Está en la página 1de 25

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL,


KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KECERDASAN SPIRITUAL
TERHADAP SIKAP ETIS MAHASISWA AKUNTANSI
(Studi pada Perguruan Tinggi Negeri di Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan)
M. Ridwan Tikollah
Universitas Negeri Makassar
Iwan Triyuwono
Universitas Brawijaya
H. Unti Ludigdo
Universitas Brawijaya

Abstract
The research is aimed at: 1) Testing the effect of intellectual intelligence (IQ),
emotional intelligence (EQ), and spiritual intelligence (SQ ) on ethical attitudes of
university accounting students, simultaneously and partially; 2) Testing which
variable that has dominant effect.
The respondents of the research are accounting students at the State University of
Makassar (UNM) and Hasanuddin University (Unhas) in Makassar City. Purposive
sampling technique is chosen with criteria respondents have done Auditing I
Subject. Data was gathered by questionnaires and documentation. IQ variable is
gathered with Intelligence Test CFIT 3 Scale and it is done by Psychologists. Data
analysis to test hypothesis is done with multiple linear regression analysis.
This research results shows that IQ, EQ, and SQ simultaneously had significantly
effect on ethical attitudes of university accounting students. But partially, only IQ
has significantly and dominantly effects on ethical attitudes of university accounting
students.
Keywords : IQ, EQ, SQ, ethichal attitudes, ethics.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 1


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
PENDAHULUAN

Sejak merebaknya kasus Enron yang melibatkan salah satu kantor akuntan
publik The Big Five Arthur Andersen, serta berbagai kasus serupa yang terjadi di
Indonesia meskipun dengan bentuk yang berbeda, penekanan pentingnya etika
profesi khususnya bagi profesional di bidang akuntansi semakin menjadi perhatian.
Perhatian terhadap pentingnya etika ini dilakukan mengingat kasus tersebut tak lepas
dari akibat diabaikannya masalah etika profesi (Santoso, 2002) yang menimbulkan
citra yang negatif terhadap profesi akuntan publik. Hal ini tentu saja akan merusak
citra profesi akuntan di masyarakat yang pada akhirnya menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap profesi akuntan.
Berbagai kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap
akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan
nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan
profesionalnya (Ludigdo, 1999b). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus
sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih
memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan.
Berbagai penelitian tentang etika –baik etika profesi akuntan maupun etika
bisnis–memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
dan perilaku etis seseorang (dalam hal ini akuntan, mahasiswa, manajer, karyawan,
dan salesman) yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu: 1) Aspek
individual; 2) Aspek organisasional; dan 3) Aspek lingkungan. Penelitian tentang
etika yang berfokus pada aspek individual menunjukkan berbagai faktor yang
mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang antara lain: a) Religiusitas (Clark &
Dawson, 1996; Maryani & Ludigdo, 2001; Weaver & Agle 2002), b) Kecerdasan
emosional (emotional quotient/EQ) (Maryani & Ludigdo, 2001; Baihaqi, 2002), c)
Gender (Ruegger & King, 1992; Reiss & Mitra, 1998; Abdulrahim, 1999;
Chrismastuti & Purnamasari, 2004), d) Suasana etis (ethical climate) individu
(Wimbush, Shepard & Markham, 1997), e) Sifat-sifat personal (Verbeke,
Ouwerkerk & Peelen, 1996; Chrismastuti & Purnamasari, 2004), dan f)
Kepercayaan bahwa orang lain lebih tidak etis (Tyson, 1992).
Sementara, aspek organisasi yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis
seseorang meliputi faktor-faktor antara lain: a) Suasana etis organisasi (Verbeke
dkk, 1996; Lovell, 2002), dan b) Suasana organisasi (Loeb, 1971; Adam, Tashchian

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 2


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
& Shore, 2001). Sedangkan aspek lingkungan yang mempengaruhi sikap dan
perilaku etis seseorang meliputi: a) Lingkungan organisasi (Verbeke dkk, 1996), dan
b) Lingkungan sosial (masyarakat) (Ludigdo, 2005).
Dalam perpektif yang lain Sudibyo (1995) dalam Khomsiyah & Indriantoro
(1998) mengemukakan bahwa dunia pendidikan akuntansi mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perilaku etika auditor. Ungkapan tersebut mengisyaratkan
bahwa sikap dan perilaku etis auditor (akuntan) dapat terbentuk melalui proses
pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa
sebagai input sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang
dihasilkan sebagai output.
Penelitian ini difokuskan pada aspek individual yang mempengaruhi sikap etis
mahasiswa Jurusan maupun Program Studi Akuntansi (selanjutnya disebut
mahasiswa akuntansi) di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini
dimotivasi oleh penelitian Clark & Dawson (1996), Maryani & Ludigdo (2001),
Baihaqi (2002), dan Weaver & Agle (2002) yang menunjukkan religiusitas dan EQ
sebagai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Selain itu,
dalam penelitian ini dimasukkan pula variabel kecerdasan intelektual (intelligence
quotient/IQ). Dengan demikian, penelitian yang berfokus pada aspek individual ini,
ditekankan pada dimensi kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ),
dan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai faktor yang mempengaruhi sikap etis
mahasiswa akuntansi.
Penekanan penelitian ini pada dimensi IQ, EQ, dan SQ sebagai bagian dari
aspek individual yang mempengaruhi sikap etis mahasiswa akuntansi didasarkan
pada ungkapan bahwa IQ merupakan kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
tindakan (Binet & Simon dalam Azwar, 2004:5), bertindak dengan tujuan tertentu,
berpikir rasional, menghadapi lingkungan dengan efektif (Wechsler dalam Azwar,
2004:7), serta dalam mengorganisasi pola-pola tingkah laku seseorang sehingga
dapat bertindak lebih efektif dan lebih tepat (Freeman dalam Fudyartanta, 2004:12).
EQ adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta

menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang (Salovey


& Mayer, 1990 dalam Svyantek, 2003). SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi
dan memecahkan persoalan makna dan nilai yang menempatkan perilaku dan hidup

