Está en la página 1de 18

Asam Mefenamat

Asam mefenamat adalah obat pereda nyeri dan peradangan.


Obat ini termasuk non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) yang
bekerja menghambat pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan demam.
Obat ini diindikasikan untuk penderita nyeri ringan sampai sedang
dan penyakit dengan peradangan, umumnya nyeri gigi, nyeri
menstruasi, nyeri otot atau sendi, dan nyeri setelah melahirkan.
Obat ini harus diberikan secara hati-hati pada orang dengan riwayat
alergi obat NSAID lainnya.1
Asam mefenamat bersifat mengiritasi lambung sehingga lebih
baik tidak digunakan oleh penderita luka lambung atau usus. Obat
ini juga dihindari pada penderita gangguan hati atau ginjal karena
obat

ini

dibuang

melalui

organ

tersebut

sehingga

dapat

memperberat kelainan fungsi hati dan ginjal. Ibu hamil trimester


ketiga dan ibu menyusui juga merupakan kontraindikasi penberian
asam mefenamat karena obat ini dapat menyebabkan kecacatan
pada bayi yang dikandung dan dibuang melalui air susu. Anak di
bawah 14 tahun tidak disarankan menerima obat ini karena
efektivitas dan efek samping asam mefenamat pada anak-anak
belum diketahui.1
Mekanisme Kerja
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase
sehingga

konversi

asam

arachidonat

menjadi

prostaglandin

terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut


COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang
yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.1
Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan
berbagai

fungsi

dalam

kondisi

normal

diberbagai

jaringan

khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung,

aktivasi COX-1 menghasilkan prostasklin yang bersifat sitoprotektif.


Siklooksigenase-2

semula

diduga

diinduksi

berbagai

stimulus

inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan


(growth factor). Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis
yaitu di ginjal, jaringan vascular dan pada proses perbaikan
jaringan. Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1,
menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot
polos. Sebaliknya prostasklin yang disintesis oleh COX-2 di endotel
makrosvaskular

melawan

efek

tersebut

dan

menyebabkan

penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek antiproliferatif.1


EFEK SAMPING
Efek samping yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat,
tergantung pada reaksi tubuh masing-masing orang terhadap obat
ini. Efek samping asam mefenamat yang umum ditemui berupa
nyeri perut, nyeri telinga, nyeri saat buang air kecil, telinga
berdenging,s pusing, diare, mual, sulit tidur, penurunan nafsu
makan, dan kelelahan. Efek samping lain yang lebih berat berupa
gangguan fungsi ginjal, gangguan napas, gangguan penglihatan,
gangguan darah, kejang, penurunan kesadaran, dan depresi.
Namun, pada sebagian besar orang asam mefenamat tidak
menimbulkan efek samping yang bermakna. Asam mefenamat tidak
menimbulkan efek ketergantungan namun dapat menyebakan alergi
pada beberapa orang. Reaksi alergi berupa gatal, bintik- bintik kulit,
bengkak pada bibir atau mata, sampai pingsan.
DOSIS
Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
Pemberian asam mefenamat disarankan tidak melebihi 7 hari. Efek
anti nyeri timbul cepat beberapa jam setelah dikonsumsi, namun
efek

anti-peradangan

timbul

setelah

beberapa

dosis.

Asam

mefenamat diminum setelah makan karena dapat mengiritasi


lambung. Jangan mengkonsumsi alkohol bersamaan dengan asam
mefenamat karena dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna.
Beberapa jenis obat dapat berinteraksi dengan asam mefenamat
sehingga penggunaannya harus dikonsultasikan dengan dokter,
antara lain obat pengencer darah, anti-depresi, anti-hipertensi,
kemoterapi, NSAID jenis lain, dan obat-obatan jantung.1

PARACETAMOL
Paracetamol atau asetaminofen di Indonesia tersedia sebagai
obat bebas. Walaupun demikian pemakai maupun dokter perlu
memperhatikan bahwa efek anti-inflamasi paracetamol hampir tidak
ada. Di Indonesia penggunaan paracetamol sebagai analgesik dan
antipiretik,

telah

menggantikan

penggunaan

salisilat.

