Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
1. Etika secara etimologis berasal dari bahasa yunani dan latin, coba anda jelaskan menurut
asal katanya yang berasal dari bahasa yunani dan latin?
Etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, ethos secara tunggal artinya kebiasaan
(costum), adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha)
artinya adat kebiasaan.
Jadi dari bahasa Yunani tersebut etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika memiliki arti yang sama dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak :
mores) berarti kebiasaan, adat.
Moral adalah ilmu yang berisi ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokanpatokan kumpulan peraturan, dan ketetapan baik lisan atau tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup bertindak agar menjadi manusia baik yang bersumber dari tradisi, adat
istidat, ajaran agama-agama, atau ideology tertentu.
Dari bahasa latin : ethica
Referensi :
Sukardi, Imam.2003.Pilar Islam bagi pluralisme modern.Solo:Tiga Serangkai.
Bertens.2004.Etika.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
2. Jika disimpulkan terdapat 3 arti penting etika, salah satunya etika sebagai sebuah sistem
nilai, coba anda jelaskan?
Dalam KBBI yang baru (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988) etika dijelaskan dengan
membedakan tiga arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Jadi etika sebagai sebuah system nilai adalah nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misal : kode etik
Referensi :
PPT Ibu Riastuti Kusuma Wardani
Bertens.2004.Etika.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
3. Jelaskan perbedaan istilah etika dan etis?
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta, 1953) : Etika adalah ilmu yang
mempelajari azas akhlak.
Menurut KBBI dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (198) etika adalah :
1. Ilmu tentang yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
2. Kumpulan/seperangkat asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Dewasa ini dapat dilihat semua bidang kehidupan masyarakat sudah terjamah
aspek hukum.Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat
untuk hidup teratur. Akan tetapi keteraturan bagi seseorang belum tentu sama dengan
keteraturan bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur
hubungan antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan landasan hukum.
Suatu norma hukum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang dilarang
dengan mendapat sanksi apabila larangan tersebut dilanggar. Norma hukum ada yang
tertulis dan ada pula yang tidak tertulis.Hukum tertulis biasanya disamakan dengan
peraturan perundangundangan.Hukum kesehatan merupakan suatu bidang spesialisasi
ilmu hukum yang relatifmasih baru di Indonesia.Hukum kesehatan mencakup segala
peraturan dan aturan yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan dan
perawatan kesehatan yang terancam atau kesehatan yang rusak.Hukum kesehatan
mencakup penerapan hukum perdata dan hukum pidana yang berkaitan dengan
hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan tugasnya dokter dan tenaga kesehatan harus mematuhi
segala aspek hukum dalam kesehatan. Kesalahan dalam melaksanakan profesi
kedokteran merupakan masalah penting, karena membawa akibat yang berat, terutama
akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan. Suatu kesalahan
dalam
melakukan
profesi
dapat
pengertian.
disebabkan
Ketiga
faktor
karena.
tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
1.Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan dan memberikan jasa
pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan
observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitative untuk orang-orang yang
menderitasakit, terlukadanuntuk yang melahirkan (World Health Organization).
Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan serta dapat dimanfaatkan
untuk pendidikan tenaga kesehetan dan penelitian (permenkes no.159b/1988)
UU NO.44 tahun2009 tentang rumah sakit , rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna
yang
menyediakan
pelayanan
rawatinap,
rawat
jalan
Dasar hukum:
1.
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana
(Wetboek
Van
yakni, PERSI
(PERSATUAN
RUMAH
SAKIT
SELURUH
INDONESIA).
Berdasarkanrumusanetika yang disusun PERSI, etika Rumah Sakitmencakup :
1. Kewajibanumum RS
2. kewajiban RS terhadap masyarakat
3. kewajibanrumahsakitterhadappasien
4. kewajibanterhadaptenaga/karyawan
5. kewajiban terhadaplain
masing-masing
membentukbadan
yang
akanmenangmasalah-
9. pasien dewasa
1. pasien anak
publik
yang
berkaitandgnrahasiadokter
2. pasien dan keluarga yang menuntut rumah sakit dan menginformasikannya melalui
media massa, dianggap telah melepaskan hak-hak kedokterannya kepada umum
3. penginformasian kepada media massa diartikan sebagai bentuk memberikan
kewenangan kepada rumah sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien
sebagai hak jawab rumah sakit
4. rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hokum apabila pasien dan keluarganya
menolak/menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif
5. rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia
6. rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit
5.Hukum Rumah Sakit (Hospital Low)
A. Pidana
Pertanggungjawaban dari aspek hukum pidana terjadi jika kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit
memenuhi tiga unsur. Ketuga unsur tersebut adalah adanya kesalahan dan perbuatan
melawan hukum serta unsur lainya yang tercantum dalam ketentuan pidana yang
bersangkutan.
Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem hukum pidana kita, dalam hal tindak
pidana dilakukan oleh korporasi, maka pengurusnya dapat dikenakan pidana penjara
dan denda. Sedangkan untuk korporasi, dapat dijatuhi pidana denda dengan
pemberatan.
Ketentuan pidana ( UU No.44 Tahun 2009 pasal 62-63 )
1. setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan rumah sakit tidak memiliki izin
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
2. apabila tindakan pidana tersebut dilakukan koorporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap koorporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana denda
3. selain pidana denda terhadap koorporasi tersebut, koorporasi dijauhi pidana tambahan
berupa
a. pencabutan izin usaha, dan/atau
b. pencabutan status badan hukum
B. Perdata
Merujuk pendapat Triana Ohoiwutun(2007:81), hubungan hukum ini
menyangkut dua macam perjanjian yaitu perjanjian perawatan dan perjanjian
pelayanan medis. Perjanjian perawatan adalah perjanjian antara rumah sakit untuk
menyediakan perawatan dengan segala fasilitasnya kepada pasen.
Sedangkan
perjanjian pelayanan medis adalah perjanjian antra rumah sakit dan pasen untuk
memberikan tindakan medis sesuai kebutuhan pasen.
Jika terjadi kesalahan dalam pelayanan kesehatan, maka menurut mekanisme
hukum perdata pihak pasien dapat menggugat dokter berdasarkan perbuatan melawan
hukum. Sedangkan gugatan terhadap rumah sakit dapat dilakukan berdasarkan wan
prestasi (ingkar janji), di samping perbuatan melawan hukum.
Sikap/tindakan semua orang yang turut terlibat dalam organisasi rumah sa
kit. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1367 yang berbunyi: "Seorang tidak saja
bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri, tetapi juga unt
uk
kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya..
..".
Tanggung jawab rumah sakit dalam garis besarnya dapat dibagi dalam tiga kel
ompok,
yaitu:
KESIMPULAN
Rumah sakit adalah subyek hukum. Dalam hal ini, rumah sakit dapat
melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya dalam melaksanakan
tugasnya dalam pelayanan kesehatan. Karena itu rumah sakit wajib menanggung
segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum yang timbul sebagai akibat dari
perbuatannya atau perbuatan orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya.
Tanggung jawab hukum tersebut meliputi tiga aspek yaitu hukum perdata, hukum
administrasi dan hukum pidana. Hukum perdata berarti, rumah sakit bertanggung
jawab antara pasien dengan rumah sakit berhubungan dengan pelayanan kesehatan,
Hukum administratif berhubungan dengan kewajiban yang harus di bayar pihak rumah
sakit terhadap tenaga kesehatan di rumah sakit. Pertanggungjawaban dari aspek
hukum pidana terjadi jika kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga medis di rumah sakit.Dari ketiga aspek hukum tersebut dapat di katakan
bahwa rumah sakit sangat memiliki kaitan hubungan yang erat bukan hanya bagi
pelayanan medis saja melainkan terhadap aspek hukum.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Etika Profesi adalah menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak,
tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain,bersifat absolute artinya prinsip etika tidak
dapat ditawar berlakunya. Tidak hanya memandang segi lahiriah tapi juga batiniahnya.
Fungsi etika untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan pandangan moral
yg berupa refleksi kritis. Membantu agar kita jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan
antara apa yang hakiki dan apa yg boleh saja berubah dan dengan demikian kita tetap
sanggup untuk mengambil sikap sikap yang dapat kita pertanggung jawabkan, membuat kita
sanggup untuk menghadapi ideologi ideologi yang buruk dengan kritis dan obyektif dan
untuk membentuk penilaian sendiri agar kita tidak terlalu mudah terpancing serta membantu
kita jangan naif.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajibannyabaik dari
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan maupun dari
pihak penyelanggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek meliputi organisasi, sarana,
pedoman medis, nasional/internasional,hukum dibidang kesehatan, yurisprudensi, serta ilmu
pengetahuan bidang kedokteran,kebidanan,keperawatan atau kesehatan lainnya.
Dengan adanya etika profesi dan hukum kesehatan kita dapat mengerti bahwa tiap keputusan
yang diambil oleh penyelenggara pelayanan kesehatan harus berdasarkan etika profesi dan
hukum kesehatan yang telah diatur dalam undang undang negara serta menjamin pasien atau
klien untuk mendapat pelayanan yang terbaik sesuai dengan kode etik. Dengan kita
mempelajari beberapa kasus dan membahas serta memahaminya kita dapat mengetahui benar
tidaknya langkah seorang petugas kesehatan dalam pelayanan maupun kinerjanya sesuai kode
etik atau malah menyimpang dari beberapa aspek meliputi segi hukum segi agama dan segi
etika profesi.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan segi hukum menilai sebuah tindakan profesi dalam sebuah kasus?
2. Bagaimana pandangan segi agama menilai sebuah tindakan profesi dalam sebuah kasus?
3. Bagaimana pandangan segi etika menilai sebuah tindakan profesi dalam sebuah kasus?
C. Tujuan
1. Untuk lebih memamhami tentang etika profesi dan hukum kesehatan
2. Untuk lebih mengetahui dan memahami tugas tenaga kesehatan dan penyelenggara
pelayanan kesehatan
3. Untuk memahami lebih kritis tentang kasus tenaga kesehatan atau penyelanggara
kesehatan dan dapat membuat keputusan kode etik yang sesuai dengan hukum kesehatan.
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika profesi dan hukum kesehatan.
BAB II
ISI
STUDY KASUS DARI BERBAGAI SEGI
STUDY KASUS :
Seorang Bidan melakukan pekerjaan sangat baik dan professional, namun tidak dilandasi
keinginan untuk menyembuhkan pasiennya, tapi karena tergiur jabatan tertentu dan insentif
tertentu. Suatu ketika jabatan dan insentif diturunkan, kerjanya menjadi tidak karuan.
MENURUT SEGI HUKUM :
Maka tindakan Bidan pada kasus tersebut tidak sesuai dengan kompetensi Bidan yang
seharusnya memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan pasien (kompetensi Bidan/IBI
tahun 2000)
Pada pasal 24UU Kesehatan No.36 tahun 2009 menyebutkan bahwa : Tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar
profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standart pelayanan prosedur dan standart
prosedur operasional.
Seharusnya Bidan bertindak seperti yang disebutkan pada pasal diatas, menjadi Bidan yang
profesional.
MENURUT SEGI AGAMA :
1. AGAMA ISLAM
Tidak adanya keikhlasan dalam bekerja, di dalam agama, apabila bekerja tidak dilandasi
dengan rasa keikhlasan maka akan sia-sia ia bekerja dan tidak akan membuahkan hasil yang
baik. Seperti yang disebutkan dalam agama islam dalam surat Huud ayat 15-16
bahwa:"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasaanya, niscahya kami
berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka didunia dengan sempurna dan mereka
didunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh dikahirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan didunia dan siasialah apa yang telah mereka kerjakan" [Huud:15-16].
2. AGAMA BUDDHA
Jika kita membandingkan ambisi-ambisi kita dengan ambisi atau tujuan (cita-cita) seorang
Buddha, kita dapat melihat perbedaan yang sangat mencolok, karena sebagian besar tujuan
kita didasarkan atas keinginan-keinginan (nafsu-nafsu). Kita mengembangkan ambisi-ambisi
dengan mengabaikan kebahagiaan orang lain dan bekerja berdasarkan rasa keakuan untuk
mencapai kebahagiaan diri sendiri tanpa mengindahkan perasaan orang lain. ltulah cara kita
yang akan menimbulkan masalah-masalah yang sangat besar dan kesengsaraan-kesengsaraan
di dunia ini. Kita bersedia mengerjakan segala jenis kejahatan, kekejian, kekejaman atau
perbuatan-perbuatan yang berbahaya hanya sekadar untuk memberikan kesenangan pada diri
sendiri. Sehingga dari segi pandangan Buddhis, jenis ambisi yang egoistis ini tidak dapat
dibenarkan. Buddha telah menerangkan bahwa ada salah satu macam kesenangan duniawi
yang perumah tangga dapat alami: Kebahagiaan pertama adalah jaminan atas kenikmatan
keuangan atau mendapat kekayaan yang didapat dengan cara yang benar (Atthi-Sukha).
3. AGAMA HINDU
Oleh karena prisip kerja itu adalah anugerah Tuhan, pekerjaan mesti dilaksanakan dengan
tulus dan bakti. Bekerja didasari atas kesadaran Tuhan, tentu lebih mulia dibandingkan
dengan bekerja dengan hanya mementingkan hasil. Lagi pula, bekerja bagi Hindu bukan
semata-mata mencapai hasil, tetapi menjalankan swadharma. Manusia dengan segala
kemauan dan pikirannya dapat saja menghindar dan konsep tersebut namun hukum karma
tetap akan mengikutinya karena sang dinilah yang akan mencatat baik dan buruk karma yang
diperbuatnya tersebut sehingga manusia dalam kehidupannya hendaklah tidak berhenti untuk
beraktivitas atau berbuat baik dan benar, dengan kata lain berbuat Subha karma.
4. AGAMA KATOLIK
Berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, Karena
itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai ,bekerja keras melalui kebenaran
kudus dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa
pun, Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup, Hak hidup manusia
harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).