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 3


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
manusia dalam konteks yang lebih luas dan kaya (Zohar & Marshall, 2002:4) yang
memungkinkan seseorang 1 untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal
dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain
(Zohar & Marshall, 2002:12). Wujud dari SQ ini adalah sikap moral yang dipandang
luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003:43).
Berbagai ungkapan di atas memberikan gambaran bahwa IQ, EQ, dan SQ
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis seseorang. Hal ini sejalan dengan apa
yang ditegaskan oleh Ludigdo (2005) bahwa etika bukanlah sekedar masalah
rasionalitas (IQ), tetapi lebih dari itu adalah masalah yang menyangkut dimensi
emosional dan spiritual diri manusia (ESQ).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan: 1) Bagaimana pengaruh IQ, EQ, dan SQ terhadap sikap etis mahasiswa
akuntansi, baik secara simultan maupun secara parsial, 2) Manakah di antara
variabel IQ, EQ, dan SQ yang berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa
akuntansi.

TELAAH LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Kecerdasan Intelektual (IQ)


IQ merupakan interpretasi hasil tes inteligensi (kecerdasan) ke dalam angka
yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat inteligensi seseorang
(Azwar, 2004:51). Alfred Binet dan Theodore Simon mendefinisikan inteligensi
sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: a) Kemampuan
untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, b) Kemampuan untuk
mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilakukan, dan c) Kemampuan
untuk mengeritik diri sendiri (Azwar, 2004:5). Sejalan dengan hal itu, David
Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas kemampuan seseorang untuk
bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi
lingkungannya dengan efektif (Azwar, 2004:7). Raymond Bernard Cattell

1
Zohar & Marshall (2002) menggunakan subyek dan obyek ‘kita’. Penggunaan subyek dan obyek ‘seseorang’
dalam tulisan ini dimaksudkan untuk menyamakan dengan seluruh pembahasan.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 4


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
mengklasifikasikan kemampuan tersebut menjadi dua macam, yaitu: a) Inteligensi
fluid, yang merupakan faktor bawaan biologis, dan b) Inteligensi crystallized, yang
merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam
diri seseorang (Azwar, 2004:33).
Dari berbagai definisi inteligensi yang dikemukakan oleh para ahli, Freeman
mengklasifikasikan definisi tersebut ke dalam tiga kelompok, yaitu: a) Kelompok
yang menekankan pada kemampuan adaptasi, b) Kelompok yang menekankan pada
kemampuan belajar, dan c) Kelompok yang menekankan pada kemampuan abstraksi
(Fudyartanta, 2004:12). Kelompok yang menekankan pada kemampuan adaptasi
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk mengorganisasi pola-pola
tingkah laku seseorang sehingga dapat bertindak lebih efektif dan lebih tepat dalam
situasi-situasi baru yang berubah-ubah. Kelompok yang menekankan pada
kemampuan belajar mengartikan bahwa semakin inteligen (cerdas) seseorang maka
semakin besar ia dapat dididik, semakin luas dan semakin besar kemampuannya
untuk belajar. Kelompok yang menekankan pada kemampuan abstraksi menekankan
inteligensi pada pemakaian konsep-konsep dan simbol-simbol secara efektif dalam
menghadapi situasi-situasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah. Dari
ketiga macam klasifikasi di atas, inteligensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
individu untuk berperilaku atau bertindak secara tepat dan efektif (Fudyartanta,
2004:14).

Kecerdasan Emosional (EQ)


EQ adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain,
serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang
(Salovey & Mayer, 1990 dalam Svyantek 2003). Sejalan dengan hal tersebut,
Goleman (2005:512) mendefinisikan EQ adalah kemampuan mengenali perasaan
diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Goleman (2005:39) yang mengadaptasi model Salovey-Mayer membagi EQ
ke dalam lima unsur yang meliputi: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi,

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 5


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kelima unsur
tersebut dikelompokkan ke dalam dua kecakapan, yaitu: a) Kecakapan pribadi; yang
meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi; serta b) Kecakapan sosial;
yang meliputi empati dan keterampilan sosial (Goleman, 2005:42-43).

Kecerdasan Spiritual (SQ)


SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna
dan nilai, yaitu menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar & Marshall, 2002:4). SQ
melampaui kekinian dan pengalaman manusia, serta merupakan bagian terdalam dan
terpenting dari manusia (Pasiak, 2002:137).
Indikasi dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencakup: a)
Kemampuan untuk bersikap fleksibel, b) Adanya tingkat kesadaran diri yang tinggi,
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, d) Kemampuan
untuk menghadapi dan melampaui perasaan sakit, e) Kualitas hidup yang diilhami
oleh visi dan nilai-nilai, f) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak
perlu, g) Kecenderungan untuk berpandangan holistik, h) Kecenderungan untuk
bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika” dan berupaya untuk mencari jawaban-
jawaban yang mendasar, i) Memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi
(Zohar & Marshall, 2002:14).
SQ, Agama, dan Etika
SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. SQ mendahului seluruh nilai
spesifik dan budaya manapun, serta mendahului bentuk ekspresi agama manapun
yang pernah ada. Namun bagi sebagian orang mungkin menemukan cara
pengungkapan SQ melalui agama formal sehingga membuat agama menjadi perlu
(Zohar & Marshall, 2002:8-9).
SQ memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat
intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan
orang lain. (Zohar & Marshall, 2002:12). Wujud dari kecerdaan spiritual ini adalah
sikap moral yang dipandang luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003:43). Matinya

etika lama dan seluruh kerangkan pikiran yang mendasarinya, memberi kesempatan

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 6


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
yang berharga untuk menciptakan ajaran etika baru berdasarkan SQ (Zohar &
Marshall, 2002:175).