Sebagai

analgesic lainnya, paracetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu


lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesic. Jika
dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar
tidak

menolong.

paracetamol

Karena

sering

hampir

dikombinasikan

tidak

mengiritasi

dengan

AINS

lambung,

untuk

efek

analgesic.1
Efek analgesic paracetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Paracetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme efek
sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh
karena itu paracetamol tidak digunakan sebagai antirematik.

Paracetamol

merupakan

penghambat

biosintesis

prontaglandin

yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak


terlihat pada obat ini, demikian juga dengan gangguan pernapasan.1
Mekanisme Kerja
Khusus

paracetamol,

hambatan

biosintesis

prostaglandin

hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu di


hipotalamus.

Lokasi

inflamasi

biasanya

mengandung

banyak

peroksid yang dihasilkan leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek


anti-inflamasi

parasetamol

praktis

tidak

ada.

Paracetamol

menghambat isoenzim COX-3, suatu variant dari COX-1. COX-3 ini


hanya ada di otak.

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan


hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus.
Pada keadaan demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat
dikembalikan normal oleh paracetamol. Peningkatan suhu tubuh
pada keadaan patologik diawali penglepasan suatu zat pirogen
endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1) yang memacu
penglepasan prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik
hipotalamus.

Paracetamol menekan efek zat pirogen endogen

dengan menghambat sintesis prostaglandin sehingga terjadilah


penurunan suhu tubuh saat demam.1
EFEK SAMPING
Reaksi

alergi

terhadap

derivate

para-aminofenol

jarang

terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala


yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Paracetamol
dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian
kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang
abnormal.

Eksperimen

pada

hewan

percobaan

menunjukkan

gangguan ginjal lebih muda terjadi akibat asetosal daripada

paracetamol. Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara


menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan
nefropati analgesic.1
Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati.
Nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi.
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15
gram (200-250/kgBB) paracetamol. Gejala pada hari pertama
keracunan akut paracetamol belum mencerminkan bahaya yang
mengancam. Anoreksia, mual dan muntah serta sakit perut terjadi
dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu
atau lebih.1
DOSIS
Paracetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 250
dan 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5 ml. selain itu
paracetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam
bentuk tablet maupun cairan. Dosis paracetamol untuk dewasa 300
mg- 1 gram per kali, dengan maksimum 4 gram per hari; untuk anak
6-12 tahun : 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2 gram/hari.
Untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali dan bayi di bawah 1 tahun :
60 mg/kali; pada keduanya maksimum diberikan 6 kali sehari.1

AMOXICILIN
Amoxicilin

adalah

antibiotic

beta-lactam

yang

termasuk

golongan penisilin spectrum luas. Amoxicillin bersifat bakterisid dan


bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel bakteri. Amoxicillin
efektif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negative,
tetapi rusak oleh enzim penisilinase. Kombinasi obat ini dengan
bahan-bahan

penghambat

enzim

penisilinase,

seperti

asam

klavulanat atau sulbaktam, dapat memperluas spectrum terhadap


kuman-kuman penghasil enzim penisilinase.1,2
MEKANISME KERJA
Amoxicillin menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri.

Terhadap mikroba

yang sensitive, amoxicilin akan menghasilkan efek bakterisid. 2


Mekanisme kerja antibiotic betalaktam dapat diringkas dengan
urutan sebagai berikut:1
1. Obat berikatan dengan penicillin-binding protein pada kuman
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses
transpeptidase antar rantai peptidoglikan terganggu
3. Kemudian terjadi aktivasi enzim protealitik pada dinding sel
bakteri
EFEK SAMPING
Efek samping dari penisilin termasuk amoksisilin dapat terjadi
pada semua cara pemberian, dan dapat melibatkan berbagai organ
dan

jaringan.

tergantung

dari

Frekuensi
sediaan

kejadian
dan

efek

cara

samping

pemberian.

bervariasi,

Reaksi

alergi

merupakan bentuk efek samping yang tersering dijumpai pada


golongan

penisilinase.