5. AGAMA KRISTEN
Pandangan orang Kristen tentang jabatan dan materi yaitu bahwa jabatan dan materi kita
miliki agar kita bisa menggunakannya dengan cara-cara yang mendatangkan kemuliaan bagi
Allah. Jabatan dan materi bukan sesuatu yang atasnya kita mempunyai kekuasaan penuh; kita
hanyalah penatalayan kekayaan Allah. Ilustrasi yang baik tentang prinsip ini terdapat dalam
perumpamaan tentang talenta, yang menunjukkan bahwa uang yang kita peroleh karena kerja
sekalipun bukan merupakan milik kita sebab Allahlah yang sebenarnya memberikan kita
kesempatan untuk memperolehnya.
MENURUT SEGI ETIKA :
Bidan dalam kasus tidak mempunyai nilai personal yang berlandaskan kemandirian moral
dan kesediaan untuk bertanggung jawab.Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma
yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan
tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Yang dilakukan oleh Bidan tersebut dalam kasus merupakan tindakan yang tak patut karena
hanya mengejar jabatan belaka, kita ditugaskan untuk melayani masyarakat. Menolong pasien
dengan profesionalitas merupakan kode etik pertama bagi seorang Bidan atau tenaga
kesehatan lainnya, karena kita di sumpah untuk melayani masyarakat atau pasien dengan
sebaik mungkin yang merupakan hak pasien. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatannya secara optimal.
berdasarkan rasa keakuan untuk mencapai kebahagiaan diri sendiri tanpa mengindahkan
perasaan orang lain.
3. AGAMA HINDU
Oleh karena prisip kerja itu adalah anugerah Tuhan, pekerjaan mesti dilaksanakan dengan
tulus dan bakti. Bekerja didasari atas kesadaran Tuhan, tentu lebih mulia dibandingkan
dengan bekerja dengan hanya mementingkan hasil. Lagi pula, bekerja bagi Hindu bukan
semata-mata mencapai hasil, tetapi menjalankan swadharma.
4. AGAMA KATOLIK
Berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, Karena
itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai ,bekerja keras melalui kebenaran
kudus dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa
pun, Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup, Hak hidup manusia
harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).
5. AGAMA KRISTEN
Pandangan orang Kristen tentang jabatan dan materi yaitu bahwa jabatan dan materi kita
miliki agar kita bisa menggunakannya dengan cara-cara yang mendatangkan kemuliaan bagi
Allah.
MENURUT SEGI ETIKA :
Bidan dalam kasus tidak mempunyai nilai personal yang berlandaskan kemandirian moral
dan kesediaan untuk bertanggung jawab. Yang dilakukan oleh Bidan tersebut dalam kasus
merupakan tindakan yang tak patut. Menolong pasien dengan profesionalitas merupakan
kode etik pertama bagi seorang Bidan atau tenaga kesehatan lainnya, karena kita di sumpah
untuk melayani masyarakat atau pasien dengan sebaik mungkin yang merupakan hak pasien.
MENURUT SEGI SOSIAL :
Masyarakat memandang Bidan yang tak profesional dan hanya menginginkan jabatan/materi
merupakan sebuah ketamakan kita tak seharusnya membiarkan orang sakit dan hanya peduli
pada keegoisan kita belaka karena kita makhluk sosial yang akan terus saling membutuhkan
karena itu adalah hukum dan norma sosial.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang kami dapat adalah menanggapi kasus Seorang Bidan melakukan pekerjaan
sangat baik dan professional, namun tidak dilandasi keinginan untuk menyembuhkan
pasiennya, tapi karena tergiur jabatan tertentu dan insentif tertentu. Suatu ketika jabatan dan
insentif diturunkan, kerjanya menjadi tidak karuan dapat dinilai dan dipandang dari berbagai
segi yang ada pada hukum, etika, agama, dan sosial.
B. Saran
1. Meningkatkan tingkat moral tenaga kesehatan berdasarkan etika profesi yang berlaku dan
dapat melaksanakannya.
2. Mengantisipasi tindakan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan kode etik yang
berlaku dalam hukum dan masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah menjadi
suatu kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita
lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita
harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan
dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan
kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada
bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan
masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik
(malpractice) atau
kelalaian
medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori
malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu
diketahui dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar
profesi
kebidanan
yang
bisa
mengatur
kesalahan
profesi.
Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu
kasus malpraktik di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian malpraktik ?
2. Apa saja jenis jenis malpraktik ?
3. Bagaimana cara mencegah dan menghadapi tuntutan malpraktek ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek
2. Untuk mengetaahui dan memahami jenis-jenis malpraktek
Tragedi ini bermula saat usianya empat puluh lima hari. Seperti balita pada umumnya,
Maulana mendapatkan imunisasi dari petugas Dinas Kesehatan. Petugas memberikan tiga
imunisasi sekaligus, yaitu imunisasi BCG, imunisasi DPT dan imunisasi Polio.
Namun setelah dua jam menerima imunisasi, Maulana mengalami kejang-kejang, dan suhu
tubuhnya naik tajam. Sehingga orang tuanya panik dan langsung membawanya ke rumah
sakit. Namun kondisinya justru makin menburuk. Setelah lima hari dirawat, Maulana malah
tidak sadarkan diri, selama tiga minggu. Sejak itu, tubuh Maulana selalu sakit sakitan dan
hampir seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi normal.
Dokter mendiagnosa Maulana mengalami radang otak. Namun setelah itu, satu persatu
penyakit akut menggerogoti kesehatannya. Semakin hari badannya semakin kecil, dan
mengerut. Maulana sering mengalami sesak nafas, dan kejang kejang.
Lina yakin, Maulana menjadi korban malpraktek. Karena beberapa dokter yang perawat
Maulana menyatakan, anaknya mengalami kesalahan imunisasi.
Kini Lina, hanya bisa pasrah. Ia merawat Maulana, seperti merawat bayi. Saat makan
Maulana tetap harus disuapi, demikian juga ketika buang air besar dan kencing. Orangtuanya
selalu memakaikan popok.
Sebelum tragedi itu datang, Maulana adalah bayi yang menggemaskan. Tubuhnya montok,
dan sangat sehat. Bahkan Maulana sempat dinobatkan sebagai pemenang bayi sehat. Karena
lahir dengan bobot tiga koma delapan kilogram dan panjang lima puluh satu cintimeter.
Orang tua Maulana sudah berusaha untuk membawa ke rumah sakit di kawasan Kota Siantan,
Pontianak. Namun Maulana tidak juga kunjung sembuh. Orangtuanyapun menyerah.
Yang lebih menyedihkan, Linapun kemudian diceraikan suaminya, di saat harus menanggung
beban berat merawat Maulana. Ayah Maulana kesal dan marah dengan Lina, karena
mengijinkan petugas kesehatan memberikan imunisasi kepada Maulana.
Kini tubuh Maulana makin lemah, dan tidak berdaya. Ia hanya bisa berbaring ditempat tidur.
Jika ingin menghirup udara segar, linapun membawanya ke luar rumah. Lina sudah tidak
berpikir lagi untuk membawa Maulana ke rumah sakit, karena tidak memiliki biaya. Sejak
anaknya menderita sakit, Lina telah mengeluarkan uang jutaan rupiah. Bahkan rumahnya
dijual untuk biaya pengobatan.
Lina juga beberapa kali berusaha meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah
Kalimantan Barat, dengan mengajukan tuntutan di pengadilan. Lina kemudian menemui
sejumlah instansi pemerintah daerah, termasuk menemui Walikota Pontianak, dan Gubernur
Kalimantan Barat, untuk menuntut keadilan.
Namun para pejabat tersebut tidak menanggapi pengaduan Lina. Lina tidak menyerah. Ia
kemudian membawa Maulana ke Jakarta, untuk menemui Menteri Kesehatan. Namun lagi
lagi usahanya kembali menemui jalan buntu.
Lina kemudian memilih prosedur hukum. Ia melaporkan pemerintah Kalimantan Barat secara
pidana, dan juga menggugatnya secara perdata. Namun di pengadilan, hakim meminta Lina
dan perwakilan pemerintah sebagai tergugat, untuk berdamai. Hasilnya cukup menjanjikan.
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, berjanji akan menanggung penuh obat dan kebutuhan
perawatan maulana di rumah sakit seumur hidup.
Janji Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, sungguh melegakan. Karena upayanya mencari
keadilan, kini menemui titik terang. Namun harapan lina kembali pupus. Ternyata
kesanggupan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat hanya janji janji kosong. Setelah berjalan
lebih sepuluh tahun, Pemerintah Daerah Kalimantan Barat tidak memenuhi janjinya.
Kini Lina hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit. Lina dan Maulana bersama ketiga
anaknya yang lain, tinggal di rumah sangat sederhana, di Komplek Perumahan Kopri, di
kawasan Pinggiran Sungai Raya Dalam Kabupaten Kubu Raya. Untuk hidup sehari hari,
Linapun membuka warung kecil-kecilan di teras rumahnya.
Lina sebenarnya masih punya keinginan untuk kembali menggugat Pemerintah Daerah
Kalimantan Barat. Namun ia mengaku tidak lagi memiliki dana. Yang membuat Lina pasrah,
adalah tidak ada dokter yang bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus ini.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, meminta pihak pemerintah
bertanggungjawab atas kasus yang menimpa Maulana. Menurut Direktur LBH Kesehatan,
Iskandar Sitorus, kasus dugaan mal praktik yang menimpa Maulana, mencerminkan
lemahnya tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan.
Aturan atau kebijakan yang diterapkan sudah kadaluarsa. Sementara hingga saat ini publik
sendiri masih menunggu kapan akan disosialisasikan rancangan undang undang tentang
pasien. Jika UU Pasien sudah ada, diharapkan tidak akan ada lagi Maulana Maulana lainnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris menyatakan, profesi dokter, diikat oleh
sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis Kode Etik Kedokteran atau MKEK.
Seorang dokter dapat dikatakan melakukan pelanggaran saat praktek, jika sudah dibuktikan
dalam suatu sidang majelis kode etik.
Hukuman yang dijatuhkan majelis kode etik biasanya berkisar pada skorsing praktek, disuruh
kembali sekolah untuk memperdalam ilmunya hingga dicabut ijin praktek kedokterannya.
Kasus dugaan mal praktek seperti kasus Maulana memang tak sedikit jumlahnya. Beberapa
kasus yang sempat terangkat ke masyarakat umumnya terjadi setelah pasca imunisasi, operasi
bahkan tak jarang setelah si pasien berobat ke ahli kesehatan karena sebelumnya
diindikasikan menderita suatu penyakit.
Seperti halnya kasus kasus sejenis, kasus Maulana pun membutuhkan waktu berbulan bulan
bahkan bertahun tahun duduk dikursi persidangan untuk memperoleh keadilan.
Dan ironisnya perdebatan sengit menyoal kasus dugaan mal praktik di pengadilan hampir
dipastikan berakhir dengan bertambahnya sakit hati bagi sang korban. Sakit hati karena
kasusnya tak bisa diteruskan, atau bahkan ditolak majelis hakim karena kurang lengkapnya
data pendukung.
LBH Kesehatan, sebagai wadah bantuan hukum bagi mereka yang merasa abaikan haknya
oleh oknum aparat kesehatan memiliki data yang tidak sedikit. Saat ini saja LBH Kesehatan
membantu menangani 58 kasus dugaam mal praktik di sejumlah wilayah Indonesia.
Sementara kasus yang telah dilaporkan di sejumlah aparat penegak hukum mencapai 130
kasus. Namun ironisnya, hanya sedikit kasus dugaan mal praktek yang maju ke meja hijau
yang menang dalam persidangan.
Upaya hukum untuk mencari keadilan bagi korban dugan mal praktik kerap berlangsung di
sejumlah ruang pengadilan. Dari upaya hukum pidana, perdata bahkan hingga tun atau tata
usaha negara. Dari catatan LBH Kesehatan, dari beberapa bentuk tata peradilan tersebut, bisa
dibilang peradilan perdatalah yang paling memungkinkan seorang korban dugaan mal praktik
memperoleh haknya. Sementara tata peradilan lainnya umumnya jauh panggang dari api.
menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. Didalam semua jenis pembedahan
sebagaimana sectio caesare tersebut, dokter operator selalu menyakiti penderita dengan
menimbulkan luka pada pasien yang jika tidak karena perintah Undang-Undang si pembuat
luka dapat dikenakan sanksi pidana penganiayaan. Oleh karena itu, didalam setiap
pembedahan, dokter operator haruslah berhati-hati agar luka yang diakibatkannya tersebut
tidak menimbulkan masalah kelak di kemudian hari. Misalnya terjadi infeksi nosokomial
(infeksi yang terjadi akibat dilakukannya pembedahan) sehingga luka operasi tidak bisa
menutup. Bila ini terjadi dokter dianggap melakukan kelalaian atau kealpaan.
Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa kesengajaan, akan tetapi juga
bukan sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Dalam kealpaan sikap batin seseorang
menghendaki melakukan perbuatan akan tetapi sama sekali tidak menghendaki ada niatan
jahat dari petindak. Walaupun demikian, kealpaan yang membahayakan keamanan dan
keselamatan orang lain tetap harus dipidanakan.
Moeljatno menyatakan bahwa kesengajaan merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan dengan menentang larangan, sedangkan kealpaan adalah kekurang perhatian
pelaku terhadap obyek dengan tidak disadari bahwa akibatnya merupakan keadaan yang
dilarang, sehingga kesalahan yang berbentuk kealpaan pada hakekatnya sama dengan
kesengajaan hanya berbeda gradasi saja.
2.5. Penanganan Malpraktek di Indonesia
Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum
substantive, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi
tidak mengenal bangunan hukum malpraktek.
Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang
dapat dijadikan pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat
mungkin untuk menghindari pelanggaran etika kedokteran.
Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan
bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara
khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif
yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada
dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang di
Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas
dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.
Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health
Law yang digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health Law
diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran
kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut
hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.
Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan
berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum
atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab
profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang
keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili
organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi.
Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat
diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter
yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak
sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak
akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja dan
kurang memikirkan kepentingan pasien.
2.6. Upaya Pencegahan Dalam Menghadapi Tuntutan Malpraktek
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga bidan karena adanya
malpraktek diharapkan para bidan dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati,
yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2.7. Tanggapan Mahasiswa Tentang Malpraktek
Malpraktik itu bukan urusan Departemen Kesehatan. Tapi jadi tanggung jawab
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Kalau menurut kami, jika ada
kasus malpraktik harus segera ditindak, harus dilaporkan kepada yang berwenang.