Sikap Etis
Sikap dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Dani, 2002:525)
didefinisikan sebagai perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pendirian,
pendapat atau keyakinan. Sementara definisi sikap menurut para ahli hingga saat ini
masih berbeda pandangan, yang secara umum pandangan tersebut dibagi ke dalam
tiga kelompok. Kelompok pertama yang diwakili oleh Thurstone, Likert, dan
Osgood memandang sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap
suatu obyek, yang dapat berupa mendukung atau memihak maupun tidak
mendukung atau tidak memihak. Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave,
Bogardus, LaPieree, Mead, dan Allport memandang sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Kelompok ketiga
yang diwakili oleh Secord & Backman memandang sikap merupakan konstelasi
komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam
memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu obyek (Azwar, 2005:4–5).
Berdasarkan ketiga pandangan di atas, sikap dapat didefinisikan sebagai reaksi
individu terhadap suatu obyek yang merupakan konstelasi kognitif, afektif, dan
konatif yang disebabkan oleh suatu stimulus yang menghendaki adanya respon
(pendirian).
Sikap dan perilaku etis merupakan sikap dan perilaku yang sesuai dengan
norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-
tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan (Griffin & Ebert, 1998 dalam
Maryani & Ludigdo, 2001). Dengan demikian dalam kaitan dengan etika profesi,
sikap dan perilaku etis merupakan sikap dan perilaku yang sesuai dengan etika
profesi tersebut.
Etika dan Etika Profesi
Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral (Magnis-Suseno, 1997:14). Etika meliputi
suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 7


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
dalam situasi tertentu yang disifati oleh kombinasi dari pengalaman dan
pembelajaran masing-masing individu (Ward, Ward & Deck, 1993).
Etika sebagai ajaran moral pada umumnya tidak tertulis. Namun bagi suatu
organisasi profesi (misalnya akuntan, dokter, pengacara), perilaku etis dituangkan
dalam aturan tertulis yang disebut kode etik. Kode etik tersebut dibuat untuk
dijadikan sebagai aturan tindakan etis bagi para anggota profesi yang bertujuan
menjaga reputasi serta kepercayaan masyarakat agar profesi dapat tetap eksis dan
survive.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi di bidang akuntansi
di Indonesia memiliki Kode Etik yang mengikat para anggotanya. Kode Etik IAI
sebagaimana ditetapkan dalam Kongres VIII IAI di Jakarta pada tahun 1998 terdiri
dari tiga bagian, yaitu: a) Prinsip Etika, b) Aturan Etika, dan c) Interpretasi Aturan
Etika. Kode Etik IAI tersebut menekankan pentingnya prinsip etika bagi para
akuntan dalam melakukan kegiatan profesionalnya. Prinsip Etika dalam Kode Etik
IAI terdiri dari delapan, yakni: (1) Tanggung jawab profesi, (2) Kepentingan publik,
(3) Integritas, (4) Obyektivitas, (5) Kompetensi dan kehati-hatian profesional, (6)
Kerahasiaan, (7) Perilaku profesional, dan (8) Standar teknis (Jusup, 2001:91)

Penelitian Sebelumnya Tentang Faktor-Faktor Individual yang


Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis

Penelitian Maryani & Ludigdo (2001) dilakukan untuk mengetahui faktor-


faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan, serta faktor yang paling
dominan pengaruhnya. Hasil analisis terhadap 228 responden menunjukkan
religiusitas sebagai faktor yang berpengaruh dominan terhadap perilaku etis akuntan,
di samping EQ juga sebagai salah satu faktor yang berpengaruh. Sejalan dengan hal
tersebut, Baihaqi (2002) yang meneliti pengaruh EQ terhadap perilaku pelayanan
menunjukkan bahwa EQ berpengaruh signifikan terhadap perilaku pelayanan
karyawan. Demikian pula, penelitian Clark & Dawson (1996) yang dilakukan
terhadap 144 sampel mahasiswa bisnis serta Weaver & Agle (2002) yang
menunjukkan religiusitas sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku etis.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 8


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Pada dimensi yang lain, penelitian Wimbush dkk (1997) dilakukan terhadap
salespoeple dari 440 retail store di AS menunjukkan hubungan antara suasana etis
individu –yang meliputi: gender, lama bekerja (tenure), pendidikan, umur,
kepedulian, hukum dan peraturan, pelayanan, independensi, dan instrumental–
dengan perilaku etis. Penelitian Verbeke dkk (1996) yang dilakukan terhadap 185
salespeople sebagai sampel akhir menunjukkan sifat-sifat personal –dalam hal ini
sifat Machiavellian– sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian Chrismastuti & Purnamasari
(2004) yang dilakukan terhadap 54 akuntan dan 99 mahasiswa akuntansi
menunjukkan sifat Machiavellian sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku etis akuntan dan mahasiswa akuntansi.
Penelitian lain tentang etika yang cukup unik dalam aspek individual
dilakukan oleh Tyson (1992) untuk menguji apakah kepercayaan bahwa orang lain
kurang etis (lebih tidak etis) memiliki pengaruh terhadap perilaku kerja. Hasil
analisis terhadap sampel 495 responden –yang meliputi: mahasiswa akuntansi,
manajemen, dan mahasiswa non-bisnis, serta akuntan praktisi– menunjukkan bahwa
kepercayaan bahwa orang lain lebih tidak etis memiliki pengaruh terhadap perilaku
kerja.

