Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Tandatangan:
NIM : 11-2013-326
Tandatangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama
: By. Ny. N
Tanggal lahir
Umur
: 0 hari
Agama
Pendidikan
:-
Alamat
:Islam
ORANG TUA
Ayah
Ibu
Nama
: Tn. J
Ny. N
Umur
: 27 Tahun
27 Tahun
: 26 Tahun
26 Tahun
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SDA
SMP
Agama
: Islam
Islam
Alamat
A. ANAMNESIS
Diambil dari alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 8 Mei 2015
Riwayat kehamilan
Ibu pasien dengan G2P1A0 Hamil 41 minggu berusia 27 tahun dengan antenatal care secara rutin
ke puskesmas. Hari pertama haid terakhir tidak diingat. Selama kehamilan tidak ada riwayat
demam yang sering, keputihan, kencing yang terasa sakit, dan penyakit lainnya. Riwayat muntah
berlebihan dan kenaikan berat badan yang terlalu cepat disangkal. Ibu pasien juga mengaku tidak
berlaku kejang sepanjang kehamilan. Merokok, meminum minuman beralkohol, mengonsumsi
obat-obatan selama kehamilan disangkal. Sepanjang kehamilan tidak berlaku perdarahan atau
cairan lainnya yang keluar dari vagina. Ibu pasien mulai terasa mules seperti mau melahirkan
pada tanggal 8 Mei 2015 jam 0100 dan langsung dibawa ke praktek bidan. Setelah dilakukan
pemeriksaan cardiotocography (CTG) didapatkan hasil CTG non reaktif dengan tiada aselerasi
dan deselerasi denyut jantung janin. Ibu pasien akhirnya dirujuk ke RSUD Tarakan untuk operasi
sectio caesarean.
Riwayat kelahiran
Pada 8 Mei 2015, bayi baru lahir secara section caesarean atas indikasi gawat janin. Bayi lahir
tidak langsung menangis, hanya merintih. Ketuban hijau lumpur. A/S 3/5, jantina laki-laki, berat
badan lahir 3450 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 35 cm , lingkar
perut 30 cm, lingkar lengan atas 11 cm. Setelah lahir, tanda-tanda vital bayi adalah mempunyai
nadi 148x/menit, pernafasan 68x/menit, suhu 36.5c.
Tidak
Hubungan
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Berat badan
: 3450 g
Panjang badan
: 50 cm
Lingkar kepala
: 34 cm
Lingkar dada
:35 cm
Lingkar perut
:30 cm
:11 cm
Kesadaran
: compos mentis
: 148 x/menit
Suhu
: 37.0c
Pernapasan
: 80x/menit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Leher
Mulut
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
: kanan
: kiri
: kanan
: kiri
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
: kanan
: kiri
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
: tampak datar
Palpasi: dinding perut lemas, turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran organ intraabdomen
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Kulit
: tampak merah
Ekstremitas
Refleks neonatus:
Refleks mencari (rooting)
: (+)
: (+)
: (+)
Refleks moro
: (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium (8 Mei 2015 jam 1112):
Darah rutin:
Hemoglobin
: 16.6 g/dL
Hematokrit
: 51.3 % (meningkat)
Eritrosit
Leukosit
: 21,060/mm3 (meningkat)
Trombosit
: 191,000/mm3
CRP Kuantitatif
: 0.00
5
IT ratio
: 0.14
Gula Darah
Gula darah sewaktu : 79 mg/dL
Analisa gas darah
pH
: 7.413
: 116.8 mmHg
SO2
: 98.7%
BE-ecf:-6.4 mmol/L
BE-b :-4.0 mmol/L
SBC
:21.1 mmol/L
:114.6 mmHg
O2 Ct : 1.0 mmHg
Temperatur: 37.0c
C. RINGKASAN
Pasien bayi baru lahir secara section caesarean dari ibu G2P1A0 berusia 27 tahun dengan usia
kehamilan 41 minggu dengan indikasi gawat janin. Lekosit ibu 19.500/mm 3. Ketuban hijau
lumpur, bayi tidak langsung menangis, hanya merintih. APGAR score 3/5. Berat badan lahir
3450 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 35 cm , lingkar perut 30
cm, lingkar lengan atas 11 cm. Setelah lahir, tanda-tanda vital bayi adalah mempunyai nadi
148x/menit, pernafasan 68x/menit, suhu 36.5c.