Sebenarnya kami sangat prihatin terhadap kasus malpraktik yang terjadi. Masalah
ini harus segera diurus sebaik-baiknya sesuai dengan aturan yang ada pada Majelis
Kehormatan.
Malpraktik terjadi karena tidak ada Undang-Undang Perumah sakitan. Sejak kita merdeka,
undang-undang itu tidak pernah ada. Maka sekarang kita mencoba mengusulkan ke DPR
untuk mengesahkan Undang-Undang Perumahsakitan. Dengan adanya Undang-Undang
Perumahsakitan, kita harap akan mengurangi tindakan malpraktik.
Lembaga ini independen berdasarkan UU No 29/2004 tentang Praktek Kedokteran.
Mereka bertugas menerima, memeriksa, membuat keputusan dan memberikan sanksi atas
pengaduan kasus dugaan malpraktik.
2.8. Tanggapan Pemerintah Tentang Malpraktek
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan harus
berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakah
yang kita berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien.
Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita
mampu
memberikan
pelayanan
yang
komprehensif
dan
berkualitas
Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap
tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
3.2 Saran
Pasien harus dipandang sebagai subjek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir
layanan bukan sekadar objek. Hak hak pasien harus di penuhi mengingat kepuasan pasien
menjadi salah satu barometer mutu layanan sedangkan ketidak puasan pasien dapat menjadi
pangkal tuntutan hukum.
BAB I
KAJIAN KASUS
Berikut ini adalah salah satu contoh kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh
bidan di daerah Jawa Timur berhubungan dengan kesalahan bidan yang
menolong persalinan sungsang dan tidak merujuk ke fasilitas kesehatan yang
berhak untuk menangani kasus tersebut.
Inilah kisah tragis bayi Nunuk Rahayu :
Proses
persalinan
ibu
yang
tinggal
di
Batu,
Malang
ini
sungguh
Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang kelewat
tragis.
Ia
melahirkan
secara
sungsang.
Bidan
yang
menangani,
diduga
mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan
Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur.
Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang
persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972
itu berteriak minta tolong kepadanya. Pak, tolong bantu saya!teriaknya kepada
Wiji.Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolahsekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang
persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang
begitu mencekam.Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi
masih berada di dalam rahim.
Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi
sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk membantu
mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wiji antara sadar dan tidak.Ia
hanya bisa merinih kesakitan saja, imbuh Wiji.
Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera
keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh
bayi agar tak menggantung.Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya
kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar,
tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
Kala itu, Wiji sudah tak sanggung membendung air matanya. Ia paham,
anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah
lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja
kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan
istrinya. Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han.
Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah
kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar
si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, Aduh yok opo
iki. (aduh bagaimana ini).Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan
menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya,ujar Wiji.
Dr.
Sutrisno,
SpOG,
langsung
melakukan
tindakan
untuk
mengeluarakan kepala si bayi dari rahim istrinya. Baru setelah itu, kepala
disambung kembali dengan tubuh bayi,urai Wiji.
Manggali.
Nama
itu
memang
permintaan
istri
saya
sejak
mengandung. Makanya, saya tetap memberinya nama, meski dia tak sempat
hidup,ujar Wiji.Kepergian si jabang bayi mendatangkan duka mendalam bagi
Wiji.Lantas apa langkah Wiji? Setelah melakukan rapat keluarga, kami sepakat
untuk melaporkan kasus ini polisi,kata Wiji yang selama wawancara ditemani
Riyanto, sepupunya.
Baik Wiji maupun Riyanto menyesalkan tindakan sang bidan. Sebab, kalau
keadaan bayi sungsang, seharusnya sejak awal bidan merujuk ke dokter
kandungan.Waktu itu, Bu Han bilang sanggup menangani. Makanya saya
Lelaki
yang
sehari-hari
sebagai
takmir
masjid
sekaligus
tukang
memandikan jenazah ini tak menampik bahwa bidan Han merupakan bidan
senior di Batu. Ia sudah menangani ribuan persalinan, termasuk dua anak
Wiji.Namun dalam kasus ini, Bu Han tetap saja salah. Makanya saya tolak ajakan
damai meski banyak pihak meminta. Ini adalah persoalan hukum, mari
diselesaikan secara hukum,tegas Riyanto.
Sementara Nunuk sendiri sepulang dari rumah sakit masih tampak lemas
dan syok. Ia sempat dirawat selama tiga hari. Para tetangga sekitar berbondongbondong memenuhi kamarnya yang sempit dan sangat sederhana. Nunuk tak
sanggup menceritakan saat-saat menegangkan dalam hidupnya.Saya tak ingat
persis bagaimana bisa seperti itu. Waktu itu perasaan saya antara sadar dan
tidak karena sakitnya luar biasa,ucapnya lirih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan
dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang
berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap
pasiennya. Dalam rentang dua bulan terakhir ini, media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau
pidana) kepada dokter, tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit
yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari
tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Masyarakat hanya melihat dampak dan akibat yang timbul dari tindakan
malpraktik tersebut. Semua bergantung kepada si penafsir masing-masing
(keluarga, media massa, pengacara), dan tidak ada proses hukumnya yang
tuntas. Karena itu sangat perlu bagi kita terutama tenaga medis untuk
mengetahui sejauh mana malpraktek ditinjau dari segi etika dan hokum.
B.
PENGERTIAN MALPRAKTEK
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan
praktek mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek
berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya
demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
dokter
atau
tenaga
keperawatan
(perawat
danbidan)
untuk
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika
dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan
praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua
norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice
dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma
etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaanperbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi,
maka
ukuran
normatif
yang
dipakai
untuk
menentukan
adanya
ethica
bidang
hukum
yang
dilanggar,
yakni
Criminal
malpractice,Civil
1.
Criminal malpractice
1) Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia Kebidanan, yang
berbunyi:
Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahuluj
diancam dengan pidana penjara paling lama sembi Ian bulan atau denda paling
banyak enam ratu rupiah.
2) Ayat (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan
itu hanya dapat dituntut ata pengaduan orang itu.
3) Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal
346 KUHP Mengatakan:
4) Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
5) Pasal 348 KUHP menyatakan:
6) Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan
7)
dikenakan
13) pidana penjara paling lama lima tahun.
14) Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
15) Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(l)
Barangsiapa
dengan
sengaja
menggugurkan
dan
mematikan
3)
Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
kejahatan
yang
diterangkan
dalam
bab
ini
di-lakukan
dalam
dan
yang
bersalah
dapat
dicabut
haknya
untuk
menjalankan
apa
yang
menurut
kesepakatannya
tidak
seharusnya
Dengan
prinsip
ini
maka
rumah
sakit/sarana
kesehatan
dapat
melakukan
police
power,
pemerintah
mempunyai
kewenangan
persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin
Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.
bidan
dikontrol
oleh
peraturan
tersebut.
Bidan
harus
dapat
Setiap
bidan
memiliki
tanggung
jawab
memelihara
kemampuan
dan
ruangan
praktik,
tempat
tidur,
peralatan,
obat-obatan
dan
kelengkapan administrasi.
Dalam
menjalankan
praktik
profesionalnya
harus
sesuai
dengan
Pelayanan kebidanan
b.
c.
Pasal 15 :
(1)
Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa
hamil, masa bersalin , masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval)
(3) Pelayanan kebidanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,masa
bayi,masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pasal 16 :
(1) Pelayanan kebidanan kepada meliputi :
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d.
macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi,
perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer,
post aterm dan preterm.
g. Pelayanan ibu nifas normal
h.
infeksi ringan
i.
Pemberian imunisasi
g. Pemberian penyuluhan
Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16,berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi
b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan dan nifas
c. Mengeluarkan plasenta secara secara manual
d. Bimbingan senam hamil
e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f.
Episiotomi
Pemberian infuse
j.
k. Kompresi bimanual
l.
s.
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan
sesuai
dengan
tanggung
jawab
profesi
serta
berdasarkan
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau
kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut
moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan
manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika
sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab
pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak
? Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas
sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya secara
tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan
tenaga
kesehatan
lainnya
etika
berarti
kewajiban
dan
tanggung
jawab
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan
tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan
staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat
akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Manusia
dewasa
sehat
jasmani
dan
rohani
berhak
sepenuhnya
menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak
melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien,
walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
Semua
tindakan
medis
(diagnostic,
terapuetik
maupun
paliatif)
informasi
mencakup
keuntungan
dan
kerugian
tindakan
medis
yang
Apabila bidan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah
merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi
kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan. Dalam hal bidan
didakwa
telah
melakukan
ciminal
malpractice,
harus
dibuktikan
apakah
perbuatan bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya, yakni: apakah
perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela dan
apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah
(sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).
Cara langsung
Kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian bidan dengan pasien, bidan haruslah bertindak
berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
Bidan
untuk
dapat
dipersalahkan
haruslah
ada
hubungan
kausal
2.
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien,
yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil
layanan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
1.
Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari
hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan kewajiban yang harus
dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health
care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung
jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar
pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang
timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam
tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung
gugat
atas
karyawannya.
kerugian
pasien
yang
diakibatkan
kelalaian
bidan
sebagai
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige
daad).
Perbuatan
melawan
hukum
tidak
terbatas
hanya
perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan
dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan
dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31
Januari 1919).
Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan.Dengan
adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat bidan karena adanya mal
praktek diharapkan para bidan dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak
hati-hati, yakni:
a.
bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrindoktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan
disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau
mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)
sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan
dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan
pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan
mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa
penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan
kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalildalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus
membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya
harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (bidan)
bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
untuk
membuktikan
adanya
tindakan
menterlantarkan
kewajiban
BAB III
PENUTUP
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat
diambil suatu kesimpulan sehubungan dengan masalah malapraktek bidan,
adalah sebagai berikut:
dokter dan menajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis
yang menjadi korban dari tindakan malpraktek atau kelalaian medis.
Berbicara mengenai aborsi akan menimbulkan berbagai tanggapan dan
penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya perbedaan
pengetahuan dari diri mereka sehingga sikap yang ditimbulkan berbeda.
Hasil studi membuktikan bahwa angka kejadian aborsi pada wanita dewasa
menikah lebih besar dari pada angka kejadian pada wanita yang belum menikah
termasuk remaja. Fakta ini sangat memprihatinkan kita sebagai tenaga kesehatan
mengalami dilemma etik dan tidak bias memberikan pelayanan karena terbentur
hokum maupun norma yang ada. Akibatnya banyak terjadi aborsi illegal sehingga
dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas yang tinggi pada wanita.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui etika dalam kesehatan
2. Untuk mengetahui sanksi-sanksi dari pelanggaran etika
3. Untuk pemenuhan dalam pelaksanaan tugas mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Kasus yang Dikaji
Aborsi
MEDAN Lagi ngaborsi pasien di salah satu rumah yang diduga dijadikan sebagai
tempat praktek peng di Jalan Lubuk Kuda Gang Marco Sebtosa Lama Medan,
digerebek anggota Reskrim Poltabes medan, Sabtu(12/12) lalu, seorang Dokter dan
Bidan yang berpraktek aborsi itu langsung diboyong ke Poltabes Medan dan dijadikan
tersangka.
Kasat Reskrim Kompol Gidion Arif Setyawan dan Kanit VC Poltabse Medan AKP
Ronny Nicolas Sidabutar dijerat kepada Waspada Online, Selasa (15/12) mengatakan Dr
Jamaludian dan Bidan Mariani dijerat pasal 80 UU RI tahun 2003 tentang kesehatan
dan UU No 29 tahun 2009 tentang praktek kedokteran dengan ancaman hukuman 12
tahun penjara.
Sedangkan korban dugaan aborsi berinisial R telah dipersangka dengan pasal 384
KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara. R tidak dilakukan penahanan karena
ancaman dibawah 4 tahun.
B.
Abortus inkompletus
Abortus kompletus
mencapai umur 28 minggu atau berat bayi belum 1000 gram, Walaupun terdapat
bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Factor-faktor yang menyebabkan aborsi adalah ;
1.
Penyebab
kelainan
ini
kealianan
kromosom/genetika,
lingkungan
tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh
zat-zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat-obatan, tembakau, alcohol dan
infeksi virus.
2.
plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3.
factor ibu berupa penyakit kronis seperti, radang paru, tifus, anemia berat,
kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim. Mioma uteri dan kelainan bawaan pada rahim.
C. Analisa Masalaah
Dari kasus diatas dapat kita lihat bahwa bidan telah melakukan pelanggaran
terhadap klien / pasiennya. Tindakan yang dilakukan oleh bidan
merupakan
pelanggaran etika, hukum dan agama, karena telah membantu kliennya dalam
melakukan aborsi.
Seorang bidan seharusnya tidak melakukan hal tesebut, jika ada seorang klien yang
datang untuk melakukan aborsi sebaiknya kita sebagai seorang bidan memberikan
konseling mengenai bahaya yang dimbulkan oleh aborsi tersebut, selain itu juga
menjelaskan bahwa perbuatan aborsi tersebut melanggar etika, moral, hukum dan
sangat bertentangan dengan agama.
Dipandang dari segi agama perbuatan aborsi tersebut sangat dilarang dan
ditentang. Perbutan tersebut merupakan dosa besar karena dengan sengaja membuang
anak yang merupakan darah daging nya sendiri yang telah dititipkan kepadanya oleh
ALLAH, hal tersebut sama saja tidak mensyukuri dan pertbuatan yang sangat dibenci
oleh ALLAH.
Kalau dilihat dari segi budaya perbuatan tersebut melanggar norma-norma yang
akan menimbulkan kertugian terhadap sipelaku aborsi baik itu bidan maupun
kliennya. Bagi bidn sendiri nama baik nya sudah tercemar dan bias saja orang tidak
lagi mempercyainya. Untuk kliennya akan dikucilkan oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setiap tenaga kesehatan mempunyai kode etik dalam pelaksaan tugasnya.
Dalam ilmu kebidanan, etika kebidanan merupakan seperangkat perilaku anggota
profesi bidan
akan di lakukan sehingga tidak membuat kesalahan dan melanggar kode etik sebagai
bidan.
B. SARAN
Sebaiknya setiap klien yang dating kepada kita hendaknya kita menggali lebih
banyak lgi data-data yang diperlukan sehingga tindakan yang kita lakukan tidak
menyalahi aturan dan tidak melanggar kode etik mita sebagai bidan tentunya.
