Está en la página 1de 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non
hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh
sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.1,2
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang
dapat dimodifikasi. Antara lain usia, jenis kelamin, herediter, dan ras/etnis.
Sedangkan yang dapat dimodifikasi antara lain riwayat stroke, hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, merokok, dan obesitas. Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi
dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi serta cabangcabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20
menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu
arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri
tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut.3
Hingga saat ini pemahaman terkait penyebab, gejala, tatalaksana, dan
prognosis dari SNH masih belum dipahami secara luas. Sehingga dirasa perlu untuk
dibuat suatu kajian dengan pendekatan ilmiah untuk menjabarkan mengenai SNH
dengan menjabarkan secara langsung contoh penderita SNH untuk diamati dan
dipelajari mengenai variasi-variasi yang ada pada pasien SNH.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau kematian.2
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan
di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.3
2.2 Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi
trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang
mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke
mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam
atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.4
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke
dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.4
2

2.3 Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
Stroke non hemoragik yang mencakup5:
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,
abses, granuloma.
Berdasarkan subtipe penyebab3:
a. Stroke lakunar
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik
2.4 Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang
dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita
stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan
diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.15,16
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:3,4
Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua
kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitiannya terhadap 45
kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada
tentan umur 45-65 tahun.8,9
3

Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematiannya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih
Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko
yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis
kelamin laki-laki 58,4% dari penelitiannya terhadap 197 pasien stroke non
hemoragik.8,10
Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke
pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut
penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada
keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.5
Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara
di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).8
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima
tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.8
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya
stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7
yang dimaksud dengan tekanan darah tinggi apabila tekanan darah lebih tinggi dari
140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
4

mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga


mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.8,11
Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan
stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di
jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.8
Diabetes Melitus (DM)
Kadar glukosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus.5,8
Komplikasi jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh pembuluh kecil
(mikroangiopati) dan pembuluh pembuluh besar (makroangiopati). Mikroangiopati
merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nefropati diabetic) dan saraf saraf perifer
(neuropati diabetic), otot otot serta kulit.
Makroangiopati

mempunyai

gambaran

histopatologi

berupa

arterosklerosis.

Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi
glukosa setelah makan karbohidrat, sehingga terjadilah hiperglikemia berat dan
apabila melebihi ambang batas reabsorbsi oleh ginjal maka timbulah glikosuria.
Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran
urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin,
maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang
(polifagia) mungkin akan timbul dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan cairan
elektrolit. Ketika tubuh kehilangan cairan maka darah mengalami kepekatan yang
membuat darah menggumpal atau dengan kata lain mengalami trombosis. Trombosis
adalah proses kompleks yang berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis
5

yang selanjutnya dapat menghasilkan penyempitan pembuluh darah yang mengarah


ke otak5,8
(Transient Ischemic Attack) TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat
akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan bervariasi namun biasanya dalam 24 jam. Satu dari seratus orang
dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup
mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami
stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke
dalam lima tahun setelah serangan pertama.5,12
Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis
penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga
lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini
menghasilkan empat kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipoprotein, LDL memiliki kadar kolesterol tertinggi,
sedangkan VLDL memiliki kadar trigliserida tertinggi, kadar protein tertinggi
terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau
trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak
langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL
>100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut
Dedy Kristofer (2010), dari penelitiannya pada 43 pasien stroke, di dapatkan
hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan
LDL yang tinggi 69,8%.8,12,13

Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan
predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan
cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi
badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight
BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.8,13
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida
yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di
samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya
proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam
Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat
kali.5,8
2.5 Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit.
Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari
jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum

posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi


arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.5,6
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan
masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah
yang memperdarahi otak diantaranya dapat berupa:3
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik,
sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang
terkena.
2.6 Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan,
menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak
terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang
dapat di nilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik


(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta
simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi,
salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas
manusia, dan gangguan koordinasi (sindrom serebelar):3,5
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang
akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri.
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya.
Asinergia adalah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu
corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam
suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak
dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis, dimana tidak biasa gerak cepat yang arahnya
berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua
kaki ditelapakkannya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini
badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga
bergoyang-goyang.
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri

akan

mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula


sebaliknya dan sebagian juga terjadi hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan
kelumpuhan.15
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien
stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%,
diikuti oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan
hemiparesese dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan
9

insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda
berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :16
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi
arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria
serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin
mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif
karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfagia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
10

i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi


j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
2.7 Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian
hal-hal berikut ini:17
1. Status mental
a. Tingkat kesadaran
b. Bicara
c. Orientasi
d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir
e. Pertimbangan
f. Abstraksi
g. Kosakata
h. Respons emosional
i. Daya ingat
j. Berhitung
k. Pengenalan benda
l. Praksis (integrasi aktivitas motorik)
2. Nervus kranial
a. Nervus olfaktorius (N.I) diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang
hidung kemudian di suruh membedakan bau.
11

b. Nervus optikus (N.II) yang diperiksa adalah ketajaman penglihatan, lapang


pandang, membedakan warna, dan pemeriksaan funduskopi.
c. Nervus okulomotorius (N.III), Nervus troklearis (N.IV), Nervus abdusen (N.VI)
yang diperiksa adalah kedudukan bola mata, pergerakan bola mata, nistagmus,
celah mata, ptosis, dan pupil.
d. Nervus trigeminus (N.V) dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan
menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan
cabang motorik pada pipi.
e. Nervus fasialis (N.VII) di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
f. Nervus vestibulokoklearis (N.VIII) yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
g. Nervus glosofaringeus (N.IX) di periksa daya pengecapan pada sepertiga
posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
h. Nervus vagus (N.X) dengan cara memeriksa cara menelan.
i. Nervus asesorius (N.XI) dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di
berikan si pemeriksa.
j. Nervus hipoglosus (N.XII) bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di
julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorik
a. Masa otot bisa dengan inspeksi.
b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan,
bandingkan dengan sisi yang lain. Skala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak
ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh
gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan
sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal).

12

c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan
dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi
sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot.
4. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo
profunda, dan reflek superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps,
brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan skala 0-4+ yaitu 0:
tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek
hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit,
hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek
merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek superfisial yang
abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski
untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores
bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki
melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan
penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral
kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan
menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan
b. Sensasi nyeri
c. Sensasi getar
d. Propriosepsis (sensasi posisi)
e. Lokalisasi taktil.
6. Fungsi serebelar
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati
sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah
menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut,
dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.
13

c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.


d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan
kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes
ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya
untuk keseimbangan.
e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung
berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan
punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan
langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan.
Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris
yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.
2.8.

Pemeriksaan Laboratorium dan Teknik Pencitraan


Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan

etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan
kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1. Gula darah
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30%
dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak
yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter
pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping
itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5,18
2. Profil lipid
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan
komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko
aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada
dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu, oleh karena itu kadar
14

HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di
turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan
terjadinya aterosklerosis dan stroke.14
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu:3,19
1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat
memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua
kasus stroke non hemoragik.12
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
ringan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang
peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.12
3. Ultrasonografi dan MRA (Magnetic Resonance Angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk
mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.12
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.12

2.9 Penatalaksanaan

15

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik.


Diperlukan pengobatan sedini mungkin. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan
cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.2
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah
sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang
dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini
tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi
beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di
berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset
di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
16

c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas


infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna
(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
d. Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus
diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200
mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan
darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20
mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di
naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
e. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
f. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
g. Pertimbangkan MRI pada pasien dengan stroke vertebrobasiler atau sirkulasi
posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
h. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000
unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa
tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
17

3) Stroke dalam evolusi


4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
i. Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke
non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin)
sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang
adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga
pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat
pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan
melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat
untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan
atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan
trombolitika:19
a.

Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di


gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku.
Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.20

b.

Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit


sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama
sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah
aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.20

c.

Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus


diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase,
alteplase, urokinase, dan reteplase.20

d.

Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang


muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan
pengontrolan perkembangan kesehatan di rumah sakit kembali, di samping
melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota
18

keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap
281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan,
23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. 5,20
2.10

Komplikasi

a. Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non


neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasikomplikasi tersebut yaitu:2
b. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati
secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam
biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri
antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
c. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka
dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar
atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa
nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
d. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis
(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema
serebri dan harus di hindari.
e. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5
hari sejak onset stoke :
1) < 50 mg/dl

: dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

2) 50-100 mg/dl

: dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam

3) 100-200 mg/dl

: pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

4) 200-250 mg/dl

: insulin 4 unit intravena

5) 250-300 mg/dl

: insulin 8 unit intravena

6) 300-350 mg/dl

: insulin 12 unit intravena

7) 350-400 mg/dl

: insulin 16 unit intravena

8) > 400 mg/dl

: insulin 20 unit intravena

f. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam


19

g. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur


dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari,
pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan
pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
h. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di
lakukan neurorestorasi dini.
i. Trombosis vena dalam, dicegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
j. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di
karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di
lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.
2.11 Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular
aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.2
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral,
dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok,
hindari kegemukan dan kurang gerak.2
2.12 Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis
yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80%
pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode
20

akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara
sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap
tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau
125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak
28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian
maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan
kecacatan.21-24

BAB III
LAPORAN KASUS
21

1.

2.

IDENTITAS
Nama

NKRW

Umur

50 tahun

Jenis kelamin

Perempuan

Bangsa

Indonesia

Suku

Bali

Agama

Hindu

Alamat

Batu Agung

Pekerjaan

Ibu rumah tangga

Nomor rekam medik

142806

Tanggal status dibuat

25 Mei 2015

Dokter yang merawat

dr. I Gusti Putu Ardana, Sp.S

AUTOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS
2.1. Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Lemah separuh tubuh kiri
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:
Pasien datang ke IGD RSUD Negara datang sadar mengeluh lemah
separuh tubuh kiri mendadak sejak pagi hari, kelemahan terjadi secara
bersamaan antara tangan dan tungkai kiri saat bangun tidur malam. Keluhan
dikatakan berat hingga pasien tidak bisa mengangkat tangan dan kakinya.
Sebelumnya pasien baru terbangun dari tidur malam dan hendak bangun dari
tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Namun tiba-tiba pasien merasa lemah
pada tangan dan tungkai kanannya sehingga pasien terjatuh dari tempat tidur.
Bicara pelo (+) dikatakan muncul bersamaan dengan lemah separuh tubuh kiri.
Saat pasien berbicara terdengar kata-katanya menjadi kurang jelas sehingga
sulit dimengerti. Suara pasien seperti orang cadel, sulit mengucapkan kata-kata
yang mengandung huruf R. Namun, apabila diperhatikan dengan baik pasien
masih mampu untuk berkomunikasi dengan baik dimana pasien masih mampu
22

menjawab pertanyaan sesuai dengan hal yang ditanyakan. Menurut keluarga


pasien, suara pasien sebelum sakit berbeda dengan suara pasien saat ini.
Keluhan suara pelo ini dirasakan menetap dan masih dirasakan hingga sekarang.
Keluhan suara pelo ini dikatakan tidak membaik walaupun sudah beristirahat.
Bibir mencong (+) dirasakan bersamaan dengan suara pelo dan kelemahan
separuh tubuh kiri. Saat pasien mengeluh lemah separuh tubuh kiri, suami
pasien menyadari bahwa bibir pasien menjadi mencong. Bibir mencong masih
dirasakan hingga sekarang, dan tidak membaik dengan istirahat.
Sakit kepala (+) sejak 1 bulan SMRS, dirasakan seperti berdenyut dan semakin
memberat. Menurut pasien, sakit kepala dirasakan terus-menerus dan tidak
hilang dengan istirahat dan minum obat sakit kepala.
Rasa tebal atau kesemutan separuh tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat
trauma kepala (-), muntah (-), keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pasien
mengatakan bisa BAK namun karena sulit berjalan dan nyeri kepala sehingga
harus dibantu dengan menggunakan pampers. Pasien belum BAB selama 4 hari.
.
2.2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus yang diketahui sejak 5 tahun
yang lalu. Untuk mengontrol gula darah pasien dikatakan rutin mengonsumsi
obat metformin (2x1) dan Glibenclamid (1x1), namun obat dikatakan sudah
habis sejak 5 hari SMRS sehingga tidak dikonsumsi. Pasien memiliki riwayat
hipertensi yang baru diketahui sejak 2 tahun yang lalu dan pasien minum obat
antihipertensi secara teratur.
2.3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan
yang sama seperti yang dialami pasien saat ini. Riwayat penyakit kencing
manis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi pada keluarga dikatakan tidak
ada. Riwayat penyakit sistemik lain juga disangkal oleh pasien.

