Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
EKONOMI KREATIF
INDONESIA
YULIAN NANDIKA
1211872023
PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR
menghasilkan penciptaan nilai ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan baru melalui
eksplorasi HAKI, terutama sumbangannya yang signifikan terhadap GDP suatu negara. Boleh
jadi istilah Ekonomi Kreatif mulai ramai diperbincangkan sejak John Howkins, menulis buku
"Creative Economy, How People Make Money from Ideas". Howkins mendefinisikan
Ekonomi Kreatif sebagai kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan.
Atau dalam satu kalimat yang singkat, esensi dari kreativitas adalah gagasan. Maka dapat
dibayangkan bahwa hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh
penghasilan yang relatif tinggi. Tentu saja yang dimaksud dengan gagasan disini adalah karya
orisinal dan dapat diproteksi oleh HAKI. Sebagai contoh adalah penyanyi, aktor dan artis,
pencipta lagu, atau pelaku riset di bidang mikrobiologi yang sedang meneliti varietas unggul
bibit tanaman yang belum pernah ditemukan. Ditandaskan pula oleh ahli ekonomi Paul
Romer (1993), bahwa ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari
objek yang sering ditekankan di kebanyakan model dan sistem ekonomi. Di dunia yang
mengalami keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar, yang juga diiringi oleh
jutaan ide-ide kecil telah menjadikan ekonomi tetap tumbuh secara dinamis. Konsep
Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge
dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan
ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring
dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) diikuti
menjadi berbasis Sumber Daya Manusia (SDM), dari era genetik dan ekstraktif ke era
manufaktur dan jasa informasi serta perkembangan terakhir masuk ke era ekonomi kreatif.
Konsep ekonomi kreatif ini juga semakin memberi harapan yang lebih optimistik ketika
seorang pakar dibidang Ekonomi, Dr. Richard Florida dari Amerika Serikat, penulis buku
"The Rise of Creative Class" dan "Cities and the Creative Class" menyatakan: "Seluruh umat
manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kacamata atau seorang remaja
jalanan yang tengah membuat musik hip-hop. Namun perbedaannya adalah pada statusnya
(kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut dibidang kreatif dan
mendapat faedah ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut. Maka tempat di kota-kota
yang mampu menciptakan produk-produk baru inovatif tercepat, dapat dipastikan sebagai
pemenang kompetisi di era ekonomi kreatif ini. Pendapat senada juga diutarakan oleh
Robert Lucas, pemenang Nobel dibidang ekonomi, yang mengatakan bahwa kekuatan yang
menggerakkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari
tingkat produktivitas klaster orang-orang bertalenta dan kreatif yang mengandalkan
kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya. Dalam hal ini, ekonomi kreatif sering
dilihat sebagai sebuah konsep yang memayungi juga konsep lain yang populer di awal abad
ke-21 ini, yaitu Industri Kreatif. Industri kreatif sendiri sebenarnya merupakan sebuah konsep
yang telah muncul lebih dahulu sebelum munculnya konsep ekonomi kreatif. Tercatat istilah
industri kreatif sudah muncul pada tahun 1994 dalam Laporan Creative Nation yang
dikeluarkan Australia. Namun istilah ini benar-benar mulai terangkat pada tahun 1997 ketika
Department of Culture, Media, and Sport (DCMS) United Kingdom mendirikan Creative
Industries Task Force. Definisi industri kreatif menurut DCMS Creative Industries Task
Force (1998), adalah Creative Industries as those industries which have their origin in
individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation
through the generation and exploitation of intellectual property and content. Definisi
DCMS inilah yang menjadi acuan definisi industri kreatif di Indonesia seperti yang tertulis
dalam Buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015 yang
dikeluarkan Kementerian Perdagangan RI (2008) sebagai berikut: Industri kreatif yang
berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan
daya cipta individu tersebut.