Perumusan Hipotesis
Dalam pandangan kelompok yang menekankan IQ sebagai kemampuan
adaptasi, orang yang inteligen (cerdas) akan memiliki kemampuan untuk
mengorganisasi pola-pola tingkah lakunya sehingga dapat bertindak lebih efektif
dan lebih tepat (Fudyartanta, 2004:12). Ini berarti bahwa makin tinggi inteligensi
seseorang maka akan semakin terdorong untuk bersikap dan berperilaku etis.
EQ berupa kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan
sosial akan menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Seseorang yang memiliki EQ
yang memadai akan memiliki pertimbangan yang lebih komprehensif dalam
bersikap dan berperilaku sehingga akan bersikap dan berperilaku etis. Hasil

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 9


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Penelitian Maryani & Ludigdo (2001) dan Baihaqi (2002) menunjukkan EQ sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang.
SQ menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya (Zohar & Marshall, 2002:4), memungkinkan seseorang untuk
menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta
menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain (Zohar & Marshall, 2002:12).
Wujud dari SQ ini adalah sikap moral yang dipandang luhur oleh pelaku (Ummah
dkk, 2003:43). Hal ini berarti orang yang memiliki SQ akan mewujudkanya dalam
perilaku yang luhur (etis). Bagi sebagian orang, SQ mungkin diungkapkan melalui
agama formal sehingga membuat agama menjadi perlu (Zohar & Marshall 2002:9).
Hal ini berarti SQ memiliki hubungan dengan keberagamaan seseorang. Sementara
keberagamaan (religiusitas) menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan
perilaku etis seseorang (Clark & Dawson, 1996; Maryani & Ludigdo, 2001; Weaver
& Agle, 2002).
Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : IQ, EQ, dan SQ berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa
akuntansi, baik secara simultan maupun secara parsial.

Pengaruh IQ, EQ, dan SQ terhadap sikap etis seseorang mungkin mempunyai
kadar yang berbeda. Dari berbagai hasil penelitian yang dirujuk oleh Agustian
(2004a:xx) telah banyak terbukti bahwa EQ memiliki peran yang jauh lebih penting
dibandingkan dengan IQ. Secara kuantitatif IQ hanya menyumbangkan kira-kira 20
persen bagi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, sedangkan 80
persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain (EQ) (Goleman, 2003:44). Walaupun
demikian IQ dan EQ saja tidaklah cukup untuk membawa diri seseorang,
perusahaan, masyarakat atau suatu bangsa dalam mencapai kebahagiaan dan
kebenaran yang hakiki. Masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa dipungkiri
keberadaannya yaitu SQ (Agustian, 2004b:65). SQ merupakan landasan yang
diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan
kecerdasan tertinggi manusia (Zohar & Marshall, 2002:4). Wujud dari SQ ini adalah

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 10


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
sikap moral yang dipandang luhur (etis) oleh pelaku (Ummah dkk, 2003:43). Dari
berbagai ungkapan di atas dapat dipahami bahwa SQ merupakan kecerdasan
tertinggi manusia (melebihi IQ maupun EQ) yang diwujudkan dalam sikap moral
yang luhur (etis). Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis:
H2 : SQ berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi,
dibandingkan dengan pengaruh IQ maupun EQ

METODE
Penelitian ini dilakukan pada Universitas Negeri Makassar (UNM) dan
Universitas Hasanuddin (Unhas) di Kota Makassar dengan sasaran mahasiswa
Program Studi Pendidikan Akuntansi UNM dan mahasiswa Jurusan Akuntansi
Unhas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, dengan
kriteria responden telah menempuh Matakuliah Auditing I.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengumpulkan responden dalam
suatu ruangan kemudian diberi kuesioner untuk diisi dan dikembalikan pada saat itu
juga. Khusus untuk variabel IQ, dilakukan dengan Tes Inteligensi CFIT Skala 3 dan
dilakukan dengan bantuan Psikolog. Kuesioner yang disebar sebanyak 193 namun
hanya 176 kuesioner yang memenuhi syarat untuk dianalisis (Lampiran 1). Data
sekunder berupa jumlah mahasiswa yang menjadi sasaran penelitian diperoleh dari
dokumentasi.
Analisis data yang meliputi pengujian instrumen (uji validitas dan reliabitas),
pengujian data (uji asumsi klasik), dan pengujian hipotesis dilakukan dengan
program SPSS for Windows. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan
analisis regresi berganda dengan model sebagai berikut:
EA = β0 + β1 IQ + β2 EQ + β3 SQ + e (Gujarati, 2004:91)

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesifik tehadap variabel penelitian
ini maka variabel-variabel tersebut didefinisikan secara operasional sebagai berikut.
1. Sikap etis (ethical attitude/EA), adalah respon mahasiswa akuntansi terhadap
kejadian yang mengandung situasi dilematis berdasarkan Prinsip Etika Kode

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 11


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Etik IAI . Variabel ini diperoleh dengan kuesioner yang terdiri dari tujuh item
kejadian yang mengandung situasi dilematis dari perspektif Prinsip Etika Kode
Etik IAI.
2. Kecerdasan intelektual (IQ), adalah tingkat intelegensi fluid dan inteligensi
crystallized yang dimiliki mahasiswa akuntansi dengan penekanan pada
kemampuan kognitif. Variabel ini diperoleh dengan Tes Intelegensi CFIT Skala
3.
3. Kecerdasan emosional (EQ), adalah kemampuan mahasiswa akuntansi untuk
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri,
serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan
dengan orang lain (Goleman, 2005:512). Variabel ini diperoleh dengan
kuesioner EQ yang terdiri dari 30 pertanyaan yang diadaptasi dari Bulo (2002).
4. Kecerdasan spiritual (SQ), adalah kemampuan mahasiswa akuntansi untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai dengan menempatkan
perilaku dan hidup manusia dalam konteks yang lebih luas dan kaya (Zohar &
Marshall, 2002:4). Variabel ini diperoleh dengan kuesioner yang terdiri dari 20
item yang dikembangkan oleh Daly Planet Communications dan dipublikasikan

oleh International Institute for Reformation (2001) sebagaimana digunakan oleh


Darwis (2004).

HASIL

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Uji validitas dan reabilitas instrumen penelitian ini hanya dilakukan terhadap
instrumen EQ, SQ, dan sikap etis (EA) tetapi tidak dilakukan terhadap instrumen IQ.
Hal tersebut disebabkan instrumen yang digunakan untuk mengukur IQ berupa Tes
Intelegensi CFIT Skala 3 merupakan instrumen yang baku dalam tes inteligensi.
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ini menunjukkan lima
item variabel EQ dan enam item variabel SQ yang tidak valid (nilai r < 0,03)
sehinga dikeluarkan dari analisis. Sedangkan seluruh item variabel EA valid (nilai r
> 0,03) (Masrun dalam Sugiyono, 2002:106). Dengan mengeluarkan item-item yang

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 12


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
tidak valid tersebut diperoleh nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Sekaran
2003:311) atau lebih besar dari nilai berdasarkan jumlah item pertanyaan (Ebel &
Frisbie, 1991:89) (Lampiran 2). Dengan demikian instrumen penelitian ini valid dan
reliabel untuk pengujian selanjutnya.