23

2.4. Riwayat Pribadi / Sosial

3.

Lahir : normal

Kanan / Kidal

: kanan

Mulai bicara

: tidak ingat

Makanan

Gagap

: tidak ada

Minuman keras : disangkal

Mulai jalan

: tidak ingat

Merokok

: tidak

Mulai membaca

: tidak ingat

Kawin

: ya, 1 kali

Jalan waktu tidur

: tidak ingat

Anak

:2

Ngompol

: tidak ingat

Abortus

: tidak ada

Pendidikan

: SMP

Kontrasepsi

: tidak ada

Lain-lain

: tidak ada

: biasa

STATUS PRESENT
Berat

: 80 kg

Tinggi

: 165 cm

Frekuensi

: 24 kali / menit

IMT

: 29.38 kg/m2

Jenis

:thoracoabdonimal

Pola

: normal

Tekanan darah,

Pernapasan

kanan

: 150/100 mmHg

Suhu Aksila

: 36,5 oC

kiri

: 150/100 mmHg

VAS

: 6 (0-10) di kepala

Nadi,
kanan

: 100 kali / menit

kiri

: 100 kali / menit

Kepala
Mata

: Konjungtiva pucat (-/-); ikterus (-/-);


refleks pupil (+/+); (3 mm/3 mm)

THT
Telinga

: Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)

Hidung

: Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)

Tenggorok : Tonsil (T1/T1); Hiperemik (-); nyeri (-); edema (-)


Mulut

: Sianosis (-), lainnya: tidak ada

Lainnya

:
24

Leher
Arteri karotis komunis kanan, bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri, bruit (-)
Lainnya

: tidak ada

Thoraks
Jantung,

inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

palpasi

: ictus cordis tidak teraba; thrill (-)

perkusi

: batas atas

: ICS II kiri

batas kanan : PSL kanan setinggi ICS V


batas kiri
Paru,

: MCL kiri ICS V + 2 cm

auskultasi

: S1 S2 tunggal regular; murmur (-)

inspeksi

: dekstra-sinistra simetris

palpasi

: vokal fremitus (normal/normal)

perkusi

: suara perkusi (sonor/sonor)

auskultasi

: vesikuler (+/+); ronkhi (-/-)


wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-); asites (-); peristaltik (-)

Auskultasi

: bising usus (+); normal

Palpasi
Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Perkusi
Genitalia

4.

: timpani
: tde

Ekstremitas

: akral hangat

Kulit

: sianosis (-)

edema

STATUS NEUROLOGIKUS
25

4.1. Kesan Umum


Kesadaran

: compos mentis (GCS : E 4 V 5 M 6 )

Kecerdasan

: sesuai tingkat pendidikan

Kelainan jiwa

: tidak ada

Kaku dekortikasi

:(-)

Kaku deserebrasi

:(-)

Refleks leher tonik


(Magnus-deKleijn)

:(-)

Pergerakan mata boneka : tidak dievaluasi


Deviation conjugee

:(-)

Krisis okulogirik

:(-)

Opistotonus

:(-)

Kranium
bentuk

: normocephali

simetris

: simetris

fontanel

: normal tertutup

kedudukan

: normal

perkusi

: pekak

palpasi

: ttb benjolan

transluminasi : hydrocephalus (-) auskultasi

: bruit (-)

4.2. Pemeriksaan Khusus


Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk

: (-)

Tanda Kernig

: (-/-)

Tanda leher Brudzinski


(Brudzinski I)

: (-/-)