Sesuai dengan kode etik profesi dan sumpah jabatan tenaga kesehatan harus dapat
mempertanggungjawabkan kejadian yang telah terjadi.
Email : r7_syariahuin@yahoo.com
fb : rahman syamsuddin
Blog : rahman7syamsuddin@blogpot.com
URUTAN MATERI KULIAH
1. ETIKA KESEHATAN
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
Kode Etik
Fungsi Kode Etik Profesi
Profesi
Lanjutan
5. KODE ETIK DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
Terakhir..
6 PROBLEMATIKA KODE ETIK KESMAS
a.
b.
c.
4. Etika memandang manusia dari segi dalam (batiniah) cth: org-org bersifat
baik tidak munafik.
etiket memandang manusia dari segi luar(lahiriah).cth: bersifat sopan dan santun tp munafik.
B. ETIKA,MORAL DAN AGAMA
1.Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat istiadat
2.
Perbuatan manusia dilihat dari motivasi,tujuan akhir dan lingkungan
perbuatan
3.
Motivasi :hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dgn maksud untuk
mencapai sasaran yang hendak dituju.cth: kasus Aborsi motivasix mencegah
malu dan aib keluarga
4.
Tujuan akhir adalah diwujudkan perbuatan yang dikehendaki secara
bebas. Cth aborsi tujuanx mengugurkan kandungan.
5.
Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidential
atau mewarnai perbuatan. Cth aborsi oleh PSK
c. Jenis - Jenis etika
Etika umum & etika khusus
Etika umum membicarakan mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, teori-teori Etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi
manusia dalam bertindak, serta tolok ukur menilai baik atau buruk.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus.
Etika khusus
Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Etika individual Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap diri
sendiri.
Etika social mengenai kewajiban sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
masyarakat.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara perseorangan dan
langsung atau bersama-sama dalam bentuk kelembagaan, sikap kritis terhadap dunia dan
ideologi, dan tanggung jawab manusia terhadap lainnya.
Nilai etika
PENGERTIAN
Nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan
individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Penilaian Etika itu di dasarkan pada beberapa factor yaitu :
1) Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat,
susila atau tidak susila.
2) Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah
mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya
dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti
sekian.
Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :
1) Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana
dalam hati, niat.
2) Tingkat Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
3) Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
NILAI DALAM FILSAFAT
1) Nilai Logika : akal. Nilainya benar atau salah ex: perbuatan mencuri
2) Nilai Estetika : penglihatan. Nilainya indah atau Jelek ex:Lukisan Gadis Telanjang
3) Nilai Etika : tingkah laku. Nilainya baik atau buruk ex: goyang Dewi
PersikContoh : KODE ETIK PNS
2. HAM DALAM KESEHATAN
a.
b.
c.
1.
kesehatan.
2.
akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
3.
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
4.
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
5.
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.
6.
informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab.
7.
informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Kewajiban (UU no 36 thn 2009 psl 9-13)
mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik,
biologi, maupun sosial.
berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan
yang setinggi-tingginya.
menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung
jawabnya.
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
c. Hak dan Kewajiban dalam Profesi
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
3 ALIRAN & PRINSIP - PRINSIP ETIKA KESEHATAN
a. ALIRAN-ALIRAN DALAM ETIKA
Aliran Deontologis: penilaian benar tidaknya suatu perbuatan atau baik tidaknya sesorg,tdk
perlu dilihat hasil akhirnya tetapi yang dinilai adalah perbuatan itu sendiri.
Immanuel kant seseorang berbuat baik karena rasional dan tidak dogmatis
Cth: org tdk mencuri bukan karna takut neraka tapi mencuri ad perbuatan buruk
Lanjutan
Aliran Teleologis(konsenkualis):Baik burukx seseorg dinilai dari tujuan hendak dicapai
Pembagiannya:
Aliran Ethical Egoism: wajib berbuat baik demi kepentingan pribadi
Aliran utilitarinism : wajib berbuat baik demi kepentingan umum dan masyarakat
Cth : merokok
b. PRINSIP-PRINSIP ETIKA(Hipcrates)
1. Tidak merugikan (non maleficence)
Cth: Pendapat dokter dlm pelayanan tdk dpt diterima pasien&keluargax sehingga jk
dipaksakan dpt merugikan pasien
2. Membawa Kebaikan (Beficence)
Cth:dokter memberi obat kanker tetapi mempunyai efek yg lain, maka dokter harus
mempertimbangkan secara cermat.
3. Menjaga Kerahasiaan (Confidentiality)
cth: tenaga kesehatan menjaga identitas kesehatan pasien jgn menyamp semuax jgn sampai
menghambat penyembuhanx
lanjutan
4. otonomi Pasien (autonomy Pasien) Cth: pasien berhak menentukan tindakan-tindakan
baru dpt dilakukan atas persetujuan dirinya
5. Berkata Benar (truth telling) Cth: tenaga kesehatan harus menyampaikan sejujurx
penyakit pasien namun tdk dpt diutarakan semua kecuali kpd keluargax
6. Berlaku adil (Justice) Cth: tenaga kesehatan tdk boleh diskriminatif dlm pelayanan
kesehatan
7. Menghormati Privasi (Privacy) Cth : TS tdk boleh menyinggung hal pribadi pasien dan
sebalikx
c. Etika kesehatan
Pengertian Etika Kesehatan
Menurut Leenen: suatu penerapan dari nilai kebiasaan (etika) terhadap bidang
pemeliharaan/pelayanan kesehatan.
Menurut Soerjono Soekanto: penilaian terhadap gejala kesehatan yang disetujui, dan juga
mencakup terhadap rekomendasi bagaimana bersikap tidak secara pantas dalam bidang
kesehatan.
Hubungan Etika Kesehatan dan hukum kesehatan
1.
Hukum kesehatan lebih diutamakan dibanding Etika kesehatan. Contoh:
(etiKes)Mantri dpt memberi suntikan tanpa ada dokter tp (Hkm kes) tdk
membenarkan ini.
2.
ketentuan hukum kesehatan dapat mengesampingkan etika tenaga
kesehatan. Contoh: kerahasian dokter(etika kedokteraan) jk terkait dgn mslh
hukum mk dikesampingkan
3.
Etika kesehatan lebih diutamakan dari etika dokter. Dokter dilarang
mengiklankan diri, tp dlm menulis artikel kesehatan tdk mslh(etika kesehatan)
Perbedaan Etika Kesehatan dan hukum kesehatan
1.
Etika kesehatan objeknya semata-mata dalam pelayanan kesehatan
sedangkan hukum kesehatan objeknya tdk hny hkm tp melihat nilai-nilai hidup
masyarakat.
2.
Hukum berlaku umum, etika kesehatan berlaku hanya dalam pelayanan
kesehatan
3.
Etika sifatnya tidak mengikat dan pelanggarannya tidak dapat dituntut
,hukum mengikat pelanggarnya dapat dituntut.
d.Etika Menurut Islam
Ayat-ayat al-Quran menunjukkan bahwa etika Islam amat humanistik dan rasionalistik.
Etika Islam menurut Al-Quran:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
keadilan,
kejujuran,
kebersihan,
menghormati orang tua,
bekerja keras,
cinta ilmu,
7.
dan lain-lain
1.
Tidak mampu melakukan tindakan hukum
2.
Karena keadaan kesehatan atau jasmaninya sama sekali tidak
memungkinkan dapat menyatakan persetujuan secara tertulis.
3.
Telah meninggal dunia, dalam hal jasadnya akan digunakan sebagaimana
objek penelitian dan pengembangan kesehatan.
Hak dan kewajiban responden
Hak-hak Responden
1.
Penghargaan kebebasan pribadi-nya
2.
Merahasiakan informasi yang diberikan
3.
Memperoleh jaminan keamanan dan keselamatan akibat dari informasi
yang diberikan
4.
Memperoleh imbalan dan kompensasi
Kewajiban responden
Memberikan informasi yang diperlukan peneliti
Hak dan kewajiban peneliti
Hak responden
Memperoleh informasi yang dibutuhkan sejujur-jujurnya
Kewajiban peneliti
1.
2.
3.
a.
Kode Etik
b.
c.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
2. Kemampuan rata-rata
3. Ketelitian umum.
Unsur tindakan medis
1. Dilakukan oleh dokter yang sudah lulus
2. Kepada pasien harus diberikan informasi yang sejelas jelasnya dan menyetujui
dilakukannya tindakan medis tersebut .
3. Harus ada indikasi medis yang merupakan titik awal dari segala tindakan medis
selanjutnya
4. Sang dokter harus dapat merumuskan tujuan pemberian pengobatannya, disamping juga
harus mempertimbangkan alternatif lain selain yang dipilihnya
5. Segala tindakannya harus selalu ditujukan kepada kesejahteraan pasiennya
HAK DOKTER
Menurut psl 50 UU No.29 Th 2004
1) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi medis dan standar prosedur operasional;
2) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
3) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya ;
4) menerima imbalan jasa
KEWAJIBAN KEWAJIBAN DOKTER
AEGROTI SALUS LOX SUPREME keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi
( utama ) .
Menurut Leenen :
1) Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana dokter harus bertindak
sesuai dengan standar profesi medis atau menjalankan praktek kedokterannya
2) Kewajiban untuk menghormati hak hak pasien yang bersumber dari hak - hak asasi
dalam bidang kesehatan
3) Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan
UU KESEHATAN No.23 Th 2003
Pasal 50 dan 51
1) Tenaga kesehatan menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan
keahlian dan kewenangannya
2) Mematuhi standar profesi medis dan menghormati hak pasien .
HAK PASIEN
UU No. 23 Th 1992 ttg Kesehatan psl 53 (2)
1. Hak atas informasi
2. Hak memberikan persetujuan
3. Hak atas rahasia kedokteran
4. Hak atas pendapat ke 2 ( second opinion)
HAK PASIEN
UU Pradoks psl 52
1.Mendapat penjelasan secara lengkap ttg tindakan medis
2.Meminta pendapat dr/drg lain
3.Mendapat pelayanan sesuai dng kebutuhan medis
4.Mendapat isi rekam medis
Kewajiban pasien
UU No.29 Th 2004 (PRADOKS)
Pasal 53
1.Memberi informasi yg lengkap dan jujur ttg masalah kesehatannya
2.Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter/dokter gigi
3.Mematuhi ketentuan yg berlaku di sarana pelayanan kesehatan
4.Memberi imbalan jasa atas pelayanan yg diterima
a. Kode Etik perawat
a. Kode Etik bidan
b.Kode Etik Kesehatan &Keselamatan Kerja
Lanjutan
6. mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan fihak lain
atau membuat rujukan bila diperlukan
7. melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban
senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
8. berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya
berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
9. membantu pemerintah dalam melaksanakan upaya-upaya perbaikan gizi masyarakat.
e.Penyuluh kesehatan masyarakat
Profesi PKM (Health Education Specialis) adalah seseorang yang menyelenggarakan
advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat melalui penyebarluasan informasi,
membuat rancangan media, melakukan pengkajian/penelitian perilaku masyarakat yang
berhubungan dengan kesehatan, serta merencanakan intervensi dalam rangka
mengembangkan perilaku masyarakat yang mendukung kesehatan.
Kode Etik Profesi PKM.
1.
Menunjukkan secara seksama kemampuan sesuai dengan pendidikan,
pelatihan dan pengalaman, serta bertindak dalam batas-batas kecakapan yang
profesional.
2.
mempertahankan kecakapan pada tingkatan tinggi melalui belajar,
lelatihan, dan penelitian berkesinambungan.
3.
Melaporkan hasil penelitian dan kegiatan praktik secara jujur dan
bertanggung jawab.
4.
Tidak membeda-bedakan individu berdasrkan ras, warna kulit, bangsa,
agama, usia, jenis kelamin, status social ekonomi dalam menyumbangkan
pelayanan-pekerjaan, pelatihan atau dalam meningkatkan kemajuan orang lain.
5.
Menjaga kemitraan klien ( individu, kelompok, institusi) yang dilayani.
Kode Etik Profesi PKM.
6.
Menghargai hak pribadi (privacy), martabat (dignity), budaya dan harga
diri setiap individu, dan menggunakan keterampilan yang didasari dengan nilainilai secara konsisten.
7.
Membantu perubahan berdasarkan pilihan, bukan paksaan.
8.
Mematuhi prinsip informed consent sebagi penghargaan terhadap klien.
9.
Membantu
perkembangan
suatu
tatanan
pendidikan
yang
mengasuh/memelihara pertumbuhan dan perkembangan individu.
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
Mekanisme persidangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Kata etika berasal dari kata yunani, yaitu ethos, yang
berhubungan dengan pertimbangan pembuat keputusan,
benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada
undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang
harus dilakukan.
Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia yang
menggunakan manusia juga, yaitu perawat. Perawat harus
membiasakan diri untuk menerapkan kode etik yang
memberi Gambaran tanggung jawabnya dalam praktik
keperawatan.
Keperawatan merupakan bentuk asuhan keperawatan kepada
individu, keluarga dan masyarakat berdasarkan ilmu dan
seni dan mempunyai hubungan perawat dan pasien sebagai
hubungan professional (kozier,1991).
Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip yang
diyakini oleh profesi keperawatan dalam melaksanakan
tugasnya yang berhubungan dengan
pasien,masyarakat,hubungan perawat dengan teman sejawat
maupun dengan organisasi profesi dan juga dalam
KEPERAWATAN
Berbagai permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam
praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara
kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah
keperawatan. Masalah etika keperawatan pada dasarnya
merupakan masalah etika kesehatan, dalam kaitan ini
dikenal dengan istilah masalah etika biomedis ataubioetis.
Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari
Pengobatan
Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia.
Memberikan makanan dan minuman adalah tugas perawat.
Selama perawatan seringkali perawat menghentikan
pemberian makanan dan minuman, terutama bila pemberian
tersebut justru membahayakan pasien misalnya pada pre dan
post operasi.
Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi
ketidakjelasan antara member atau menghentikan makan
atau minuman, serta ketidakpastian tentang mana yang lebih
menguntungkan pasien. Ikatan Perawat Amwrika (ANA),
Menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian
D = Decide on actin
E = Evaluate results
kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh
para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses
keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:
1. Model pemecahan masalah (megan,1989)
ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam
dilema etik :
1. Mengkaji situasi
2. Mendiagnosa masalah etik moral
3. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
4. Melaksanakan rencana
5. Mengevaluasi hasil
Pengkajian
BAB 3
PEMBAHASAN
KASUS 1 :
Suatu hari ada seorang bapak bapak dibawa oleh
keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota Surabaya
dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari.
Selain itu bapak tersebut ( Tn. A ) menderita sariawan
sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya
turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya
gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah
turun 10 kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan
seorang supir truk yang sering keluar kota karena tuntutan
kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu
sekali bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari Dokter untuk diopname di
ruang penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah
sangat lemas. Keesokan harinya Dokter yang menangani
Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice
kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A
Tn.A
Dokter
Perawat
Keluarga
1. Tindakan diusulkan
D dan P => Dokter menyarankan perawat untuk
melakukan pemeriksaan darah pada Tn.A
Tn.A ke P => Tn.A Meminta perawat untuk
membeitahukan penyakitnya jika sudah didapatkan
hasil pemeriksaan.
Keluarga ke D dan P => Keluarga meminta Dokter dan
perawat untuk tidak membertahukan penyakit kepada
Tn.A.
1. Maksud dari tindakan
Dokter ke perawat : untuk mengetahui penyakit yang
diderita Tn.A
1.
1.
1. Nonmalefisien
Sebagai perawat keputusan yang dibuat seharusnya tidak
membahayakan kondisi fisik dan psikis pasien. Maka
alternatif yang diambil seharusnya tidak membahayakan
untuk Tn.A.
1. Veracity
Sebagai perawat kita harus menerapkan sikap jujur dalam
praktik keperawatan. Untuk itu, perawat harus jujur dan
tidak menutup-nutupi tentang penyakitnya kepada Tn.A.
1. Fidelity
Sebagai perawat kita harus menepati janji dan komitmen
pada pasien. Untuk itu, perawat harus menepati kesepakatan
dengan Tn.A sebelum pemeriksaan bahwa Tn.A akan
diberitahu tentang informasi penyakitnya jika pemeriksaan
sudah selesai, walaupun hasil pemeriksaannya tidak seperti
yang diharapkan.
1. Confidentiality
Sebagai perawat kita harus menjaga kerahasiaan. Untuk itu
perawat harus menghargai apa yang di putuskan oleh Tn.A
dan merahasiakannya.
1. Identifikasi berbagai kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh seorang perawat profesional dalam
menyelesaikan masalah atau situasi tersebut
Dalam menyelesaikan masalah tersebut, perawat harus
melaksanakan prinsip-prinsip moral dan dalam
menyampaikan informasi penyakit pada pasien harus
menggunakan pendekatan-pendekatan serta komunikasi
terapeutik , agar pasien bisa menerima dan memahami apa
yang disampaikan perawat dengan baik.
1. Membuat Keputusan : Kegiatan
1.
KASUS 2 :
Pasien
Keluarga
Perawat
Dokter
1. Tindakan yang diusulkan
Pasien : meminta diberikan obat analgesik.
1. Membuat keputusan
1.
1. Identifikasi konflik
1.
Analisis kasus
1. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan oleh staf medis dengan
memberikan pengertian kepada orang tua bayi sebagai wali
dari pasien yang masih Bayi.
1. Mendefinisikan kewajiban perawat
1.
komitmen.
-
masalah klien.
1. Identifikasi kewajiban yang harus dilakukan oleh
perawat professional
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan
masyarakat.
3.
4.
vonis.
5.
B. KETERKAITAN ETIKA, NORMA, DAN HUKUM
1. ETIKA
Karena Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,
baik, buruk, dan tanggung jawab, dengan pengertian masing masing, sebagai
berikut :
a. Pengertian Benar
Bertindak sesuai aturan / hukum yang berlaku di masyarakat.
b. Pengertian Salah
Bertindak tidak sesuai dengan aturan / hukumyang berlaku di masyarakat.
c. Pengertian Baik
Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang,
atau bahagia ( Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif ).
d. Pengertian Buruk
Segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma masyarakat yang berlaku.
e. Pengertian Tanggung jawab
Sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan kewajiban dan dimensi waktu.
Benar, salah, baik, dan buruk sendiriterkait dengan aturan / hukum dan nilai
nilai yang berlaku di masyarakat ( norma ) maka jelaslah ada keterkaitan diantara etika,
norma, dan hukum.
Etika juga menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain
tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan
mencuri dan jika kita mencuri, maka akan di kenai sanksi sesuai dengan hukum
yang ada.
2. NORMA
Norma dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman hukuman
terhadap siapa yang telah melanggarnya.
Tetapi dalam kehidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang
disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu
norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran
yang terjadi, misalnya sebagai berikut:
* Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan
tamu atau orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena
dianggap tidak sopan walaupun merokok itu tidak dilarang.
* Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harusdiantar sampai di muka
pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena
dianggap sombong dan tidak menghormati tamunya.
Norma yang berkaitan dengan etika seseorang terhadap orang lain.
* Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, maka
sanksinya cukup berat dan bersangkutandikenakan sanksi hukuman, baik hukuman
pidana penjara maupun perdata (ganti rugi).
Norma yang berkaitan dengan hukum.
3. HUKUM
Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran,
kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga
bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya
mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya ( inilah contoh tindakan
tindakan yang bukan hanya menyimpang hukum tetapi juga menyimpang norma dan etika ).
Filsafat hukum membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan
moral ( etika ).
dan etika medis yang berlaku di suatu negara yang berkesesuaian dengan
kepentingan tersebut.
3.
Pernyataan Berkaitan Komersial. Ada dan tidaknya ikatan-ikatan
komersial akan penulis blog harus dibuat jelas bagi pembaca. Jika penulis
menggunakan blognya untuk mempromosikan suatu produk maka itu harus
dibuat jelas agar pembaca memaha bahwa penulis melakukan itu. Ikatanikatan apa pun pada penghasil perangkat dan/atau perusahaan farmasi harus
dinyatakan secara jelas.
4.
Keandalan Informasi. Mengutip sumber ketika hal ini tepat dilakukan
dan memperbaiki ketidaktepatan ketika hal tersebut bisa ditunjukkan.
5.
Kesopanan. Narablog tidak selayaknya terlibat dalam perseteruan
pribadi, tidak juga selayaknya membiarkan para pemberi tanggapan (komentator) melakukan hal-hal tersebut. Diskusi dan debat akan ide-ide tertentu
memang merupakan salah satu tujuan utama hadirnya blog. Ketika ide-ide
yang dipegang seseorang layak atau mesti dikritisi bahkan diargumentasi
lebih dalam, maka seluruh ranah diskusi adalah pendiskusian ide-ide tersebut,
bukan mereka atau orang-orang yang memegang ide tersebut.
Jadi secara singkat kode etik profesi kedokteran seorang narablog dapat
dikatakan meliputi ranah bidang kedokteran seorang narablog (hal ini menjawab pertanyaan pembaca siapa Anda? secara jelas), kemudian ranah
kerahasiaan medis (di dalamnya menyangkut tentang rahasia medis, rahasia
jabatan, aturan rekam medis dan sebagainya) yang menjamin kerahasiaan
identitas pasien sepenuhnya. Aspek berikutnya adalah kepentingan komersial,
sehingga pertanyaan apakah ini tulisan murni tulisan profesi ataukah terikat
dengan kepentingan komersial tertentu harus jelas bagi pembaca. Informasi
yang diberikan seorang narablog dokter harus jelas dan andal, menyertakan
sitasi atau pengutipan ke sumber-sumber yang valid, dan memperbaiki baik
konten maupun sitasi yang tidak tepat lagi. Dan terakhir, seorang narablog
dokter harus tetap santun dan menjaga kesantunan dalam ruang blognya.
Kode Etik
Etika dalam konteks profesi digariskan dengan apa yang disebut sebagai
kode etik, yakni serangkaian aturan-aturan atau norma yang berisi tata laku
atau pedoman dalam menjalankan suatu profesi tertentu. Seorang jurnalis,
mempunyai kode etik yang disebut dengan kode etik jurnalistik. Demikian
juga, seorang dokter, perawat atau perangkat lainnya memiliki kode etik
profesi yang sering disebut dengan kode etik kedokteran yang wajib ditaati.
Banyak faktor yang mempengaruhi kode etik dalam bidang kesehatan,
yang diantaranya kita bisa menyebut: tingkat kemajuan teknologi, ilmu
pengetahuan yang berkembang demikian dinamis semisal: alat kedokteran
yang bisa dipakai untuk memperpanjang usia, cangkok organ, legalisasi
aborsi, teknik kloning, dsb. Hal-hal demikian patut direnungkan bersama
karena jelas ada sisi-sisi kontradiktif dengan sistem etika yang terangkum
dalam kode etik tadi.
Pertanyaannya, mana yang harus menjadi prioritas disaat kedua hal tadi
bertemu dalam satu simpul dan mengharuskan untuk dipilih salah satusatunya? Apakah tetap mempertahankan nilai etika kesehatan, atau
mendahulukan hasil dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekalipun
bertentangan dengan kode etik, atau diambil langkah lain yang bisa jadi
merupakan kondisi tengah-tengah diantara keduanya?
Untuk itu paling tidak diperlukan perumusan etika kesehatan yang
mengatur pola hubungan antara institusi kesehatan dengan sang pasien.
Mungkin sebagai alternatif berikut beberapa diantaranya:
1.
Sistem paternalisme, yakni sikap membimbing, mengarahkan dan
mengayomi dari institusi kesehatan kepada pasiennya.
2.
Sistem individualisme, yakni pasien-pasien mempunyai hak yang
absolut terhadap nasib dan kehidupannya.
3.
Resiprokalisme, yakni adanya saling kerjasama antara pekerja
kesehatandengan pasien dan pihak keluarga.
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian
dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas
dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi
itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat built-in mechanism berupa kode etik
profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi,
dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan kehlian (Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang
semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi
sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan
nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek
maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
B. PENGERTIAN ETIKA
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal.
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari.Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara
tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan
demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.
kejuruan,juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran,
guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang
seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan
itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri,
sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak
orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.
Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan
hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang
profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau
dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain
melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi
waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa PEKERJAAN / PROFESI dan
PROFESIONAL terdapat beberapa perbedaan :
PROFESI :
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
PROFESIONAL :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan,
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi
harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas
ratarata.
Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada
suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat.
Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar
profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang
semakin baik.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI :
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada
umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :
- Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
PERANAN ETIKA DALAM PROFESI :
Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja,
tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok
diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan
dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan
sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat
perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode
etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati
bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada
masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal
adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super
spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
D. KODE ETIK PROFESI
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang
disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan
atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang
sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai
landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan
tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal
yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok
khusus dalam masyarakat melalui ketentuanketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang
teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH HIPOKRATES,
yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : BAPAK ILMU
KEDOKTERAN. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum tentu
sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari kalangan
muridmuridnya dan meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani
ini. Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang, namun belum
pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan
tersebar begitu luas seperti sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana
etis yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY (MASYARAKAT MORAL) yang
memilikicita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi
segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah
moralbagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata
masyarakat Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik
ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi
sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan
semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri.
Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau
instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam
kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga
membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh
profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus
menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa
dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan citacita yang diterima
oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan
untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang
harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya
diawasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang
dikenakan pada pelanggar kode etik.
SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan
atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya
perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional,
seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu
merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu
berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi
untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek seharihari
control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam
anggotaanggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat
yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega
ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak
tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas
pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus
memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika
profesi.
Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang
lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika
profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis
secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar
dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang
profesional
TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang.
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya
pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan
Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik
Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh
organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta cenderung
membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan
sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut dinilai positif.
http://eprints.undip.ac.id/4907/1/Etika_Profesi.pdf
ETIKA PROFESI DI BIDANG KESEHATAN
ETIKA berasal dari bahasa yunani ethikos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Dalam salah satu kamus etika diartikan sebagai sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturanaturan perilaku. Sedangkan moral berarti prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan
baik dan buruk.
ETIKA PROFESI merupakan prinsip-prinsip moral yang digunakan untuk
menjalankan profesi. Dengan adanya etika profesi ini diharapkan anggota profesi dapat
bertindak dengan kapasitas profesional.
Untuk bisa bertindak sebagai seorang yang PROFESIONAL selain ETIKA juga
http://stikessuryaglobal.ac.id/index.php?action=news.detail&id_news=19
Etika=Moral, Hukum=Aturan
Etika
berhubungan
dengan
moral
orang
Hukum kesehatan merupakan aturan-aturan dalam kesehatan
Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan
kesehatan yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan
hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap
diri
sendiri
dan
orang
lain.
Etik berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya yang baik/yang layak. Yang
baik
/
yang
layak
ini
ukurannya
orang
banyak.
Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi
tertentu
dalam
memberikan
pelayanan
jasa
kepada
masyarakat.
Pekerjaan profesi antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan,
hakim,
pengacara,
akuntan,
dan
lain-lain.
Katanya, kedokteran adalah profesi yang paling duluan menyusun etika. Yang mana
etika kedokteran itu adalah prinsip-prinsip moral atau azas-azas akhlak yang harus diterapkan
oleh dokter dalam hubungannya dengan pasien, sejawat, dan masyarakat umum. Sedangkan
etika ahli kesehatan masyarakat adalah bagaimana bertingkah laku dalam memberikan jasa
dalam
pelayananya
nanti.
Ciri-ciri
pekerjaan
profesi
:
1.
Mengikuti
pendidikan
sesuai
standar
nasional
2.
Pekerjaannya
berlandaskan
etik
profesi
3.
Mengutamakan
panggilan
kemanusiaan
daripada
keuntungan
4.
Pekerjaannya
legal
melalui
perizinan
5.
Anggotanya
belajar
sepanjang
hayat
(longlife
education)
6.
Mempunyai
organisasi
profesi
(ex:
IDI,
IAKMI,
PWI,
dll)
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur.
Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan interrelasi (kedudukan
sederajat)
(1887)
Hukum pidana adalah peraturan mengenai hokum KUHP di Indonesia (1 Januari 1918)
Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur
menyangkut hak dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan
kesehatan
dan
hukum
serta
sumber-sumber
hukum
lainnya.