Reaksi

alergi

terberat

adalah

reaksi

anafilaksis. Nefrotoksis dan gangguan fungsi hati juga sering


ditemukan pada konsumsi berlebihan amoksicilin.1
DOSIS
Amoksicilin tersedia sebagai kapsul atau tablet berukuran
125, 250, dan 500 mg dan sirup 125 mg/5 ml. Dosis sehari dapat
diberikan sedikit lebih kecil daripada ampisilin karena absorpsinya
lebih baik daripada ampisilin, yaitu 3 kali 250-500 mg.1

Amoksicilin

dalam

penggunaanya

di

dalam

praktek

kedokteran gigi pada infeksi odontogenik dengan memperhatikan


resiko ginjal adalah 500-1000 mg/8 jam per oral dan dosis anak
dengan berat badan < 20 kg adalah 20-40 mg/kg.

Pada pasien

dengan resiko infeksi tinggi dosis dewasa adalah 2 gram dan dosis
anak 50 mg/kg.3,4,5
Perhitungan Dosis Anak
Misalnya terdapat anak berusia 13 tahun dengan berat badan 38 kg.
Anak tersebut akan diberikan obat paracetamol dan amoksisilin.
Paracetamol
Dosis per kali pakai paracetamol adalah 300-1000 mg. Sediaan yang
tersedia adalah tablet 250 mg dan 500 mg.
Perhitungan dosis anak adalah dengan menggunakan rumus Clarck:
Da =
=
=

Da =
=
=

Berat badan anak (kg)


Berat badan dewasa (70 kg)
38 kg
70 kg

X Dd

X 300 mg

163 mg

Berat badan anak (kg)


Berat badan dewasa (70 kg)
38 kg
70 kg

X Dd

X 1000 mg

543 mg
Jadi dosis yang paracetamol yang diberikan dalam sekali

minum untuk anak adalah berkisar 163 mg sampai 543 mg. Sediaan
paracetamol yang ada adalah 250 mg dan 500 mg.

Dengan demikian obat yang diberikan untuk anak adalah


paracetamol sediaan 250 mg atau paracetamol 500 mg. Akan tetapi
pemberian paracetamol 250 mg pada anak lebih tepat. Hal ini
disebabkan dengan pertimbangan bahwa pemberian obat dengan
dosis seminimal mungkin sudah dapat memberikan efek terapi.
Amoxicillin
Dosis per kali pakai amoxicillin adalah 500-1000 mg. Sediaan yang
tersedia adalah tablet 125, 250 mg dan 500 mg.
Perhitungan dosis anak adalah dengan menggunakan rumus Clarck:
Da =
=
=

Da =
=
=

Berat badan anak (kg)


Berat badan dewasa (70 kg)
38 kg
70 kg

X Dd

X 500 mg

271 mg

Berat badan anak (kg)


Berat badan dewasa (70 kg)
38 kg
70 kg

X Dd

X 1000 mg

543 mg
Jadi dosis amoksisilin yang diberikan dalam sekali minum

untuk anak adalah berkisar 271 mg sampai 543 mg. Sediaan


amoksisilin yang ada adalah 125 mg, 250 mg dan 500 mg.
Dengan demikian obat yang diberikan untuk anak adalah
amoksisilin sediaan 500 mg. Pemberian amoksisilin 125 mg dan 250
mg pada anak tidak tepat. Hal ini disebabkan karena sediaan 125
mg dan 250 mg kurang dari dosis minimal yang harus diberikan
pada anak untuk dapat memberikan efek terapi.

NYSTATIN
Nystatin adalah antibiotic golongan polyene, secara structural
berkerabat dengan amphotericin B dan mempunyai cara kerja yang
serupa. Ia bisa dipakai untuk mengobati infeksi candida lokal
dimulut dan vagina. Nystatin juga bisa menekan candidiasis
esophageal subklinis dan pertumbuhan candida yang berlebihan di
saluran pencernaan. Tidak terjadi absorbsi sistemik, dan tidak
memiliki efek samping. Tetapi, Nystatin juga terlalu toksik untuk
pemberian parenteral.5
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja polyene (nystatin) melibatkan pembentukan
kompleks dengan ergosterol dalam membrane sel jamur, yang
menimbulkan

kerusakan

dan

kebocoran

membrane.

