Está en la página 1de 34

Case IV (Blok Genitourinary System)

Trauma Saluran Kemih


Tutorial A1

Dosen Pembimbing (Tutor): dr. Imam Soekoesno Sp.P, Sp.KP


Disusun Oleh :
Lucky Resa Santoso

121. 0211. 036

Muhammad Syaiful Akmal

121. 0211. 044

Anisa Eka Putri

121. 0211. 054

Irvina Wanda N.

121. 0211. 178

Puspa Maharani

121. 0211. 071

Chato Haviz Danayomi

121. 0211. 129

Viny Rahma Pratiwi

121. 0211. 115

Hawasyalna Anasyifa

121. 0211. 093

Titi Nurbaiti

121. 0211. 193

Bimasena

111. 0211. 033

Bagus Indra W.

121. 0211. 195

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Salam sejahtera bagi umatnya.
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, kami berhasil menyelesaikan makalah tutorial Case IV ini meliputi kelainankelainan dari blok genitourinary system, yaitu trauma saluran kemih. Kami pun mengucapkan
terima kasih kepada dr. Imam Soekoesno, selaku tutor pada tutorial kami, yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini adalah sebuah intisari dari hal-hal yang telah kita pelajari selama tutorial
berlangsung. Makalah ini dibuat supaya kita dapat mengerti lebih dalam tentang bahasan kita
dalam tutorial dan sebagai acuan pembelajaran bagi kita semua. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat diambil hikmahnya.
Kami sadar makalah ini masih jauh dari sebuah kata kesempurnaan, namun mudahmudahan kita semua dapat mengambil semua ajaran yang terdapat di dalamnya. Kami
mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.

Jakarta, Januari 2015

Penyusun

Halaman I
Seorang laki-laki berumur 21 tahundatang ke IGD Rumah Sakit setelah dirujuk dari
puskesmas dengan keluhanbuang air kecil berdarah sejak 5 hari yang lalu. BAK berdarah
dikatakan pasien terlihat mulai dari awal pasien berkemih hingga selesai. Pasien mengatakan
bahwa 5 hari yang lalu sebelum kencing berdarah, pasien berkelahi, dan ditendang bagian bawah
pinggang kirinya. Saat itu, pasien mengatakan bahwa ia tidak pergi ke dokter, hanya pergi ke
tukang urut. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri yang tidak menjalar dan bersifat
tumpul, tetapi tidak terdapat nyeri berkemih. Kemudian satu hari setelah kecelakaanpasien pergi
ke puskesmas dan diberi obat, tetapi BAK yang dialami pasien tetap berwarna merah, serta
dirasakan terdapat gumpalan.
Riwayat BAK berdarah sebelumnya disangkal, riwayat keluarnya batu dari saluran kemih,
BAK berpasir, BAK keruh, nyeri berkemih, nyeri pinggang, mual, muntah, dan demam
sebelumnya tidak ada.
Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit paru, penggunaan
obat pengencer darah, dan alergi dikatakan pasien tidak ada.

Tugas
1. Apa hipotesis anda?
2. Pemeriksaan fisik apa yang anda lakukan?

Halaman 2
Status Generalis
Tinggi badan

: 172 cm

Berat badan

: 50 kg

Kesadaran

: kompos mentis

Kesadaran Umum

: tampak sakit sedang

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit, reguler, isi cukup

Suhu

: 36,7C

Napas

: 20x/menit

Kepala

: normosephal, tidak ada deformitas

Kulit

: sawo matang

Mata

: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Hidung

: lubang hidung lapang, tidak ada sekret

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB, tiroid tidak teraba

Paru
Inspeksi

: simetris statis dan dinamis

Palpasi

: ekspansi dinding dada simetris, vocal fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung
Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba di sela iga 5, 1 jari medial linea midclavicula kiri