6
E. PENATALAKSANAAN
F. PROGNOSIS
1. Ad vitam
: dubia
2. Ad fungsionam
: dubia
3. Ad sanationam
: dubia
G. FOLLOW UP
Tanggal
9/5/2015
Pemeriksaan
S: Kurang aktif, jarang menangis, sesak
Penatalaksanaan
Rawat dalam
(-)
incubator,
Pertahankan suhu
Nadi: 132
Napas:42
Kepala: Normocephal
Mata: CA-/-, SI -/Hidung: NCH (-)
Suhu: 36.6c
36.5-37.5c
CPAP PEEP 7 Flow 7
FiO225%
Kebutuhan cairan:
80cc/kgBB/hari
8
terdiri dari:
Oral: ASI/SF 8 x 9 cc
IVFD N5 paket
wheezing (-)
Cor: BJ I-II regular, murmur (-) gallop (-)
8,6cc/jam
Antibiotika
dilanjutkan
Pertahankan suhu
36.5-37.5c
HFN 4 lpm FiO221%
Kebutuhan cairan:
O: Kes: CM
KU: Aktif
Nadi:138
Napas:51
Suhu: 37.1c
100cc/kgBB/hari
Kepala: Normocephal
terdiri dari:
Oral: ASI/SF 8 x 20
cc
IVFD N5 paket
8,6cc/jam
Antibiotika
dilanjutkan
wheezing (-)
Cor: BJ I-II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen: datar, retraksi (-), BU (+)
Extremitas: hangat (+), sianosis (-), CRT
<3
A: NCB SMK SC a/i gawat janin
11/5/15
RDS ec SAM
S: sesak (-), kurang aktif
O: Kes: CM
Rawat dalam
incubator,
9
KU: Aktif
Nadi: 138 Napas:40
Pertahankan suhu
Suhu: 36.5c
Kepala: Normocephal
Mata: CA-/-, SI -/-
100cc/kgBB/hari
terdiri dari:
Oral: ASI/SF 8 x 20
cc
IVFD N5 paket
36.5-37.5c
O2 aff
Kebutuhan cairan:
8,6cc/jam
Antibiotika
dilanjutkan
Periksa H2T, IT ratio,
BT/BD
<3
A: NCB SMK SC a/i gawat janin
12/5/15
RDS ec SAM
S: sesak (-), kurang aktif
Kebutuhan cairan:
O: Kes: CM
110cc/kgBB/hari
KU: Aktif
terdiri dari:
Oral: ASI/SF 8 x 20
cc
IVFD N5 paket
Kepala: Normocephal
Mata: CA-/-, SI -/Hidung: NCH (-)
Mulut: sianosis (-)
8,6cc/jam
Antibiotika
dilanjutkan
SAM
S: sesak (-),
ASI/SF 8 X 40cc
O: Kes: CM
Rawat Gabung
KU: Aktif
Nadi: 138 Napas:38
Suhu: 36.6
Kepala: Normocephal
Mata: CA-/-, SI -/Hidung: NCH (-)
Mulut: sianosis (-)
Thorax: retraksi (-)
Pulmo: SN bronkovesikular, ronki (-)
wheezing (-)
Cor: BJ I-II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen: datar, retraksi (-), BU (+)
Extremitas: hangat (+), sianosis (-), CRT
<3
A: NCB SMK SC a/i gawat janin
RDS ec SAM perbaikan
11
Tinjauan Pustaka
RDS ec Sindroma Aspirasi Mekonium
Gangguan napas pada neonatus merupakan suatu keadaan neonatus yang sebelumnya
normal atau neonatus dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan berhasil, namun
beberapa saat kemuadian mengalami gangguan napas. Gangguan napas ini masih merupakan
salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir selain infeksi dan kelahiran
prematur dan merupakan salah satu kegawatan perinatal yang dapat memberi dampak buruk bagi
neonatus yaitu kematian atau sekuele jika dapat bertahan hidup.1
Sindrom aspirasi mekonium (SAM) merupakan kegawatan respirasi bidang perinatologi
dan secara khusus didefinisikan sebagai adanya mekonium di bawah pita suara.3 Di amerika,
diperkirakan terjadi 520.000 kelahiran (12% dari kelahiran hidup) berkomplikasi sebagai air
ketuban bercampur mekonium dan 35% berkembang menjadi sindrom aspirasi mekonium.