Polyene

(nystatin) berikatan erat dengan ergosterol dalam membrane sel.


Interaksi ini merubah keenceran membrane dan menimbulkan poripori pada membrane, dimana melalui pori-pori tersebut ion-ion dan
molekul kecil lepas sehingga mematikan sel-sel jamur. Nystatin
maupun golongan polyene lainnya mempunyai afinitas yang lebih
besar untuk ergosterol daripada cholesterol, yang merupakan sterol
dominan pada membrane sel mamalia.5
Nystatin, suatu obat anti-jamur polyene diberikan per oral
atau topical untuk mengobati infeksi kandida. Obat ini tersedia
dalam bentuk suspense, krim, salep, dan tablet vagina. Mula kerja

untuk bentuk suspense dan tablet adalah cepat degan lama obat
bekerja 6-12 jam. Mula kerja untuk tablet vagina atau krim kira-kira
24-72 jam. Nystatin diabsorpsi dengan buruk dan diekskresikan
tanpa mengalami perubahan ke dalam feses.5,6

DOSIS
Pemakaian obat anti jamur harus benar-benar diperhatikan, karena
pemakaian antifungal yang tidak tepat beresiko terhadap resistensi
maupun toksisitas.7

Agent

Form

Dosis dewasa

Gentian
Violet

Larutan

1.5 ml 2x1

Nystatin

Suspens
i

100.000 U 4x1
3-4 x 1

Krim
100000 U 3x1
Tablet
100.000 U ke atas 5
x/ hari

Resiko
kehami
an

Efek samping

Staining ungu,
ulser pada
mukosa, iritasi
kulit

B/C

Iritasi
kulit,
rasa
kurang
enak,
mual
dan
muntah
pada
dosis
tinggi

Amphoteri
cin B

Pastiles

7-14 hari

Krim

3-4 x 1 ( 7-14 hari)

Suspens
i

100 mg/ml

Absorpsi
minimal

Iritasi kulit,
gangguan
pencernaan

0,25-1 mg/kg/ hari


IV
Clotrimazo
le

Krim

1%, 2-3
minggu)

(3-4

Larutan
Troche

C
1%, 3-4
minggu)

(2-3
C

10 mg, 5x1 14 hari

Miconazol
e

Krim

2%,
2x
minggu)

(2-3

2%,
2x
minggu)

(2-3

Iritasi
kulit,
rasa terbakar,

Iritasi kulit dan


kepala.
Mual
dan
muntah,
hepatotoksisita
s

Gangguan
pencernaan,
hepatotoksisita
s,
interaksi
obat

Salep
Oral Gel

Ketoconaz
ole

Krim

2%, 3-4
minggu)

(2-3

2%, 2-3
minggu)

(2-4

Tablet
200
mg
minggu)

Fluconazol
e

Tablet

1-2

(2

50 -200 mg 1 hari
atau 1 minggu

Itraconazo
le

Kapsul

100-200 mg 1-3 x 1

Larutan

200 mg 3 x 1 (3 hari)

Gangguan
pencernaan,
hepatotoksisita
s,
interaksi
obat

Nystatin 100.000 UI diberikan 1-2 ml 4 kali dalam sehari.


Pengobatan sebaiknya dilanjutkan hingga 48 jam setelah gejala
menghilang dan kultur normal kembali. Bila keluhan dan gejala
memburuk atau menetap setelah pengobatan hingga 14 hari, maka
penderita harus dievaluasi dan dipertimbangkan untuk diberikan
pengobatan alternative lain.8

Drg. Dian Satrowardoyo


SIP: 0123456789
Jln. May Salim Batubara No. 1234,
Palembang
Palembang,
10 April 2015
R/ Candistin susp 12 ml fl III
S.q.d.d. 1 ml gtt applic part dol

