Está en la página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram (ACOG, 1995).
Menurut World Health Organisation (WHO), yang dimaksud dengan persalinan
prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 atau kurang. Persalinan
preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian
perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat
lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang
terhambat.
Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena dua pertiga
dari kasus berpotensi sebagai penyebab kematian perinatal. Angka kejadian
preterm pada umumnya adalah sekitar 6-10%. Hanya 1,5% persalinan terjadi pada
umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5% pada kehamilan kurang dari 28
mingg. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun
angka kejadian Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) dapat mencerminkan
angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian nasional BBLR
nasional rumah sakit adalah 27.9%.
Pada persalinan ini, seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh
kembang organ-organ vital seperti belum matangnya paru yang menyebabkan ia
masih belum mampu untuk hidup di luar kandungan, sehingga sering mengalami
kegagalan adaptasi yang dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas yang
tinggi. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi multikompleks.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan
preterm,

seperti

solusio

plasenta,

kehamilan

ganda,

kelainan

uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini, infeksi dan
lain-lain. Oleh karena itu, penulis ingin membahas mengenai persalinan
prematuritas secara menyeluruh agar dapat menurunkan mortalitas maupun
morbiditas baik ibu maupun janin.

BAB II
STATUS PASIEN
2.1 IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Rekam Medik
MRS

: Ny. SJ
: 35 tahun
: Perempuan
: Jl. Pulp Kerto Rt 22 Rw 08 Kecamatan Gandus
: Islam
: SMA
: Ibu Rumah Tangga
: 771645
: 9 Agustus 2014

2.2 ANAMNESIS (autoanamnesis tanggal 9 Agustus 2014)


Keluhan Utama :
Hamil kurang bulan dengan keluar darah dari kemaluan
Riwayat Perjalan Penyakit :
1,5 jam SMRS penderita mengeluh keluar darah dari kemaluan,
berwarna merah segar, banyaknya 3x ganti celana dalam basah. Pasien juga
mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama
makin sering dan makin kuat (+). Riwayat nyeri perut (-), riwayat keluar airair dari kemaluan (-), bau busuk (-), riwayat keputihan (-), riwayat perut di
urut-urut (-), riwayat coitus 1 hari sebelumnya (-), riwayat demam (-),
riwayat minum obat/jamu (-). Penderita pernah dirawat karena penyebab
yang sama di bagian kebidananan RSMH 1 bulan yang lalu selama 12 hari
dan dikatakan tembuni dibawah dan menutupi jalan lahir.
Kemudian penderita ke RSMH, penderita mengaku hamil kurang bulan,
gerakan anak masih dirasakan.

Riwayat Perkawinan :
1x lamanya 3 tahun
Riwayat Reproduksi :
2

Menache umur 13 tahun, haid teratur, siklus 28 hari lamanya 5-6 hari.
Riwayat Obstetri :
G3P1A1
No

Tempat
Bersalin

Tahun

Hasil

Jenis

ANAK

Kehamilan

Persalinan

Kelamin

Berat

Keadaan

Bidan

2012

8 minggu

abortus

RSMH

2013

Preterm

normal

Perempuan

1300 g

JTM

Riwayat Kehamilan Sekarang :


Hari pertama haid terakhir

: 1 Desember 2013

Taksiran tanggal persalinan

: 8 September 2014

Lama hamil

: 34 minggu

Gerakan anak

: Masih dirasakan

Periksa hamil

: 3x di bidan

Riwayat penyakit yang pernah diderita :


Hipertensi

: disangkal

Penyakit Jantung : disangkal


Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Kelamin: disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Tuberkulosis

: disangkal

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi

: disangkal

Penyakit Jantung : disangkal


Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Kelamin: disangkal
3

Diabetes Melitus : disangkal


Tuberkulosis

: disangkal

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi dan Gizi


Sosial ekonomi dan gizi cukup
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
2.3.1 Status Present
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan

: 158 cm

Gizi

: Sedang

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,5oC

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Jantung

: Murmur (-), gallop (-)

Paru

: Vesikuler (+) N, wheezing (-), ronkhi (-)

Payudara

: Hiperpigmentasi, Simetris kanan dan kiri, retraksi (-)

Abdomen

: Cembung, scar livide (+), hati/limfa sulit dinilai

Edema pretibial

: -/-

Refleks fisiologis : +/+


Refleks patologis : -/BAK

: tidak ada kelainan

BAB

: tidak ada kelainan

2.3.2 Status Obstetri


4

Pemeriksaan luar: 9 Agustus 2014


Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah proccessus xiphoideus (29 cm),
detak jantung janin 143 kali/menit teratur, letak janin memanjang,
punggung kanan, bagian terbawah kepala, penurunan kepala 5/5, his
2x/10 menit/15 detik, taksiran berat janin 2480 gram.
Pemeriksaan Inspekulo: 9 Agustus 2014
Portio livide, OUE terbuka 2 cm, flour (-), fluxus (+) aktif, tampak
plasenta pada muara OUE.
Pemeriksaan dalam vagina:
Tidak Dilakukan
Pintu Atas Panggul
Tidak Dilakukan
Bidang Tengah Panggul
Tidak Dilakukan
Pintu Bawah Panggul
Tidak Dilakukan
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG (9 Agustus 2014)
Pemeriksaan Hematologi
Hb