Tanda tungkai kontralateral Brudzinski


(Brudzinski II)

: (-/-)

Saraf Otak
Kanan

Kiri

Nervus I
26

Subjektif

: tidak ada keluhan

Objektif

: normal

normal

Nervus II
Visus

: belum dievaluasi

Kampus

: belum dievaluasi

Hemianopsia

: belum dievaluasi

Melihat warna

: belum dievaluasi

Skotom

: belum dievaluasi

Fundus

: belum dievaluasi

Nervus III, IV, VI


Kedudukan bola mata : di tengah

di tengah

Pergerakan bola mata : baik ke segala arah

baik ke segala arah

Nistagmus

: tidak ada

tidak ada

Celah mata

: normal

normal

Ptosis

: tidak ada

tidak ada

bentuk

: bulat, reguler

bulat, reguler

ukuran

: 3 mm

3 mm

Pupil

Refleks pupil
r. cahaya langsung : miosis

miosis

r. cahaya konsensuil : miosis

miosis

r. akomodatif /
konvergen

: (+)

(+)

: (-)

(-)

: (-)

(-)

r. pupil MarcusGunn
Tes Wartenberg
Nervus V
Motorik

: Normal

Normal

Sensibilitas

: Normal

Normal
27

Refleks kornea
langsung

(+)

(+)

konsensuil

(+)

(+)

Refleks korneamandibuler

: (-)

(-)

Refleks bersin

: (+)

(+)

Becterew

: (+)

(+)

Refleks maseter

: (-)

(-)

Trismus

: tidak ada

tidak ada

Refleks menetek

: tidak ada

tidak ada

Refleks snout

: tidak ada

tidak ada

Nyeri tekan

: tidak ada

tidak ada

Refleks nasal

Nervus VII
Otot wajah saat istirahat
lipatan dahi

: simetris kiri kanan

sudut mata

: simetris kiri kanan

sulkus nasolabialis : mendatar di sisi kiri


sudut mulut

: leboh rendah di sisi kiri

Mengerutkan dahi

: normal

normal

Menutup mata

: normal

normal

Meringis

deviasi kearah dekstra

Bersiul / mencucu

deviasi kearah sinistra

Gerakan involunter
Tic

: negatif

negatif

Spasmus

: negatif

negatif

Lainnya

: tidak ada

Indera pengecap
Asin

: normal

Asam

: normal
28

Manis

: normal

Pahit

: normal

Sekresi air mata

: normal

Hiperakusis

: negatif

Tanda Chvostek

: (-)

(-)

Reflek Glabela

: (-)

(-)

: normal

normal

Rinne

: (+)

(+)

Schwabach

: normal

normal

Weber

Bing

: (+)

(+)

Tinitus

: tidak ada

tidak ada

Keseimbangan

: belum dapat dievaluasi

Vertigo

Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan)
Tes garpu tala

tidak ada lateralisasi

tidak ada

Nervus IX, X, XI, XII


Langit-langit lunak

: simetris kiri kanan

Menelan

: normal

Disartri

: tidak ada

Disfoni

: tidak ada

Lidah
Tremor

: tidak ada

Atrofi

: tidak ada

Fasikulasi

: tidak ada

Ujung lidah saat


istirahat

: simetris

Ujung lidah sewaktu


29

dijulurkan keluar

: di kiri

Refleks muntah

: normal

Mengangkat bahu

: normal

normal

: normal

normal

Fungsi m. sternokleido-mastoideus
Anggota Atas
Kanan
Simetris

Kiri

: simetris

simetris

:5

:5

:5

:5

Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas)
M. biseps
(fleksi l. atas)
M. triseps
(ekstensi l. atas)
Fleksi pergelangan
tangan

Ekstensi pergelangan
tangan

:5

:5

:5

Tonus

: normal

menurun

Tropik

: distropi (-)

distropi (-)

Biseps

: (++)

(+)

Triseps

: (++)

(+)

Membuka jari-jari
tangan
Menutup jari-jari
tangan

Refleks

30

Radius

: (++)

(+)

Ulna

: (++)

(+)

Leri

: (+)

(+)

lengan (Grewel)

: (+)

(+)

Mayer

: (+)

(+)

