Está en la página 1de 27

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa

: Rizky Perdana

Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM

: 030.07.225

Tanda tangan

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. MIP

Umur

: 2 tahun

Jenis Kelamin

: laki-laki

Pekerjaan

:-

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Jalan N RT 03 RW 5 Kota Tegal

Nama Ayah

: Tn. S

Umur

: 38 tahun

Pekerjaan

: Pedagang

Pendidikan

: SMA

Nama Ibu

: Ny. Y

Umur

: 37 tahun

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SMA

Ruang

: Melati

Masuk RS

: 26 Februari 2013

DATA DASAR
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada Ayah, ibu pasien, dan perawat di
Ruang Melati pada tanggal 26 Februari 2013 pukul 13.00 WIB di dalam ruang Melati RSU
Kardinah Tegal

Keluhan Utama

: Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSU Kardinah Tegal dengan keluhan kejang ke 2 kali, durasi
kejang sekitar 15 menit, kejang kaku seluruh tubuh, kedua mata mendelik ke atas, tidak
terdapat busa yang keluar dari mulut. Menurut ibu pasien sebelum kejang anak tampak kaget
dan demam tinggi. Setelah kejang ke dua pasien sadar kemudian langsung tidur. Kejang
pertama dirasakan pada pukul 2.30 WIB tanggal 27 Februari 2013 dengan durasi 30 menit,
kejang kaku seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, dan tidak terdapat busa yang tampak
keluar dari mulut pasien. Sebelum kejang os demam tinggi dan keringat dingin. Setelah
kejang pasein sadar kemudian tertidur.
Pasien mengalami demam tinggi sejak lebih kurang 8 jam sebelum pasien mengalami
kejang. Demam dirasakan semakin tinggi. BAB cair juga dialami pasien sejak lebih kurang 4
jam SMRS, dengan frekuensi 1 x, dengan banyak gelas belimbing setiap kali BAB, ampas
(+), lendir (-), darah (-), warna kuning, berbau busuk. Muntah dikeluhkan sejak lebih kurang
4 jam SMRS, sebanyak 1 x, dengan jumlah gelas belimbing perkali muntah, warna putih,
berisi makanan, tidak menyembur dan tidak segera setelah makan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Riwayat alergi makana dan obat-obatan
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Rriwayat kejang/epilepsi disangkal

Riwayat penyakit asma dan alergi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 3 orang anak yaitu pasien dan 2 saudara
laki-laki. Ayahnya bekerja sebagai Pedagang dan ibu sebagai Ibu rumah tangga, dengan
penghasilan sekitar Rp. 1.500.000 sebulan dan merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari hari.
Kesan : riwayat ekonomi baik

Riwayat Lingkungan
Kepemilikan rumah

: Rumah Pribadi

Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama dengan 5 orang yaitu kedua orangtua, serta 2 saudara laki-laki.
Tempat tinggal pasien terdiri dari 2 kamar berukuran 7 x 8 m, beratap genteng, lantai
kramik, dinding tembok, 1 ruang tamu, ruang makan dan dapur. Terdapat 3-4 buah
jendela di masing-masing ruangan, selalu dibuka. Ventilasi udara dan cahaya matahari
baik. Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah. Sumber air berasal dari sumur,
jarak antara sumur dengan septik tank lebih dari 10 meter, penerangan dengan listrik.
Sistem pembuangan air limbah disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan
dibersihkan 2-3 kali dalam sebulan dan aliran air di dalamnya lancar. Sampah di buang di
kumpulkan dalam satu wadah dan dibuang setiap hari ke tempat sampah atau di bakar
sendiri.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik

RIWAYAT PASIEN
Pasien adalah anak ketiga dari 3 bersaudara.
A. Riwayat Antenatal Care