: 11,3 g/dl

Eritrosit

: 3,49 juta/mm3

Hematokrit

: 32 vol%

Leukosit

: 7700/mm3

Trombosit

: 192000/mm3

DC

: 0/1/0/73/15/11

2.5 DIAGNOSIS KERJA


G3P1A1 hamil 34 minggu inpartu dengan HAP dengan perdarahan aktif
berulang e.c. plasenta previa totalis janin tunggal hidup presentasi kepala.
5

2.6 PENATALAKSANAAN
Konservatif
-

Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu, tanda perdarahan

IVFD RL gtt XX/menit

Inj ceftriaxone 2 x 1 g (IV)

Rencana terminasi perabdominal

2.7 PROGNOSIS
Ibu dan Janin : dubia
2.8 LAPORAN PERSALINAN (9 Agustus 2014)
Pkl. 01.45 WIB
Tindakan perabdominal dimulai.
Pasien dalam keadaan terlentang dalam spinal anestesi kemudian dilakukan insisi
mediana pada 2 jari diatas simfisis pubis.
Pkl. 01.50 WIB
Lahir neonatus hidup, laki-laki, BB 2600 g, PB: 45 cm, Apgar Score 8/9, FT
AGA. Kemudian dilakukan drip oksitosin sebanyak 20 IU dalam cairan infuse.
Pkl. 01.53 WIB
Lahir lengkap plasenta, BP 470 g, PTP 42 cm, uk 17x18 cm2. Dilanjutkan dengan
penjahitan uterus secara jelujur subkutikuler dengan vicryl 1.0. dilakukan
retroperitonealiasi dengan plain cat gut 2.0. Setelah diyakini bersih dan tidak ada
perdarahan dilanjutkan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis. Keadaan
umum ibu post partum baik, bayi dirawat di kamar bayi.
2.9 FOLLOW UP
Tanggal

Catatan

9-8- 2014

S: tidak ada keluhan


O: St present
TD: 120/80mmHg

N: 82x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,50C

St Obstetri
PL: Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), luka operasi tertutup
A: P2A1 post SSTP a.i Plasenta Previa (Hari ke-1)
P: Non Medikamentosa
-

Observasi keadaan umum, tanda vital dan tanda perdarahan

Medikamentosa
-

IVFD RL XX/menit
Inj ceftriaxone 2x1gr (iv)
Inj. Metronidazole 3x500mg (iv)
Inj. Asam tranexamat 3x1 amp
Inj. Tramadol 3x1 amp

10-8- 2014 S: O:St present


TD: 120/80mmHg

N: 84x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,50C

St Obstetri
PL: Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), luka operasi tertutup.
A: P2A1 post SSTP a.i Plasenta Previa (Hari ke-2)
P: Non Medikamentosa
-

Observasi keadaan umum, tanda vital dan tanda perdarahan

Medikamentosa
7

IVFD RL XX/menit
Inj ceftriaxone 2x1gr (iv)
Inj. Metronidazole 3x500mg (iv)
Inj. Asam tranexamat 3x1 amp
Inj. Tramadol 3x1 amp

11-8- 2014 S: O:St present


TD: 120/80mmHg

N: 86x/menit

RR: 22x/menit

T: 36,7oC

St Obstetri
PL: FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-)
lochia rubra (+), luka operasi kering
A: P2A1 post SSTP a.i Plasenta Previa (Hari ke-3)
P: Non Medikamentosa
-

Observasi tanda vital dan perdarahan


Mobilisasi dini
ASI on demand
Pemantauan luka
Rencana pulang

Medikamentosa
-

Cefadroxil tab 2x500mg (po)


Asam mefenamat tab 3x500 mg (po)
Neurodex 2x1 tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram (ACOG,
1995). Menurut World Health Organisation (WHO), yang dimaksud dengan
persalinan prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 atau
kurang. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 22-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
9