Sumber lain mengemukakan kejadian persalinan dengan air ketuban keruh khususnya bercampur
mekonium masih tinggi kira-kira 8-20% dan sindrom aspirasi mekonium terjadi 2-6% dari
persalinan tersebut.4
Di Indonesia kejadian sindrom aspirasi mekonium belum ada data. Angka kematian
sindrom aspirasi mekonium masih tinggi dan 90% mempunyai prognosis buruk yang
berhubungan dengan gagal napas, asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia. 4,5 Adanya mekonium di
dalam air ketuban merupakan indikasi adanya gangguan pada bayi yang berkaitan dengan
masalah intrauterin berupa hipoksia akut maupun hipoksia kronis.5,6 Bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, 2-36% menghirup mekonium sewaktu di dalam rahim maupun saat napas
pertama, namun tidak semuanya berkembang menjadi sindrom aspirasi mekonium. 7 Diagnosis
sindrom aspirasi mekonium ditegakkan berdasarkan adanya riwayat persalinan dengan ketuban
bercampur mekonium, klinis didapatkan adanya gangguan napas, retraksi, mekonium staining,
apabila berat didapatkan sianosis dan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang analisa gas darah
(AGD) dan X-foto toraks.5
Adanya mekonium dalam air ketuban secara kualitas dinilai sebagai thick (kental),
medium atau thin (encer).4 Suatu penelitian menyebutkan terjadinya sindrom aspirasi mekonium
12
dengan air ketuban thick mekonium sebanyak 19% sedangkan pada medium mekonium 4,6%
dan 2,9% pada thin mekonium. Hal ini berhubungan dengan banyaknya mekonium yang
dikeluarkan di dalam air ketuban atau kekentalan air ketuban yang bercampur mekonium atau
kandungan mekonium.8 Semakin kental air ketuban keruh semakin banyak ekskresi saluran
cerna, epitel usus, lanugo, debris seluler yang dikeluarkan. Namun demikian, resusitasi yang
benar dengan penghisapan trakea secara agresif dengan melihat kebugaran bayi, menurunkan
kejadian sindrom aspirasi mekonium.4
Faktor-faktor yang menyebabkan air ketuban keruh bercampur mekonium meliputi faktor
ibu antara lain hipertensi, eklampsia, penyakit paru, ibu dengan diabetes mellitus, infeksi pada
ibu, ibu minum jamu, primigravida; faktor janin antara lain umur kehamilan, adanya gawat janin,
pertumbuhan janin terhambat; dan faktor persalinan antara lain persalinan yang berlangsung
lama.7 Faktor risiko terjadinya sindrom aspirasi mekonium antara lain persalinan dengan air
ketuban keruh yang kental, hipoksia intrauterine yang lama, adanya skor APGAR yang rendah,
pH darah yang rendah dan faktor penolong baik ketrampilan maupun ketersediaan alat-alat yang
memadai.4
Pada pasien ini, didapatkan pasien bayi baru lahir secara section caesarean dari ibu
G2P1A0 berusia 27 tahun dengan usia kehamilan 41 minggu dengan indikasi gawat janin.
Lekosit ibu 19.500/mm3. Ketuban hijau lumpur, bayi tidak langsung menangis, hanya merintih.
APGAR score 3/5. Setelah lahir, tanda-tanda vital bayi adalah mempunyai nadi 148x/menit,
pernafasan 68x/menit, suhu 36.5c.
