Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh:
Erwin Imawan, S.Ked
Pembimbing:
dr. Bahrodin, Sp. PD
CASE REPORT II
Seorang Laki-laki dengan DM Tipe II dan Ulkus Diabetik Pedis Sinistra
J510155047
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit
Dalam RSUD dr. Harjono Kabupaten Ponorogo
Pada hari
tanggal
Pembimbing:
dr. Bahrodin, Sp.PD
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Bahrodin, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESA
A. Identitas
Nama
: Tn. W
Umur
: 48 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Sukorejo, Ponorogo
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status Pernikahan
: Menikah
Masuk RS
: 19 juni 2015
Pemeriksaan
: 25 Juni 2015
Riwayat sakit jantung (-), DM (+) sejak 3 tahun yang lalu, Liver (-)
b. Riwayat opname
: disangkal
c. Riwayat alergi
: disangkal
d. Riwayat operasi
: disangkal
e. Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
2. Riwayat Keluarga
3. Riwayat atopi
: disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Merokok
: disangkal
: disangkal
c. Makan pedas
: disangkal
d. Minum kopi
e. Minum Teh
f. Minum Jamu
: disangkal
: Baik
Kesadaran
Gizi
: Kesan cukup
B. Vital Sign
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 88x/menit.
RR : 18x/menit.
S
: 36,0o C peraxiller.
C. Status Generalis
1. Kepala
: simetris (+), deformitas (-), konjungtiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (+)
2. Leher
3. Thoraks
Inspeksi
Statis
Statis
Auskultasi
Kiri
: Redup mulai dari SIC 2 sampai SIC 7
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi (-),
wheezing (-).
Kiri
4. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi
Batas jantung :
Batas jantung kanan atas
dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas
sinistra
Batas jantung kiri bawah:SIC VI 2 cm lateral linea
medioklavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler
5. Abdomen
Inspeksi:
Auskultasi:
Perkusi:
Palpasi:
6. Ekstremitas
Akral dingin
_ _
_ _
Udem
Sianotik
- - -
_ _
_ Digiti 2
_ _
_ +
gangren
7. Integumen
Kulit kesuluruhan tampak normal. Kecuali digiti 2 pedis sinistra tampak
menghitam atau gangrene.
Hasil
16,4
2,2
1,1
13,1
13,2
6,9
79,9
12,4
4,17
34,9
83,8
29,7
35,5
503
Satuan
L
L
L
L
%
%
%
g/dl
L
%
fL
Pg
g/dl
L
Nilai Normal
4.0-10.0
0.8-4
0.1-0.9
2-7
20-40
3-9
50-70
11-16
3.5-5.5
37.0-50.0
82.0-95.0
27.0-31.0
32.0 36.0
150-450
Satuan
Mg/dl
Mg/dl
UI
U/I
U/I
U/I
g/dl
g/dl
g/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Nilai Normal
0-0,35
0,2-1,2
0 38
0 40
98-279
10-54
6,6-8,3
3,5-5,5
2-3,9
10-50
0,7-1,4
3,4-7
140-200
36-165
35-150
0-190
Tanggal Pemeriksaan
GDA
19 Juni 2015
20 Juni 2015
21 Juni 2015
22 Juni 2015
23 Juni 2015
24 Juni 2015
25 Juni 2015
328
328
270
359
265
263
258
B.
Pemeriksaan EKG
Hasil EKG:
Irama
: Sinus
Heart rate
: 90x/menit
Axis
IV. FOLLOW UP
22 juni 2015
23 juni 2015
S: Bisa istirahat, nyeri luka pada kaki kiri (+), tetapi nyeri dirasakan
semakin berkurang, pusing (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), keluhan dan
nyeri perut (-), pegal di seluruh badan (+)
O: TD: 100/70
WBC (19/6): 16,4
GDA: 265
A: Diabetes Mellitus tipe 2 + ulkus diabetic
P: -infus RL 20 tpm
-Cefoferazon 2x 1gr
-Clindamycin 3x300mg
-Aspilet 1x100mg
-drip metronidazole 3x500mg
-Ai 3x20 U sc
-Eclid 3x100mg
-Diet DM 2100 kkal
10
24 juni 2015
S: nyeri luka pada kaki kiri (-), perut terasa mulas (+), nyeri perut (-),
BAB terakhir tadi pagi, BAB normal, BAK normal, pusing (-), sesak (-),
mual (-), muntah (-).