3.2 INSIDENSI
Kejadian persalinan prematur berbeda pada setiap negara, dinegara
maju, misalnya Eropa, angkanya berkisar antara 5-11%.Di USA, pada tahun
2000 sekitar satu dari Sembilan bayi ilahirkan premature (11.9%), dan di
Australia kejadiannya sekitar 7%. Meskipun di negara-negara maju deteksi
dini, pencegahan, dan pengelolaan persalinan premature telah dilakukan
dengan baik, namun dalam dekade terakhir terdapat sedikit kenaikan insidensi
akibat dari meningkatnya angkatan kerja wanita, meningkatnya kehamilan
dengan

teknologi

berbantu

(bayi

tabung,

ARTAssisted

ReproductiveTechnique) yang meningkatkan kejadian bayi kembar. Namun di


Swedia (5.6%), Prancis, dan Finlandia dilaporkan kejadian persalinan
premature menurun.
Di negara yang sedang berkembang, kejadiannya masih jauh lebih
tinggi, misalnya di India sekitar 30%, Afrika Selatar sekitar 15%, Sudan 31%
dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum
ada, namun angka kejadian Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) dapat
mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian
nasional BBLR nasional rumah sakit adalah 27.9%.
3.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik
yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya
kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stres pada ibu maupun janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. kelainan pada uterus atau serviks
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm :
1. Janin dan plasenta
a. Perdarahan trimester awal
b. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
10

c.
d.
e.
f.
g.

Ketuban pecah dini


Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gemelli
Polihidramnion

1. Ibu
a. Penyakit berat pada ibu
b. DM
c. Preeklamsi/eklamsi
d. Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
e. Penyakit infeksi dengan demam
f. Stres psikologik
g. Kelainan bentuk uterus/serviks
h. Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
i. Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
j. Pemakaian obat narkotik
k. Trauma
l. Perokok berat
m. Kelainan imunologi/kelainan resus
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm selama
kehamilan dan berdasarkan faktor epidemiologi antara lain:
1. Faktor yang terjadi selama kehamilan
a. Pecahnya kulit ketuban
Pecahnya kulit ketuban secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan
banyak dihubungkan dengan amnionitis yang menyebabkan terjadinya
lokus minoris pada kulit ketuban. Amnionitis ini diduga sebagai
dampak asenden infeksi saluran kemih.
Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab
terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Patogenesis
infeksi ini yang menyababkan persalinan belum jelas benar.
Kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 yang melepaskan
bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam
arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin
dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan
sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisisasi proses persalinan.
Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi
diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil aktivasi
monosit. Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1, tumor nekrosing
11

faktor (TNF), dan interleukin-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan


dengan persalinan preterm. Sementara itu, Platelet Activating Factor
(PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada
aktivasi sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan paru dan ginjal janin.
Dengan demikian, janin memerankan peran yang sinergik dalam
mengawali proses persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi.
Bakteri sendiri mungkin disebabkan kerusakan membran lewat
pengaruh langsung dari protease.14
b. Infeksi
Invasi bakteri akan menghasilkan produk-produk bakteri berupa
fosfolipase A2 (PLA2), endotoksin, kolagenase. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan produksi lipoxygenase, cycloxygenase, dan
sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, TNF). Makrofag juga akan mensintesis
prostaglandin dan tromboksan dalam jumlah besar yang bekerja secara
bersamaan dalam menimbulkan persalinan prematur.
c. Perdarahan antepartum
d. Kehamilan ganda dan hidramnion
Distensi uterus berlebihan sering menyebabkan persalinan prematur.
Usia kehamilan makin pendek pada kehamilan ganda, 25% bayi kembar
2, 50% bayi triplet dan 75% bayi kuadriplet lahir 4 minggu sebelum
kehamilan cukup bulan.
e. Kelainan uterus
Uterus yang tidak normal menganggu risiko terjadinya abortus spontan
dan persalinan prematur. Pada serviks inkompeten dimana serviks tidak
dapat menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks mengakibatkan kulit
ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan
kemudian pecah yang biasanya diikuti oleh persalinan. Terdapat
penelitian menyatakan bahwa risiko terjadinya persalinan prematur
akan makin meningkat bila serviks < 30 mm. Hal ini dikaitkan dengan
makin mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin pendek.
f. Penyakit sistemik kronis pada ibu: diabetes mellitus, penyakit jantung,
hipertensi, penyakit ginjal dan paru kronis.
2. Faktor epidemiologi
a. Umur ibu
12

Angka kejadian persalinan kurang bulan tinggi pada usia ibu dibawah
20 tahun dan diatas 35 tahun, kejadian paling rendah pada usia 26-35
tahun.
b. Berat badan ibu
Kejadian persalinan prematur hampir 3 kali lebih tinggi pada ibu yang
berat badannya kurang 50 kg pada saat hamil.
c. Keadaan sosial ekonomi
Wanita pada tingkat sosial ekonomi (pekerjaan dan pendidikan) lebih
rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi mengalami
persalinan kurang bulan dibandingkan dengan tingkat sosial ekonomi
lebih tinggi. Frekuensi persalinan kurang bulan hampir 2 kali lipat pada
buruh kasar dibandingkan dengan yang terpelajar.
d. Sanggama
Prostaglandin yang terlibat dalam mekanisme orgasme serta ada dalam
cairan seminal dapat merangsang pematangan serviks dan kontraksi
miometrium sehingga menyebabkan persalinan kurang bulan pada ibu
yang sensitif.
e. Riwayat obstetri sebelumnya.
Riwayat persalinan prematur dan abortus merupakan faktor yang
berhubungan sangat erat dengan persalinan prematur berikutnya.
Penderita yang pernah mengalami 1 kali persalinan prematur
mempunyai resiko 37% untuk mengalami persalinan prematur lagi dan
penderita yang pernah mengalami persalinan prematur 2 kali atau lebih
mempunyai resiko 70% untuk mengalami persalinan prematur.
f. Kebiasaan buruk seperti merokok dan narkoba.
Berdasarkan penelitian 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20
batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang. Juga resiko
kelahiran prematur meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari wanita
bukan perokok. Lebih dari itu resiko keguguran pada usia kehamilan
antara minggu ke 28 sampai 1 minggu sebelum persalinan empat kali
lebih tinggi dari yang bukan perokok. Seringkali terjadi kesulitan untuk
menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur, karena tidak
jarang seseorang dengan hamil prematur yang disertai dengan