Hasil Pengujian Asumsi Klasik


Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan nilai probabilitas Uji
Kolmogorov-Smirnov (2-tailed p.) lebih besar dari 0,05 (0,754 > 0,05); nilai VIF IQ,
EQ, dan SQ lebih kecil dari 10 (1,012; 1,201; 1,212 < 10); nilai β Uji Park IQ, EQ,
dan SQ lebih besar dari 0,05 (0,60; 0,459; 0,146 > 0,05); dan nilai Uji Durbin-
Watson du < dw < 4-du (1,76 < 1,842 < 2,24) (Lampiran 3). Hal ini berarti data
penelitian ini berdistribusi normal (Santoso, 2003:92), serta tidak terjadinya
multikolinearitas (Aliman, 2000:28), heteroskedastisitas (Arief, 1993:34), dan
otokorelasi (Umar, 2002:90).

Hasil Pengujian Hipotesis


Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan analisis regresi linear
berganda menunjukkan nilai Sign Regresi lebih kecil dari 0,05 (0,018 < 0,05); nilai
Sign IQ lebih kecil dari 0,05 (0,026 < 0,05), nilai Sign EQ dan nilai Sign SQ lebih
besar dari 0,05 (0,421; 0,165 > 0,05), serta nilai standardized coefficien IQ, EQ, dan
SQ masing-masing 0,167; 0,066; dan 0,114 (Lampiran 4). Berdasarkan hasil
pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa IQ, EQ, dan SQ secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Akan tetapi, secara
parsial hanya IQ yang berpengaruh signifikan, serta berpengaruh dominan terhadap
sikap etis mahasiswa akuntansi.

PEMBAHASAN

Pengaruh IQ , EQ, dan SQ terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IQ, EQ, dan SQ secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Hasil ini sejalan
dengan ungkapan Binet & Simon, Wechsler (Azwar, 2004:5–7), dan Freeman
(Fudyartanta, 2004:12); Salovey & Mayer (1990) dalam Svyantek (2003) dan
Goleman (2005:512); serta Zohar & Marshall (2002:4) dan Ummah dkk (2003:43).

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 13


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian Maryani & Ludigdo
(2001) dan Baihaqi (2002) yang menunjukkan EQ sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Demikian pula dengan penelitian
Clark & Dawson (1996); Maryani & Ludigdo (2001), dan Weaver & Agle (2002)
yang menunjukkan religiusitas (sebagai salah satu bentuk pengungkapan SQ)
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis seseorang.
Adanya pengaruh IQ, EQ, dan SQ secara simultan terhadap sikap etis sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Goleman (2003:59) bahwa IQ dan EQ bukanlah
keterampilan-keterampilan yang saling bertentangan, melainkan keterampilan-
keterampilan yang sedikit terpisah. Hal ini diperkuat oleh Agustian (2004b:60–64)
bahwa IQ dan EQ diperlukan untuk mencapai sukses yang memadai. Namun, IQ dan
EQ saja tidaklah cukup dalam mencapai kebahagiaan dan kebenaran yang hakiki.
Masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya yaitu SQ
(Agustian, 2004b:65). Potensi IQ dan EQ akan tidak berkembang optimal pada diri
seseorang apabila tidak ditunjang dengan kekuatan SQ-nya (Ludigdo, 2004). Oleh
karena itu, sinergi antara IQ, EQ, dan SQ perlu dibangun dalam suatu sistem yang
terintegrasi.
IQ (rasionalitas) dibutuhkan untuk dapat memahami dan mempertimbangkan
hal-hal yang bersifat etis dan tidak etis (Mahmudi, 2001). EQ dibutuhkan untuk
mengendalikan ego diri seseorang. Sedangkan SQ akan menunjukkan adanya rasa
berketuhanan pada diri seseorang sehingga dalam segala aktivitasnya selalu terliputi
dimensi berketuhanan tersebut (Ludigdo, 2004).
Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IQ, EQ, dan SQ secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, namun
tidak demikian halnya dengan pengaruh secara parsial. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara parsial hanya IQ yang berpengaruh signifikan terhadap
sikap etis mahasiswa akuntansi, sedangkan EQ dan SQ tidak berpengaruh. Dengan
demikian hasil penelitian ini secara parsial mendukung apa yang dikemukan oleh
Binet & Simon, Wechsler (Azwar, 2004:5–7), dan Freeman (Fudyartanta, 2004:12),
namun tidak mendukung apa yang dikemukakan oleh Salovey & Mayer (1990)

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 14


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
dalam Svyantek (2003), Goleman (2005), Zohar & Marshall (2002), serta Ummah
dkk (2003). Hasil penelitian ini secara parsial juga tidak mendukung penelitian
Maryani & Ludigdo (2001), Baihaqi (2002), Clark & Dawson (1996), serta Weaver
& Agle (2002).

