Está en la página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Semen Ionomer Kaca (SIK) pertamakali diperkenalkan
oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972 sebagai bahan
restorasi gigi. Bahan ini terdiri atas bubuk dan likuid:
bubuknya berupa bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan
likuidnya adalah asam polialkenoat. Bahan ini merupakan
hibrida antara semen silikat dan semen polikarboksilat. SIK
mempunyai beberapa klasifikasi, tetapi susunan untuk
semua kategori tidak berbeda dan perbedaannya terletak
pada rasio antara bubuk-likuid serta ukuran partikel yang di
sesuaikan dengan fungsinya. Kelebihan SIK dibandingkan
dengan material restorasi lain adalah kemampuan
beradhesi dengan permukaan gigi secara kimia,
melepaskan fluor dan biokompatibel. Karena awalnya sifat
fisiknya kurang baik dan indikasinya terbatas, maka pada
akhir tahun 1980an SIK mulai dikembangkan. Hasilnya
adalah SIK yang dimodifikasi resin yang disebut Semen
Ionomer Kaca Modifkasi Resin (SIKMR). Pada SIK jenis ini,
ditambah hidroksietilmetakrilat (HEMA) yang bersifat
fotoinisiator. Penambahan komponen ini dapat
meningkatkan sifat fisik dan estetik. Pada perkembangan
terakhir, diperkenalkan SIK yang menggunakan partikel
ukuran nano yang hasilnya dapat meningkatkan adaptasi
tepi, estetika maupun pelepasan fluornya1.
Awalnya semen ini dirancang untuk tambalan estetik pada gigi
anterior dan dianjurkan untuk penambalan gigi dengan preparasi kavitas
kelas III dan V. Semen ini menghasilkan ikatan adhesi yang sangat kuat
dengan struktur gigi, akan sangat berguna untuk restorasi konservatif pada

daerah yang tererosi. Kebutuhan akan retensi mekanis melalui preparasi


kavitas menjadi berkurang atau ditiadakan.2
Ionomer kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang
menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini
mendapatkan namanya dari formulanya yaitu sutu bubuk kaca dan asam
ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut sebagai semen
polialkenoat. 2
Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai
bahan perekat, pelapik, bahan restoratif untuk restorasi konservatif kelas I
dan II, sebagai penutup pit dan fisura. Meskipun demikian, semen ionomer
kaca tidak dianjurkan untuk restorasi kelas II dan IV karena sampai saat ini
formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap keausan
penggunaan jika dibandingkan dengan komposit. 2Salah satu syarat
yang harus dipenuhi oleh material yang digunakan pada
tubuh manusia adalah bersifat biokompatibel, yaitu
kemampuan material tersebut untuk berinteraksi dengan 3
jaringan hidup tanpa menimbulkan reaksi yang merugikan.
Sifat ini ditentukan oleh komponen yang dikandung oleh
material yang dapat menimbulkan berbagai reaksi didalam
tubuh. Reaksi tersebut bisa berupa toksisitas,
mutagenisitas atau keganasan. Toksisitas timbul karena
komponen material tersebut bersifat toksik sedangkan
mutagenisitas terjadi karena suatu material mampu
menimbulkan perubahan didalam gen reproduksi sel yang
kadangkala menyebabkan kerusakan sel dan terjadinya
pertumbuhan sel yang tidak terkendali1.
Karena biokompabilitas SIK sebagai bahan restorasi
sudah tidak diragukan lagi dan walaupun toksisitasnya
masih kontroversi, namun bahan ini terus dikembangkan
baik dalam komposisi komponen maupun indikasi
penggunaannya. Kini, selain sebagai bahan restorasi, SIK

juga digunakan penutup apeks, penutup perforasi, atau


pada perawatan pulp capping3 .
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana memanipulasi semen glass ionomer dengan
tepat dengan menggunakan alat yang benar .
2. Apakah ada perbedaan setting time semen glass
ionomer dengan variasi rasio bubuk/cair .

1.3

Tujuan Praktiikum
1. Mahasiswa mampu memanipulasi semen glass ionomer
dengan tepat dengan menggunakan alat yang benar .
2. Mahasiswa mampu membedakan setting time semen
glass ionomer dengan variasi rasio bubuk/cair .