13

timbulnya kontraksi tidak benar-benar dalam ancaman terjadinya proses


persalinan dimana bila hal ini dibiarkan saja persalinan tak akan terjadi.
3.4 PATOFISIOLOGI
Persalinan prematur dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti
infeksi, iskemik pada janin dan distensi uterus. Pada permukaan plasenta dan
membran amnion banyak mengandung makrofag. Bila ada invasi bakteri akan
dihasilkan produk-produk bakteri seperti Phospholipase A2 (PLA2),
endotoksin, dan collagenase. Peningkatan Phospholipase (PLC, PLA2) akan
melepaskan asam arachidonat yang dipakai untuk mensintesis COX-1 dan
COX-2 pada jalur sintesis prostaglandin. Selain itu terjadi peningkatan
produksi lipoxygenase, cycloxygenase, dan sitokin ( IL-1, IL-6, IL-8, TNF).
Makrofag akan mensintesis prostaglandin, enzim protease dan collagenase
yang akan menyebabkan penipisan serviks dan kontraksi otot miometrium
sehingga menginduksi persalinan premature.

Gambar 1. Permukaan desidua atau kulit ketuban


Permukaan desidua/kulit ketuban banyak mengandung makrofag
yang kaya akan sintesis prostaglandin (PG) dan tromboksan (Tx) yang terlibat
pada terjadinya persalinan prematur. Phospholipase (PLC,PLA2) dapat
diaktivasi oleh sejumlah reseptor (R), pelepasan asam arachidonat untuk
sintesis prostanoid lewatjalur cyclooxygenase. Pelepasan PG dan mediator
inflamasi

oleh

makrofag

merupakan

penyebab

terjadinya

kontraksi

miometrium (Husslein P, Lamont R, 2003)

14

Gambar 2. Patofisiologi persalinan prematur (Palenik SR, Morrisson JC, 2002)


3.5 DIAGNOSIS
Kriteria untuk menegakkan diagnosis persalinan prematur yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259
hari
2. Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:
a. Nyeri pinggang belakang
b. Perasaan menekan daerah serviks
c. Terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam, terdapat pembawa
tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau terdapat lendir
bercampur darah.
3. Jika proses persalinan prematur berkelanjutan, terjadi gejala klinik :
a. kontraksi uterus 4x/20menit atau 8x/60menit
b. Terjadi perubahan progresif serviks:
- pembukaan lebih dari 1 cm
- perlunakan sekitar 75-80%
- penipisan serviks
Perbedaan gambara klinik fetus prematurus dengan fetus mature ialah:
a. Gambaran garis-garis rajah pada telapak kaki
b. Besarnya nodulus mamae
c. Terbentuknya rambut
d. Pertumbuhan kartilago dan daun telinga
e. Gambaran neurologik dan elektroensefalografi
f. Penurunan testis dan gari-garis pada skrotum pada bayi laki-laki
Tanda-tanda fetus prematurus ialah:
15

a. Kepala bulat atau ovoid, ubun-ubun luas denagn sutura melebar, rambut
seperti bulu roma, telinga lembek karena kartilago sedikit.
b. Nodulus mamae kecil atau tidak ada
c. Kulit halus kemerah-merahan
d. Rambut lanugo banyak terutama pada ekstensor ekstremitas dahi dan
bagian atas punggung
e. Kuku jarang mencapai ujung jari
f. Pada bayi laki-laki testis hanya turun sedikit dan skrotum kosong
g. Menangis lemah, monoton , dan merengek dan mengisap lemah
h. Otot-otot lemah, gerakan lambat.
3.6 DIAGNOSIS BANDING
- Kontraksi pada kehamilan preterm
- Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat
3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urin
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c. Pemeriksaan darah tepi ibu:
o Jumlah lekosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih)
o leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)
o C-reactive protein (>0,7 mg/ml)
CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan
dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut
fraksi C. CRP dibentuk di hepatositsebagai reaksi terhadap IL-1, IL6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks <
3cm

(USG),

dapat

dipastikan

akan

terjadi

persalinan

preterm.

Sonografiserviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari


manipulasiintravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta
previa.
16

3. Pemeriksaan biokimia
- Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,
serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau
lebih, kadar fibronektin janin 50 mg/ml atau lebih mengindikasikan
risiko persalinan preterm.
- Coriotropin Realising Hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau
pada trimester II merupakan indikator kuat untuk terjadiya persalinan
preterm.
- Sitokin inflamasi: IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF- telah diteliti sebagai
indikator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
- Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama
kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester akhir yaitu 54,8
53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya
persalinan preterm.
- Ferritin: rendahnya kadar ferritin merupakan indikator yang sensitif
untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi ferritin berkaitan
dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi.
Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar
ferritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.
Parameter-parameter yang dipakai untuk memprediksi persalinan prematur:
a. Skor pelvik menurut Bishop
Tabel 2. Skor pelvik menurut Bishop
Nilai
0
Dilatasi serviks
0
Penipisan serviks
0-30%
Station
-3
Konsistensi serviks
Kenyal
Posisi serviks
Posterior
Skor pelvik yang dinilai yaitu

1
2
3
1-2 cm
3-4 cm
>4 cm
40-50%
60-70%
>70%
-2
-1
0
Medium
Lunak
Medial
Anterior
skor pelvik modifikasi Bishop yang

meliputi penilaian dilatasi serviks, penipisan serviks, station, konsistensi


serviks dan posisi serviks. Skor Bishop merupakan parameter yang baik
untuk memprediksi terjadinya persalinan prematur. Semakin besar nilai skor
17

Bishop menunjukkan ancaman persalinan prematur yang terjadi makin


progresif sehingga makin sulit untuk dihambat. Pada beberapa penelitian
didapatkan angka kejadian persalinan prematur berkisar 76% pada skor
Bishop >5.
b. Skor tokolitik menurut Baumgarten
Tabel 1. Skor tokolitik menurut Baumgarten
Nilai
Kontraksi
Ketuban

1
Tidak teratur
Utuh

2
Teratur
Pecah diatas

3
-

4
Pecah
dibawah/tidak jelas

Perdarahan
Dilatasi

Spotting
1cm

Banyak
2cm

3cm

4cm

serviks
Skor tokolisis menurut Baumgarten merupakan parameter yang baik
untuk memprediksi persalinan prematur dengan atau tanpa adanya ketuban
pecah dini. Skor tokolisis ini mengevaluasi kemungkinan terjadinya
persalinan prematur dengan mengkombinasikan 4 faktor klinis yaitu adanya
kontraksi uterus, utuh/tidaknya kulit ketuban, keluarnya lendir darah dan
dilatasi serviks. Pada beberapa penelitian didapatkan angka kejadian
persalinan prematur sebesar 10% pada skor tokolisis Baumgarten < 3. Bila
skor tokolisis Baumgarten > 4 maka angka kejadian persalinan prematur
meningkat sebesar 85%.
Usia kehamilan ditentukan dengan tanggal hari pertama haid terakhir,
pemeriksaan fisik ataupun dengan alat pemeriksaan penunjang ultrasonografi.
Sedangkan kontraksi uterus dikonfirmasi baik dengan pemeriksaan fisik
ataupun dengan kardiotokografi.
3.8 PENATALAKSANAAN
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:
- Menghambat proses persalinan dengan pemberian tokolisis
- Pematangan surfaktan paru dengan kortikosteroid, dan
18

- Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.


1. Tokolisis
Pemberian tokolisis perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi
uterus regular dengan perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis pada
persalinan preterm adalah:
- Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
- Memberi kesempatan pada terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin.
- Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih
lengkap
- Optimalisasi personel
Indeks tokolitik > 8 merupakan kontraindikasi pemberian tokolitik
Beberapa jenis obat tokolitik yang dipakai untuk menghambat persalinan :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontraksi berulang.
b. Obat -mimetik seperti:
- Salbutamol Perinfus: 20-50 g/menit Per oral : 4 mg, 2-4kali/hari
(maintenance) atau:
- Terbutalin Per infuse: 10-15 g/menit, Subkutan: 250 g setiap
6 jam. Per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance)
- Efek samping: Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia,
iskemi miokardial, edema paru
c. Magnesium sulfat dan antiprostaglandin (indometasin) : jarang
dipakai karena efek samping pada ibu dan janin.
- Parenteral: 4-6 gr/iv pemberian bolus selama 20-30 menit,
infus24gr/jam (maintenance)
- Efek samping: Edema paru, letargi, nyeri dada, depresi
pernafasan(pada ibu dan bayi)
- Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu
membatasi aktifitas atau tirah baring.
Nifedipin mengalami metabolisme di hepar dimana 70-80% dari
metabolitnya akan diekskresikan melalui ginjal sedangkan sisanya melalui
feses. Pada penderita dengan kelainan hepar seperti sirosis hati,