Perkusi

: batas jantung kiri di linea midclavicula kiri, 1 jari medial;


batas jantung kanan di linea sternalis kanan;pinggang jantung di sela iga 3

Auskultasi
Abdomen

: BJ I dan II normal, reguler, murmur dan gallop tidak ada


: datar, supel, nyeri tekan tidak ada, hepar&lien tidak teraba, bising usus
normal

Ekstremitas

: akral hangat, tidak ada edema, capillary refill time < 2 detik

Status Lokalis
Costo Vertebral Angle
Inspeksi

Palpasi
Perkusi

Warna

Kanan
Sama dengan daerah
sekitar

Kiri
Hematoma (+)

Ballotement

(-)

Tidak diperiksa

Nyeri tekan

(-)

(+)

Nyeri ketok

(-)

Tidak diperiksa

Tugas
1. Apakah pemeriksaan diatas merubah hipotesis saudara?
2. Apa arti pemeriksaan fisik yang anda lakukan?
3. Apa diferensial diagnose saudara?
4. Menurut anda pemeriksan laboratorium apa yang bermanfaat pada pasien ini?

Halaman 3
Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis
Makroskopis:

Hemoglobin

11.3

Hematokrit

33.1

Warna: merah

Eritrosit

3.96 x 106

Kejernihan: keruh

MCV

83.6.1

Berat jenis: 1,015

MCH

28.5

pH: 6,5

MCHC

34.1

Protein +3

Leukosit

9.74 x 10

Glukosa negatif

Trombosit

418 x 103

Keton negatif

Kreatinin darah

1.5

Darah +3

Ureum darah

37

Bilirubin negatif

Natrium darah

133

Urobilinogen

Kalium darah

3.89

Nitrit negatif

Klorida darah

97.6

Leukosit esterase trace

Mikroskopis:

CT-Scan

Sel epitel +1

CT-scan of the abdomen after intravenous

Leukosit 4-5

contrast

Eritrosit penuh

nonenhancing renal parenchymal defect with

Silinder s. eritrosit

extension greater than 1 cm deep to near the

Kristal, bakteri negatif

renal pelvis.

administration

shows

irregular

Tugas
1. Apakah pemeriksaan di atas merubah hipotesis saudara?
2. Apa arti pemeriksaan laboratorium yang anda lakukan?
3. Apa arti pemeriksaan CT-Scan dan modalitas penunjang apalagi yang dapat diberikan pada
kasus di atas?
4. Apa diagnosa saudara?
5. Apa rencana tindakan saudara untuk pasien ini?

TRAUMA GINJAL
Definisi
Suatu cedera yang mengenai ginjal di retroperitoneal. Trauma : injury ; cedera atau luka, rusak
atau sakit, biasanya dipakai untuk cedera pada tubuh akibat faktor dari luar.

Epidemiologi

Kejadian trauma pada sistem urogenital yang tersering

1-5% dari seluruh kejadian trauma

85% karena cedera minor

15% karena cedera mayor

1% karena cedera pedikel ginjal

Etiologi

Berdasarkan cara terjadinya


o Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang
o Tidak langsung cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam
rongga peritoneum

Berdasarkan mekanisme terjadinya


o Trauma tumpul (80-90%) kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga,
penyerangan
o Trauma tajam (10%) luka tembak, luka tusuk

Patogenesis
Goncangan ginjal di dalam rongga peitonrum menyebabkan regangan pedikel ginjal robekan
tunika intima arteri renalis perdarahan bekuan darah trombosis
Trauma tembak memiliki energy kinetic yang lebih besar, dapat mendestruksi parenkim ginjal
lebih hebat dan menyebabkan kerusakan di berbagai organ
Luka tembak kecepatan rendah berhubungan dengan destruksi yang luas akibat
ledakan

Luka tembak kecepatan tinggi berkaitan dengan pengikisan jaringan yang luas dan
tingginya jejas lain

Klasifikasi
Menurut derajat berat ringannya kerusakan ginjal
Cedera Minor (Derajat I dan Derajat II)
Cedera Mayor (Derajat III dan Derajat IV)
Cedera pada pedikel/ pembuluh darah ginjal (Derajat v)
Berdasarkan skala cedera organ, cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat:
Derajat I
Kontusio/hematoma subkapsular yg tidak meluas
Derajat II
Hematoma perirenal yg tdk meluas
Laserasi korteks <1cm tanpa ekstravasasi
Derajat III