Mekonium
Istilah mekonium berasal dari kata Yunani yaitu mekoni yang berarti poppy juice atau
opium9 atau meconium-arion atau seperti opium.3 aristoteles mengembangkan istilah tersebut
karena dipercaya mekonium membuat janin tidur dan depresi neonatal. 3,9 Mekonium merupakan
hasil pengeluaran saluran cerna (isi usus janin) yang dapat diamati pada bayi baru lahir
mempunyai konsistensi sangat kental, berwarna hijau tua terdiri dari sel epitel skuamosa, lanugo,
mukosa, dan sekresi saluran pencernaan seperti empedu, enzim, protein plasma, mineral, lipid,
debris seluler, benang mukus, darah dan vernik. Mekonium ini mulai ada pertama kali di ileum
fetus kira-kira minggu ke 10 dan 16 kehamilan. Sekresi mukosa, sel mukosa dan elemen padat
13
yang ada merupakan tiga komponen padat utama dari mekonium, walaupun demikian air
merupakan komponen cairan utama yaitu 85-95% mekonium.5
Grade 1 (encer) apabila didapatkan air ketuban yang berwarna hijau bening dan
Menurut ODriscoll dan Meagler membagi tingkat kekentalan menjadi dua meliputi:13
Grade 1: air ketuban dengan warna kuning atau hijau dan sebagian besar mengandung
air.
Grade 2: air ketuban dengan mekonium suspensi yang banyak, masih didapatkan
sedikit cairan.
Grade 3: air ketuban seperti bubur kacang, kental atau mekonium yang tidak
dilarutkan air.
Sebagian besar kasus sindrom aspirasi mekonium, fetal gasping terjadi di dalam
kandungan sesaat sebelum lahir karena hipoksia akut dan hiperkarbia intrauterin.
Bukti menunjukkan bahwa adanya mekonium di distal saluran napas khususnya
alveoli pada bayi yang lahir mati dan meninggal beberapa jam setelah persalinan,
menunjukkan bahwa sindrom aspirasi mekonium juga dapat terjadi karena
manajemen jalan napas yang tidak betul.5
16
Adanya sumbatan total jalan napas kecil menyebabkan terjadi atelektasis regional dan
ventilation-perfusion mismatch.5
3. Inaktivasi surfaktan
Protein dan asam lemak dalam mekonium dapat berhubungan dengan fungsi
surfaktan. SAM pada manusia,
Definisi gangguan napas adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang
ditandai dengan:
napas cuping hidung dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak
berlangsung lama disebabkan oleh perubahan fisiologik akibat reabsoprsi cairan dalam paru bayi
dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal. Bila menetap beberapa jam setelah
lahir menandakan adanya gangguan napas atau distress respirasi yang harus dilakukan tindakan
segera. 17,18
Tabel 1: Evaluasi gawat napas dengan Skor Downes
Pemeriksaan
Frekuensi napas
Retraksi
sianosis
Skor 0
<60/menit
Tidak ada
Tidak ada
Skor 1
60-80/menit
ringan
Hilang dengan oksigen
Skor 2
>80/menit
berat
Menetap walau diberi
Air entry
Udara masuk
oksigen
Tidak ada udara masuk
merintih
Tidak ada
masuk
Dapat didengar dengan
stetoskop
Evaluasi:
alat bantu
18
Hipertensi kronik
Partus presipitatus
Korioamnionitis
Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, Ketuban pecah lama (>18 jam pertama)
tiroid atau kelainan neurologi
Polihidramnion
Oligohidramnion
Makrosomia
Kehamilan ganda
Solusio plasenta
Plasenta previa
19
Penatalaksaan Respiratorik
Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan napas dari lendir atau sekret yang
dapat menghalagi jalan napas selama diperlukan serta memastikan pernapasan dan sirkulasi
adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri
secara kontinyu. Oksigen perlu diberikan, sebaiknya oksigen lembap dan telah dihangatkan.
Pemberian Continous positive airway pressure (CPAP) akan meningkatkan oksigenasi dan
survival. CPAP mulai dipasang pada tekanan sekitar 5-7cm H20 melalui prong nasal, pipa
nasofaringeal atau pipa endotrakeal.