Pengaruh ‘Dominan’2 IQ terhadap Sikap Etis: Sebuah Temuan


Hasil penelitian ini secara parsial yang menunjukkan hanya IQ berpengaruh
signifikan serta berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi,
menempatkan IQ sebagai variabel yang berpengaruh ‘dominan’ 2 terhadap sikap etis
mahasiswa akuntansi. Pengaruh ’dominan’ IQ terhadap sikap etis mahasiswa
akuntansi tersebut erat kaitannya dengan struktur dan pembentukan sikap yang ada
pada individu. Mengikuti skema triadik dalam struktur dan pembentukan sikap,
struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Azwar, 2005:23). Hal ini sejalan
dengan pandangan Secord & Backman yang mengemukakan sikap sebagai
konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi
dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu obyek (Azwar,
2005:5). Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Komponen afektif menyangkut
masalah emosional (perasaan) subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap, yang
dapat bersifat mendukung atau tidak mendukung. Komponen konatif (perilaku)
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam
diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Komponen perilaku
ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan (kognitif) dan perasaan (afektif) (Azwar,
2005:24-27). Dengan demikian sikap individu terbentuk oleh pengetahuan dan
kepercayaan individu terhadap obyek sikap. Sementara pengetahuan dan
kepercayaan tersebut merupakan bagian dari komponen kognitif dari struktur sikap.
Hal ini berarti bahwa sikap secara dominan dipengaruhi oleh komponen kognitif.

2 Dominan dalam tanda kutip (‘dominan’) menunjukkan dominan dalam kemampuan mempengaruhi secara

parsial maupun dalam memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan dengan variabel lainnya.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 15


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Oleh karena itu IQ sebagai representasi kognitif individu memiliki pengaruh
dominan terhadap sikap etis.
Temuan penelitian ini yang menempatkan IQ sebagai variabel yang
berpengaruh ’dominan’ terhadap sikap etis juga erat kaitannya dengan keberadaan
mahasiswa sebagai sasaran (responden) penelitian ini. Mahasiswa sebagai anak
didik dari suatu perguruan tinggi akan terdidik berdasarkan proses pendidikan yang
berlangsung dalam lembaga pendidikan tersebut. Proses pendidikan yang
berlangsung pada pendidikan akuntansi selama ini sangat menekankan pada aspek
pencerdasan intelektualitas. Sementara pembentukan perilaku menyangkut dimensi
emosi dan spiritual sangat kurang diperhatikan (Ludigdo, 2004). Oleh karena itu
mahasiswa sebagai anak didik cenderung memiliki IQ yang lebih tinggi
dibandingkan dengan EQ dan SQ-nya. Hal ini mendorong IQ dalam penelitian ini
menjadi variabel yang ’dominan’ berpengaruh terhadap sikap etis mahasiswa
akuntansi dibandingkan dengan EQ maupun SQ.
Hasil penelitian ini yang menempatkan IQ sebagai satu-satunya variabel yang
secara parsial berpengaruh terhadap sikap etis tidak sejalan dengan hasil-hasil
penelitian sebelumnya (Maryani & Ludigdo, 2001; Baihaqi, 2002; Clark & Dawson,
1996; Weaver & Agle, 2002). Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal, yakni: 1) Responden penelitian, yakni mahasiswa akuntansi, 2)
Variabel penelitian, dimana dalam penelitian ini IQ, EQ, dan SQ digabungkan dalam
satu penelitian serta ditekankan pada sikap etis, 3) Pengukuran variabel, dimana
dalam penelitian ini sikap etis ditinjau dari Prinsip Etika Kode etik IAI.

Pentingnya ‘Trio Kecerdasan’ dalam Pembentukan dan Pengembangan Sikap


dan Perilaku Etis: Sebuah Eksplorasi Interpretasi

Hasil penelitian ini yang menunjukkan IQ, EQ, dan SQ secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi sedangkan secara
parsial hanya IQ yang berpengaruh signifikan, menggambarkan beberapa hal yang
patut dicermati, yakni: 1) IQ, EQ, dan SQ merupakan ‘trio kecerdasan’ yang tak

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 16


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
terpisahkan dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, dalam upaya pembentukan
dan pengembangan sikap (dan perilaku) etis mahasiswa akuntansi maupun akuntan,
perlu mengembangkan ‘trio kecerdasan’ tersebut secara komprehensif dan
proporsional, 2) Pengembangan IQ, EQ, dan SQ yang dilakukan secara tidak
komprehensif dan tidak proporsional akan memberi peran yang dominan terhadap
IQ seseorang dalam bersikap dan berperilaku etis. Hal ini akan memberi peluang
terjadinya sikap dan perilaku mahasiswa akuntansi maupun akuntan yang hanya
mempertimbangkan rasionalitas dalam melakukan tugas dan kewajiban
profesionalnya. Pertimbangan yang hanya didasarkan pada rasionalitas cenderung
menekankan pada hal-hal yang bersifat menguntungkan (finansial) dan mengabaikan
hal-hal yang bersifat etis. Dalam keadaan demikian kemungkinan terjadinya perilaku
yang menyimpang akan semakin besar.

KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan: 1) IQ, EQ, dan SQ secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Walaupun demikian, secara parsial hanya
IQ yang berpengaruh signifikan dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa,
sedangkan EQ maupun SQ secara parsial tidak berpengaruh, 2) IQ, EQ, dan SQ
merupakan ’trio kecerdasan’ yang tak terpisahkan dalam kehidupan seseorang
sehingga perlu dikembangkan secara komprehensif dan proporsional.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi pembentukan dan
pengembangan sikap dan perilaku etis baik bagi mahasiswa akuntansi sebagai calon-
calon akuntan maupun akuntan itu sendiri. Upaya pembentukan dan pengembangan
sikap dan perilaku etis tersebut dapat dilakukan dengan pengembangan IQ, EQ, dan
SQ secara komprehensif dan proporsional yang dapat dilakukan melalui lembaga
pendidikan (perguruan tinggi) bagi mahasiswa maupun melalui pelatihan bagi
akuntan. Agar upaya tersebut efektif, diperlukan suatu strategi tertentu yang dapat
dilakukan dengan pendekatan: 1) Intellectual-psychological process, yang diarahkan
pada pengasahan unsur akal pada diri manusia, 2) Social interaction process, yang
diarahkan pada pengendalian nafsu dan akal dalam konteks interaksi sosial, 3)

