Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Irvina Wanda N.
Puspa Maharani
Hawasyalna Anasyifa
Titi Nurbaiti
Bimasena
Bagus Indra W.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Penyusun
Halaman I
Seorang laki-laki berumur 21 tahundatang ke IGD Rumah Sakit setelah dirujuk dari
puskesmas dengan keluhanbuang air kecil berdarah sejak 5 hari yang lalu. BAK berdarah
dikatakan pasien terlihat mulai dari awal pasien berkemih hingga selesai. Pasien mengatakan
bahwa 5 hari yang lalu sebelum kencing berdarah, pasien berkelahi, dan ditendang bagian bawah
pinggang kirinya. Saat itu, pasien mengatakan bahwa ia tidak pergi ke dokter, hanya pergi ke
tukang urut. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri yang tidak menjalar dan bersifat
tumpul, tetapi tidak terdapat nyeri berkemih. Kemudian satu hari setelah kecelakaanpasien pergi
ke puskesmas dan diberi obat, tetapi BAK yang dialami pasien tetap berwarna merah, serta
dirasakan terdapat gumpalan.
Riwayat BAK berdarah sebelumnya disangkal, riwayat keluarnya batu dari saluran kemih,
BAK berpasir, BAK keruh, nyeri berkemih, nyeri pinggang, mual, muntah, dan demam
sebelumnya tidak ada.
Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit paru, penggunaan
obat pengencer darah, dan alergi dikatakan pasien tidak ada.
Tugas
1. Apa hipotesis anda?
2. Pemeriksaan fisik apa yang anda lakukan?
Halaman 2
Status Generalis
Tinggi badan
: 172 cm
Berat badan
: 50 kg
Kesadaran
: kompos mentis
Kesadaran Umum
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
Suhu
: 36,7C
Napas
: 20x/menit
Kepala
Kulit
: sawo matang
Mata
Hidung
Leher
: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB, tiroid tidak teraba
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
: iktus kordis teraba di sela iga 5, 1 jari medial linea midclavicula kiri
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Ekstremitas
: akral hangat, tidak ada edema, capillary refill time < 2 detik
Status Lokalis
Costo Vertebral Angle
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Warna
Kanan
Sama dengan daerah
sekitar
Kiri
Hematoma (+)
Ballotement
(-)
Tidak diperiksa
Nyeri tekan
(-)
(+)
Nyeri ketok
(-)
Tidak diperiksa
Tugas
1. Apakah pemeriksaan diatas merubah hipotesis saudara?
2. Apa arti pemeriksaan fisik yang anda lakukan?
3. Apa diferensial diagnose saudara?
4. Menurut anda pemeriksan laboratorium apa yang bermanfaat pada pasien ini?
Halaman 3
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Makroskopis:
Hemoglobin
11.3
Hematokrit
33.1
Warna: merah
Eritrosit
3.96 x 106
Kejernihan: keruh
MCV
83.6.1
MCH
28.5
pH: 6,5
MCHC
34.1
Protein +3
Leukosit
9.74 x 10
Glukosa negatif
Trombosit
418 x 103
Keton negatif
Kreatinin darah
1.5
Darah +3
Ureum darah
37
Bilirubin negatif
Natrium darah
133
Urobilinogen
Kalium darah
3.89
Nitrit negatif
Klorida darah
97.6
Mikroskopis:
CT-Scan
Sel epitel +1
Leukosit 4-5
contrast
Eritrosit penuh
Silinder s. eritrosit
renal pelvis.
administration
shows
irregular
Tugas
1. Apakah pemeriksaan di atas merubah hipotesis saudara?
2. Apa arti pemeriksaan laboratorium yang anda lakukan?
3. Apa arti pemeriksaan CT-Scan dan modalitas penunjang apalagi yang dapat diberikan pada
kasus di atas?
4. Apa diagnosa saudara?
5. Apa rencana tindakan saudara untuk pasien ini?
TRAUMA GINJAL
Definisi
Suatu cedera yang mengenai ginjal di retroperitoneal. Trauma : injury ; cedera atau luka, rusak
atau sakit, biasanya dipakai untuk cedera pada tubuh akibat faktor dari luar.