Hoffman-Tromner : (-)

(-)

Memegang

: (-)

(-)

Palmomental

: (-)

(-)

Perasa raba

: normal

normal

Perasa nyeri

: normal

normal

Perasa suhu

: normal

normal

Perasa proprioseptif : normal

normal

Perasa vibrasi

: normal

normal

Stereognosis

: normal

normal

Barognosis

: normal

normal

titik

: normal

normal

Grafestesia

: tidak ada

tidak ada

Topognosis

: normal

normal

Parestesia

: tidak ada

tidak ada

: bde

bde

Pronasi-abduksi

Sensibilitas

Diskriminasi dua

Koordinasi
Tes telunjuktelunjuk

Tes telunjuk-hidung : normal

bde

Tes hidungtelunjuk-hidung

: normal

bde

Tes pronasi-supinasi
31

(diadokokinesis)

: normal

bde

Tes tepuk lutut

: normal

bde

Dismetri

: bde

Fenomena lajak
(Stewart Holmes)

: normal

bde

Vasomotorik

: normal

normal

Sudomotorik

: normal

normal

Pilo arektor

: normal

normal

Tremor

: negatif

negatif

Khorea

: negatif

negatif

Atetosis

: negatif

negatif

Balismus

: negatif

negatif

Mioklonus

: negatif

negatif

Distonia

: negatif

negatif

Spasmus

: negatif

negatif

Tanda Trousseau

: (-)

(-)

Tes Phalen

: bde

bde

Vegetatif

Gerakan involunter

Nyeri tekan pada saraf : (-)

(-)

32

Badan
Keadaan kolumna
vertebralis
Kelainan lokal

: tidak ada

Nyeri tekan /
ketok lokal

: tidak ada

Gerakan
Fleksi

: bde

Ekstensi

: bde

Deviasi lateral

: bde

Rotasi

: bde
Kanan

Keadaan otot-otot

Kiri

simetris, atrofi (-)

Refleks kulit
dinding perut atas

: (+)

(-)
33

Refleks kulit dinding


perut bawah

: (+)

(-)

Refleks Kremaster

: (+)

(+)

Refleks anal

: (+)

(+)

Perasa raba

: normal

normal

Perasa nyeri

: normal

normal

Perasa suhu

: normal

normal

Sensibilitas

Koordinasi
Asinergia serebelar : bde
Vegetatif
Kandung kencing

: normal

Rektum

: normal

Genitalia

: normal

Gerakan involunter

: tidak ada

Anggota Bawah
Kanan
Simetri

Kiri

: simetris

simetris

Fleksi panggul

:5

Ekstensi panggul

:5

Fleksi lutut

:5

Ekstensi lutut

:5

Plantar-fleksi kaki : 5

Dorso-fleksi kaki

:5

:5

Tonus

: normal

menurun

Trofik

: normal

normal

Tenaga

Gerakan jarijari kaki

34

Refleks
Lutut (KPR)

: (++)

(+)

Achilles (APR)

: (++)

(+)

kaki (Grewel)

: (++)

(-)

Plantar

: (++)

(-)

Babinsky

: (-)

(+)

Oppenheim

: (-)

(-)

Chaddock

: (-)

(-)

Gordon

: (-)

(-)

Schaefer

: (-)

(-)

Stransky

: (-)

(-)

Gonda

: (-)

(-)

Bing

: (-)

(-)

Mendel-Bechterew : (-)

(-)

Rossolimo

: (-)

(-)

Paha

: (-)

(-)

Kaki

: (-)

(-)

Perasa raba

: normal

normal

Perasa nyeri

: normal

normal

Perasa suhu

: normal

normal

Perasa proprioseptif: normal

normal

Perasa vibrasi

: normal

normal

titik

: normal

normal

Grafestesia

: normal

normal

Topognosis

: normal

normal

Parestesia

: tidak ada

tidak ada

Supinasi-fleksi

Klonus

Sensibilitas

Diskriminasi dua

35

Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki

: normal

bde

: normal

bde

Vasomotorik

: normal

normal

Sudomotorik

: normal

normal

Pilo arektor

: normal

normal

Tremor

: (-)

(-)

Khorea

: (-)

(-)