Ibu ibu G3P2A0 35 tahun,

saat hamil ibu tidak mengalami mual dan muntah

berlebihan, berat badan saat hamilpun dinyatakan tidak berlebihan, tekanan darah normal, ibu
rutin kontrol kehamilan kebidan, ibu hamil cukup bulan (40 minggu), tidak ada riwayat
trauma maupu infeksi, tidak pernah mengalami keguguran dan perkembangan bayipun
dinyatakan normal. Saat kontrol kehamilan selalu mendapatkan multivitamin dan selalu
dihabiskan.
B. Riwayat Persalinan
Kelahiran
Melahirkan anak kedua ditolong oleh bidan yang sering didatanginya saat kontrol
kehamilan, persalinan normal spontan pervaginam, kepala terlebih dahulu, bayi cukup bulan
dengan berat badan lahir 3400 gr dan 49 cm.
C. Riwayat Paska Lahir Pasien
Bayi laki-laki lahir langsung menangis, gerak aktif. BAB dan BAK kurang dari 24
jam, bayi menyusu saat hari pertama, bayi tidak kuning, tidak biru, dan tiap pagi di jemur di
bawah sinar matahari.
Kesan : riwayat ANC, kelahiran dan PNC baik

D. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3400 gram. Panjang badan lahir 49 cm.
Berat badan sekarang 11,6 kg. Tinggi badan 87 cm.
Perkembangan:
senyum

: ibu lupa

miring

: 2 bulan

tengkurap

: 4 bulan

duduk

: 9 bulan

gigi keluar

: ibu lupa

merangkak

: 9 bulan

berdiri

: 10 bulan

berjalan

: 13 bulan

Saat ini anak berusia 2 tahun. Tidak ada gangguan perkembangan dalam
mental dan emosi. Interaksi dengan orang sekitar baik.
Kesan: pertumbuhan anak dan perkembangan anak sesuai umur
E. Riwayat Makanan
-

Usia 0-6 bulan : diberikan ASI semau bayi

Usia 6 bulan 1 tahun: ASI+Susu Formula+bubur tim 3 x sehari, kadang nasi


tim dan lauk pauk

Usia 1 tahun 2 tahun: susu formula + biskuit + nasi putih lauk sayur, ayam,
daging, telur 3 x sehari

F. Riwayat Imunisasi
VAKSIN
DASAR (umur)
ULANGAN (umur)
BCG
1 bulan
DPT/ DT
2 bulan
4 bulan 6 bulan
POLIO
0 bulan
2 bulan 4 bulan 6 bulan
CAMPAK
10 bulan
HEPATITIS B
0 bulan
1 bulan 4 bulan 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap dan selalu mengikuti jadwal imunisasi yang tertera pada
KMS
F. Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No

usia

Jenis

Hidup

Kelamin

Abortus

Mati

Keterangan

sehat

Mati

10 th

Laki-Laki

hidup

6 th

Laki-Laki

Hidup

4 th

Laki-Laki

Lahir

Hidup

Sehat
-

G. Silsilah Keluarga
Silsilah atau Ikhtisar Keturunan

sakit

Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
: pasien
Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 26 Februari 2013, pukul 13.00 WIB di ruang
Melati. anak laki-laki, usia 2 tahun, berat badan sekarang 11,6 kg, panjang badan 87 cm,
lingkar kepala 50 cm.
Kesan umum :
Compos mentis, kejang, tampak sakit sedang, tampak lemas, sesak(-), sianosis (-),
anemis (-)
Tanda vital
Tekanan darah
Laju jantung
Pernapasan
Suhu

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: 120x/menit, reguler
: 28x/menit
: 38C (Axilla)

Status Generalis
Kepala
Normochepali, ukuran lingkar kepala 50 cm, ubun-ubun besar sudah menutup,
rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada

kelainan.
Mata

Mata cekung (-/-), pupil isokor, diameter 3mm kanan kiri, RCL (+/+), RCTL (+/

+), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis


(-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa
(-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-), Kaku kuduk (-)

Thorax
Paru
Inspeksi

:simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal

Palpasi

(-), subcostal (-), intercostalis (-)


: stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae tidak teraba, papilla

Perkusi
Auskultasi

mammae (+/+).
: Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan
: suara nafas dasar vesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), hantaran (-/-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: pulsasi ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba
: batas jantung sulit dinilai
: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