Epidemiologi
Etiologi
Patogenesis
Goncangan ginjal di dalam rongga peitonrum menyebabkan regangan pedikel ginjal robekan
tunika intima arteri renalis perdarahan bekuan darah trombosis
Trauma tembak memiliki energy kinetic yang lebih besar, dapat mendestruksi parenkim ginjal
lebih hebat dan menyebabkan kerusakan di berbagai organ
Luka tembak kecepatan rendah berhubungan dengan destruksi yang luas akibat
ledakan
Luka tembak kecepatan tinggi berkaitan dengan pengikisan jaringan yang luas dan
tingginya jejas lain
Klasifikasi
Menurut derajat berat ringannya kerusakan ginjal
Cedera Minor (Derajat I dan Derajat II)
Cedera Mayor (Derajat III dan Derajat IV)
Cedera pada pedikel/ pembuluh darah ginjal (Derajat v)
Berdasarkan skala cedera organ, cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat:
Derajat I
Kontusio/hematoma subkapsular yg tidak meluas
Derajat II
Hematoma perirenal yg tdk meluas
Laserasi korteks <1cm tanpa ekstravasasi
Derajat III
Laserasi sampai medula ginjal (laserasi korteks >1cm) tanpa ekstravasasi urin
Derajat IV
Laserasi mengenai sistem kalises ginjal
Jejas a/v renalis segmental & hematoma
Derajat V
Laserasi: ginjal rusak
Jejas pedikel renalis / avulsi
Manifestasi klinis
Diagnosis
Trauma daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan
disertai nyeri atau adanya jejas di daerah tersebut
Hematuria
Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebrae
Anamnesis
o Riwayat jatuh, kecelakaan lalu lintas/trauma lgsg di pinggang
o Trauma tajam
o Kondisi medis
Px. Fisik
o Hematuria
o Flank pain
o Abras pinggang
o Fraktur iga
o Abdomen distensi
o Nyeri tekan abdomen
Px. Penunjang
Urinalisis : hematuria
USG Ginjal adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler
dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh
CT-Scan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi, kontras yang luas, dan
adanya nekrosis jaringan ginjal
Penatalaksanaan
KONSERVATIF
o Untuk trauma minor tanpa syok
o Dilakukan observasi tanda vital
o Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan / kebocoran urin yang
menimbulkan infeksi, harus segera operasi
o Tirah baring, analgetik, observasi fungsi ginjal
OPERATIF
o Untuk trauma mayor
o Eksplorasi Ginjal
TRAUMA URETER
Definisi
Trauma ureter adalah trauma yang terjadi pada saluran yang menghubungkan ginjal dengan
kandung kemih.
Epidemiologi
Trauma ureter jarang di jumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus urogenital.
Etiologi
Trauma iatrogenik
o Operasi endourologi transureter
o Uteroskopi atau uterorenoskopi
o Ekstraksi batu dengan dormia
Operasi ginekologi
Bedah digestif
Bedah vaskular
Gejala
Saat operasi
o Lapangan operasi banyak cairan
o Hematuria
o Anuria/oliguri jika cidera bilateral
Pasca bedah
o Demam
o Ileus
o Nyeri pinggang akibat obstruksi
o Luka operasi selalu basah
o Sampai beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak
o Hematuria persisten dan hematoma/urinoma di abdomen
o Fistula ureterokutan/ fistula ureterovagina
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan IVU/IVP : tampak ekstravasasi kontras atau kontras berhenti di daerah lesi
atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematom atau urinoma.
Cedera ureter dari luar sering ditemukan pada saat eksplorasi laparotomi dari suatu cedera
organ intraabdominal.
Diagnosis
Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar : hematuria pasca trauma
Kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenik : bisa ditemukan saat operasi atau pasca operasi
Tata Laksana
Ureter saling di sambung (anastomosis end to end) Teknik ini dipilih jika kedua ujung distal
dan proksimal dapat didekatkan tanpa tegangan.
Anastomosis ureter end to end pada cedera ureter. Setelah kedua ujung di bersihkan
(debridement) dari jaringan nekrosis, dan diebaskan dari jaringan di sekitarnya, dilakukan
penjahitan ujung ujungnya dengan melakakukan spatulasi dan pemasangan kateter.
Implantasi ureter ke buli-buli (Neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap boari, atau psoas hitch)
Cedera ureter distal yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anastomosis end to end,
bagian ureter distal dapat diganti dengan bagian buli-buli yg dibentuk suatu tabung mirip ureter.
Prognosis
Pada kasus iatrogenik, prognosis nya baik bila diketahui pada saat operasi.