O: TD: 100/50
WBC (19/6): 16,4
GDA: 263
A: Diabetes Mellitus tipe 2 + ulkus diabetic
P: -infus RL 20 tpm
-Cefoferazon 2x 1gr
-Clindamycin 3x300mg
-Aspilet 1x100mg
-drip metronidazole 3x500mg
-Ai 3x22 U sc
-Eclid 3x100mg
-Diet DM 2100 kkal
25 juni 2015
S: nyeri luka pada kaki kiri (+), nyeri dirasakan berdenyut dan hilang
timbul, BAB normal, pusing (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), lemas (+)
O: TD: 100/60
WBC (19/6): 16,4
GDA: 258
A: Diabetes Mellitus tipe 2 + ulkus diabetic
P: -infus RL 20 tpm
-Cefoferazon 2x 1gr
-Clindamycin 3x300mg
-Aspilet 1x100mg
-Allopurinol 1x100mg
-drip metronidazole 3x500mg
-Ai 3x22 U sc
-Eclid 3x100mg
11
V. RESUME:
Tn. W adalah seorang laki-laki berusia 48 tahun yang pada tanggal 19 juni
2015 pasien dibawa ke IGD RSUD DR Hardjono oleh keluarganya dengan
keluhan utama berupa bengkak pada kaki kiri dan terdapat luka. Bengkak pada
kaki kiri tersebut dirasakan sudah 10 hari yang lalu, pasien mengaku bengkak
berisi cairan seperti nanah yang awalnya bengkak hanya kecil, tetapi lamalama membesar. Pasien mengaku tidak melakukan perawatan luka dan tidak
berobat. Melalui alloanamnesis pada keluarga pasien sudah menderita DM
tipe II sudah 3 tahun. Pasien tidak rutin melakukan pengobatan pada penyakit
DM. Pada pemeriksaan tertanggal 25 Juni 2015 pasien terlihat baik, dapat
berkomunikasi, dan kooperatif.
Keadaan umum tampak baik, kesadaran kompos mentis. HR: 88x/m, RR:
18x/m, T: 36,0oC. TD: 100/60 mmHg. Pmx fisik: Terdapat ulkus pada bagian
anterior pedis sinistra dengan dasar nekrotik dan pus, 6x3 cm, dan digiti 2
pedis sinistra gangrene hingga phalanx proksimal. Dari foto rontgen pedis
didapatkan pembacaan tidak tampak osteomyelitis.
VI. DIAGNOSIS
DM tipe II dengan kompikasi berupa ulkus diabetic grade IV pedis sinistra
VII.
Abnormalitas
Riwayat penyakit
Problem
DM tipe II
3 tahun.
GDA saat rawat
Assessment
DM
hiperglikemi
komplikasi
dengan
kronis
komplikasi
IP Dx
IP Tx
-HbA1c
-Kultur
bakteri
ulkus
IP Mx
Infus RL 20 tpm
Cefoperazon 2x 1g
Clindamycin
Klinis
GDA
per pagi
3x300mg
12
ulkus diabetic
250
Kompikasi berupa:
stadium IV
pedis
(kriteria
3x500mg
Asam asetilsalisil
1x100mg
Wagner) pada
pedis sinistra
Metronidazole
Ai 3x22 U sc
Acarbose 3x100mg
anterior pedis
d.c
sinistra dengan
Rawat luka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
I.
Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa anggota
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World
Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang
jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu
13
14
pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa.
Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada
akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang
beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar
80% pasin diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan
dengan resisten insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi
glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan
seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan
pemulihan toleransi glukosa.
III. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi
glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi
ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urin, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Rasa alapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan
timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan
mengantuk.
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat
menjadi sakit berat dn timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
15
Kadar
glukosa Plasma
darah
sewaktu vena
(mg/dl)
Darah
Bukan DM
Belum pasti
DM
<110
DM
110-199
200
<90
90-199
200
kapiler
Kadar
glukosa Plasma
<110
110-125
126
darah
puasa vena
Darah
<90
90-109
110
(mg/dl)
kapiler
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien
adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria
serta pruritus vagina pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa
darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM.
Hasil pemeriksaam kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan
untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup
16
V. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan American Diabetes Association (ADA) :
1. Diabetes melitus
a. Tipe 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenille-onset dan tipe
dependen insulin; namun kedua tipe ini dapat muncul pada
sembarang usia. Diabetes tipe 1 ini dapat dibagi dalam 2 subtipe :
(a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel
beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak
diketahui sumbernya.
b. Tipe 2
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset
maturitas dan tipe nondependen insulin.
17
2. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan
riwayat gestasional terdahulu.
3. Tipe spesifik lain
a) Cacat genetik fungsi sel beta : MODY
b) Cacat genetik kerja insulin : sindrom resistensi insulin berat
c) Endokrinopati : sindrom cushing, akromegali
d) Penyakit eksokrin pankreas
e) Obat atau diinduksi secara kimia
f) infeksi
4. Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Pasien dengan IGT tidak dapat memenuhi kriteria diabetes melitus, tetapi
tes toleransi glukosanya memperlihatkan kelainan. Pasien-pasien ini
asimtomatis.
5. Gangguan glukosa puasa (IFG)
Gangguan glukosa puasa ditetapkan dengan nilai antara 110 dan 126
mg/100 ml.
VI. Penatalaksaan Diabetes Melitus
Modalitas yang ada pada penatalaksanaan DM terdiri dari; pertama terapi non
farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan
penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus, kedua terapi
farmakologis, yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi
insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan
terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah sebagainana yang diharapkan. Pemberian terapi
18
Perjalanan penyakit DM
19
melindungi
jantung,
menurunkan
kadar
trigliserida,
Perempuan
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di
antara makan besar.