Untuk bayi dengan asidosis respiratori, hipoksemia atau apneu diperlukan positive endexpiratory pressure (PEEP) yang menstabilkan alveoli dan meningkatkan volume serta
oksigenasi
Jalur arteri umbilikalis atau arteri umbilikalis digunakan untuk memantau kadar gas darah
dan tekanan darah pada bayi yang sakit berat
Hasil analisa gas darah
o PaCO2 40-60
o Ph > 7.25
o PaCO2 59-70 mmHg
o HCO3 20-22 mEq/L
Hasil pemantauan dengan oksimeter
o Saturasi 88-94%
o CPAP
o Bila FiO2 tinggi diperlukan dan pasien tidak dapat menerima pemutusan tekanan
jalan napas (airway pressure) walaupun dalam jangka masa pendek maka ventilasi
dengan tekanan positif harus dilakukan
o CPAP indikasi pemakaian apabila penyakit paru menunjukkan hasil gangguan
oksigenasi berat seperti FiO2 > 0.6 (60%) diperlukan untuk memelihara PaO2 >
60 mmHg
o CPAP dimulai dengan tekanan 3-10cm H2O dipasang untuk meningkatkan
volume paru dan mungkin untuk redistribusi cairan edema paru dari alveoli ke
interstitium
o CPAP meningkatkan ventilasi ke area dengan V/Q rendah dan memperbaiki
mekanisme respirasi
20
o CPAP membuat alveoli tetap terbuka pada saat akhir respirasi oleh karena itu
maka terjadi penurunan pirau (shunting) dari paru kanan ke kiri
o CPAP sebagai terapi tambahan pada terapi surfaktan bila bantuan ventilator tidak
diperlukan lagi
Monitor temperature merupakan hal penting dalam perawatan neonatus yang mengalami
distress pernafasan. Keadaan hipo atau hipertemia harus dihindari. Temperatur bayi harus dijaga
dalam rentang 36,5-37,5C. Enteral feeding harus dihindari pada neonatus dengan distress
pernapasan berat dan cairan intravena dapat segera diberikan untuk mencegah keadaan
hipoglikemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan.
Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah minimum, mulai dari 60ml/kgBB/hari
dengan dextrose 10% atau dari kebutuhan cairan hairan. Pemberian nutrisi parenteral dapat
dimulai sejak hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 1g/kgBB/hari dan lipid dimulai
3g/kgBB/hari.17,18
Bayi yang mengalami distress pernapasan sering tidak spesifik sehingga penyebab lain
terjadinya distress napas seperti sepsis perlu dipertimbangkan dan pemberian antibiotika
spektrum luas sedini mungkn harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan
antibiotika yang dianjurkan adalah ampisilin dan gentamisin.17,18
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) dosis umum rekomendasi untuk infeksi
pada neonatus:
kg / hari. (2 hingga 2,5 mg / kg diberikan setiap 8 jam.) Bayi dan Neonatus: 7,5 mg / kg / hari.
(2,5 mg / kg diberikan setiap 8 jam.) Untuk Neonatus prematur atau usia kurang 1 minggu:
5mg/kg/day (2,5 mg / kg diberikan setiap 12 jam.) Untuk pemberian intravena intermiten, dosis
tunggal Gentamisin (injeksi gentamisin pediatrik), injeksi dapat diencerkan dalam 0,9% Natrium
Klorida atau Dextrose 5%. Infuse ini dapat diberi selama satu setengah sampai dua jam.18,20
Terapi pemberian surfaktan sangat penting terutama yang menderita RDS di NICU.
Surfaktan paru memiliki tekanan permukaan yang rendah. Terapi ini harus segera dimulai segera
setelah secara klinis RDS dapat didiagnosis. Selama bayi membutuhkan dukungan ventilasi
dengan O2 >30% surfaktan harus segera diberikan.19,20
22
Dosis
3ml/kgbb lahir diberikan
Dosis tambahan
Dapat diulang tiap 12 jam sampai dosis 3 kali
Beractant
dalam 2 aliquot
4ml/kgbb lahir diberikan
Colfosceril
dalam 4 dosis
5ml/kgbb lahir diberikan
Porcine
indikasi
Dua dosis berurutan 1.25ml/kg dosis diberikan
diberikan dalam 2
aliquots
Prognosis
Pada satu studi pada 170 neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium, didapatkan
angka mortalitas sebesar 25%. Kurang lebih 50% dari neonatus tersebut mengalami hipoksia
iskemik ensefalopati, sedangkan sebagian yang lain menunjukkan komplikasi. Adanya disfungsi
miokardium dan peningkatan kebutuhan oksigen memberikan prognosis yang lebih buruk.