Laserasi sampai medula ginjal (laserasi korteks >1cm) tanpa ekstravasasi urin
Derajat IV
Laserasi mengenai sistem kalises ginjal
Jejas a/v renalis segmental & hematoma
Derajat V
Laserasi: ginjal rusak
Jejas pedikel renalis / avulsi

Manifestasi klinis

Cedera Minor (derajat I & II)

o Nyeri di daerah pinggang


o Jejas ekimosis pinggang
o Hematuria makroskopik dan mikroskopik

Cedera Mayor (Derajat III & IV) dan Derajat V


o Pasien datang dengan syok

Apa yg harus dilakukan dokter?

Perbaiki hemodinamik sering tidak berhasil

Harus segera lakukan ekslorasi laparotomi untuk menghentikan


perdarahan

Diagnosis

Trauma daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan
disertai nyeri atau adanya jejas di daerah tersebut

Hematuria

Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebrae

Trauma tembus pada daerah abdomen/pinggang

Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh/kecelakaan

Gambaran klinis bervariasi tergantung derajat trauma dan ada tidaknya

Anamnesis
o Riwayat jatuh, kecelakaan lalu lintas/trauma lgsg di pinggang
o Trauma tajam
o Kondisi medis

Px. Fisik
o Hematuria
o Flank pain
o Abras pinggang
o Fraktur iga
o Abdomen distensi
o Nyeri tekan abdomen

Px. Penunjang

Lab : hematocrit dan kreatinin

Urinalisis : hematuria

Pencitraan IVU / IVP menyuntikkan kontras dosis 2 mL/KgBB, indikasi :


Luka tusuk/tembak
Cedera tumpul dengan tanda-tanda hematuria makroskopik
Cedera tumpul dengan tanda-tanda hematuria mikroskopik disertai syok
Jejas lain yang berat
Ditemukan : ekskresi kontras yang berkurang, garis psoas/kontur ginjal
menghilang

USG Ginjal adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler
dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh

CT-Scan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi, kontras yang luas, dan
adanya nekrosis jaringan ginjal

Penatalaksanaan

KONSERVATIF
o Untuk trauma minor tanpa syok
o Dilakukan observasi tanda vital
o Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan / kebocoran urin yang
menimbulkan infeksi, harus segera operasi
o Tirah baring, analgetik, observasi fungsi ginjal

OPERATIF
o Untuk trauma mayor
o Eksplorasi Ginjal

Tujuan: untuk menyelamatkan fungsi ginjal

Yang disarankan adalah transperitoneal

TRAUMA URETER
Definisi
Trauma ureter adalah trauma yang terjadi pada saluran yang menghubungkan ginjal dengan
kandung kemih.

Epidemiologi
Trauma ureter jarang di jumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus urogenital.

Etiologi

Trauma dari luar


o Trauma tumpul/tajam

Trauma iatrogenik
o Operasi endourologi transureter
o Uteroskopi atau uterorenoskopi
o Ekstraksi batu dengan dormia

o Litotripsi batu ureter


o Operasi daerah pelvis

Operasi ginekologi

Bedah digestif

Bedah vaskular

Cedera akibat tindakan operasi terbuka


o Ureter terikat
o Crushing karena terjepit oleh klem
o Putus (robek)
o Devaskularisasi karena terlalu banyak jaringan yang dibersihkan

Gejala

Saat operasi
o Lapangan operasi banyak cairan
o Hematuria
o Anuria/oliguri jika cidera bilateral

Pasca bedah
o Demam
o Ileus
o Nyeri pinggang akibat obstruksi
o Luka operasi selalu basah
o Sampai beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak
o Hematuria persisten dan hematoma/urinoma di abdomen
o Fistula ureterokutan/ fistula ureterovagina

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan IVU/IVP : tampak ekstravasasi kontras atau kontras berhenti di daerah lesi
atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematom atau urinoma.