1.Masalah prinsi apa yang boleh dilakuakn dan yang tidak boleh dilakukanpil
sampai sejauh manakah pembentuk perundang-undagan dapat berbuat atau tidak berbuat
2.Masalah pragmatis
http://catatankuliahnya.wordpress.com/category/semester-3/etika-dan-hukum-kesehatan/
kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik baik di masyarakat,
individu atau rumah sakit.
f. Ilmu Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang
berarti makanan. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan sisi lain dengan
tubuh manusia.
g. Pelayanan Gizi adalah suatu upaya memperbaiki atau meningkatkan gizi, makanan,
dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, kesimpulan, anjuran, implementasi dan
evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam
kondisi sehat atau sakit.
h. Standar Kompetensi Gizi adalah standar kemampuan yang menjamin bahwa Ahli Gizi dan
Ahli Madya Gizi dapat menyelenggarakan praktek pelayanan gizi dalam masyarakat.
i. Standar Pendidikan Ahli Gizi adalah standar operasional tentang penyelenggaraan
pendidikan Ahli Gizi dan Ahli Madya Gizi.
j. Standar Pendidikan Profesi adalah standar yang mengukur tentang penyelengaraan
pendidikan profesi ahli gizi (ahli gizi-ahli diet teregistrasi).
k. Standar Pendidikan Berkelanjutan Gizi adalah standar yang mengatur tentang pendidikan
berkelanjutan.
l. Standar Pelayanan Gizi adalah standar yang mengatur penerapan ilmu gizi dalam
memberikan pelayanan dan asuhan gizi dengan pendekatan manajemen kegizian.
m. Standar Praktek Gizi adalah standar minimal yang harus dilakukan oleh Nutrisionis dalam
memberikan pelayanan gizi agar pelayanannya menjamin keamanan, efektif dan etis.
2. Ruang Lingkup
a. Gizi sebagai Profesi
Di Indonesia masalah gizi utama masih didominasi oleh masalah gizi Kurang Energi
Protein (KEP), masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan masalah
Kekurangan Vitamin (KVA) dan mulai meningkatnya masalah obesitas terutama di kota-kota
besar. Disamping itu, diduga ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zinc yang
sampai saat ini belum terungkapkan karena adanya keterbatasan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang gizi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai
bidang pembangunan dan makin berkembangnya paradigma pembangunan nasional yang
berwawasan sumber daya manusia (SDM), maka upaya untuk meningkatkan status gizi
masyarakat dan penanggulangan permasalahannya (masalah gizi) makin mendapat prioritas
dalam strategi pembangunan nasional. Keadaan gizi masyarakat umum dan individu
khususnya mempunyai dampak terhadap pembangunan negara secara umum dan khusus
berdampak pada pertumbuhan fisik, mental dan kecerdasan serta produktivitas manusia. Oleh
karena itu, pemecahan masalah gizi ditempatkan sebagai ujung tombak paradigma sehat
untuk mencapai Indonesia sehat pada masa mendatang.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V, Pasal 10
menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang akan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Perbaikan gizi merupakan salah satu cara mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
Menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan
bahwa perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi dan
meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan, penyembuhan, dan atau
pemulihan akibat gizi salah. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan tenaga-tenaga gizi
yang menguasai segala permasalahan gizi yang dihadapi. Seorang ahli gizi diharapkan dapat
menangani permasalahan gizi pada tingkat tinggi yang dapat dicapai sesuai dengan
perkembangan IPTEK, sarana dan prasarana dan kemampuan manajemen.
Mengingat dan memperhatikan hal tersebut di atas, keberadaan ahli gizi dan ahli
madya gizi di Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pelayanan gizi berada dimana-mana dan kapan saja selama masyarakat dan individu masih
mau untuk hidup sehat dalam siklus kehidupan manusia.
Ada beberapa pengertian tentang ahli gizi. Dari berbagai pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ahli gizi adalah profesi khusus, orang yang mengabdikan diri dalam
bidang gizi serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui suatu pendidikan
khususnya bidang gizi. Tugas yang diemban oleh ahli gizi berguna untuk kesejahteraan
manusia. Demikian juga dengan pengertian masyarakat, ada permasalahan gizi pasti ada ahli
gizi.
Pada saat ini, pengertian Register Dietisien adalah seseorang yang menyelesaikan
pendidikan akademik strata I dan pendidikan profesi gizi dalam suatu lembaga pendidikan
perguruan tinggi yang telah direkomendasikan. Pelayanan gizi adalah pelayanan profesional
gizi yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diberikan kepada
masyarakat dalam kurun waktu tertentu.
Sebagai profesi gizi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku.
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.
8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.
9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.
10. Otonomi dalam melakukan tindakan.
11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karir.
12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik.
13. Alturism.
b. Ahli Gizi Sebagai Tenaga Kerja Profesional
Ahli Gizi termasuk Ahli Madya Gizi adalah pekerja profesional. Persyaratan sebagai
pekerja profesional telah dimiliki oleh Ahli Gizi maupun Ahli Madya Gizi tersebut.
Persyaratan tersebut adalah:
1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga profesional.
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.
6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
8. Memiliki etika Ahli Gizi.
9. Memiliki standar praktek.
10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan
kebutuhan pelayanan.
11. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
c. Prinsip-Prinsip Kode Etik
Profesi Gizi mengabdikan diri dalam upaya kesejahteraan dan kecerdasan bangsa,
upaya perbaikan gizi, memajukan dan mengembangkan ilmu dan teknologi gizi serta ilmuilmu yang berkaitan dan meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat. Sebagai tenaga gizi
profesional, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi harus melakukan tugas-tugasnya atas
dasar :
1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh akan kewajiban terhadap bangsa dan negara.
2. Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
3. Tekad bulat untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi tercapainya masyarakat
adil, makmur dan sehat sentosa.
Untuk itu, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi dalam melakukan tugasnya perlu
senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji
yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik
profesi, baik dalam hubungan dengan pemerintah bangsa, negara, masyarakat, profesi
maupun dengan diri sendiri.
Dengan melihat cakupan dan kode etik tersebut, disimpulkan bahwa profesi gizi
berperan dalam kebijakan sistem pelayanan kesehatan, mendidik dan mengintervensi
individu, kelompok, masyarakat serta meneliti dan mengembangkan demi menjaga mutu
pelayanan. Oleh karena itu, perlu disusun standar kompetensi ahli gizi dan ahli madya gizi
Indonesia yang dilandasi dengan peran-peran ahli gizi dan ahli madya gizi sebagai pelaksana,
pengelola, pendidik, penyelia, pemasar, anggota tim dan pelaku praktek kegizian yang
bekerja secara profesional dan etis.
D. Kualifikasi Pendidikan Gizi
a. Pendidikan Gizi
Pendidikan gizi dapat ditempuh melalui jalur akademik strata I dan diploma. Setelah itu
dilanjutkan dengan jalur profesi. Jalur akademik diawali dengan pendidikan Strata I , Strata
II, dan terakhir Strata III, sedangkan jalur diploma diawali dengan pendidikan Diploma III,
dan dilanjutkan pada program pendidikan Diploma IV. Kemampuan yang diharapkan dari
kualifikasi pendidikan ini diantaranya :
1. Lulusan Pendidikan Gizi Profesional pada Program Diploma III menguasai kemampuan
dalam bidang kerja yang bersifat rutin, menerapkan ilmu pengetahuan gizi untuk memberikan
pelayanan langsung yang bersifat teknis di dalam pelayanan gizi yang terorganisir, maupun
praktek sendiri.
2. Lulusan Pendidikan Gizi Profesional pada Program Diploma IV menguasai kemampuan
profesional dalam melaksanakan pekerjaan yang kompleks, menerapkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi untuk memberikan pelayanan
langsung yang bersifat keahlian di dalam pelayanan gizi yang terorganisir maupun praktek
mandiri.
3. Lulusan Pendidikan Gizi Akademik pada program sarjana menguasai dasar-dasar ilmiah
dan keterampilan, menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan praktek gizi, mampu
bersikap dan berperilaku dalam membawakan diri berkarya dibidang gizi, mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi serta mengupayakan penggunaannya
untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan praktek mandiri.
b. Kurikulum
Penyelenggaraan pendidikan menggunakan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh
lembaga yang berwenang dan dikembangkan sesuai dengan falsafah dan misi dari lembaga
pendidikan gizi
Kriteria :
a. Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan pada kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh
Dirjen Dikti DEPDIKNAS dan telah disepakati bersama antara organisasi profesi dengan
institusi pengguna lulusan (stake holder) serta institusi pendidikan tinggi gizi.
b. Dalam pelaksanaan pendidikan kurikulum dikembangkan sesuai dengan falsafah dan misi
dari institusi pendidikan gizi
c. Struktur Kurikulum Inti Sarjana Gizi adalah sebagai berikut :
Bertolak dari tujuan pendidikan sarjana gizi dan orientasi pendidikan maka disusun
kurikulum sarjana gizi (strata 1 gizi), pengalaman belajar dan evaluasi hasil belajar peserta
didik. Kurikulum pendidikan disusun berdasarkan kompetensi lulusan yang diinginkan
dengan jumlah SKS sebesar 144-160. Kurikulum inti digunakan sebagai kurikulum nasional
pendidikan sarjana gizi dengan beban studi 57-72 %, sedangkan kurikulum institusi dengan
beban studi 28-43 % ditetapkan oleh masing-masing institusi.
Kurikulum Inti (72-112 sks)
1. Kelompok Ilmu-Ilmu Biologi & Fisik/Biomedik (16-20 sks)
a. Pengantar Biologi Manusia 2-3 sks
b. Kimia Dasar (ariorganik) 2-3 sks
c. Kimia Organik 2-3 sks
d.Fisika 2-3 sks
e. Anatomi 2-4 sks
f. Fisiologi 4-6 sks
g. Patofisiologi Penyakit 4-6 sks
2. Kelompok Gizi Manusia (16-24 sks)
a. Pengantar Biokimia 2-3 sks
b. Metabolisme Energi, Zat Gizi Makro 2-3 sks
c. Metabolisme Zat Gizi Mikro 2-3 sks
d. Dasar-dasar ilmu gizi 2-3 sks
e. Gizi dalam daur kehidupan 2-4 sks
f. Dietetika penyakit infeksi dan defisiensi 2-4 sks
g. Dietetika penyakit degeneratif 2-4 sks
h. Penilaian Status Gizi 2-4 sks
3. Kelompok Ilmu Pangan (5-10 sks)
a. Dasar-dasar Kulinari 2-3 sks
b. Ilmu Bahan Makanan 2-4 sks
c. Analisa zat gizi 2-4 sks
4. Kelompok Ilmu-ilmu Sosial dan Perilaku (8-12 sks)
a. Dasar-dasar Komunikasi 2-3 sks
b. Psikologi 2-3 sks
c. Antropologi 2-3 sks
d. Sosiologi 2-3 sks
e. Ilmu Pendidikan 2-3 sks
5. Kelompok Riset (19-26 sks)
a. Filsafat ilmu pengetahuan 2-3 sks
b. Matematika 2-3 sks
c. Statistika 4-6 sks
berkewajiban senantiasa tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi
atau menyesatkan masyarakat
D. KEWAJIBAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI DAN MITRA KERJA
1. Ahli Gizi dalam bekerja melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi
masyarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai
disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memelihara hubungan persahabatan yang harmonis
dengan semua organisasi atau disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya
meningkatkan status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
3. Ahli Gizi berkewajiban selalu menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan
terbaru kepada sesama profesi dan mitra kerja.
E. KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI DAN DIRI SENDIRI
1. Ahli Gizi berkewajiban mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang
dicanangkan oleh profesi.
2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian
yang diperlukan dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi
terkini serta peka terhadap perubahan lingkungan.
3. Ahli Gizi harus menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani
mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau menerima
pendapat orang lain yang benar.
4. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak sesuai dengan
jasanya, meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana ahli gizi
diperkerjakan).
5. Ahli Gizi berkewajiban tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa
orang lain untuk melawan hukum.
6. Ahli Gizi berkewajiban memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja
dengan baik.
7. Ahli Gizi berkewajiban melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan
perseorangan atau kebesaran seseorang.
8. Ahli Gizi berkewajiban selalu menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi
profesi.
F. PENETAPAN PELANGGARAN
Pelanggaran terhadap ketentuan kode etik ini diatur tersendiri dalam Majelis Kode Etik
Persatuan Ahli Gizi Indonesia
G. KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik Ahli Gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab
terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.
Kode etik ini berlaku setelah hari dari disahkannya kode etik ini oleh sidang tertinggi profesi
sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
profesi gizi.
http://www.puspronakesln.org/pdfupload/Lamp%20KMK%20No.%20374.pdf
PROFESI
KEPERAWATAN
Etika
khusus
yang
mengatur
tanggung
jawab moral para perawat.
l Kesepakatan
moralitas
para
perawat.
Disusun oleh Organisasi profesi, berdasarkan suatu sumber yang ada dilingkungan; baik
lingkungan kesehatan, lingkungan konsumen dan lingkungan Komunitas Keperawatan.
Sumber Etika Profesi keperawatan :
1.
Etika
Kesehatan.
2.
Etika
umum
yang
berlaku
di
masyarakat,
3.
Etika
Profesi
keperawatan
dunia
->
ICN.
Etika
Kesehatan
:
Menurut Leenen Gozondeid Sethick, adalah etika khusus dengan menerapkan nilai nilai
dalam bidang pemeliharaan / pelayanan kesehatan yang dilandasi oleh nilai nilai individu
dan
masyarakat.
Menurut Soeyono Soekamto (1986), Etika kesehatan mencakup penilaian terhadap gejala
kesehatan baik yang disetujui maupun tidak disetujui, serta mencakup rekomendasi
bagaimana
bersikap/
bertindak
secara
pantas
dalam
bidang
kesehatan.
Etika
Kesehatan
mencakup
ruang
lingkup
minimalal
:
1.
tritmen
pada
pasien
yang
menghadapi
ajal
2. Mengijinkan unsur mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas
permintaan
pasien
sendiri,pembatasan
perilaku,
dan
infomrmed
consent.
3.