1.4

Metode Penulisan

Metode Literatur
Penyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada bukubuku kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya seeta jurnal
kedokteran yang relevan dengan topik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Glass ionomer cement adalah istilah dalam kedokteran gigi yang
menunjukkan sekelompok bahan gigi yang menggunakan tepung kaca
silikat dan larutan asam poliakrilat.4
2.2 Komposisi
Bubuk : yaitu larutan dasar asam kalsium aluminosilikat glass yang
mengandung fluoride. Ini dibuat dengan mencampur silika + alumina +
kalsium fluoride, metal oksida dan metal fosfat pada 1100o-1500o C
kemudian tuangkan lelehan ke pelat logam atau ke dalam air. Glass yang
terbentuk dihancurkan, digiling dan ditumbuk menjadi bubuk 20-50. Ukuran
tergantung kebutuhan. Campuran dapat terurai oleh asam karena adanya ion
Al+3 yang bisa dengan mudah dapat masuk ke dalam jaringan silika. Ini
adalah sifat yang memungkinkan pembentukan semen. Fungsi dari masingmasing komponen diantaranya adalah :
1. Alumina : meningkatkan opasitas
2. Silika
: meningkatkan translusensi
3. Fluoride : meningkatkan to fusi, antikariogenesitas, meningkatkan
translusensi, meningkatkan waktu kerja, meningkatkan kekuatan
4. Ca- Fluoride
: meningkatkan opasitas, berperan sebagai
pencair/pengalir
5. Al-Fosfat : meningkatkan to leleh, meningkatkan translusensi
6. Cryolite
: meningkatkan translusensi, sebagai pencair/pengalir 5
Cairan : Cairan yang digunakan pada GIC adalah asam poliakrilik dengan
konsentrasi sekitar 10%. 2
Bahan tambahan : Asam tartar, metal oksida dan polifosfat. 5
Reaksi Setting :
Pada pencampuran bubuk dan cairan atau bubuk dan air asam secara lambat
merendahkan lapisan luar partikel kaca melepaskan ion Ca+2 dan Al+3.
selama fase setting awal, Ca+2 dilepaskan lebih cepat terutama bertanggung
jawab untuk reaksi dengan poliacid untuk membentuk produk reaksi seperti
yang ditunjukkan dalam gambar 2.5. Al +3 dilepaskan lebih lambat dan
terlibat dalam setting fase selanjutnya sehingga sering disebut sebagai reaksi
4

fase sekunder. Bahan terdiri dari ini kaca yang tidak bereaksi tertanam
dalam matriks silang poliacid. Fase setting digambarkan pada gambar 24.6.6

2.3 Sifat
1. Sifat Fisik
Sifat yang sangat menonjol dari penggunaan semen ionomer kaca
sebagai bahan restorative adalah kekuatannya terhadap fraktur. Semen
ionomer kaca tipe II jauh lebih inferior daripada komposit. Juga lebih
rentan terhadap keausan terhadap dibanding komposit bila dikenai uji
abrasi dengan sikat gigi secara in vitro dan uji keausan oklusal. Namun,
semen ionomer kaca cukup menarik karena mempunyai kecocokan
biologis, dapat melekat pada email dan dentin, dan bersifat
antikariogenik.2

Seperti banyaknya sifat dental cement, sifat glass ionomer


tergantung padda rasio bubuk:cairan. Sayangnya hand mixing dengan
rasio bubuk:cairan yang optimal akan menghasilkan campuran yang
kering dan tampak rapuh yang kurang disukai oleh dokter gigi. Oleh
karena itu ada kecenderungan untuk dokter gigi untuk menambahkan
lebih banyak cairan untuk memberikan konsistensi yang lebih basah
dengan efek yang merugikan pada sifat fisik materi. Masalah ini diatasi
oleh penggunaan enkapsulasi dan mekanik pencampuran. 6
2. Mekanisme Adhesi
Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum
dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demukian, sepertinya tidak
diragukan bahwa perlekatan ini terutama melibatkan proses relasi dari
gugus karboksil dari poilasam dengan kalsium di Kristal apatit email
dan dentin. Meskipun ini berlaku untuk semen polikarboksilat,
mekanisme adhesi dari semen ionomer kaca juga setara, karena
keduanya berdasar pada poliasam. Ikatan dengan email selalu lebih
besar daripada ikatan dengan dentin, ini dikarenakan kandungan
anorganik dari email lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar
dilihat dari sudut pandang morfologi. 2
2.4 Klasifikasi
Berasarkan aplikasinya :
Tipe I : Luting pada mahkota, jembatan dan bracket
Tipe II a : Semen restorasi untuk estetika
Tipe II b : Semen restorasi untuk kekuatan
Tipe II dapat juga digunakan sebagai fissure sealant, restorasi untuk gigi
sulung.
Tipe III : Lining cement dan base
Tipe IV : meliputi light cure dan dual cure GI.
2.5 Indikasi

1. Karies kelas v estetik baik dengan daya tahan lebih efisien dan lebih
2.

direkomendasikan daripada amalgam untuk gigi anak anak.