Pada cedera yg lama : hidro uretronefrosis

Cedera ureter dari luar sering ditemukan pada saat eksplorasi laparotomi dari suatu cedera
organ intraabdominal.

Diagnosis

Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar : hematuria pasca trauma

Kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenik : bisa ditemukan saat operasi atau pasca operasi

Tata Laksana

Ureter saling di sambung (anastomosis end to end) Teknik ini dipilih jika kedua ujung distal
dan proksimal dapat didekatkan tanpa tegangan.

Anastomosis ureter end to end pada cedera ureter. Setelah kedua ujung di bersihkan
(debridement) dari jaringan nekrosis, dan diebaskan dari jaringan di sekitarnya, dilakukan
penjahitan ujung ujungnya dengan melakakukan spatulasi dan pemasangan kateter.

Implantasi ureter ke buli-buli (Neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap boari, atau psoas hitch)
Cedera ureter distal yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anastomosis end to end,
bagian ureter distal dapat diganti dengan bagian buli-buli yg dibentuk suatu tabung mirip ureter.

Transuretero-ureterotomi yaitu menyambungkan ureter dengan bagian ureter yang disisi


lain. Dilakukan apabila terlalu banyak segmen ureter distal yang rusak, teknik ini dapat dipilih.

Prognosis

Pada kasus iatrogenik, prognosis nya baik bila diketahui pada saat operasi.

Bila repairnya terlambat, menyebabkan periureteal fibrosis yang hebat, sehingga prognosisnya
kurang baik.

TRAUMA VESIKA URINARIA


Definisi

Terjadi kerusakan pada vesika urinaria saat keadaan penuh maupun tidak

Disebut juga bladder trauma atau trauma buli-buli

Epidemiologi

Frekuensi kejadian dibagi berdasarkan mekanisme terjadinya trauma, :


o Trauma eksternal (82%)
o Iatrogenik (14%)
o Intoksikasi (2,9%)

Trauma eksternal: 15-40% akibat trauma penetrasi, 60-85% akibat trauma tumpul

Trauma penetrasi disebabkan paling sering oleh peristiwa kejahatan yang menyebabkan
tembakan senjata (85%), dan sisanya akibat luka tusuk

Trauma tumpul, paling sering disebabkan kecelakaan lalu lintas, diikuti kejadian terjatuh dan
dipukul.

Pada kasus trauma penetrasi, biasanya diikuti adanya trauma organ lain, seperti trauma/cedera
usus.

Kejadian trauma penetrasi, 63% diantaranya berakhir pada kematian

Jenis trauma sistem genitourinaria paling sering selain trauma ginjal dan uretra

Etiologi

Trauma eksternal (82%)

Iatrogenik (14%)

Intoksikasi (2,9%)

Gejala Klinis

Tidak ada gejala spesifik

Namun, biasanya muncul trias gejala:


o Gross hematuria
o Suprapubic pain
o Difficulty to urinating or void

Pada px fisik, kadang ditemukan distensi abdomen dan rebound tenderness

Patofisiologi
Terdapat dua mekanisme umum:

Extraperitoneal bladder rupture

Intraperitoneal bladder rupture

Klasifikasi

Bladder trauma extraperitoneal rupture

Bladder trauma intraperitoneal rupture

Bladder trauma combination

Diagnosis

Diagnosis utama didapat dari hasil pemeriksaan cystography

Cystography dilakukan dengan memasukan (50% kontras + 50% saline) ke dalam vesika
urinaria melalui kateter uretra.

Lalu, dilihat hasil ada/tidaknya gambaran ekstravasasi

Extraperitoneal rupture

Combination rupture

Intraperitoneal rupture

Pada px lab, ditemukan peningkatan serum kreatinin.

Peningkatan kreatinin pertanda adanya kebocoran traktus urinaria.