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 17


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Spiritual process, yang diarahkan untuk menciptakan divine conciousnes pada diri
manusia (Triyuwono, 2002).
Sebagai implikasi untuk mencapai manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini, maka dikemukakan saran: 1) Bagi lembaga pendidikan akuntansi dan
IAI, perlu melakukan upaya untuk mengembangkan IQ, EQ, dan SQ anak didik dan
anggotanya secara komprehensif dan proporsional dalam pembentukan manusia
(akuntan) yang memiliki sikap dan perilaku etis yang tinggi, 2) Bagi peneliti
selanjutnya, dapat mengembangkan penelitian ini pada dimensi-dimensi lain dari
aspek individual, pada aspek organisasi dan lingkungan, pada responden mahasiswa
akuntansi dan akuntan, serta dengan pertautan antarvariabel yang bersifat interaksi
atau dengan menambahkan variabel tertentu sebagai variabel moderating maupun
sebagai variabel intervening. ®

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 18


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

RUJUKAN

Abdulrahim, A. 1999. Pengaruh Perbedaan Gender terhadap Perilaku Akuntan


Pendidik. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Adam, J.S; A. Tashchian & T.H. Shore. 2001. Code of Ethics as Signals for Ethical
Behavior. Journal of Business Ethics 29: 199–211.
Agustian, A.G. 2004a. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
(ESQ) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Cetakan
Kedelapanbelas. Arga, Jakarta.
Agustian, A.G. 2004b. Rahasia Sukses Membangkitan ESQ Power: Sebuah Inner
Journey Melalui Al-Ihsan. Cetakan Ketiga. Arga, Jakarta.
Aliman. 2000. Modul Ekonometrika Terapan. PAU Studi Ekonomi UGM,
Yogyakarta.
Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press, Jakarta.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.
Azwar, S. 2004. Pengantar Psikologi Inteligensi. Cetakan Keempat. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedelapan.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Baihaqi, S. 2002. Analisis Pengaruh EQ Karyawan terhadap Kualitas Perilaku
Pelayanan Kepada Wajib Pajak di Kantor Pelayanan PBB (Studi pada
KPPBB Kediri dan Tulung Agung). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Bulo, W.E.L. 2002. Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi terhadap EQ. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Chrismastuti, A.A. & V. Purnamasari. 2004. Hubungan Sifat Machiavellian,
Pembelajaran Etika dalam Mata Kuliah Etika, dan Sikap Etis Akuntan:
Suatu Analisis Perilaku Etis Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi di
Semarang. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2–3
Desember: 247–266.
Clark, J.W. & L.E. Dawson. 1996. Personal Religiousness and Ethical Judgement:
An Empirical Analysis. Journal of Business Ethics 15: 359–372.
Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jilid 1 & 2. LP3ES, Jakarta.
Dani, K. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Putra Harsa, Surabaya.
Darwis. 2004. Pengaruh Ideologi Etik dan SQ terhadap Hubungan Antara
Partisipasi Anggaran dan Kesenjangan Anggaran. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Ebel, R.L. & D.A. Frisbie. 1991. Essential of Educational Measurement. Prentice-
Hall, Englewood Cliffs.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 19


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Fudyartanta, K. 2004. Tes Bakat dan Perskalaan Kecerdasan. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Goleman, D. 2003. EQ. Cetakan Ketigabelas. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Diterjemahkan oleh T. Hermaya dari Emotional Intelligence, 1995.
Goleman, D. 2005. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Cetakan
Keenam. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Diterjemahkan oleh Alex
Tri Kuntjahyo Widodo dari Working with Emotional Intelligence, 1999.
Gujarati, D. 2004. Ekonometrika Dasar. Cetakan Keduabelas. Erlangga, Jakarta.
Diterjemahkan oleh Sumarno Zain dari Basic Econometrics, 1978.
Harahap, S.S. 2002. Akuntan Publik di Indonesia dan Kasus Enron. Media
Akuntansi 25 (April): 16.
Jusup, A.H. 2001. Auditing (Pengauditan). Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN, Yogyakarta.
Khomsiyah & N. Indriantoro. 1998. Pengaruh Orientasi Etika terhadap Komitmen
dan Sensitivitas Etika Auditor Pemerintah di DKI Jakarta. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia 1 (1): 13–28.
Loeb, S.E. 1971. A Survey of Ethical Behavior in the Accounting Profession.
Journal of Accounting Research Autumn: 287–306.
Lovell, A. 2002. Ethics as a Dependent Variable in Individual and Organizational
Decision Making. Journal of Business Ethics 37: 145–163.
Ludigdo, U. 1999a. Muatan Etika dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi Akuntansi.
Makalah pada Seminar yang diselenggarakan Mahasiswa Jurusan
Akuntansi UPN “Veteran” Surabaya. Surabaya, 16 September.
Ludigdo, U. 1999b. Pengaruh Gender terhadap Etika Bisnis: Studi atas Persepsi
Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi. Proceeding Simposium Nasional
Akuntansi II. Malang, 24–25 Sepetember : 1–17.
Ludigdo, U. 2004. Mengembangkan Pendidikan Akuntansi Berbasis IESQ untuk
Meningkatkan Perilaku Etis Akuntan. Jurnal TEMA 5 (2): 134–147.
Ludigdo, U. 2005. Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di Sebuah Kantor
Akuntan Publik. Ringkasan Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya, Malang.
Magnis-Suseno, F. 2005. Etika Dasar Masalah Pokok Filsafat Moral. Cetakan
Ketujuhbelas. Kanisius, Yogyakarta.
Mahmudi. 2001. Manajemen Laba (Earnings Management): Sebuah Tinjauan Etika
Akuntansi. Jurnal Bisnis dan Akuntansi 3 (2): 395–403.
Maryani, T. & U. Ludigdo. 2001. Survei atas Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sikap dan Perilaku Etis Akuntan. Jurnal TEMA 2 (1): 49–62.
Pasiak, T. 2002. Revolusi IQ/EQ/SQ : Antara Neurosains dan Al-Quran. Cetakan
Pertama. Mizan, Bandung.
Reiss, M.C. & K. Mitra. 1998. The Effects of Individual Difference Factors on the
Acceptability of Ethical and Unethical Workplace Behaviors. Journal of
Business Ethics 17: 1581–1593.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 20