Bila repairnya terlambat, menyebabkan periureteal fibrosis yang hebat, sehingga prognosisnya
kurang baik.
Terjadi kerusakan pada vesika urinaria saat keadaan penuh maupun tidak
Epidemiologi
Trauma eksternal: 15-40% akibat trauma penetrasi, 60-85% akibat trauma tumpul
Trauma penetrasi disebabkan paling sering oleh peristiwa kejahatan yang menyebabkan
tembakan senjata (85%), dan sisanya akibat luka tusuk
Trauma tumpul, paling sering disebabkan kecelakaan lalu lintas, diikuti kejadian terjatuh dan
dipukul.
Pada kasus trauma penetrasi, biasanya diikuti adanya trauma organ lain, seperti trauma/cedera
usus.
Jenis trauma sistem genitourinaria paling sering selain trauma ginjal dan uretra
Etiologi
Iatrogenik (14%)
Intoksikasi (2,9%)
Gejala Klinis
Patofisiologi
Terdapat dua mekanisme umum:
Klasifikasi
Diagnosis
Cystography dilakukan dengan memasukan (50% kontras + 50% saline) ke dalam vesika
urinaria melalui kateter uretra.
Extraperitoneal rupture
Combination rupture
Intraperitoneal rupture
Tata Laksana
Intraoperative:
o Drainage atau suprapubic catheter
o Biasanya sembuh dalam 7-10 hari. Dan secara keseluruhan, sembul total dalam
waktu 3 minggu
Postoperative:
o Berikan antibiotik intravena, preventif bakteri nosokomial
o Periksa cystogram sebelum lepas kateter untuk melihat proses penyembuhan
Komplikasi
Infeksi intraabdominal
Abses pelvis
Prognosis
Kebanyakan kasus sukses ditangani dengan surgery dan bahkan hanya dengan kateter
suprapubis
Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranosa
Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa navikulare
Etiologi
Trauma tumpul
o Penyebab tersering kecelakaan industri, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
hubungan seksual
Trauma tajam
o Luka tembak, luka tusuk, kecelakaan industri, mutilasi, gigitan
Iatrogenik
o Instrumentasi uretra yang traumatik atau yang berkepanjangan
Penyebab tersering :
Straddle injury ( cedera selangkangan )
Epidemiologi
Uretra pars bulbosa merupakan daerah tersering terjadinya trauma uretra anterior
mencapai (85%).
Trauma uretra terjadi pada 25 40% kasus trauma tembus penis, sehingga perlu
dilakukan uretrografi retrograde pada setiap kasus
Jenis kerusakan :
Ruptur parsial
Ruptur total
Klasifikasi
Klasifikasi trauma uretra anterior menurut McAninch dan Armenakas :
Disrupsi parsial : uretrografi menunjukkan ekstravasasi kontras, tetapi uretra masih tetap utuh
sebagian,. Kontras dapat mengisi uretra bagian proksimal atau buli-buli.
Disrupsi total : uretrografi menunjukkan ekstravasasi kontras tanpa pengisian uretra bagian
proksimal atau buli-buli
Gejala Klinis :
Perdarahan peruretra/hematuri
Kontusio : ekstravasasi
Ruptur
: ekstravasasi + bulbosa
Sleeve Hematom
Butterfly Hematom
Diagnosis
Trias klasik diagnostik trauma uretra adalah
Fraktur pelvis
Gejala lain: gross hematuria, hematoma pada skrotum, perineal atau penis, kesulitan pemasangan
kateter, non palpable prostat
Tujuan posisi oblik : memberikan visualisasi keseluruhan uretra dan mencegah tulang pelvis
menutupi ekstravasasi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal derajat dan lokasi trauma, dan keadaan hemodinamik pasien dan
trauma daerah lainnya.
Ekstravasasi urin dari uretra dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dapat berkembang
menjadi abses debridement
Sistostomi 1 bulan
3 bulan uroflowmetri (pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin
yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran
urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi)
Striktura lakukan sachse ( memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse)
Indikasi Operasi
Operasi segera disarankan pada keadaan :
Tujuan debridement
Luka terbuka
Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan angka
kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan
bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15
kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis
merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia
yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada
uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%5,8%).
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan cedera
uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan
fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan insiden
kejadiannya sekitar 4-6%.
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan
ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun)
angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang
menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus
yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra.
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang
tidak kaku.
Mekanisme Trauma
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa
junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya
pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra
posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis
oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum.