Industri kreatif yang dikembangkan hingga 2025 meliputi 15 kelompok industri kreatif,
yaitu arsitektur; desain; film, video, dan fotografi; kerajinan; kuliner; mode; musik;
periklanan; permainan interaktif; penerbitan; penelitian dan pengembangan; seni
pertunjukan; seni rupa; teknologi informasi; serta televisi dan radio. Pada rencana induk
pengembangan ekonomi kreatif yang telah disusun pada tahun 2009, hanya terdapat 14
kelompok industri yang akan dikembangkan. Pada tahun 2011, kelompok industri kuliner
mulai dikembangkan. Selain itu, empat kelompok industri mengalami perubahan
nomenklatur sesuai dengan perubahan ruang lingkup dan perkembangan masing-masing
kelompok industri, yaitu kelompok industri kreatif pasar seni dan barang antik diubah
menjadi kelompok industri seni rupa, kelompok industri fesyen diubah menjadi kelompok
industri mode, kelompok industri penerbitan dan percetakan diubah menjadi kelompok
industri penerbitan, dan kelompok industri layanan komputer dan piranti lunak diubah
menjadi kelompok industri teknologi informasi.
Pengembangan ekonomi kreatif tidak hanya berfokus pada 15 kelompok industri kreatif
karena ekonomi kreatif dapat menjadi input bagi sektor lain. Oleh karena itu, ekonomi kreatif
memiliki peran sentral sebagai sektor penggerak pertumbuhan ekonomi yang mampu
menciptakan nilai tambah bagi industri lainnya. Selain itu, antarkelompok industri kreatif pun
memiliki keterkaitan satu sama lain dan sering kali tidak berdiri sendiri. Keterkaitan
antarkelompok industri kreatif, misalnya dalam hal eksploitasi Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) dalam praktik pemanfaatan konten lintas media. Sebuah karya dapat sekaligus
merupakan novel, serial televisi, film bioskop, permainan interaktif, dan musik-musik tematik
(soundtrack). Tak jarang pula industri konten menjadi materi industri nonkonten, misalnya
dalam ajang-ajang pameran karakter atau restoran dengan tema adaptasi dari serial animasi.
Begitu sebaliknya, industri nonkonten dilibatkan secara integral dalam praktek-praktek
industri konten, misalnya dalam pembangunan set dan tata kostum sebuah film. Seluruh
keterkaitan ini sebaiknya disadari secara penuh dari awal, guna membentuk sinergi lintas
subsektor ekonomi kreatif yang baik di Indonesia.
Terdapat empat prinsip utama yang menjadi landasan dalam pengembangan ekonomi
kreatif hingga 2025. Pertama, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
merupakan hal mutlak yang harus ditingkatkan untuk mempercepat pengembangan ekonomi
kreatif di Indonesia periode 2015-2019. Oleh karena itu, pemberdayaan SDM kreatif untuk
meningkatkan kemampuan dalam memperoleh, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan penguasaan terhadap teknologi merupakan agenda utama yang harus segera
didorong. Kedua, peningkatan literasi mengenai pola pikir desain (design thinking). Pola
pikir desain dimaknai sebagai proses pemecahan masalah objektif manusia dan lingkungan
yang didasari kolaborasi ilmu dan kreativitas dengan menambahkan nilai-nilai termasuk nilai
identitas budaya dan nilai tambah (added value) baik secara ekonomis, fungsional, sosial, dan
estetika sehingga dapat memberikan solusi subjektif. Pola pikir ini merupakan dasar dalam
mentransformasikan pola pikir kreatif menjadi sebuah inovasi yang dapat bermanfaat bagi
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Ketiga, pelestarian seni dan budaya sebagai
inspirasi dalam berkarya untuk menciptakan keunikan sebagai salah satu daya saing karya
kreatif dan memperkuat jati diri, persatuan dan kesatuan, serta eksistensi bangsa Indonesia di
forum internasional. Keempat, pengembangan dan pemanfaatan media sebagai saluran
distribusi dan presentasi karya dan konten kreatif lokal yang berkualitas sehingga dapat
meningkatkan apresiasi dan pengakuan masyarakat lokal dan dunia terhadap bangsa dan
negara Indonesia.
Pemerintah sendiri telah mengidentifikasi lingkup industri kreatif mencakup 14
subsektor, antara lain:
1.
8. Permainan Interaktif (game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi,
dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan
edukasi. Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan sematamata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukkan,
reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara;
10. Seni Pertunjukkan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan wayang, balet,
tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera,
termasuk musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukkan, tata panggung,
dan tata pencahayaan;
11. Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan
penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan
kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko,
materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi, saham dan surat berharga
lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup
penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi,
percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang terkait dengan
pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa komputer, pengolahan
data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain
dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan
piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya;
13. Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi,
produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show,
infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio,
termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran radio dan televisi;
14. Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan usaha inovatif yang
menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil manfaat terapan dari
ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses
baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi
kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan humaniora, seperti penelitian dan
pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.