Bioetika
4. Pengungkapan kebenaran dan kerahasiaan dalam bidang kedokteran.
Contoh
1
Tritmen
Pemberian
Program
Suport
-
penerapan
:
pada
pasien
yang
menghadapi
ajal
:
O2
->
diteruskan
/
di
stop.
pengobatan
diteruskan
/
tidak
terapi
(
RJP
)
sampai
kapan.
dalam
kondisi
MBO.
2. Mengijinkan unsur mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas
permintaanpasien
sendiri,pembatasan
perilaku,
dan
infomrmed
consent.
Pa
sien
teriminal
Status
vegetatif
pasien
HIV
/AID
pasien
mendapat
terapi
diet
pasien
menghadapi
tindakan
medik
-operasi, pemakaian obat yangharganya mahal dll.
3
Bioetika
- aborsi, pembatasan kelahiran,sterilisasi, bayi tabung, tranplantasi organ dll.
4
-
Pengungkapan
kebenaran
permintaan
dan
kerahasiaan
informasi
Catatan
Pembicaraan
dalam
bidang
data
kasus
:
kedokteran.
pasien,
medik,
pasien.
Etika
umum
yang
berlaku
di
masyarakat
:
Privasi
pasien,
Menghargai
harkat
martabat
pasien
Sopan
santun
dalam
pergaulan
saling
menghormati,
saling
membantu.
- peduli terhadap lingkungan
Etika
Profesi
keperawatan
dunia
ICN.
Etika Keperawatan terkandung adanya nilai nilai dan prinsip prinsip yang berfokus bagi
praktik
Perawat.
Praktik perawat bermuara pada interaksi profesional dengan pasien serta menunjukan
kepedulian perawat terhadap hubungan yang telah dilakukannya.
8
1.
2.
3.
4.
5.
prinsip
utama
dalam
Etika
Beneficence
Veracity
Keperawatan
ICN
:
Respek
Otonomi
kemurahan
hati)
Non-maleficence,
kejujuran
)
6.
Kridensialitas
7.
Fidelity
8. Justice ( keadilan )
(
(
kerahasiaan
kesetiaan
)
)
1 Respek :
perilaku perawat yang menghormati / menghargai pasien /klien. hak hak
pasien,penerapan inforned consent
Perilaku perawat menghormati sejawat
Tindakan eksplisit maupun implisit
simpatik, empati kepada orang lain.
.2 Otonomi :
hak untuk mengatur dan membuat keputusannya sendiri. Tetapi tidak sebebas
bebasnya ada keterbatasan dalam hukum,kompetensi dan kewenangan.
perlu pemahaman tindakan kolaborasi.
3
Beneficence
(
kemurahan
hati)
:
berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik dan tidak membahayakan orang
lain.
lanjutan :Pada dasarnya seseorang diharapkan dapat membuat keputusan untuk dirinya
sendiri , kecuali bagi mereka yang tidak dapat melakukannya.seperti:bayi dan anak pasien
koma,keterbelakangan mental / kelainan kejiwaan.
4
Prinsip berkaitan dengan kewajiban perawat
menimbulkankerugian
/
Jangan
jangan
menyebabkan
jangan
membuat
orang
- Jangan melukai perasaan
Non-maleficence:
untuk tidak dengan sengaja
cidera
pasien.
membunuh
nyeri/penderitaan
lain.
lain
tidakberdaya.
5
Veracity
(
kejujuran
)
:
Kewajiban perawat untuk mengatakan suatu kebenaran. Tidak bohong tidak menipu.
Terutama dalam proses informed consent.Perawat membatu pasien untuk memahami
informasi dokter tentang rencana tindakan medik / pengobatan dengan jujur.
6
Kridensialitas
(
kerahasiaan
)
:
Prinsip ini berkaitan dengan kepercayaan pasien terhadap perawat. Perawat tidak akan
menyampaikan informasi tentang kesehatan pasien kepada orang yang tidak berhak.
Prinsip Info diagnose medik diberikan oleh dokter. Perawat memberi onfo kondisi kesehatan
umum
.
7
Fidelity
(
kesetiaan
)
:
Ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung
jawab
yang
telah
dibuat.
Tanggung
jawab
perawat
dalam
tim
-asuhan keperawatan kepada individu, pemberi kerja , pemerintah dan masyarakat.
8
Justice
(
keadilan
)
:
Berkenaan dengan kewajiban perawat untuk adil kepada semua orang . Adil tidak memihak
salah satu orang. Semua pasien harus mendapatkan pelayanan yang sama sesuai dengan
kebutuhannya.
Kebutuhan pasien klas Utama berbeda dengan kebutuhan pasien klas III.
Etika Profesi keperawatan disususun
KODE ETIK KEPERAWATAN
oleh
Oragnisasi
secara
tertulis
Fungsi
Kode
Etik
:
Umum
:
digunakan untuk mengontrol perilaku perawat dalam praktik dan dalam kehidupan
berprofesi, sehingga konsumen mendapatkan kepercayaan dari pelayanan keperawatan
Fungsi
khusus
untuk
:
1.
Mengatur
tanggung
jawab
moral
perawat
didalam
praktik.
2. Pedoman perawat dalam berperilaku dalam praktik dan dalam kehidupan berprofesi.
3. Mengontrol / menentukan keputusan dalam sengketa praktik, oleh Oraganisasi profesi,
termasuk dalam
memberikan sanksinya.
KODE
ETIK
KEPERAWATAN
INDONESIA
disusun
dan
diputuskan
dalam
Munas
I
tahun
1976.
- Diadakan revisi dalam Munas PPNI VI di Bandung tahun 2000.
- Berisi tanggung jawab Perawat terhadap ; Klien / pasien, perawat dan praktik, perawat dan
masyarakat,Perawat dan teman sejawat dan perawat dengan profesi
Teks Kode Etik Keperawatan Indonesia tahu 2000.
Bab
I
Perawat
dan
klien
:
1. Perawat dalam memberikan perawatan thd klien, dan tidak terpengaruh kedudukan sosial
politik dan agama yang dianut serta warna kulit.umur,jenis kelamin, aliran pertimbangan
kebangsaan,
kesukuan.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan
hidupberagama
dari
klien.
3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang memebutuhkan asuhan
keperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang
dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Bab II Perawat dan Praktik
1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar
terus
menerus.
2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan
klien.
3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangakan kemampuan serta kualifikasi seseorang dalam melakukan konsultasi,
menerima
delegasi
dan
memberikan
delegasi
kepada
orang
lain.
4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu
menunjukan perilaku profesional.
Bab
III
Perawat
dan
masyarakat :
Perawat mengemban tugas tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan
memdukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Bab
IV
Perawat
dan
Teman
sejawat
:
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan
tenaga kesehatan lainnya, dalam memelihar keserasian suasana lingkungan kerja maupun
tujuan
pelayanan
kesehatan
secara
menyeluruh.
2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
Bab V Perawat dan Profesi :
1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan
keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
2. Perawat berperan aktif dalam berbagai pengembangan profesi keperawatan.
3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara
kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.
sumber :http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/etika-profesi-keperawatan.html
Share this post to other.
http://www.perawatindonesia.co.cc/2010/08/etika-profesi-keperawatan-etika-khusus.html
Asuhan Keperawatan dan Asuhan Kebidanan
Blog Perawat dan Bidan
ETIKA PROFESI KEPERAWATAN
ETIKA PROFESI KEPERAWATAN
Etika
khusus
yang
mengatur
tanggung
jawab
moral
para
perawat.
l.
Kesepakatan
moralitas
para
perawat.
Disusun oleh Organisasi profesi, berdasarkan suatu sumber yang ada dilingkungan; baik
lingkungan kesehatan, lingkungan konsumen dan lingkungan Komunitas Keperawatan.
Sumber
Etika
Profesi
keperawatan
:
1.
Etika
Kesehatan.
2.
Etika
umum
yang
berlaku
di
masyarakat,
3. Etika Profesi keperawatan dunia -> ICN.
Etika
Kesehatan
:
Menurut Leenen Gozondeid Sethick, adalah etika khusus dengan menerapkan nilai nilai
dalam bidang pemeliharaan / pelayanan kesehatan yang dilandasi oleh nilai nilai individu
dan
masyarakat.
Menurut Soeyono Soekamto (1986), Etika kesehatan mencakup penilaian terhadap gejala
kesehatan baik yang disetujui maupun tidak disetujui, serta mencakup rekomendasi
bagaimana
bersikap/
bertindak
secara
pantas
dalam
bidang
kesehatan.
Etika
Kesehatan
mencakup
ruang
lingkup
minimal
al
:
1.
tritmen
pada
pasien
yang
menghadapi
ajal
2. Mengijinkan unsur mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas
permintaan
pasien
sendiri,pembatasan
perilaku,
dan
infomrmed
consent.
3.
Bioetika
4. Pengungkapan kebenaran dan kerahasiaan dalam bidang kedokteran.
Contoh
penerapan
pada
pasien
yang
menghadapi
->
diteruskan
/
di
pengobatan
diteruskan
(
RJP
)
sampai
:
ajal
:
stop.
/tidak
kapan.
ad.1
Tritmen
Pemberian
O2
Program
Suport
terapi
- dalam kondisi MBO.
Ad.2. Mengijinkan unsur mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja
atas permintaan pasien sendiri,pembatasan perilaku, dan infomrmed consent.
Pasien
teriminal
Status
vegetatif
pasien
HIV
/AID
pasien
mendapat
terapi
diet
pasien
menghadapi
tindakan
medik
-> operasi, pemakaian obat yang harganya mahal dll.
ad.3
Bioetika
:
- aborsi, pembatasan kelahiran, sterilisasi, bayi tabung, tranplantasi organ dll.
ad.4 Pengungkapan kebenaran dan kerahasiaan dalam bidang kedokteran.
permintaan
informasi
data
pasien,
Catatan
medik,
- Pembicaraan kasus pasien.
Etika
umum
yang
berlaku
di
masyarakat
:
Privasi
pasien,
Menghargai
harkat
martabat
pasien
Sopan
santun
dalam
pergaulan
->
saling
menghormati,
->
saling
membantu.
-> peduli terhadap lingkungan
Etika
Profesi
keperawatan
dunia
->
ICN.
Etika Keperawatan terkandung adanya nilai nilai dan prinsip prinsip yang
berfokus
bagi
praktik
Perawat.
Praktik perawat bermuara pada interaksi profesional dengan pasien serta menunjukan
kepedulian
perawat
terhadap
hubungan
yang
telah
dilakukannya.
Ada
8
prinsip
utama
dalam
Etika
Keperawatan
ICN
:
8
prinsip
utama
dalam
Etika
Keperawatan
ICN
:
1.
Respek
2.
Otonomi
3.
Beneficence
(
kemurahan
hati)
4.
Non-maleficence,
5.
Veracity
(
kejujuran
)
6.
Kridensialitas
(
kerahasiaan
)
7.
Fidelity
(
kesetiaan
)
8.
Justice
(
keadilan
)
Ad.1
Respek
:
=
perilaku
perawat
yang
menghormati/
menghargai
pasien
/klien.
->
hak
hak
pasien,
->
penerapan
inforned
consent
=
Perilaku
perawat
menghormati
sejawat
=>
Tindakan
eksplisit
maupun
implisit
->
impati
kepada
orang
lain.
ad.2
Otonomi
:
=
hak
untuk
mengatur
dan
membuat
keputusannya
sendiri.
Tetapi
tidak
sebebas
bebasnya
->
ada
keterbatasan
dalam
hukum,
kompetensi
dan
kewenangan.
->
perlu
pemahaman
tindakan
kolaborasi.
ad.3
Beneficence
(
kemurahan
hati)
:
= berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik dan tidak membahayakan
orang
lain.
lanjutan
:
Pada dasarnya seseorang diharapkan dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri , kecuali
bagi
mereka
yang
tidak
dapat
melakukannya.
->
bayi
dan
anak
->
pasien
koma
->
keterbelakangan
mental
/
kelainan
kejiwaan.
Ad.4
Non-maleficence:
Prinsip -> berkaitan dengan kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan
kerugian
/
cidera
pasien.
Jangan
membunuh
jangan
menyebabkan
nyeri/penderitaan
lain.
jangan
membuat
orang
lain
tidak
berdaya.
Jangan
melukai
perasaan
Ad.5
Veracity
(
kejujuran
)
:
Kewajiban
perawat
untuk
mengatakan suatu kebenaran. Tidak bohong tidak menipu. Terutama dalam proses informed
consent.
Perawat membatu pasien untuk memahami informasi dokter tentang rencana tindakan
medik
/
pengobatan
dengan
jujur.
Ad.6
Kridensialitas
(
kerahasiaan
)
:
Prinsip ini berkaitan dengan kepercayaan pasien terhadap perawat. Perawat tidak akan
menyampaikan informasi tentang kesehatan pasien kepada orang yang tidak berhak.
Prinsip
->
Info
diagnose
medik
diberikan oleh dokter. Perawat memberi info kondisi kesehatan umum.
Ad.7
Fidelity
(
kesetiaan
)
:
Ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung
jawab
yang
telah
dibuat.
Tanggung
jawab
perawat
dalam
tim
-> asuhan keperawatan kepada individu, pemberi kerja , pemerintah dan masyarakat.
Ad.8
Justice
(
keadilan
)
:
Berkenaan dengan kewajiban perawat untuk adil kepada semua orang .
Adil -> tidak memihak salah satu orang. Semua pasien harus mendapatkan pelayanan yang
sama
sesuai
dengan
kebutuhannya.
=> Kebutuhan pasien klas Utama berbeda dengan kebutuhan pasien klas III.
Etika
->
Fungsi
simpatik,
Profesi
keperawatan
disususun
oleh
Oragnisasi
secara
tertulis
KODE
ETIK
KEPERAWATAN
Kode
Etik
:
Umum : digunakan untuk mengontrol perilaku perawat dalam praktik dan dalam
kehidupan berprofesi, sehingga konsumen mendapatkan kepercayaan dari pelayanan
keperawatan.
Fungsi
khusus
untuk
:
1.
Mengatur
tanggung
jawab
moral
perawat
didalam
praktik.
2. Pedoman perawat dalam berperilaku dalam praktik dan dalam kehidupan berprofesi.
3. Mengontrol / menentukan keputusan dalam sengketa praktik, oleh Oraganisasi profesi,
termasuk dalam memberikan sanksinya.
http://askepasbid.wordpress.com/2010/10/08/etika-profesi-keperawatan/
ASAS
1.
