Está en la página 1de 10

AKUNTANSI

PERPAJAKAN
(KOREKSI FISKAL)
Mei 12, 2013Uncategorized

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan


oleh wajib pajaksebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi
wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan
pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan
akuntansi pajak.
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Beda tetap.
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba
neto untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan
akuntansi pajak.
Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya
: biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b.
Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi
komersial, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak,
biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya
: biaya penyusutan, biaya sewa
Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :

a. Koreksi fiskal positif


Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan
kena pajak dan PPh terutang.
Contoh : Biaya PPh
Selengkapnya lihat Jenis koreksi fiskal positif.
b. Koreksi fiskal Negatif
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena
pajak dan PPh terutang.
Contoh : Penghasilan bunga deposito.
B. Jenis-Jenis Koreksi Fiskal :
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara
akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN
1994 jo UU Nomor 17 Tahun 2000), yaitu terdiri dari :
1. Beda Tetap :
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan
PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada
badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.

Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan


PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak
tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan
lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga
deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar
20%.

Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai
berikut :

Perusahaan Dagang

Penjualan Bruto Rp

-/- Retur .. Rp
(-)

Penjualan Netto ..... Rp

Harga Pokok Penjualan:

Persediaan awal tahun . Rp__________

Pembelian

Tersedia untuk dijual .

Persediaan akhir tahun

Rp

Rp

Rp

_ (+)

(-)

Harga Pokok Penjualan . Rp

Laba Bruto Usaha

Rp____________

Biaya administrsi dan Umum Rp

Penghasilan Netto Usaha

Penghasilan Di Luar Usaha

Rp..

Rp

..

Rp _

Jumlah Penghasilan Neto (Komersial). Rp

===========

(-)

Rp____________

Biaya Di Luar usaha

Penghasilan netto luar usaha ..

(-)

Dari jumlah penghasilan neto komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaianpenyesuaian (adjust-ment), yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk
memperoleh penghasilan neto fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada
perhitungan yang diakui secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut
KOREKSI FISKAL. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal POSITIF
dan koreksi fiskal NEGATIF.

Pengertian Rekonsiliasi Fiskal


Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara
komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi
fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan
wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan
perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh
Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak
menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun
pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap
seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara
ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang

penghasilan (pasal 9 UU PPh)


4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal)
tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri
dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang
mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif
adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.

a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal
lebih kecil dari pada Rugi Komersial).

Contoh:

Uraian

Komersial

Fiskal

Keterangan

Pemberian sembako untuk pegawai

diakui

Tidak diakui

Harus dikoreksi

Pemberian fasilitas rekreasi u/ pegawai

diakui

Tidak diakui

Harus dikoreksi

Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai

diakui

Tidak diakui

Harus dikoreksi

Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih
kecil dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang
dihitung secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara
komersial. Karena laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut
koreksi fiskal positif.

b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal
lebih besar dari pada Rugi Komersial).

Contoh:

Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk
jangka waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan
Komersial-nya adalah sbb:

Harga perolehan

Rp100.000.000

Penyusutan tahun pertama 20%

Rp20.000.000

Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado

Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya
adalah sbb:

Harga perolehan

Rp100.000.000

Penyusutan tahun pertama 25%

Rp25.000.000

Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun
pertama nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.

Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial


akan tampak sebagai berikut:

Uraian

Komersial

Fiskal

Keterangan

Penyusutan

Rp20.000.000

Rp25.000.000

Harus dikoreksi sebesar Rp5.000.000

Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada
penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung
lebih besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena
laba secara fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar),
maka disebut koreksi fiskal negatif.

Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah

penghasilan Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:

Penghasilan Neto Komersial . Rp.

Koreksi Positif Rp..

Koreksi Negatif . Rp..

Saldo Koreksi Rp.. + (-)

Laba/Rugi Fiskal . Rp..

Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut


ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 ), misalnya ;

Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek


pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.

Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan


dalam bentuk natura atau kenikmatan.

Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.

Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak
memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya
entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang).

2. Beda Waktu :
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara
akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ;
Metode penyusutan

Metode penilaian persediaan

Penyisihan piutang tak tertagih

Rugi-laba selisih kurs

Dan sebagainya

También podría gustarte