Karies yang mencapai pulpa, abrasi cervical, tumpatan untuk gigi

decidui. 6
3. Cocok untuk restorasi pada gigi sulung anterior terutama dibagian
proksimal.
4. Untuk karies kelas III dan V. 2
2.6 Kontra Indikasi
1. Tidak dapat digunakan untuk karies kelas IV dan kelas I gigi permanen
2. Restorasi tumpatan dengan penekanan oklusal bersifat merusak
3. Agak opak daripada resin komposit sehingga kurang estetik untuk gigi
depan

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Bahan
a. Bubuk dan cairan glass ionomer tipe II
b. Vaselin

Gambar 1. b. Vaselin

3.2 Alat
a. Pengaduk plastik
b. Paper pad
c. Celluloid strip
7

d. Lempeng kaca
e. Cetakan plastikukuran diameter 10 mm, tebal 1 mm.
f. Plastic filling instrument
g. Sonde

Gambar 2. a. Pengaduk plastik

c. Celluid strip

d. Lempeng kaca

g. Sonde

3.3

Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini adalah :
a. Permukaan cetakan pada pita seluloid diulasi dengan vaselin,
kemudian cetakan diletakkan di atas pita seluloid dan lempeng kaca.
b. Bubuk diambil sebanyak 1 sendok takar, letakkan di atas paper pad.
c. Cairan diteteskan 1 tetes, dengan cara memegang botol secara
vertikal kemudian ditekan perlahan-lahan, diteteskan di dekat bubuk
( P : L = 3,8 : 1 merk Chemflex ).
d. Waktu awal pencampuran dicatat menggunakan stopwatch. Bubuk
dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dicampur dengan cairan

selama 5 detik, kemudian ditambahakan bubuk bagian kedua dan


diaduk kurang lebih selama 10 detik sampai homogen. Total waktu
pencampuran adalah 20 detik. (waktu yang digunakan sewaktu
praktikum adalah 1 menit)
e. Adonan dimasukkan kedalam cetakan kemudian permukaan
diratakan. Permukaan adonan ditutup dengan pita seluloid. Working
time dimulai awal pengadukan sampai 1,5 menit.
f. Setting time diukur dengan menusukkan permukaan adonan glass
ionomer menggunakan ujung sonde, hingga sonde tidak dapat
menembus permukaan adonan. Setting time dicatat yang dihitung
sejak awal pencampuran hingga semen mengeras.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil Praktikum
Hasil dari percobaan di atas adalah :
No.
1.
2.
3.

4.2

Percobaan
Percobaan I
Percobaan II
Percobaan III

Ratio P : L
1:1
1,5 : 1
0,5 : 1

Setting time
14 menit 47 detik
11 menit 47 detik
23 menit 35 detik

Pembahasan
Semen ionomer kaca merupakan bahan restorasi yang berupa
serbuk dan cairan. Rasio serbuk/cairan dirokemendasikan sekitar 3 gram :
1

gram.

Setting

time semen ionomer kaca menurut ISO 9917 untuk

restorative semen antara 2 6 menit sedangkan untuk bahan luting 2.5-8


menit. Untuk working time kurang lebih 2 menit pada suhu 23 derajat
Celcius. 6
Dengan ketebalan 2 mm. Glass ionomer cement memiliki waktu
setting antara 6-8 menit dihitung sejak awal pencampuran. 6
Hasil praktikum dengan menggunakan rasio 1:1 dimana digunakan
1 sendok takar bubuk GIC dan 2 tetes larutan GIC menunjukkan setting
time 14 menit 47 detik dihitung sejak awal pencampuran. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil tidak sesuai dengan teori dan spesifikasi No 96
(ISO 9917) yang dikeluarkan oleh ANSI/ADA yang menyatakan bahwa
setting time GIC untuk restorative semen antara 2 6 menit. Hal ini