19

bioavailability dan waktu paruh mungkin akan memanjang sehingga perlu


dipertimbangkan untuk pemberian dosis yang lebih rendah.
Nifedipin dipergunakan secara luas sebagai obat antihipertensi yang
diberikan secara oral ataupun sublingual. Selain itu ada juga efeknya pada
uterus yaitu sebagai tokolitik1.3 Pada penderita hipertensi, pemberian 10-20
mg nifedipin sublingual dengan cepat akan menurunkan tekanan darahnya.
Penurunan ini dapat mencapai 20% dari tekanan awalnya, dan terjadi dalam
30 menit setelah pemberian. Efeknya dapat berakhir sampai 5 jam.Pada orang
normal, penurunan tekanan darah ini tidak bermakna. Diduga bahwa
mekanisme reflek baroreseptor yang masih baik akan mempertahankan
tekanan darah pada orang normal, sedangkan mekanisme ini pada penderita
hipertensi sudah terganggu. Kontraindikasi pemakaian nifedipin yaitu adanya
riwayat alergi nifedipin, hipotensi, kehamilan multipel, infeksi intrauterin,
plasenta previa, diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertiroid dan
preeklampsia berat.
Penelitian invitro menunjukkan bahwa nifedipin secara signifikan
menghalangi aktifitas kontraksi otot polos uterus pada wanita hamil dan
paska persalinan dengan menghalangi aliran kalsium pada membran sel otot.
Miometrium terdiri dari otot polos dimana kontraksi terjadi karena interaksi
aktin dan miosin. Interaksi ini tergantung pada kalsium sehingga peka
terhadap obat-obat yang dapat mempengaruhi aliran kalsium sel seperti
golongan obat antagonis kalsium. Obat antagonis kalsium akan mengurangi
konsentrasi kalsium bebas di sitoplasma sehingga menghambat kontraksi otot
polos uterus.
Nifedipin mengurangi amplitudo, frekuensi kontraksi dan irama dasar
miometrium. Nifedipin menghalangi aktifitas kontraksi spontan sebaik
potasium, oksitosin, prostaglandin dan vasopressin. Nifedipin lebih efektif
mengurangi aktifitas kontraktil miometrium pada kehamilan dibanding tidak
hamil. Banyak penelitian dengan angka keberhasilan yang tinggi pada
penggunaan nifedipin sebagai tokolitik1. 3,15 Sebagian besar manfaat yang
dicatat dalam penelitian tersebut adalah berkurangnya jumlah efek samping
20

pada ibu dan janin yang menggunakan nifedipin dibanding dengan obat-obat
lainnya.
Efek samping nifedipin merupakan akibat vasodilatasi yang
berlebihan berupa pusing, mual, flushing, hipotensi, edema paru dan gagal
jantung. Penurunan tekanan darah pada wanita normotensi yang sedang diberi
tokolitik pada umumnya terjadi tetapi asimtomatik dan secara klinik
tampaknya tidak bermakna. Dikatakan bahwa semua efek samping ini
biasanya timbul dalam waktu singkat, ringan dan reversibel bila terapi
dihentikan.
Penelitian meta analisis menunjukkan bahwa nifedipin lebih efektif
daripada beta agonis dalam menunda persalinan prematur minimal 48 jam.
Dosis awal nifedipin untuk tokolitik 30 mg secara oral dan diikuti 20 mg tiap
8 jam selama 3 hari cukup efektif untuk menghambat proses persalinan
prematur dengan efektifitas yang cukup tinggi.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin,
menurunkan
perdarahan

insidensi

Respiratory

intraventrikular,

yang

Distress
akhirnya

Syndrome,

mencegah

menurunkan

kematian

neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang


dari 35 minggu. Obat yang diberikan adalah deksametason atau
betametason. Pemberian steroid tidak diulang karena risiko terjadinya
pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid
adalah:
- Betametason: 2x12mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
- Deksametason: 4x6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
3. Antibiotika
Hanya diberikan bila kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan
adalah eritromisin 3x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah
ampisilin 3x500 mg selama 3 hari atau dapat menggunakan antibiotika lain
seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemerian ko-amoksiklaf karena
21

risiko NEC. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan


pasien dengan KPD adalah:
- Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril
- Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan pemeriksaan
spekulum.
- Pada pemeriksaan USG, bila didapat penurunan indeks cairan amnion
tanpa adanya kecuigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR
mengarah pada kemungkinan KPD.
Penderita dengan KPD dilakukan pengakhiran persalinan pada usia
kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil
pemeriksaan maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan
fasilitas perinatologi) sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan
diakhiri.
Akan tetapi bila ditemukan bukti infeksi (klinik dan laboratorium),
maka pengakhiran persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia
kehamilan. Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasarkan:
a. Usia gestasi
- Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan di tingkat
dasar/primer, mengingat prognosis relative baik
- Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit
dengan fasilitas perawatan neonatus yang memadai.
b. Keadaan selaput ketuban
- Bila didapat KPD dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,
maka ibu dan keluarga dipersilakan untuk memilih cara pengelolaan
setelah diberi konseling dengan baik.
Kontraindikasi penundaan persalinan
- Mutlak
Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak.
- Relatif
Gestosis, diabetes mellitus (beta-mimetik), pertumbuhan janin
terhambat, pembukaan serviks lebih dari 4 cm.