Atetosis

: (-)

(-)

Balismus

: (-)

(-)

Mioklonus

: (-)

(-)

Distonia

: (-)

(-)

Spasmus

: (-)

(-)

Tes Romberg

: bde

bde

Tes ibu jari kakitelunjuk


Vegetatif

Gerakan involunter

Nyeri tekan pada saraf : (-)

(-)

Fungsi Luhur
Afasia motorik

tidak ada

Afasia sensorik

tidak ada

(anomik)

tidak ada

Afasia konduksi

tidak ada

Afasia global

tidak ada

Agrafia

tidak ada

Aleksia

tidak ada

Apraksia

tidak ada

Afasia amnestik

36

Agnosia

tidak ada

Akalkulia

tidak ada

Pemeriksaan Lain
Tanda Myerson

: tidak ada

Tanda Lhermitte

: tidak ada

Tanda Naffziger

: tidak ada

Tanda Dejerine

: tidak ada

Tanda Tinel

: tidak ada

Tanda Lasegue

: (-)

(-)

(Lasegue silang)

: (-)

(-)

Lainnya

: (-)

(-)

Bragad

: (-)

(-)

Sicard

: (-)

(-)

Pattrick

: (-)

(-)

Kontra pattrick

: (-)

(-)

Tanda Valsava

: (-)

(-)

Tanda OConnel

4. RESUME
Pasien wanita berusia 50 tahun, suku Bali, kinan, datang ke IGD RSUD
Negara setelah mengalami kelemahan separuh tubuh kiri sekitar 3 jam SMRS.
Kelemahan terjadi bersamaan antara lengan dan kaki kiri saat bangun dari tidur
malam. Kelemahan dikatakan berat hingga pasien tidak bisa mengangkat lengan dan
tungkai kirinya. Bicara pelo (+), bibir mencong (+), babinski kiri (+).
*Status Present (18/2/2015)
Tekanan darah

: 150/100 mmHg (kanan)


150/100 mmHg (kiri)

Nadi

: 100 x/menit
37

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu Aksila

: 36.5o C

St. General

: dbn

*Status Neurologis (18/2/2015)


GCS E4V5M6
Paresis N VII (S) SN
Paresis N XII (S) SN
Hemiparesis flaksid (S) grade 1/1
Refleks babinski dan varian (+) (S)
5.

DIAGNOSIS TOPIK
Kapsula Interna (D) bagian genu dan crus posterior

6.

DIAGNOSIS BANDING
Stroke non Hemorhagic e.c. suspek trombus
Stroke non Hemorhagic e.c. suspek emboli

7.

DIAGNOSIS MUNGKIN
Stroke non Hemorhagic e.c. suspek trombus

8.

PENATALAKSANAAN
MRS pro observasi, terapi
Bedrest
Citicholin 500 mg @12 jam PO
Asetosal 100 mg @24 jam PO
B6B12 1 tab @12 jam
Asam folat 1 tab @12 jam
Planning diagnostic : CT-scan Kepala, DL, PT, APTT, konsul kardiologi,
konsul fisioterapi
Monitoring: Vital sign, keluhan.

9.