:distensi (-), venektasi (-), darm contour (-), darm stifung (-), massa

Auskultasi
Palpasi

(-)
:bising usus (+) normal
:Turgor kulit normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

membesar.
:Thympani, shifting dullnes (-)

Tulang Belakang
Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele
Genitalia
Laki-laki, penis normal, skrotum normal, testis (+/+)
Anorektal
Anus (+)
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna,
Ekstremitas

Superior

Inferior

Deformitas

- /-

- /-

Akral dingin

- /-

-/-

Akral sianosis

- /-

- /-

Ikterik

- /-

- /-

CRT

< 2 detik

< 2 detik

Tonus

Normotoni

Normotoni

oedem

-/-

-/-

Kulit
Sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen kembali < 2 detik.
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk

(-)

Brudzinsky I

(-)

Brudzinsky II

(-)

Kernig Sign

(-)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS


A. Data Antopometri
Anak laki-laki usia

: 2 tahun

Berat badan

: 11,6 kg

Panjang badan

: 87 cm

Pemeriksaan Status Gizi


BB/U : 11,6/12,6 x 100% = 92,06% (normal)
TB/U : 87/88 x 100% = 98,86% (tinggi normal)

BB/TB : 11,6/12,4 x 100% = 93,54% (gizi baik)


Kesan : Berat badan normal, tinggi normal dan gizi baik
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 26 Februari 2013
Hematologi

Hasil

Rujukan

CBC + Diff
Lekosit

L 5.5x103/ul

6,0-17,0x103/ul

Eritrosit

4.1x106/ul

3,9-5,9x106/ul

Hemoglobin

L 10.4 g/dL

11,5-13,5 g/dL

Hematokrit

L 30.7 %

34-40 %

MCV

L 74.2 U

76-96 U

MCH

L 25.1 pcg

27-31 pcg

MCHC

33.9 g/dL

33.0-37.0 g/dL

Trombosit

207x103/ul

150 400x103/ul

Netrofil

H 76.1%

50-70%

Limfosit

L 17.6%

25-40%

Monosit

5.9%

2-8%

Eosinofil

L 0%

2-8%

Basofil

0.2%

0-1%

Laju Endap Darah


LED 1 jam

8 mm/jam

0-15 mm/jam

LED 2 jam

20 mm/jam

0-25 mm/jam

Sero Imunologi
Widal
St-O

Negatif

Negatif

St-H

Negatif

Negatif

S pt - AH

Negatif

Negatif

VI. PERJALANAN PENYAKIT


26 Februari 2013
S: kejang (-), Demam (+), BAB Cair 1x, Muntah 1x
O: KU: compos mentis, tampak sakit sedang, tampak lemah, tanda dehidrasi (-), sianosis (-),
Kejang (-), Sesak (-).
TD: Tidak dilakukan pemeriksaan
HR: 120 x/mnt
S : 38,00C
RR : 28x/ menit
Mata : Ca-/-, SI-/-, Cekung -/Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-, Retraksi (-)
Abdomen : datar, supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, thympani, Bising
usus (+) normal.
Genitalia: laki-laki, penis normal, skrotum normal, testis (+/+)
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
A: Kejang demam Kompleks

P: Dirawat, IVFD RL 15 tpm, Inj. Cefotaxime 3 x 300mg, Luminal (fenobarbital) 3x10mg,


diazepam 3x3,5 mg, Paracetamol syrp 3 x 1Cth, Interzinc 2 x Cth, L-Bio 1x1 sachet,
Observasi tanda-tanda vital dan KU.

27 Februari 2013
S: kejang (-), Demam (+), BAB Cair 1x, Muntah (-)
O: KU: compos mentis, tampak sakit sedang, tampak lemah, tanda dehidrasi (-), sianosis (-),
Kejang (-), Sesak (-).
TD: Tidak dilakukan pemeriksaan
HR: 128 x/mnt
S : 36,50C
RR : 28x/ menit
Mata : Ca-/-, SI-/-, Cekung -/Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-, Retraksi (-)
Abdomen : datar, supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, thympani, Bising
usus (+) normal.
Genitalia: laki-laki, penis normal, skrotum normal, testis (+/+)
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
A: Kejang demam Kompleks
P: Dirawat, IVFD RL 15 tpm, Inj. Cefotaxime 3 x 300mg, Luminal (fenobarbital) 3x10mg,
diazepam 3x3,5 mg, Paracetamol syrp 3 x 1 Cth, Interzinc 2 x Cth, L-Bio 1x1 sachet,
Observasi tanda-tanda vital dan KU.