Pro

: Yuliana

Umur : 33 tahun

PROSES TERBENTUKNYA EPULIS

Proses terbentuknya epulis diawali dengan adanya proses


inflamasi yang disebabkan karena adanya iritasi local. Perbedaan
besarnya iritasi yang mengenai jaringan menyebabkan perbedaan
epulis yang muncul.
Epulis granulomatosa
Epulis ini terjadi dari suatu reaksi jaringan yang granulomatik
karena iritasi kronik yang sering dijumpai pada soket pasca
pencabutan gigi. Secara klinis epulis ini tampak massa pada gingival
berwarna merah, lunak dengan permukaan yang granuler, mudah
berdarah dan mudah sakit. Secara histologist epulis granulomatosa
terdiri dari jaringan granulasi dengan proliferasi kapiler dan jaringan
ikat muda serta ditemukan juga serbukan sel radang khronik.9
Jaringan granulasi yang menjadi ciri khas pada epulis ini
disebabkan karena adanya iritasi yang besar, misalnya karena
pencabutan gigi. Luka yang terbentuk karena iritasi yang besar tadi
akan

memicu

terjadinya

inflamasi

dan

berlanjut

ke

proses

penyembuhan luka. Pada saat proses penyembuhan luka akan


membentuk jaringan granulasi. Jaringan granulasi terdiri atas
fibroblast, tunas-tunas kapiler yang berproliferasi dan berbagai jenis
leukosit. Jaringan granulasi bertujuan untuk menutupi ruangan yang
kosong akibat luka. Akan tetapi karena iritasi khronik yang besar
tidak mampu dieliminasi, menyebabkan jaringan granulasi dibentuk
secara terus menerus tanpa memberi kesempatan jaringan untuk
mencapai tahap maturasi dalam penyembuhan. Proliferasi jaringan
granulasi yang terus menerus membentuk suatu massa yang
berwarna merah dan mudah berdarah yaitu epulis granulomatosa.9
Epulis Hemangiomatosa
Epulis

hemangiomatosa

merupakan

jenis

inflamasi

hyperplasia, umumnya dijumpai pada daerah interdental gingival.


Epulis ini disebabkan karena iritasi kronis yang terjadi secara terus

menerus, misalnya karena tepi restorasi atau gigi yang tajam,


kalkulus atau benda asing yang ada di saku gingiva.
Secara klinis epulis ini tampak massa noduler berwarna merah
gelap, mudah berdarah, permukaanya halus dan tidak sakit. Secara
histologis epulis hemangiomatosa disusun oleh jaringan endoteliel
yang berprolifesi dalam bentuk kanal-kanal yang kaya akan jaringan
vaskuler dengan dukungan kolagen yang minimal. Sejumlah sel
inflamasi khronis juga dapat dijumpai pada specimen ini.
Pada epulis hemangiomatosa yang menjadi ciri khasnya
adalah proliferasi sel-sel endotel. Terjadinya proliferasi sel-sel
endotel ini disebabkan karena iritasi kronis yang sifatnya ringan
tetapi terjadi secara terus menerus. Jaringan mengalami luka akibat
dari iritasi tersebut akan tetapi luka yang dihasilkan kecil. Pembuluh
darah

yang

injuri

akan

mengalami

hipoksia,

menyebabkan

makrofag datang sebagai respon terjadinya hipoksia disekitar luka.


Kemudian makrofag mensekresikan factor pertumbuhan salah satu
nya

adalah

VEGF

mensintesis

(vascular

prolifeasi

sel-sel

endothelial
endothel

growth

factor)

(angiogenesis).

yang
Selain

menyebabkan proliferasi, factor tersebut menginduksi sel endotel


untuk

mensekresikan

proteinase

yang

akan

mendegradasi

membrane basalis, meningkatkan migrasi sel-sel endothel dan


mengarahkan pembentukan pembuluh darah.9,10,12 Akan tetapi
karena factor penyebab trauma yang tidak mampu dieliminasi,
menyebabkan
sedangkan

proses

proliferasi

penyembuhan
sel-sel

endothel

tidak
terus

mampu

dicapai

dilakukan

dan

terbentuklah epulis hemangiomatosa.