3. Latihan Jasmani
Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali
per minggu dengan durasi 30-60 menit. Latihan jasmani yang dipilih
sebaiknya yang disenangi serta memungkin untuk dilakukan dan
hendaknya melibatkan otot-otot besar.
4. Terapi Farmakologis
20
diabsorpsi
dengan
cepat
dan
mencapai
menghindari
kemungkinan
hipoglikemia.
Dosis
sebaiknya
dimulai dengan dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2
minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130 mg/dl. Bila
glukosa darah puasa > 200 mg/dl dapat diberikan dosis awal yang
lebih besar . Obat ini sebaiknya diberi setengah jam sebelum
makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberi
sekali sehari sebaiknya diberi pada waktu makan pagi atau pada
makan makanan porsi terbesar.
Glinid
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea dan memiliki
struktur yang mirip tapi tidak mempunyai efek sepertinya.
Repaglinid & nateglinid diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian
oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati
sehingga diberikan 2-3 kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan
glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang
23
sehingga
24
26
Makroangiopati
Makroangiopati
diabetik
vaskular.
mengenai
arteri-arteri
insufisiensi
vaskular
Jika
mengakibatkan
akan
mengakibatkan
perifer,
perifer
penyumbatan
maka
yang
dapat
disertai
B. Ulkus Diabetik
I.
Definisi
Ulkus diabetikum, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi
pada kaki penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang
diakibatkan oleh penyakit diabetes itu sendiri. Insiden ulkus diabetikum
setiap tahunnya adalah 2% diantara semua pasien diabetes dan 5-7,5%
diantara pasien diabetes dengan neuropati perifer.
II. Patofisiologi
Ulkus diabetikum terjadi akibat adanya perubahan mikrovaskular dan
makrovaskular yang dalam hal ini terjadi neuropati dan Peripheral Vascular
Diseasse (PVD). Neuropati pada penderita diabetes memiliki prevalensi lebih
dari 50%. Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan diduga akibat perubahan
patologis yang diinduksi hiperglikemia pada neuron-neuron dan iskemia
karena berkurangnya aliran darah neurovaskular yang berakibat rusaknya
neuron. Selain neuropati dan PVD, terdapat satu faktor lagi yang berperan,
yaitu infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi sering
merupakan komplikasi iskemia dan neuropati.
Penyebab terjadinya ulkus bersifat multifaktorial, dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitas anatomi dan
faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekular
27
28
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan
pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki
diabetes (Edmonds 2004-2005) :
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya
dapat
dikerjakan
pada
pelayanan
kesehatan
primer,
baik
oleh
IV. Penatalaksanaan
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama :
Wound control
29
Vascular control
Perbaiki kelainan pembuluh darah perifer dengan modifikasi faktor risiko
terkait aterosklesrosis seperti hiperglikemi, hipertensi dan dislipidemia.
Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
yang terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah.
Status nutrisi harus diperhatian dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas
membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain harus juga diperhatikan
dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat
oksigenasi jaringan, demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut
tentu akan menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan
tidak diperbaiki.
Educational control
30
BAB III
PEMBAHASAN
Diabetes mellitus pada Tn. W berdasakan autoanamnesa dan alloanamnesa
yang menyatakan bahwa Tn. W sudah terdiagnosis DM sejak 3 tahun yang lalu.
Pada saat sebelum terdiagnosis DM, pasien mengalami gejala klinis yang khas
berupa poliuria, polidipsi, polifagi, sering lemas dan penurunan berat badan. Pada
pemeriksaan penunjang GDA perhari didapatkan kadar glukosa darah acak selalu
diatas 250 pada tanggal 19-25 juni 2015.
31
terjadi akibat
adanya
perubahan mikrovaskular
dan
makrovaskular yang dalam hal ini terjadi neuropati dan Peripheral Vascular
Diseasse (PVD). Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan diduga akibat
perubahan patologis yang diinduksi hiperglikemia pada neuron-neuron dan
iskemia karena berkurangnya aliran darah neurovaskular yang berakibat rusaknya
neuron. Selain neuropati dan PVD, terdapat satu faktor lagi yang berperan, yaitu
infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi sering merupakan
komplikasi iskemia dan neuropati. Pada pasien ini ulkus diabetik sudah mencapai
derajat IV dan sudah harus mendapatkan penanganan pembedahan karena digiti
dua pedis sinistra terdapat gangren. Akan tetapi kondisi pasien seperti kadar gula
darah harus diperbaiki dan harus dikontrol sesuai target untuk menghindari resiko
berat dari pembedahan tersebut. Infeksi diminimalisir dengan penggunaan
antibiotika untuk bakteri anareob yang dalam kasus ini menggunakan
cefoperazon, clindamycin, dan metronidazole.
Daftar Pustaka
1. Tjokroprawiro A., Setiawan P.B., Santoso D., Soegiarto G., 2007. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi pertama. Universitas Airlangga Press:
Surabaya.
2. Price, Sylvia A., 2010. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Jilid 1.Ed-6. EGC: Jakarta
32
33