ETIKA
KEPERAWATAN
Azas
menghormati
Otonomi
Pasien
Kebebasan pasien untuk berhak atas keputusan yang akan dihadapi setelah mendapat
informasi merupakan otonomi pasien, segala pendapat berhak untuk dihormati dan
didengarkan dan dalam kaitannya agar pelaksanaan asuhan keperawatan tidak melanggar.
Azas ini sangat diperlukan dalam tindakan adanya informasi consent.
2.
Azas
Manfaat
Mengandung arti bahwa semua tindakan yang diberikan pada pasien harus
mengandung unsur manfaat. Dan untuk menunjukan manfaat dari tindakan yang diberikan
perawat
harus
mengurangi
tindakan
yang
dapat
merugikan.
3.
Azas
tidak
Merugikan
Artinya segala tindakan yang diberikan tidak boleh didasari atas sesuatu yang dapat
merugikan pasien artinya resiko baik secara fisik psikologis maupun sosial akibat tindakan
hendaknya
dikurangi
semaksimal
mungkin.
4.
Azas
Kejujuran
Kejujuran sangat penting dan harus dimiliki perawat karena dengan jujur informasi
yang disampaikan akan benar tercapai sehingga dapat mengurangi hal-hal yang kemungkinan
tidak terjadi dan dalam pemberian informasi harus diusahakan sesuai dengan tingkat
pendidikan
pasien
5. Azas Kerahasiaan
Unsur privacy dan kerahasiaan pasien harus tetap dihormati walaupun telah
meninggal dunia. Hal ini dilandasi pada perawat dalam melakukan tindakan agar tetap
berpedoman
pada
etika
yang
ada.
6.
Azas
Keadilan
Adil dan tidak berat sebelah merupakan bagian dari azas etika oleh segala kerugian
yang mungkin terjadi atau manfaat yang akan didapatkan hendaknya dapat diperoleh oleh
semua
klien
tanpa
memandang
siapapun
orangnya.
ETIKA
PROFESI
KEPERAWATAN
Etika profesi keperwatan merupakan kesadaran dan pedoman yang mengatur nilainilai moral di dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas
profesi keperawatan tetap terjaga dengan cara terhormat (Hariadi, 1998)
Pemahaman tentang etika profesi sangat penting dihayati oleh perawat, oleh karena
itu kemampuan akademi dan professional akan lebih baik bilamana didukung oleh
pelaksanaan etika keperawatan. Di dalam etika keperawatan terdapat beberapa unsur yang
terkandung didalamnya diantaranya; pengorbanan, dedikasi, pengabdian dan hubungan antara
perawat dengan pasien, dokter, sejawat maupun untuk diri sendiri, oleh karena itu dalam
prakteknya etika keperawatan dapat berorientasi pada kewajiban dan larangan, selanjutnya
dapat diatur dalam kode etik keperawatan.
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2146946asas-etika-keperawatan-dan-etika/#ixzz1LNzAT7dM
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2146946-asas-etikakeperawatan-dan-etika/
Etika Profesi
ETIK DAN MORAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN ATAU KEBIDANAN
ETIKA,
MORAL
DAN
NILAI-NILAI
Pengertian:
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah,
kebajikan
atau
kejahatan
yang
berhubungan
dengan
perilaku.
Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata
dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan
bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak
yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya
dengan
kode
etik
profesional
seperti
Kode
Etik
PPNI
atau
IBI.
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu
standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam
suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai
perilaku
personal.
Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar
atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan
praktek
profesional
NILAI-NILAI
ESENSIAL
DALAM
PROFESI
Pada tahun 1985, The American Association Colleges of Nursing melaksanakan suatu
proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan
profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan
profesional,
yaitu:
1. Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang
memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan
kepedulian.
2. Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain
termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan
hati
serta
ketekunan.
3. Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan
sikap
asertif,
kejujuran,
harga
diri
dan
toleransi
4. Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri,
harapan,
disiplin
serta
kebebasan
dalam
pengarahan
diri
sendiri.
5. Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap
martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan,
pertimbangan
dan
penghargaan
penuh
terhadap
kepercayaan.
6. Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7. Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran,
keunikan
dan
reflektifitas
yang
rasional.
PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI
Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain: (1) Model atau contoh,
dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku
keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul; (2)
Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan
memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan
nilai-nilai yang berbeda; (3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang
terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan
memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri.
Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan
atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi
individu tersebut; (4) Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti:
mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan
mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik; (5) Tanggung
jawab untuk memilih; adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan
mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan
bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya
sendiri.
KLARIFIKASI
NILAI-NILAI
(VALUES)
Ada tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat
dan
bidan.
Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu;
(2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang
diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan
mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan bahwa
penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua
masyarakat.
Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan
merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien
serta sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal
yang dilakukan; (2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak
bersedia
memperhatikan
martabat
manusia
sebagaimana
mestinya.
Tindakan (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari;
(2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi
dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.
Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang
dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat
atau pasen dan ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang
kontradiktif dengan prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat
manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa nyaman. Oleh
karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana kita perlu meningkatkan
serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara khusus dalam kehidupan ini untuk
menghormati martabat manusia. Hal ini merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna
dalam
kehidupan
sehari-hari
dan
dalam
masyarakat
luas.
PELAKSANAAN ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN
DAN
KEBIDANAN
Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat/bidan diperlukan untuk menempatkan nilai-nilai
dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat/bidan bisa menjadi sangat frustrasi bila
membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasen yang mempunyai nilai-nilai dan
perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasen kurang
memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat/bidan adalah
berusaha membantu pasen untuk mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri.
Langkah berikutnya adalah mengajaknya untuk mendiskusikan prioritas yang dibuat
berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi nilai-nilai sebagai
berikut:
1. Memilih: Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen, misalnya
stress yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktifitasnya,
maka sarankan kepadanya memilih secara bebas nilai-nilai kunci yang dianutnya. Bila dia
memilih masalah kesehatannya, maka hal ini menunjukkan tanda positif.
2. Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan promosikan nilainilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan dari keluarganya. Contoh: istri dan
anak anda pasti akan merasa senang bila anda memutuskan untuk berhenti merokok serta
mengurangi kegiatan bisnis anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.
3. Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru yang
konsisten setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen untuk memikirkan
suatu cara bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang
perlu diucapkan perawat/bidan kepada pasennya: Bila anda pulang, anda akan menemukan
cara kehidupan yang berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi
kesehatan
anda.
PERILAKU
ETIS
PROFESIONAL
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang
berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional.
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut
pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis
mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan
keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika.
Dalam hal ini, perawat
atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip
dan
pendekatan
berdasarkan
asuhan
keperawatan
/kebidanan.
Pendekatan
Berdasarkan
Prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan
bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat
pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain; (1) Sebaiknya mengarah langsung
untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang: (2)
Menghindarkan berbuat suatu kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan
sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang
manfaat
dan
resiko
yang
dihadapi.
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik
dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan progresif
bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati
kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk
tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak
masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih
memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan
karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip
mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan.
Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih
membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu
yang
penting
dalam
etika.
Pendekatan
Berdasarkan
Asuhan
Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik
mengarahkan banyak perawat atau bidan untuk memandang care atau asuhan sebagai
fondasi dan kewajiban moral. Hubungan perawat/bidan dengan pasen merupakan pusat
pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus
kepada pasen, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat atau bidan.
Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat/bidan dapat
membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau sejawat, merupakan suatu
kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik
perspektif dari asuhan meliputi : (1) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan; (2)
Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasen sebagai
manusia; (3) Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar
yang mengarah pada tanggung-jawab profesional; (4) Mengingat kembali arti tanggungjawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasihsayang,
dan
menerima
kenyataan.
(Taylor,1993).
Asuhan juga memiliki tradisi memberikan komitmen utamanya terhadap pasen dan
belakangan ini mengklaim bahwa advokasi terhadap pasen merupakan salah satu peran yang
sudah dilegimitasi sebagai peran dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan.
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasen.
Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat atau bidan, dalam
menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan
berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau bidan yang memiliki komitmen tinggi dalam
mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb: (1)
Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya
terhadap pasen; (2) berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya;
(3) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam
kesembuhan pasen. Bila menghargai otonomi, perawat atau bidan harus memberikan
informasi yang akurat, menghormati dan mendukung hak pasien dalam mengambil
keputusan.
http://javanurse.blogspot.com/2008/11/etika-profesi.html
Etika Profesi Kebidanan
FUNGSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien
2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yg
merugikan/membahayakan orang lain
3. Menjaga privacy setiap individu
4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya
5. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah
7. Menghasilkan tindakan yg benar
8. Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya
9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar
atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada umumnya
B. Kewaiiban Pasien
1). Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat tertib rumah
sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
2). Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang
merawatnya.
3). Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa
pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
4). Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
C. Hak Bidan
1). Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
2). Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang
pelayanan kesehatan.
3). Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan dan kode etik profesi.
4). Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh
pasien, keluarga maupun profesi lain.
5). Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun
pelatihan.
6). Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk mmingkatkan jenjang karir dan jabatan yang
sesuai.
7). Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
D. Kewaiiban Bidan
1). Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara
bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
2). Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi
dengan menghormati hak-hak pasien.
3). Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan
dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
4). Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
5). Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
6). Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
7). Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan
serta risiko yang mungkiri dapat timbul.
8). Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan
dilakukan.
9). Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
10). BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya melalui
pendidikan formal atau non formal.
11). Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal balik
dalam memberikan asuhan kebidanan.
TUJUAN KODE ETIK
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html
pada kasus-kasus kehamilan karena perkosaan, kehamilan pada usia remaja putri (usia kurang
dari 16 tahun, yang belum mempunyai hak untuk menikah), kehamilan pada wanita dengan
gangguan jiwa, kegagalan kontrasepsi dan wanita dengan grande multipara.
Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup
insani (KODEKI pasal 10). Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan
bahwa dalam keadaan darurat, sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medik tertentu dan ini dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya dan dilakukan pada sarana kesehatan tertentu.
Dalam KUHP secara rinci terdapat pasal-pasal yang mengancam pelaku abortus ilegal
sebagai berkut :
a. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukannya
(KUHP pasal 346, hukuman maksimum 4 tahun).
b. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seijinnya (KUHP pasal 347,
hukuman maksimum 12 tahun dan bila wanita itu meninggal, hukuman maksimum 15 tahun).
c. Seorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seijin wanita tersebut (KUHP
pasal 348, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan dan bila wanita itu meninggal, hukuman
maksimum 7 tahun).
d. Dokter, Bidan atau Juru Obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP pasal 349,
hukuman ditambah sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya).
Dalam pasal 80 UU Kesehatan tercantum, bahwa Barang siapa dengan sengaja melakukan
tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak dalam keadaan darurat sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,- (limaratus juta
rupiah).
3. Teknologi Reproduksi Buatan
Pada tahun 1978, Steptoe & Edwards melahirkan bayi tabung pertama Louise Brown
di Inggris, hasil Fertilisasi In Vitro (FIV) dan Pemindahan Embrio (PE). Ini merupakan
terobosan yang telah mengubah dunia kedokteran terutama di bidang reproduksi manusia. Di
Indonesia, bayi tabung pertama lahir 10 tahun kemudian (1988) hasil upaya Tim Melati
RSAB Harapan Kita Jakarta. FIV dan PE merupakan upaya terakhir untuk menolong pasutri
memperoleh keturunannya, karena upaya ini memerlukan biaya yang besar, keberhasilan
take home baby yang rendah dan menyebabkan distres pada pasutri yang bersangkutan.
Selain cara FIV dan PE telah dikembangkan pula teknologi reproduksi buatan lainnya seperti
Tandur Alih Gamet atau Embrio Intra Tuba dan Suntikan Sperma Intra Sitoplasmik.
Dari segi hukum, di Indonesia telah terdapat peraturan perundang-undangan tentang
kehamilan di luar cara alami itu, yaitu bahwa cara tersebut hanya dapat dilakukan pada
pasangan suami istri yang sah, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu, dan pada sarana kesehatan yang memenuhi syarat (UU Kesehatan,
pasal 16). Dengan demikian, masalah donasi oosit, sperma dan embrio, masalah ibu
pengganti adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku dan juga etik kedokteran.
Dalam pasal 82 ayat (2) UU Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa Barang siapa melakukan
upaya kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
4. Bedah Plastik Selaput Dara
Wanita yang meminta dilakukan bedah plastik selaput dara umumnya berdasarkan
berbagai motif. Ada yang ingin memberi kesan kepada suaminya bahwa dirinya masih
2.
3.
4.
5.
6.
7.
http://www.lawskripsi.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=126&Itemid=126
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi
pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)
dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter,
seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan
hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence
(melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme
(pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,
dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical
ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari
pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum
tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain
itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan
di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi
dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih
berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK
setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi)
kedokteran.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin
profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,
profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi
yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan
kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),
lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis
yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah disiplin profesi, yaitu
permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan
internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang
(profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam
sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus
dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan
tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
Kesimpulan
Pelajaran yang dapat dipetik adalah bahwa masalah yang paling sering menjadi pokok
sengketa adalah kelemahan komunikasi antara dokter dengan pasien atau antara rumah sakit
dengan pasien, baik dalam bentuk komunikasi sehari-hari yang diharapkan mempererat
hubungan antar manusia maupun dalam bentuk pemberian informasi sebelum dilakukannya
tindakan dan sesudah terjadinya risiko atau komplikasi.
Pelajaran lain adalah bahwa sosialisasi nilai-nilai etika kedokteran, termasuk kode
etik profesi yang harus dijadikan pedoman berperilaku profesi (professional code of conduct),
kepada para dokter yang bekerja di Indonesia belumlah cukup memadai, sehingga
diperlukan crash-program berupa pendidikan kedokteran berkelanjutan yang agresif di
bidang etik dan hukum kedokteran, pemberian mata ajaran etik dan hukum kedokteran bagi
mahasiswa Fakultas Kedokteran sejak dini dan bersifat student-active, serta pemberian bekal
buku Kodeki bagi setiap dokter lulusan Indonesia (termasuk adaptasi).
http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/
2.
Beda
etik
dengan
hukum