengawasan penggunaan obat, sehingga
lebih efisien dan efektif, terutama untuk RS yang mempunyai keterbatasan dana
dan SDM. Hanya saja banyaknya item obat juga perlu dipertimbangkan kembali
mengingat banyaknya item obat dengan nama dagang yang berbeda tetapi
mempunyai efek terapi yang sama. Karena penyederhanaan jenis dan jumlah item
obat, penggunaan atau aplikasi analisis ABC akan lebih mudah dilakukan, terutama
pembatasan dalam kelompok C, mengingat jumlahnya sangat banyak yaitu 85,52%
sementara efek terapinya merupakan obat penunjang saja. Untuk itu peran KFT
dalam menyusun standarisasi obat sangat diperlukan.
45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil survei yang telah dilakukan di Unit Farmasi RS xdidapatkan hasil
bahwa ternyata untuk mewujudkan suatu pelayanan farmasi yang profesional
membutuhkan banyak faktor penentu mulai dari SDM, Sarana Prasarana, SIM,
SOP dan lain-lain yang satu sama lain saling keterkaitan. Untuk itu dibutuhkan
suatu perencanaan di semua point-point tersebut untuk menyempurnakan
pelayanan di Unit Farmasi.
Namun Rencana penyempurnaan di unit Farmasi RS x membutuhkan waktu
yang cukup lama tidak cukup hanya satu bulan saja penelitian kemudian
memperbaiki sistem yang sudah ada yang kemungkinan sulit untuk diubah ditunjang
dengan Sumber Daya Manusia yang masih terbatas dan kurangnya pengetahuan
tentang manajemen logistik farmasi serta sistem informasi farmasi Rumah Sakit
dapat menghambat kerja rencana penyempurnaan di Unit farmasi.
Kesimpulannya adalah pelayanan farmasi di RS x belum dilakukan secara
optimal yang disebabkan oleh factor-faktor seperti: belum adanya struktur organisasi
baku, kualitas dan kuantitas petugas kurang, belum adanya Formularium Rumah
Sakit, prosedur tetap (SOP) yang tidak lengkap dan pengawasan yang kurang.
Saran untuk mencapai pelayanan farmasi secara optimal adalah menetapkan
struktur organisasi yang baku, pelatihan logistik farmasi bagi petugas, penetapan
standar
minimal
pelayanan
Farmasi,
melakukan
proses
pengadaan
dan
pengendalian obat dan alkes menggunakan metoda ABC, revisi Formularium Rumah
46
Sakit, dan kepada pihak manajemen untuk meng evaluasi pelayanan obat bagi
karyawan agar tercapainya efisiensi dan efektifitas.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta, 2014.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
perencanaan
dan
47
48