Angka kematian yang tinggi didapatkan pada neonatus kecil untuk masa kehamilan dan pada
neonatus dengan pertumbuhan janin terhambat.21
23
Analisa Kasus
Pada kasus ini, didapatkan pasien bayi baru lahir secara section caesarean atas indikasi
gawat janin dari ibu dengan G2P1A0 Hamil 41 minggu. Bayi lahir tidak langsung menangis,
hanya merintih. Ketuban hijau lumpur. jantina laki-laki, berat badan lahir 3450 gram, panjang
badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 35 cm , lingkar perut 30 cm, lingkar lengan atas
11 cm. Setelah lahir, tanda-tanda vital bayi adalah mempunyai nadi 148x/menit, pernafasan
68x/menit, suhu 36.5c.
24
Merintih (+)
Napas cuping hidung (+)
Retraksi IC (+)
Skor Downes: 5 (sesak napas sedang)
Pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan adalah foto thoraks. Namun pemeriksaan ini tidak
dilakukan karena kondisi umum pasien tidak stabil dan tidak ada alat standby di perinatologi.
Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasive dan ditandai
dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air
kemih. Keadaan ini sering terjadi pada bayi yang berisiko seperti BKB, BBLR, RDS atau bayi
dari ibu berisiko.
Gejala sepsis klasik ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada bayi baru
lahir. Pada sepsis awitan dini janin dapat takikardi, lahir dengan asfiksia dan memerlukan
resusitasi. Juga terdapat instabilitas suhu, hipo atau hiperglikemia. Terdapat kelainan
kardiovascular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dinggin dan clummy skin. Juga dapat berlaku
kelaianan hematologi, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus,
muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, pengosongan lambung memanjang,
takipneu,apneu, merintih dan retraksi.19
Pada kasus ini, pasien lebih terarah ke SNAD karena:
25
Daftar Pustaka
1. Kosim S et all. Pelatihan PONED Komponen Neonatal. Maternal Neonatal Health.
Dep-Kes RI-IDAI-MNH-JHPIEGO-MPK-KR Departemen Kesehatan RI. Jakarta:
2007.
2. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Hyaline Membrane Disease. Neonatology
Management. 15th Ed. New York: Lange Medical Book/Mc. Graw Hill.Co. 2004: Hal
539-43.
3. Meconium aspiration syndrome. www.hon.ch 2006
4. Narli N, et all. Evaluation and Management of Neonates with Meconium stained
amniotic fluid. East J. Med. 2001. Hal 18-21.
5. Klinger, et all. Meconium aspiration syndrome: Patophysiology and prevention. Clin
rev 1999. Hal 450-66.
6. Meconium aspiration. Neonatal Intensive Care Unit. Hal 16-17
7. Homier BP, Spear ML. Meconium Aspiration. http://kidshealth.org 2006
8. Elena M, Rossi. Meconium aspiration syndrome: Intrapartum and neonatal attributes.
Am J Obstet Gynecol. Hal 1106-10.
9. Ross MG. Meconium aspiration syndrome. N Engl J Med. 2005. Hal 946-8.
10. Locatelli A, et all. A prognostic value of change in amniotic fluid color during labor.
Fetal Diagnosis Therapy. 2005. Hal 5-9.
11. Meconium aspiration. www.pregnancy.about.com 2008
12. Dartford and Gravesham NHS Trust. Management of meconium stained liquor
guidelines. 2008. Hal 4-7
13. Klufio CA, et all. A case control study of meconium staining of amniotic fluid. Papua
New Guinea Medical Journal. 1996. Hal 297-309.
14. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Meconium aspiration. Neonatology
Management. 15th Ed. New York: Lange Medical Book/Mc. Graw Hill.Co. 2004: Hal
543-47.
15. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Persistent pulmonary hypertension.
Neonatology Management. 15th Ed. New York: Lange Medical Book/Mc. Graw
Hill.Co. 2004: Hal 364-70.
16. Lee JS, Stark AR. Meconium aspiration. Manual of Neonatal Care. 5 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2004. Hal 402-9.
17. Gomella TL. Neonatology management, procedures, on call problems, disease and
drug; hyaline membrane disease (HMD). 5th ed. Appleton and Lange. 2004. Hal 53943
26
27