22

3.9 Cara persalinan


Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi lebar
dan perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.
Indikasi seksio sesarea:
a. Janin sungsang
a. Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
b. Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
c. Infeksi

intrapartum

dengan

takikardi

janin,

gerakan

janin

melemah,ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat


pervaginam tidak terpenuhi
d. Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa,
dansebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 C ( rawatintensif
di bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak. Bila bayiternyata
tidak mempunyai kesulitan ( minum, nafas, tanpa cacat) maka perawatancara
kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di rumah sakit berkurang.
Penyulit
1. Sindroma gawat nafas (RDS)
2. Perdarahan intracranial
3. Trauma persalinan
4. Paten duktus arteriosus
5. Sepsis
6. Gangguan neurologi
3.10 Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih
seringterjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi- bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi;
Morales (1987)menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita
anmionitis memilikirisiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres
23

pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan


intraventrikuler 3 kali lebih besar.
1. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).Paru-paru yang
matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas dengan
bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapatterisi oleh udara
dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karenaadanya suatu bahan
yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru- paru dan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak
menghasilkan

surfaktan

dalam

jumlah

yang

memadai,sehingga

alveolinya tidak tetap terbuka. Diantara saat-saat bernafas, paru- paru


benar-benar mengempis, akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan.
Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa
kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika
penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam sebuah
ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung
melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
2. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan
refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan
otak atau serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang,
orang bayi prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Ha ini
bisa menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di
otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi
erangan apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran
dahnya terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan
terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler ).atau cedera .
3. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi
pemberianmakanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil
mungkin akanmembatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan,
sehingga pemberian usu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi
muntah. Pada awalnya,lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah akanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian
susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
24

4. Retinopati

dan

gangguan

penglihatan

atau

kebutaan

(fibroplasiaretrolental )
5. Displasia bronkopulmoner
6. Penyakit jantung
7. Jaundice
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang
normaluntuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan
seldarah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama
yanglahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat
(yang bersifat sementara), yang dapat menyebabkan sakit kuning
(jaundice). Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum
matang dan kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih
belum empurna. Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan
menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi pencernaan bayi.
8. Infeksi atau septicemia
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang
sempurna.Mereka belum menerima komplemen lengkap antibody dari
ibunya melewati plasenta (ari-ari).Resiko terjadinya infeksi yang serius
(sepsis) pada bayi prematur lebihtinggi. Bayi prematur juga lebih rentan
terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan pada usus).
9. Anemia
10. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-n
ubah, bisa tinggi (maupun rendah (hipoglikemia).
11. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.12.Keterbelakangan
mental dan motorik
3.11 Pencegahan
Ada dua macam pendekatan pada usaha-usaha untuk menurunkan
angka persalinan prematur. Pendekatan pertama adalah upaya-upaya untuk
mencegah atau menunda terjadinya persalinan prematur. Pada pendekatan
ini, penting diketahui apakah wanita hamil tersebut mempunyai risiko untuk
mengalami proses persalinan prematur atau tidak dan juga diharapkan ada
obat-obat yang dapat menghambat persalinan prematur secara efektif
dengan efek samping minimal. Pendekatan kedua adalah usaha-usaha yang
ditujukan untuk mengurangi kematian dan kelahiran prematur yaitu dengan
25

regionalisasi pelayanan kesehatan perinatal, yang memastikan bayi prematur


dilahirkan pada unit perawatan intensif dengan fasilitas dan staf yang
terlatih.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm antara lain:
- Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
- Hindari jarak kehamilan terlalu dekat.
- Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
-

antenatal yang baik.


Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat.
Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.