15. Kuliner: kegiatan kreatif ini termasuk baru, kedepan direncanakan untuk dimasukkan
ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah studi terhadap pemetaan
produk makanan olahan khas Indonesia yang dapat ditingkatkan daya saingnya di
pasar ritel dan passar internasional. Studi dilakukan untuk mengumpulkan data dan
informasi selengkap mungkin mengenai produk-produk makanan olahan khas
Indonesia, untuk disebarluaskan melalui media yang tepat, di dalam dan di luar
negeri, sehingga memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel modern dan pasar
internasional. Pentingnya kegiatan ini dilatarbelakangi bahwa Indonesia memiliki
warisan budaya produk makanan khas, yang pada dasarnya merupakan sumber
keunggulan komparatif bagi Indonesia. Hanya saja, kurangnya perhatian dan
pengelolaan yang menarik, membuat keunggulan komparatif tersebut tidak tergali
menjadi lebih bernilai ekonomis. Kegiatan ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan
pola pemikir cost kecil tetapi memiliki pangsa pasar yang luas serta diminati
masyarakat luas diantaranya usaha kuliner, assesoris, cetak sablon, bordir dan usaha
rakyat kecil seperti penjual bala-bala, bakso, comro, gehu, batagor, bajigur dan
ketoprak.
konteks desain, proses kreasi selalu diawali dengan pengumpulan permasalahanpermasalahan yang ada yang harus dipecahkan. Di akhir proses, akan dihasilkan desaindesain baru yang tidak lain adalah hasil pemecahan suatu masalah. Tentu saja agar hasil
maksimal, proses kreasi harus dibekali dengan bakat (taIent) yang cukup. Dalam konteks
bisnis, kemampuan ini bisa menggerakkan perusahaan-perusahaan untuk lebih pro-aktif,
tidak hanya mengikuti trend, tetapi justru menciptakan trend.
Hingga saat ini belum ada pendataan mengenai struktur pasar subsektor desain secara
detil. Oleh karena itu, penjelasan berikut merupakan perkiraan struktur pasar secara garis
besar. Subsektor desain secara umum dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar yaitu, desain
komunikasi visual, desain produk, dan desain interior. Pada subsektor desain, seorang
desainer tidak mampu memengaruhi harga pasar. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar
seorang desainer yang masih kurang kuat. Harga lebih banyak ditentukan oleh pengguna jasa
desain.
Sementara itu, desainer interior dapat menyalurkan desainnya melalui konsultan desain
interior dan kontraktor bangunan. Tidak ada monopoli dalam pasar desainer interior,
walaupun terdapat beberapa nama besar yang mendominasi. Dapat disimpulkan, struktur
pasar desain interior di Indonesia adalah pasar persaingan monopolistik. Hal tersebut berbeda
dengan masa-masa awal desain interior masuk ke Indonesia. Pada saat itu terjadi penokohan
terhadap beberapa tokoh desain interior sehingga muncul nama-nama besar.
Desain interior didefinisikan sebagai kegiatan yang memecahkan masalah fungsi dan
kualitas interior, menyediakan layanan terkait ruang interior untuk meningkatkan kualitas
hidup dan memenuhi aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan publik (International
Federation of Interior Architects/ Designers General Assembly Document).
Desain interior adalah upaya merancang bagian dalam sebuah ruangan untuk
mengoptimalkan fungsi ruang dan memberikan kenyamanan bagi pengguna ruangan.
Dimensi ruang merupakan kata kunci untuk desain interior. Dimensi ruang adalah apa pun
yang memiliki batas berupa dinding, langit-langit, dan lantai.25 Selain ketiga batas tersebut,
desain interior juga memiliki dua elemen lain, yaitu estetika dan furnitur. Dalam kaitannya
dengan arsitektur, desain interior berperan dalam merancang interior ruang dari sebuah
bangunan sesuai kebutuhan dan tujuan dibangunnya ruang tersebut. Dalam hal ini, termasuk
menentukan pola lantai, peletakan furnitur, titik elektrik, titik komunikasi, titik lampu, bahan,
dan warna.