Klasifikasi
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera
uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto uretrogram
urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih
terbatas di atas diafragma
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.
Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai
ke perineum.
Gambaran Klinis
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan
abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung
kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing
dan sakit pada daerah perut bagian bawah.
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang
telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis
fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87%
sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan
beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung
kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang
merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa adalah
fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih.
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari
kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter,
karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete
laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan
obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan
demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung fascia yang rusak.
Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila
terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi
untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis
dengan pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan
salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke
superior tidak ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra
membranasea tidak disertai oleh pergeseran prostat.
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas oleh
penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa
ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis
kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya
terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis.
Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat
dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan
adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.
Gambaran Radiologi
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra
karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan
merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria
dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis
setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan dalam pemeriksaan
cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki keterbatasan dalam pelvis dan
vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik.
Penatalaksanaan
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat
atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup
dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis
ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu.
Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus dihindari.
1. Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline pada
abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli
dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada periprostatik dan
perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode
resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin
terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi untuk laserasi
dan jika ada, laserasi
harus ditutup
dengan benang
yang dapat
diabsorpsi
dan
pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3
bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli
akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya.
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading).
Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga pada
saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan
kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra.
Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih
adalah single-stage reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah
striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran
16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat
dilepas. Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak
ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter
suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat
perkembangan striktur.
3. Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan
hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan
inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomydan delayed reconstruction. Walaupun
demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment.
Komplikasi
Striktur,
impotensi,
dan
inkotinensia
urin
merupakan
komplikasi
rupture
prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang
mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan
sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka insidens striktur dapat dikurangi
sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar
50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi uretra
tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya bersamaan dengan
fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4.
Prognosis
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih akan
teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai.
TORSIO TESTIS
Definisi
Adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus sehingga menyebabkan gangguan aliran darah pada
testis.
Epidemiologi
-
Insidens puncak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun)
Tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio
testis yang tidak terdiagnosis kehilangan testis unilateral/bilateral.
Etiologi
-
Faktor predisposisi
-
Tumor testis
Riwayat kriptorkidismus
Klasifikasi
1. Torsio extravaginalis
Seluruh testis dan tunika terpeluntir pada aksis vertikal akibat fiksasi tidak komplit
gubernaculum pada skrotum
2. Torsio intravaginalis
Terjadi di dalam tunika, akibat abnormalitas fiksasi tunika pada testis bell clapper
deformity
Edema testis
Diagnosis
1. Anamnesis
Nyeri scrotum ipsilateral akut
2. Pemeriksaan fisik
-
Testis bengkak
Letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis disisi kontralateral
Baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus
Refleks kremaster berkurang atau hilang. Dipicu dengan menggores atau mencubit
bagian medial paha, yang menyebabkan kontraksi otot kremaster dan mengangkat
testis. Positif jika testis terangkat minimal 0,5 cm
Prehns sign dilakukan dengan mengangkat testis. Positif jika nyeri bertambah saat
diangkat
3. Pemeriksaan penunjang
-
Sedimen urin
Tidak ada leukosit pada urin
Laboratorium darah
Tidak ada tanda-tanda inflamasi, kecuali yang sudah lama
- USG Doppler
Diagnosis banding
1. Epididimitis akut
2. Hernia skrotalis inkarserata
3. Hidrokel terinfeksi
4. Tumor testis
5. Edema skrotum idiopatik
Penatalaksanaan
-
Detorsi manual
Memutar testis dengan arah yang berlawanan dengan torsio
Operasi
Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi pada tunika dartos kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateralnya
Pada testis yang nekrosis diangkat, karena dapat menyebabkan penurunan fertilitas dan
timbulnya keganasan
REFERENSI
Urologi Basuki 2014
Kapita Selekta Kedokteran UI 2014
Trauma urogenital. Dr. Alvarino Sp.B Sp.U . Bedah divisi Urologi RSUP
M.Djamil/FKunand
Kegawatan Pelvis dan Tractus Urinarius. Dr.Adam Suyadi, SpB, MM. Bag Bedah FK UII
Yogyakarta
Jurnal kedokteran, Medscape
The Merck Manuals
The Official Foundation of the American Urology Association
Buku Ajar Radiologi Diagnostik UI, Edisi Kedua
Patofisiologi Sylvia