PROGNOSIS
Ad Vitam

: Dubius ad bonam

Ad Functionam

: Dubius ad bonam

Ad Sananctionam

: Dubius ad malam
38

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 50 tahun, suku bali, pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga. Memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, tidak
memiliki riwayat merokok, minum alkohol. Tidak ada riwayat hipertensi pada
keluarga kandung pasien. Secara teori, individu dengan jenis kelamin laki-laki
memiliki faktor risiko yang lebih tinggi menderita stroke dibandingkan dengan
perempuan. Stroke biasanya pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35
tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Gen berperan besar dalam beberapa
faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan
kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke.
Pada pasien didapatkan paresis nervus fasialis kiri dan hemiplegia ekstremitas
kiri. Sesuai dengan teori jika lesi melibatkan kapsula interna (misalnya, oleh
perdarahan atau iskemia), akan terjadi hemiplegia spastic kontralateral. Lesi pada
level ini mengenai serabut pyramidal dan serabut non pyramidal, karena serabut
kedua jaras tersebut terletak berdekatan. Traktus kortikonuklearis juga terkena,
sehingga terjadi paresis nervus fasialis (N.VII) kontralateral, dan mungkin disertai
oleh paresis nervus hipoglosus (N.XII) tipe sentral. Namun tidak terlihat deficit
nervus kranialis lainnya karena nervus kranialis motorik lainnya mendapat persarafan
bilateral. Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flasid (pada fase syok)
tetapi menjadi spastic dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabutserabut nonpiramidal yang terjadi bersamaan.
Pasien ini diberikan obat Citicholin 500 mg @12 jam PO, Asetosal 100 mg
@24 jam PO, B6B12 1 tab @12 jam, Asam folat 1 tab @12 jam, serta Planning
diagnostic : CT-scan Kepala, DL, PT, APTT, konsul kardiologi, konsul fisioterapi.
Secara teori, prinsip penatalaksanaan SNH yaitu diberikan, Antikoagulansia ,
39

Penghambat trombosit, Trombolitika. Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan


dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien
stroke perlu melakukan kontrol perkembangan kesehatan di rumah sakit kembali, di
samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan
anggota keluarga dan ahli terapi.

40

BAB V
KESIMPULAN
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non
hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis
serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri
karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari.
Pasien wanita berusia 50 tahun, suku Bali, kinan, datang ke IGD RSUD
Negara setelah mengalami kelemahan separuh tubuh kiri sekitar 3 jam SMRS.
Kelemahan terjadi bersamaan antara lengan dan kaki kiri saat bangun dari tidur
malam. Kelemahan dikatakan berat hingga pasien tidak bisa mengangkat lengan dan
tungkai kirinya. Bicara pelo (+), bibir mencong (+), babinski kiri (+). Diagnosis topis
yaitu kapsula interna (D) dan diagnosis kerja yaitu stroke non hemorrhagic. Pasien
direncanakan untuk pemeriksaan CT-scan Kepala, DL, PT, APTT, konsul kardiologi,
konsul fisioterapi. Prognosis pasien ad vitam dubuis ad bonam, ad functionam dubius
ad bonam, dan ad sananctionam dubius ad malam.

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran
FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.
2. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke

Iskemik.

UNDIP.

Semarang.

2010.

http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf

(diakses: 23

Mei 2015)
3. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid
2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
4. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.
5. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
2010: 290-91.
6. Noeryanto M. Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional Neurologi,
Universitas Diponegoro. Semarang, 2002.dalam Standard Pelayanan Minimal
Tatalaksana Stroke Non Hemoragik Fase Akut Dan Pfevensi Skunder.2011.
http://standar-pelayanan-minimal-tatalaksana.html (diakses: 23 Mei 2015).
7. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat
Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM
UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?
action=4&idx=3745. (diakses: 23 Mei 2015).
8. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
42

9. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang


Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.
10. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke
Di

Rsud

Kabupaten

Kudus.FK

UNDIP.Semarang.2002.

http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (diakses: 23 Mei 2015)


11. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
12. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
13. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid
1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
14. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (diakses: 23 Mei 2015)
15. Andaka

D.

Normalkah

Body

Mass

Index

(BMI)

Anda?.2008.

http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.( diakses: 23
Mei 2015)
16. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau
Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.
17. Swartz MH, Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.

43

18. Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap Di
RSU

Herna

Medan

Tahun

200.FKM

USU.Medan.2002.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569 (diakses: 23 Mei 2015)


19. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.
20. Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (diakses: 23 Mei 2015).
21. Giraldo,

elias.

Stoke

ischemic.2010.

http://www.merck.com/mmpe/sec16/

ch211/ch211b.html. (diakses: 23 Mei 2015)


22. Goldstein LB. Stroke Ischemic.2010. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/
ency/article/000726.htm. (diakses: 23 Mei 2015)
23. Yayasan

Stroke

Indonesia.

Stroke

Non

Hemoragik.

Jakarta.

2011.

http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250 (diakses: 23 Mei 2015)


24. Artikel

Kedokteran.

Stroke

Non

Hemoragik.2011.http://stroke-non

hemoragik.html. (diakses: 23 Mei 2015)

44

También podría gustarte