10

kemungkinan disebabkan oleh larutan yang digunakan terlalu banyak


sehingga adonan menjadi sedikit lebih cair dan setting time lebih lama
daripada ketentuan yang ditetapkan oleh ADA.
Hal lain yang memperlambat setting time diantaranya adalah:
1. Suhu.
Setting

dapat

diperlambat

dengan

melakukan

pencampuran pada lempeng yang dingin, tetapi teknik ini akan


berpengaruh pada kekuatannya. 7
2. Rasio bubuk: cairan.
Penurunan rasio akan berakibat buruk pada sifat semen
yang sudah mengeras dan kerentanannya terhadap degradasi di
dalam rongga mulut. 2
Semakin sedikit jumlah bubuk yang digunakan maka
setting time akan semakin lambat.
3. Varnish.
Bahan harus dilindungi dari kontaminasi kelembaban
selama satu jam terlebih dulu, jika tidak kekuatan dan kelarutan
cenderung dipengaruhi. Oleh karena itu perlu untuk memberikan
varnish pada permukaan filling segera setelah pengerasan awal.
Varrnish yang digunakan terdiri dari resin tahan air terlarut
dalam pelarut yang mudah menguap seperti eter atau etil asetat.
Varnish ini diharapkan mampu perlindungan pada kaca ionomer
untuk variasi waktu, dari beberapa detik hingga satu jam atau
lebih tergantung pada secepat apa dia terlepas. 6
Hasil praktikum menunjukkan bahwa semakin sedikit bubuk yang
ditambahkan maka setting time akan semakin lama yaitu menjadi 23 menit
35 detik, sedangkan apabila bubuk ditambahkan semakin banyak maka
setting time menjadi lebih pendek yaitu menjadi 11 menit 43 detik. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin sedikit bubuk yang
ditambahkan maka setting time semakin lama.
Keuntungan dari campuran yang lebih sedikit bubuknya diantaranya
adalah mudahnya pencampuran bubuk dan cairan pada saat manipulasi,
selain itu sifat fisik dari tumpatan lebih halus. Sedangkan kerugiannya

11

adalah campuran menjadi lengket dan dengan banyaknya kelebihan cairan


menjadi lebih mudah larut dalam saliva.
Sedangkan jika bubuk yang ditambahkan terlalu banyak maka
tumpatan akan rapuh dan lemah dan tampak tidak halus permukaannya.
BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dipraktikumkan dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan setiing time antara
rasio bubuk cairan yang digunakan pada manipulasi
semen ionomer kaca atau GIC . Semen ionomer kaca
dengan lebih sedikit bubuk cendrung lebih lama setting
time nya dan sedangkan dengan jumlah bubuk lebih
banyak setting time semen ionomer kaca menjadi lebih
cepat . Selain itu tentunya sangat berguna bagi praktikan
dalam meningkatkan kemampuan memanipulasi bahan
kedokteran gigi Glass Ionomer Cement didalam percobaan
berikutnya .

5.2

Saran
Praktikan lebih banyak melakukan percobaan
memanipulasi Glass Ionomer Cement. Sebaiknya setiap
anggota kelompok dapat melakukan percobaan
memanipulasi Glass Ionomer Cement sehingga praktikan
memiliki pengalaman dan kemampuan untuk
memanipulasi Glass Ionomer Cement

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Nagaraja UP, Kishore G. Glass Ionomer Cement: The
different Generations. Trends. Biomat Art Org. Vol 18(2), Jan
2005 .
2. Anusavice, KJ. 2004. Phillips buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi, ed 10,
alih bahasa drg. Johan Arief Budiman dan drg. Susi Purwoko. Jakarta,
Indonesia : EGC, h. 449-455.
3. Mitra S. Glass Ionomer and Related filling Material in
Contemporary Dental Materials. Oxford Univ Press.2005.
4. Hamzah, Fanani, Abdul Rahman, Cucu Setyawati dan
Suwardi. Jurnal keramik dan gelas Indonesia vol 19. No.2,
December 2010, p.136-148
5. Mahesh, STR, P. Sureshm J, Sandhyarani. J. Glass ionomer
cement (GIC) in dentistry : a review. International Journal of
Plant, Animal and environmental science, vol (1) issue 1,
2011, p.26-27
6. McCabe, JF and Angus W.G. Walls. 2008. Applied dental
materials, 9th ed. Singapore : Blackwell, p. 253 dan p.249.
7. Powers, JM and Ronald L Sakaguchi. 2006. Craigs
restorative dental materials 13th ed. United States, United
States : Elsevier, p.497-499

13

14

También podría gustarte