Tata Laksana

Preoperative: lakukan ATLS dengan benar

Intraoperative:
o Drainage atau suprapubic catheter
o Biasanya sembuh dalam 7-10 hari. Dan secara keseluruhan, sembul total dalam
waktu 3 minggu

Postoperative:
o Berikan antibiotik intravena, preventif bakteri nosokomial
o Periksa cystogram sebelum lepas kateter untuk melihat proses penyembuhan

Edukasi untuk kontrol kembali 7-10 hari pasca operasi

Edukasi untuk kembali aktivitas normal 4-6 minggu pasca operasi

Komplikasi

Infeksi intraabdominal

Abses pelvis

Infeksi traktus urinarius

Prognosis

Tergantung jenis trauma dan rupture yang terjadi

Kebanyakan kasus sukses ditangani dengan surgery dan bahkan hanya dengan kateter
suprapubis

Kematian terjadi 63% pada kasus trauma penetrasi

TRAUMA URETRAL ANTERIOR


Merupakan kasus yang jarang terjadi. Lebih sering terjadi pada pria. Sering berhubungan dengan
trauma multi organ lainnya (seperti buli-buli, limpa, hati dan usus), mortalitas 30 %. Uretra pria
dewasa memiliki panjang + 18 cm. Secara garis besar dibagi menjadi 2 oleh diafragma urogenital,
yang selanjutnya dibagi menjadi 5 segmen :

Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranosa

Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa navikulare

Etiologi

Trauma tumpul
o Penyebab tersering kecelakaan industri, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
hubungan seksual

Trauma tajam
o Luka tembak, luka tusuk, kecelakaan industri, mutilasi, gigitan

Iatrogenik
o Instrumentasi uretra yang traumatik atau yang berkepanjangan

Penyebab tersering :
Straddle injury ( cedera selangkangan )
Epidemiologi

Uretra pars bulbosa merupakan daerah tersering terjadinya trauma uretra anterior
mencapai (85%).

Berhubungan dengan fraktur penis : 10 20 %

Trauma uretra terjadi pada 25 40% kasus trauma tembus penis, sehingga perlu
dilakukan uretrografi retrograde pada setiap kasus

Jenis kerusakan :

Kontusio dengan uretra

Ruptur parsial

Ruptur total

Klasifikasi
Klasifikasi trauma uretra anterior menurut McAninch dan Armenakas :

Kontusio : klinis menunjukkan trauma uretra, tetapi uretrografi retrograde normal

Disrupsi parsial : uretrografi menunjukkan ekstravasasi kontras, tetapi uretra masih tetap utuh
sebagian,. Kontras dapat mengisi uretra bagian proksimal atau buli-buli.

Disrupsi total : uretrografi menunjukkan ekstravasasi kontras tanpa pengisian uretra bagian
proksimal atau buli-buli

Gejala Klinis :

Perdarahan peruretra/hematuri

Hematom / butterfly hematom

Kadang retensi urine

Kontusio : ekstravasasi
Ruptur

: ekstravasasi + bulbosa

Sleeve Hematom

Butterfly Hematom
Diagnosis
Trias klasik diagnostik trauma uretra adalah

Darah pada meatus uretra


o Sensitivitasnya 75 - 98 %
o Hasil spasme otot bulbospongiosus

Fraktur pelvis

Tidak dapat berkemih (atau buli distensi).

Gejala lain: gross hematuria, hematoma pada skrotum, perineal atau penis, kesulitan pemasangan
kateter, non palpable prostat

Pemeriksaan uretrografi retrogad : pemeriksaan standar


o Posisi supine + pelvis oblik 30O - 40O oblik
o Paha yang terdekat meja difleksi 90O
o Paha yang di atasnya tetap lurus.
o Kateter 14 Hr dengan balon 2 cc di fossa navikulare
o Kontras + 30 cc dengan foto tunggal atau guiding fluoroskopi.

Tujuan posisi oblik : memberikan visualisasi keseluruhan uretra dan mencegah tulang pelvis
menutupi ekstravasasi.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal derajat dan lokasi trauma, dan keadaan hemodinamik pasien dan
trauma daerah lainnya.