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Ruegger, D. & E.W. King. 1992. A Study of the Effect of Age and Gender upon
Student Business Ethics. Journal of Business Ethics 11: 179–186.
Santoso, K. 2002. Dampak Kebangkrutan Enron terhadap Citra Profesi Akuntan
Publik. Media Akuntansi 25 (April): 17–19.
Santoso, S. 2003. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. PT Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach.
Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan Kedelapan. Alfabeta,
Bandung.
Suryabrata, S. 2000. Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial Unversitas Gadjah Mada Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Suryaningsum, S; S. Heriningsih & A. Afuwah. 2004. Pengaruh Pendidikan Tinggi
terhadap EQ. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2–
3 Desember: 351–369.
Svyantek, D.J. 2003. Emotional Intelligence and Organizational Behavior. The
International Journal of Organizational Analysis 11 (3): 167–169.
Trisniwati, E.I. & S. Suryaningsum. 2003. Pengaruh EQ terhadap Tingkat
Pemahaman Akuntansi. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VI.
Surabaya, 16–17 Oktober: 1073–1091.
Triyuwono, I. 2002. Strategi Pendidikan Etika Bisnis dan Profesi pada Pendidikan
Akuntansi. Jurnal TEMA 3 (2): 118–132.
Tyson, T. 1992. Does Believing that Everyone Else is Less Ethical have an Impact
on Work Behavior?. Journal of Business Ethics 11: 707–717.
Umar, H. 2002. Metode Riset Bisnis. Cetakan Pertama. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Ummah, k., D. Mahayana & A. Nggermanto. 2003. SEPIA: Kecerdasan Milyuner,
Warisan yang Mencerahkan Keturunan Anda. Cetakan Pertama. Ahaa,
Bandung.
Verbeke, W; C. Ouwerkerk & E. Peelen. 1996. Exploring the Contextual and
Individual Factors on Ethical Decision Making of Salespeople. Journal of
Business Ethics 15: 1175–1187.
Ward, S.P., D.R. Ward & A.B. Deck. 1993. Certified Public Accountants: Ethical
Perception Skills and Attitudes on Ethics Education. Journal of Businwess
Ethics 12: 601–610.
Weaver, G.R. & B.R. Agle. 2002. Religiosity and Ethical Behavior in
Organizations: A Symbolic Interactionist Perpective. Academy of
Management Review 27 (1): 77–97.
Wimbush, J.C.; J.M. Shepard & S.E. Markham. 1997. An Empirical Examination of
the Relationship between Ethical Climate and Ethical Behavior from
Multiple Levels of Analysis. Journal of Business Ethics 16: 1705–1716.

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 21


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Zohar, D. & I. Marshall. 2002. SQ : Memanfaatkan SQ dalam Berpikir Holistik
untuk Memaknai Kehidupan. Cetakan Kelima. Mizan, Bandung.
Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani & Ahmad
Baiquni dari SQ : Spiritual Intelligence–The Ultimate Intelligence, 2000.®

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 22


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Lampiran 1. Karakteristik Responden

Perguruan Tinggi
Karakteristik Total Persentase
UNM Unhas
Gender
- Pria 31 31 62 35,2
- Wanita 65 49 114 64,8
Jumlah 96 80 176 100
Angkatan
- 2001 22 26 48 27,3
- 2002 33 40 73 41,5
- 2003 41 14 55 31,3
Jumlah 96 80 176 100
Umur
- 18 tahun - 2 2 1,1
- 19 tahun 8 3 11 6,3
- 20 tahun 34 16 50 28,4
- 21 tahun 28 33 61 34,7
- 22 tahun 16 21 37 21,0
- 23 tahun 10 4 14 8,0
- 24 tahun - - - -
- 25 tahun - 1 1 6,0
Jumlah 96 80 176 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Variabel r Item Tidak Valid Cronbach Alpha Keterangan

EQ > 0,03 5,11,20,21,26 0,830 Valid dan reliabel

SQ > 0,03 2,6,8,12,16,18 0,712 Valid dan reliabel

EA > 0,03 - 0,0542 Valid dan reliabel

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 23


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Lampiran 3. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual
N 176
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation 3.64507272
Most Extreme Absolute .051
Differences Positive .030
Negative -.051
Kolmogorov-Smirnov Z .674
Asymp. Sig. (2-tailed) .754
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

b. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 16.659 3.213 5.185 .000
IQ .042 .019 .167 2.243 .026 .989 1.012
EQ .022 .027 .066 .807 .421 .833 1.201
SQ .076 .054 .114 1.396 .165 .825 1.212
a. Dependent Variable: EA

c. Uji Heteroskedastisitas
Coefficients a

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.703 7.305 .507 .613
lniq -1.662 .878 -.143 -1.893 .060
lneq -.911 1.228 -.061 -.742 .459
lnsq 2.295 1.573 .120 1.459 .146
a. Dependent Variable: lnu2

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 24


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
d. Uji Otokorelasi
Model Summary b

Adjusted Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Watson
1 .238a .056 .040 3.67672 1.842
a. Predictors: (Constant), SQ, IQ, EQ
b. Dependent Variable: EA

Lampiran 4. Hasil Uji Regresi

Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 SQ, IQ, EQa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: EA

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .238a .056 .040 3.67672
a. Predictors: (Constant), SQ, IQ, EQ
b. Dependent Variable: EA

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 139.035 3 46.345 3.428 .018a
Residual 2325.147 172 13.518
Total 2464.182 175
a. Predictors: (Constant), SQ, IQ, EQ
b. Dependent Variable: EA

a
Coefficients

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part
1 (Constant 16.659 3.213 5.185 .000
IQ .042 .019 .167 2.243 .026 .183 .169 .166
EQ .022 .027 .066 .807 .421 .120 .061 .060
SQ .076 .054 .114 1.396 .165 .158 .106 .103
a. Dependent Variable: EA

K-PEAK 02

Padang, 23-26 Agustus 2006 25

También podría gustarte