28 Februari 2013
S: kejang (-), Demam (+), BAB Cair (-), Muntah (-)
O: KU: compos mentis, tampak sakit sedang, tampak lemah, tanda dehidrasi (-), sianosis (-),
Kejang (-), Sesak (-).
TD: Tidak dilakukan pemeriksaan
HR: 100 x/mnt
S : 36,00C
RR : 24x/ menit
Mata : Ca-/-, SI-/-, Cekung -/Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-, Retraksi (-)
Abdomen : datar, supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, thympani, Bising
usus (+) normal.
Genitalia: laki-laki, penis normal, skrotum normal, testis (+/+)
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
A: Kejang demam Kompleks
P: Dirawat, IVFD RL 15 tpm, Inj. Cefotaxime 3 x 300mg, Luminal (fenobarbital) 3x10mg,
diazepam 3x3,5 mg, Paracetamol syrp 3 x 1 Cth, Interzinc 2 x Cth, L-Bio 1x1 sachet, ACC
pulang
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Observasi Kejang

Infeksi Ekstrakranial
a.

Kejang Demam kompleks

b.

Kejang Demam simpleks

Infeksi Intrakranial
a.

Meningiti Enseoalitis

Metabolik
SOL
Trauma Kepala
2. Status Gizi Baik
- Faktor Asupan
- Faktor Individu
- Faktor Penyakit
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. Kejang demam kompleks
2. Status Gizi Baik
IX. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Awal
Non-Medikamentosa
o Rawat ruang anak
o Observasi TTV dan KU
Medikamentosa
IVFD RL 15 Tpm
Inj. Cefotaxime 3 x 300mg IV
Luminal (fenobarbital)3x10mg PO (pulv)
Diazepam 3x3,5mg PO (pulv)
Paracetamol syrp (120mg/5mL) 3 x 1Cth PO
Interzinc 2 x Cth PO
L-Bio 1x1 sachet PO
B. Terapi Sekarang
Non-Medikamentosa
o Rawat ruang anak
o Observasi TTV dan KU

Medikamentosa
IVFD RL 15 Tpm
Inj. Cefotaxime 3 x 300mg IV
Luminal 3x10mg PO (pulv)
Diazepam 3x3,5mg PO (pulv)
Paracetamol syrp (120mg/5mL) 3 x 1Cth PO
Interzinc 2 x Cth PO
L-Bio 1x1 sachet PO

X. PROGRAM

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital

Awasi tanda-tanda gangguan neurologis

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

XII. SARAN

Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan Denver Developmental Scoring Test secara berkala

ANALISA KASUS

Diagnosa pada pasien ini adalah kejang demam kompleks. Diagnosa ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Kejang ke 2 kali, durasi kejang sekitar 15 menit, kejang kaku seluruh tubuh, kedua
mata mendelik ke atas. Kejang pertama dirasakan pada pukul 2.30 WIB tanggal 27 Februari
2013 dengan durasi 30 menit, kejang kaku seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, dan tidak
terdapat busa yang tampak keluar dari mulut pasien. Sebelum kejang os demam tinggi dan
keringat dingin. Setelah kejang pasein sadar kemudian tertidur. Pasien mengalami demam
tinggi sejak lebih kurang 8 jam sebelum pasien mengalami kejang. Demam dirasakan
semakin tinggi.
Berdasarkan anamesis yang dicocokan dengan kriteria kejang demam kompleks
berulang dalam 24 jam, durasi lebih dari 15 menit.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik, KU compos mentis, tampak sakir sedang, tampak lemas. HR :
120x/mnt, RR : 28x/mnt, S: 38,00C. pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan tanda rangsang
meningeal.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini antara lain pemeriksaan darah
rutin.
Didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Lekositopenia, dengan hasil 5.5x103/ul. Yang menunjukan kemungkinana pasien
mengalami infeksi virus
Kejang demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 0 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Biasanya terjadi pada
anak umur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan - 5 tahun. 80 %
merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus

adalah kejang demam

kompleks. 8 % berlangsung lama (lebih dari 15 menit). 16 % berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang pertama terbanyak di antara umur 17 - 23 bulan. Anak laki-laki lebih sering
mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur
kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke dua 50 %, dan bila kejang demam
sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam ke dua turun menjadi
30%. Setelah kejang demam pertama, 2 4 % anak akan berkembang menjadi epilepsi dan
ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi umum.
Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi.
Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam
tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan.
Klasifikasi
Kejang demam dibagi dalam dua kelompok, kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks:
Klinis

Kejang Demam Sederhana

Kejang Demam Kompleks

Durasi

< 15 menit

15 menit

Tipe Kejang

umum

Umum/fokal

Berulang dalam satu episode

1 Kali

> 1 Kali

Defisit Neurologis

Riwayat keluarga kejang

demam

Riwayat keluarga kejang

tanpa demam
Abnormalitas neurologis
sebelumnya

Sebagian besar (63%) kejangdemama berupa kejang demama sederhana dan 35%
berupa kejang demam kompleks.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang fokal
adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang anak
sadar.
Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan listrik yang
berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa
fisologi, biokimiawi, maupun anatomi.
Sel saraf seperti juga sel hidup lainya mempunyai potensial potensialmembran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intersel lebih
negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar
antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak
mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah
ion-ion terutama ion Na, K dan Ca. bila sel saraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi
listrik akan mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran
ini akan menyababkan permeabilitas membran terhadap ion Na akan meningkat, sehingga Na
akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial
membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na dan ion K, sehingga selisih
potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian sifatnya tidak
menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan potensial dapat
mencapai ambang tetap (firing level), maka permeabilitas membran terhadap Na akan
meningkat secara besar-besarab pula, sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi.
Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat

kimia yang dikenal neurotransmiter. Bila perangsangan telah selesai, maka permeabilitas
membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Na akan kembali ke luar sel dan K
masuk ke dalama sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesa
glikosa dan oksigen. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagaglan pompa Na-K, misalnya
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangakan pada kejang sendiri dapat
terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipoksemia dan
hipomgnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Misalnya ketidak seimbangan antara GABA atau Glutamat akan menimbulkan
kejang
Patofisiologi kejang demam belum diketahui, diperkirakan bahwa pada keadaan
demam terjadi penigkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, sehingga terjadilah keadaan
hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP ternganggu, sehingga Na intrasel dan K
ektrasel yang akan menyebabkan potensial membran cendrung turun atau kepekaan sel saraf
meningkat.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot
dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah
lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi
perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpiraksia sekunder akibat aktifitas motorik
dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron kegagalan metabolisme
di otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanismesebagai berikut:
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejnag pada sel-sel yang belum
matang/immatur
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabillitas membran sel

c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2
yang akan merusak neuron.
d. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan
oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar
masuk sel.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidaka akan meninggalkan
gejala sisa. Pada kejang demam yang kama (lebih dari 15 menit) biasanya diikuti dengan
apneu, hipoksemia (disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea,
hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian di atas menyebabkan gengguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia
dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.
Tanda dan Gejala
Secara teoritis pada pasien dengan Kejang Demam akan didapatkan data-data antara
lain pasien kurang selera makan (anoreksia), tampak gelisah, badan panas dan berkeringat,
mukosa bibir kering
Pemeriksaan penunjang
Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti. Dalam sebuah
penelitian, sumber demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis
media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis,
dan pasca imunisasi.
Beberapa pemeriksaan lanjutan hanya diperlukan jika didapatkan karakteristik khusus
pada anak.
(1) Pungsi lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan
setelah kejang demam pertama pada bayi :
* Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
* Mengalami complex partial seizure
* Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)

* Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)


* Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
* Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf
pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya,
gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat
dianjurkan untuk dilakukan.
(2) EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru
terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau
sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang
akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam
atau risiko epilepsi.
(3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan
laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai
pemeriksaan rutin.
(4) Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama
kalinya.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Angka kejadian kejang demam epilepsy berbeda-beda tergantung
dari cara penelitiannya; misalnya Lumbantobing (1975) mendapatkan 6%, sedangkan Living
stone (1954) dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi

epilepsi, dan golongan epilepsy yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi
epilepsy.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari factor:
1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam
3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang demam tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya
2-3% saja.
Hemiparesis biasannya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai kejang fokal yang
terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas. Dari
suatu penelitian terdapat 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan
pada IQ. tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelaianan neurologist akan didapat IQ yang lebih rendah disbanding
dengan saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar.
Kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64%-0,75%. Sebagian
besar penderita kejang sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsy
sebnyak 2-7%. Empat pasien penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan
tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 - 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit atau dalam
waktu 3 - 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah

usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Kejang yang belum berhenti
dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 - 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis
awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks.
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi E).
Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari. Asetaminofen dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, meskipun jarang.
Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang sama efektifnya dengan ibuprofen 5
mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I, rekomendasi E).
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat
pada 25 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.
Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
. kejang demam > 4 kali per tahun
Penjelasan:

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat

Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan


merupakan indikasi

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik

Jenis obat antikonvulsan


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang (level I). Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam
benign dan efek samping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus
menerus diberikan dalam jangka pendek, dan pada kasus yang sangat selektif (rekomendasi
D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar (40 - 50 %). Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan
hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 - 40 mg/kg/hari dalam 2 - 3 dosis
dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2 dosis.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.
Tingkat evidens
I.

Evidens yang didapat dari minimal satu randomized controlled trials.

II-1. Evidens yang didapat dari non-randomized controlled trials.


II-2. Evidens yang didapat dari penelitian kohort atau kasus kontrol, terutama
yang diperoleh lebih dari satu pusat atau kelompok penelitian.
II-3. Evidens yang diperoleh dari perbandingan tempat atau waktu dengan
atau tanpa intervensi. Contoh : uji yang tidak terkontrol yang menghasil kan hasil yang cukup mengejutkan seperti hasil pengobatan dengan penisilin pada tahun 1940 dapat dimasukkan dalam kategori ini.

III.

Konsensus, penelitian deskriptif, pengamatan klinis.

Kualitas rekomendasi
A.

Terdapat fakta yang bagus kualitasnya (good) untuk mendukung rekomendasi bahwa intervensi tersebut dapat diterapkan.

B.

Terdapat fakta yang cukup berkualitas (fair) untuk mendukung rekomen dasi bahwa intervensi tersebut dapat diterapkan.

C.

Terdapat fakta yang tidak berkualitas (poor) dalam hal nilai atau harm
dari intervensi, rekomendasi dapat dilakukan pada bidang lain.

D.

Terdapat fakta cukup berkualitas (fair) untuk mendukung rekomendasi


bahwa intervensi tersebut tidak dapat diterapkan.

E.

Terdapat fakta yang bagus kualitasnya (good) untuk mendukung rekomendasi bahwa intervensi tersebut tidak dapat diterapkan.

Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat efek
samping obat
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
Komplikasi

Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :
* Pneumonia aspirasi
* Asfiksia
* Retardasi mental

Daftar Pustaka

1.
2.

Ismael S. KPPIK-XI 1983, Soetomenggolo TS. Buku Ajar neurologi Anak 1999.
AAP, Provisional Committee on Quality Improvement. Pediatrics 1996; 97:769-74

3.

ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34;592-8

4.

presenting acutely to secondary care. Arch Dis Child 2004; 89:278-280.

5.

Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam :


Baram TZ, Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego : Academic Press
2002;p.1-20

También podría gustarte