Langkah awal adalah resusitasi dan stabilisasi kondisi pasien

Langkah berikutnya adalah diversi urin dari buli-buli.

Ekstravasasi urin dari uretra dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dapat berkembang
menjadi abses debridement

Kontusio : Observasi 4-6 bulan, kemudian uretrografi ulang


Ruptur :

Sistostomi 1 bulan

3 bulan uroflowmetri (pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin
yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran

urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi)

Striktura lakukan sachse ( memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse)

Indikasi Operasi
Operasi segera disarankan pada keadaan :

Tujuan debridement

Luka terbuka

Fraktur penis-trauma korpus cavernosa

Terjadi trauma lain yang berhubungan

Fraktur dan penanganannya (perdarahan, trauma saluran kemih

TRAUMA URETRA POSTERIOR


Etiologi
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars posterior.
Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan dengan kecelakaan di pabrik
atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah
menggeser penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan
kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir
semua gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi
bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan
kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea.
Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis
menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum
ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke kranial. Fraktur pelvis yang menyebabkan
gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%)
atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko,
mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari pada pengendara.

Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan angka
kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan
bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15
kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis
merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia
yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada
uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%5,8%).
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan cedera
uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan

fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan insiden
kejadiannya sekitar 4-6%.
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan
ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun)
angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang
menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus
yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra.
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang
tidak kaku.
Mekanisme Trauma
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa
junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya
pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra
posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis
oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum.

Klasifikasi
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera
uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto uretrogram

tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang


2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma

urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih
terbatas di atas diafragma
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.

Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai
ke perineum.

Gambaran Klinis
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan
abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung
kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing
dan sakit pada daerah perut bagian bawah.
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang
telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis
fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87%
sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan
beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung
kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang
merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa adalah
fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih.
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari
kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter,
karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete
laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan
obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan
demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung fascia yang rusak.
Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila
terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi
untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis
dengan pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan
salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke
superior tidak ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra
membranasea tidak disertai oleh pergeseran prostat.
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas oleh
penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa
ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis
kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya
terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis.

Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat
dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan
adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.

Gambaran Radiologi
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra
karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan
merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria
dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis
setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan dalam pemeriksaan
cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki keterbatasan dalam pelvis dan
vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik.

Penatalaksanaan
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat
atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup
dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis
ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu.
Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus dihindari.
1. Immediate management

Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline pada
abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli
dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada periprostatik dan
perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode
resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin

terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi untuk laserasi
dan jika ada, laserasi

harus ditutup

dengan benang

yang dapat

diabsorpsi

dan

pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3
bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli
akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya.
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading).

2. Delayed urethral reconstruction

Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga pada
saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan
kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra.
Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih
adalah single-stage reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah
striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran
16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat
dilepas. Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak
ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter
suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat
perkembangan striktur.
3. Immediate urethral realignment

Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan
hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan
inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomydan delayed reconstruction. Walaupun
demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment.

Komplikasi
Striktur,

impotensi,

dan

inkotinensia

urin

merupakan

komplikasi

rupture

prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang
mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan

sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka insidens striktur dapat dikurangi
sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar
50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi uretra
tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya bersamaan dengan
fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4.

Prognosis
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih akan
teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai.

TORSIO TESTIS
Definisi
Adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus sehingga menyebabkan gangguan aliran darah pada
testis.

Epidemiologi
-

Prevalensi 1:4.000 pria dengan usia kurang dari 25 tahun

Insidens puncak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun)

Tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio
testis yang tidak terdiagnosis kehilangan testis unilateral/bilateral.