Epulis fibromatosa
Epulis fibromatosa terjadi karena adanya iritasi kronis ringan
yang berulang atau hilang timbul. Epulis ini sering terdapat di
gingiva dengan gambaran klinis massa noduler berwarna pink atau

sama dengan jaringan sekitarnya, konsistensi kenyal, tidak mudah


berdarah dan tidak sakit. Secara histologist ditemukan proliferasi
jaringan ikat fibrous padat dan kolagen serta dijumpai sel-sel radang
khronis.11
Terjadinya epulis ini karena kegagalan mengeliminasi factor
iritan yang berulang. Bila iritan tersebut dapat dieliminasi radang
akan mereda kemudian fibrinogen akan mencair lagi dan diabsorbsi
kembali oleh tubuh. Akan tetapi karena factor iritan tersebut terjadi
berulang-ulang maka akan menyebabkan absorbsi fibrin menjadi
terhambat. Akibatnya lapisan fibrin akan dimasuki oleh fibroblast,
kemudian fibroblas akan mensintesis kolagen, elastin dan retikuler
untuk perbaikan jaringan.9,12
Secara

berangsur-angsur

terjadi

proliferasi

jaringan

ikat

kolagen. Timbunan kolagen akan menekan pembuluh darah, yang


secara klinis jaringan menjadi pucat, kekuatan meningkat dan tidak
mudah berdarah. Penumpukan sel-sel normal hasil perbaikan
tumbuh ekspansif kemudian menekan jaringan sekitarnya.12
Adanya gambaran fibloblast dan sintesis jaringan ikat yang
dominan pada epulis fibromatosa ini disebabkan karena jaringan
yang trauma sudah mengalami proses penyembuhan. Akan tetapi
karena trauma khronis yang timbul berulang menyebabkan proses
inflamasi terjadi lagi. Hal ini terjadi terus menerus sehingga
menyebabkan timbulah epulis fibromatosa.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Syarif, Amir., dkk. 2008.

Farmakologi dan Terapi ed.5.

Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran


universitas Indonesia.
2. Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Farmako Terapi Antiinfeksi/Antibiotic Petunjuk
Kuliah/Diskusi. Yogyakarta
3. Poveda-Roda, Rafael., et al. 2007. Antibiotic Use in Dental
Practice. A Review. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. Valencia
University General Hospital. Valencia.
4. Clinical Affairs Committee. 2011. Guidline on Antibiotik
Prophylaxis for dental Dental Patients at Risk for Infection.
American academy of pediatric dentistry.
5. Brooks, Geo F., et al. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba
Medika. Jakarta
6. Kee, Joyce L., et al. Alih bahasa: Anugerah, Peter dkk. 1994.
Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC. Indonesia

7. Sharon, Victoria., dkk. 2010. Oral Candidiasis dan Angular


Cheilitis. Dermatologis Therapy, vol 23. USA
8. Ikatan Apoteker Indonesia. 2014. Informasi Spesialite Obat
(ISO) Indonesia vol: 49 2014-2015. ISFI penerbitan. Jakarta
9. Price, Sylvia Anderson., et al. Alih bahasa: Brahm U. Pendit
dkk. 2005. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
ed: 6. EGC. Jakarta
10.
Mark, E Robert., et al. 2003. Oral and Maxilofacial
Pathology 1st ed. Quintessence Publishing co inc.
11.
Cawson, R.A., et al.
2002.
of

Oral

Medicine

7th

Livingstone.
12.
Robbin,
Prasetyo,

Cawsons

Essentials

Pathology

and

ed.

Oral

Churchill

Toronto, London
L Stanley. Alih bahasa
Awal. 2004. Buku Ajar

Patologi Robbin, Ed: 7, Vol 1. EGC. Jakarta

TUGAS KASUS UJIAN


ORAL MEDICINE
( Tugas Ujian Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi )

Disusun Oleh:
MERI YUNIAR, S.KG
( 04114707019 )

PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015

LAMPIRAN

También podría gustarte