BAB IV
ANALISIS KASUS
26

Ny. SJ, 35 tahun, G3P1A1 datang ke RSUP Mohammad Hoesin Palembang


dengan keluhan hamil kurang bulan dengan keluar darah dari kemaluan. Pasien
mengaku darah yang keluar berwarna merah segar sebanyak 3x ganti celana.
Pasien juga mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul
makin lama makin sering dan makin kuat (+). Riwayat keluar cairan (-), keluar
darah dan lendir (-). Urin jernih dan tidak bercampur darah. Pasien juga mengaku
hamil kurang bulan dan gerakan anak masih dirasakan. Pasien juga memiliki
riwayat pernah dirawat sebelumnya 1 bulan yang lalu dengan keluhan yang
sama di RSMH selama 12 hari. Dari riwayat kehamilan sekarang, pasien
menyatakan hari pertama haid terakhir adalah 1/12/2013 dan siklus haid selama
28 hari dan teratur. Dari status present tidak didapatkan kelainan.
Hasil dari pemeriksaan obstetri, didapatkan tinggi fundus adalah 3 jari
dibawah processus xyphoideus dengan tinggi fundus 29cm, denyut jantung janin
didapatkan 143 kali per menit dengan letak janin memanjang, HIS (+), dan
tafsiran berat janin 2480 gram. Pemeriksaan inspekulo tampak: Portio livide, OUE
terbuka 2 cm, flour (-), fluxus (+) aktif, tampak plasenta pada muara OUE.
Kemungkinan perdarahan pada kehamilan lanjut ialah plasenta previa,
solutio plasenta dan rupture uteri. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan,
solutio plasenta dapat disingkirkan karena pasien tidak mengeluhkan perdarahan
yang disertai dengan rasa nyeri dan darah berwarna merah segar. Sedangkan
rupture uteri dapat disingkirkan karena tidak ditemukan urin yang bercampur
darah. Oleh karena itu, pasien ini didiagnosis G 3P1A1 hamil 34 minggu inpartu
dengan HAP dengan perdarahan aktif berulang e.c plasenta previa totalis janin
tunggal hidup presentasi kepala. Prognosis pasien baik pada ibu dan bayinya
adalah dubia.
Terapi yang diberikan adalah konservatif dengan observasi tanda vital ibu,
HIS, DJJ, jumlah perdarahan, pemberian antibiotik profilaksis dengan ceftriaxone
2 x 1 gram untuk mencegah infeksi dan rencana terminasi perabdominal.
1 jam setelah masuk RS, pasien menjalani persalinan perabdominal.
Lahir neonates hidup laki-laki berat 2600 g panjang 45 cm, Apgar score 8/9, FT

27

AGA. Lahir lengkap plasenta, BP 470 g, PTP 42 cm, uk 17x18 cm 2. Keadaan


umum ibu post partum baik dan bayi dirawat diruang perawatan bayi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Steer, P.J. 2006. The Epidemiology of Preterm Labour: Why Have Advances
Not Equated to Reduced Incidence. Br J Obstet Gynaecol. Page: 113.

28

2. Petrou, S. 2005. The Economic Consequences of Preterm Birth During the


First 10 Years of Life. Br J Obstet Gynaecol. Page: 112:10-5.
3. Ichtiarti, P. 2003. Perbandingan Efektifitas Nifedipin dan Isoksuprine dalam
Menghambat Proses Persalinan Preterm [Tesis]. Lab./UPF Ilmu kebidanan
dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUD
Dr. Kariadi. Semarang.
4. Prawirohardjo, S. 1999. Ilmu Kebidanan: Kelainan dalam Lamanya
Kehamilan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal: 312 317.
5. Lamont, R.F. 2006. A Practical Guide: Setting up a Preterm Prevention
Clinic. Br J Obstet Gynaecol. Page: 113, 86-92.
6. Lamont, R.F. 2006. A Quality Assessment Tool to Evaluate Tocolytic Studies.
Br J Obstet Gynaecol. Page: 113, 96-99.
7. Kim, A., Shim J.Y. 2006 Emerging Tocolytics for Maintenance Therapy of
Preterm Labour: Oxytocin Antagonist and Calcium Channel Bockers. Br J
Obstet Gynaecol. Page: 113, 113-115.
8. Cunningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics 21st ed: Mechanism of Normal
Labor. McGraw Hill Inc. Page: 291-308.
9. Blackburn. S.T. 2003. Maternal, Fetal. & Neonatal Physiology 2nd ed:
Parturition and Uterine Physiology. Washington: Saunders. Page: 130-157.
10. ACOG Practice Bulletin. 2003. Management of Preterm Labor. Am J Obstet
Gynecol. Page: 101, 1039-1046.
11. Gilbert, W.M. 2006. The Cost of Preterm Birth: The Low Cost Versus High
Value of Tocolysis. Br J Obstet Gynaecol. Page: 113, 4-9.
12. Norwitz, E.R., Robinson, J.N., Challis, J.R.G. 1999. The Control of Labor.
Massachusetts Medical Society. Page: 341, 660-666.
13. Carsten, M.E., Lu, M.C. 2004. Essential of Obstetrics and Gynecology 4th
ed.: Endocrinology of Pregnancy and Parturition. Philadelphia: Elsevier
Saunders. Page: 57-64.
14. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan: Persalinan Preterm. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal: 668-675.
15. Husslein, P., Lamont, R. (ed). 2003. Strategies to Prevent the Morbidity and
Mortality Associated with Prematurity. Br J Obstet Gynaecol. Page: 110:1-135
16. Supono. 1982. Ilmu Kebidanan Bagian Patologi. Bagian Obsteri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

29

30

También podría gustarte