Etiologi
-

Sebagian besar terjadi tanpa adanya kejadian pemicu

4-8% oleh trauma

Faktor predisposisi
-

Peningkatan volume testis (terkait masa pubertas)

Tumor testis

Testis yang posisinya mendatar

Riwayat kriptorkidismus

Klasifikasi
1. Torsio extravaginalis
Seluruh testis dan tunika terpeluntir pada aksis vertikal akibat fiksasi tidak komplit
gubernaculum pada skrotum
2. Torsio intravaginalis
Terjadi di dalam tunika, akibat abnormalitas fiksasi tunika pada testis bell clapper
deformity

Gejala dan Tanda


-

Nyeri di daerah skrotum mendadak

Edema testis

Nyeri menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah

Diagnosis
1. Anamnesis
Nyeri scrotum ipsilateral akut
2. Pemeriksaan fisik
-

Testis bengkak

Letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis disisi kontralateral

Baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus

Tidak disertai demam

Refleks kremaster berkurang atau hilang. Dipicu dengan menggores atau mencubit
bagian medial paha, yang menyebabkan kontraksi otot kremaster dan mengangkat
testis. Positif jika testis terangkat minimal 0,5 cm

Prehns sign dilakukan dengan mengangkat testis. Positif jika nyeri bertambah saat
diangkat

3. Pemeriksaan penunjang
-

Sedimen urin
Tidak ada leukosit pada urin

Laboratorium darah
Tidak ada tanda-tanda inflamasi, kecuali yang sudah lama

- USG Doppler

Untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum lain

Dengan memakai stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, sintigrafi testis


bertujuan untuk menilai adanya aliran darah ke testis.

Diagnosis banding
1. Epididimitis akut
2. Hernia skrotalis inkarserata
3. Hidrokel terinfeksi
4. Tumor testis
5. Edema skrotum idiopatik
Penatalaksanaan
-

Detorsi manual
Memutar testis dengan arah yang berlawanan dengan torsio

Operasi

Reposisi dan dilakukan penilaian viabilitas

Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi pada tunika dartos kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateralnya

Pada testis yang nekrosis diangkat, karena dapat menyebabkan penurunan fertilitas dan
timbulnya keganasan

REFERENSI
Urologi Basuki 2014
Kapita Selekta Kedokteran UI 2014
Trauma urogenital. Dr. Alvarino Sp.B Sp.U . Bedah divisi Urologi RSUP
M.Djamil/FKunand
Kegawatan Pelvis dan Tractus Urinarius. Dr.Adam Suyadi, SpB, MM. Bag Bedah FK UII
Yogyakarta
Jurnal kedokteran, Medscape
The Merck Manuals
The Official Foundation of the American Urology Association
Buku Ajar Radiologi Diagnostik UI, Edisi Kedua
Patofisiologi Sylvia

También podría gustarte

  • Resep Makanan Formula
    Resep Makanan Formula
    Documento12 páginas
    Resep Makanan Formula
    Anisa Eka Putri
    100% (1)
  • Varicella
    Varicella
    Documento6 páginas
    Varicella
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones
  • Ileus Paralitik Dan Ileus Obstruktif
    Ileus Paralitik Dan Ileus Obstruktif
    Documento5 páginas
    Ileus Paralitik Dan Ileus Obstruktif
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones
  • Atresia Ani
    Atresia Ani
    Documento17 páginas
    Atresia Ani
    Anisa Eka Putri
    50% (2)
  • Variola
    Variola
    Documento5 páginas
    Variola
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones
  • Hpo Axis
    Hpo Axis
    Documento4 páginas
    Hpo Axis
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones
  • Cracked Nipple
    Cracked Nipple
    Documento4 páginas
    Cracked Nipple
    Anisa Eka Putri
    100% (1)
  • Fisiologi Mata
    Fisiologi Mata
    Documento28 páginas
    Fisiologi Mata
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones
  • Mastoiditis
    Mastoiditis
    Documento6 páginas
    Mastoiditis
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones
  • Aritmia
    Aritmia
    Documento34 páginas
    Aritmia
    Anisa Eka Putri
    Aún no hay calificaciones