Está en la página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Kawasaki adalah sindrom vaskulitik febril akut pada masa kanak-kanak
awal. Kelainan ini juga disebut sindrom nodus limfa mukokutaneus dan periarteritis nodosa.
Sindrom Kawasaki pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Dr. Tomisaku
Kawasaki, yang melaporkan 50 kasus penyakit dengan gejala-gejala yang khas pada anak
Tokyo Red Cross Medical Center di Jepang. Anak-anak ini memiliki gejala demam, ruam,
injeksi konjungtival, limfadenitis servikal, inflamasi bibir dan rongga mulut, serta eritema
dan edema pada tangan dan kaki.
Penyakit ini awalanya diperkirakan benigna dan dapat sembuh sendiri (self-limited).
Akan tetapi, laporan berikutnya menunjukkan hampir 2% pasien dengan sindrom Kawasaki
meninggal karena penyakit ini. Kematian terjadi pada anak berumur kurang dari 2 tahun.
Anak-anak ini meninggal saat gejala mereka membaik atau terlihat sembuh. Pemeriksaan
setelah kematian menunjukkan oklusi trombotik pada aneurisma arteri koronarius, dengan
miokardial infark sebagai penyebab segera kematian.
Studi ekokardografik menunjukkan 20-25% anak dengan sindrom Kawasaki yang
tidak diobati mengalami sekuel kardiovaskular bervariasi mulai dari ektasis arteri koronarius
asimtomatik atau pembentukan aneurisma

sampai aneurisma arteri koronarius dengan

trombosis, infark miokardial, dan mati mendadak. Tingkat kematian adalah 0,1-2%.
Pemberian awal imunoglobulin intravena mengurangi resiko mengalami keterlibatan jantung
sampai 5%. Meskipun inflitrat inflamasi sudah muncul di pankreas, ginjal, dan traktus bilier,
tidak ada sekuel yang signifikan muncul di jaringan-jaringan tersebut.1

BAB II
PENYAKIT KAWASAKI
II. 1 DEFINISI
Penyakit Kawasaki adalah kondisi yang menyebabkan inflamasi di dinding-dinding
arteri berukuran skecil dan sedang di seluruh tubuh, meliputi arteri koronarius, yang
menyuplai darah untuk otot jantung. Sindrom Kawasaki juga disebut mucocutaneous lymph
node syndrome karena sindrom ini juga mengenai kelenjar getah bening, kulit, dan
membran mukosa di dalam mulut, hidung, dan tenggorok.1
Tanda-tanda sindrom Kawasaki, seperti demam tinggi dan kulit mengelupas, dapat
menakutkan. Tetapi sindrom Kawasaki dapat diobati, dan kebanyakan anak dapat sembuh
dari sindrom Kawasaki tanpa masalah serius. Sekitar 20 % dari pasien yang tidak diobati
didapatkan peningkatan kelainan arteri koronaria termasuk aneurisma, dengan peningkatan
kemungkinan menjadi trombosis dan stenosis pada arteri koroner, infark pada miokardium,
ruptur aneurisma dan kematian mendadak.
II.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit Kawasaki masih belum diketahui, tetapi menurut penelitian
penyakit ini tidak menular. Beberapa teori menghubungkan penyakit ini dengan bakteri,
virus, atau faktor lingkungan lain, tetapi belum ada yang dapat dibuktikan. Gen-gen tertentu
dapat meningkatkan susepbilitas kepada penyakit

Kawasaki. Berdasarkan pada angka

kejadian yang bervariasi pada etnik grup, peringkat tertinggi pada ras Asia.2
II.3 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian penyakit kawasaki pada anak-anak Asia adalah yang tertinggi jika
dibandingkan dengan ras-ras lain, tapi penyakit ini dapat terjadi pada semua ras di dunia.
Penyakit kawasaki bukanlah penyakit baru, dari hasil otopsi pada anak-anak dengan
periarteritis nodosa sebelum tahun 1960 mengarah pada penyakit kawasaki yang fatal.2
Di Amerika Serikat
Epidemi sindrom Kawasaki terjadi terutama pada akhir musim dingin dan musim semi,
dengan interval 2-3 tahun. Sekitar 3000 anak dengan sindrom Kawasaki dirawat setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Insidens apesifik terhadap ras tahunan per 100.000 anak di
2

bawah 5 tahun adalah 32,5 kasus untuk orang Amerika keturunan Asia dan Pulau Pasifik,
16,9 kasus untuk orang Afrika Amerika non Hispanik, 11,1 kasus untuk keturunan Hispanik,
dan 9,1 kasus untuk kulit putih.
Artikel tahun 2010 memeriksa perawatan inap anak-anak di bawah 18 tahun yang mengalami
sindrom Kawasaki dan menemukan bahwa rata-rata perawatan inap di Amerika Serikat dari
1997-2007 tetap stabil, kecuali peningkatan sedikit pada tahun 2005. Rata-rata perawatan
inap untuk anak-anak di bawah 5 tahun (rata-rata umur 1,6 tahun) adalah 20,8 kasus per
100.000 anak pada 2006 dan menunjukkan sedikit peningkatan pada jenis kelamin laki-laki.
Internasional
Di luar Amerika Serikat, sindrom ini lebih sering ditemukan di Jepang, Taiwan, dan Korea.
Prevalensi sindrom Kawasaki meningkat dari tahun 1967 sampai pertengahan 1980an dan
meningkat pada 5000-6000 kasus per tahun. Insidens tertinggi sindrom Kawasaki telah
dilaporkan di Jepang, dimana frekuensi penyakit ini 10 sampai 20 kali lebih tinggi di negaranegara Barat.
Kira-kira 5000-6000 kasus dilaporkan tiap tahun di Jepang. Insidens tahun 2000 adalah 134,2
kasus per 100.000 anak-anak di bawah 5 tahun. Wabah terjadi di Jepang saat tahun 1979,
1982, dan 1985. Tidak ada wabah terjadi sejak tahun-tahun itu.3
Kejadian tahunan dilaporkan pada populasi kulit putih di luar Amerika Serikat adalah sama
dengan yang dilaporkan dalam populasi AS, dengan 11,3-14,7 kasus per 100.000 anak
berusia kurang dari 5 tahun di Kanada dan 3,6 kasus per 100.000 anak berusia kurang dari 5
tahun di Australia. Dari 1999-2000, kejadian di Inggris adalah 8,1 kasus per 100.000 anak.
Ras dan jenis kelamin
Meskipun sindrom Kawasaki telah dilaporkan pada anak-anak dengan etnis berbeda, sindrom
ini terjadi biasanya pada anak-anak Asia, terutama keturunan Jepang. Kedua biasa terjadi
pada kulit hitam, orang Polinesia, dan Filipina serta terakhir paling rendah pada kulit putih.
Sindrom Kawasaki sedikit lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Perbandingan
laki-laki dan perempuan berjarak sekitar 1,3-1,83:1 tergantung pada negara dimana statistik
dilaporkan. Arthritis tampak lebih sering pada anak perempuan daripada laki-laki. Kematian
dan komplikasi serius lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan.

Usia
Kira-kira 85-90% kasus sindrom Kawasaki terjadi pada anak-anak berumur di bawah 5 tahun;
90-95% kasus terjadi pada anak di bawah 10 tahun. Di Amerika Serikat, insidens memuncak
pada anak-anak berumur 6-12 tahun. Kasus paling muda di Jepang merupakan neonatus
berumur 20 hari.
Sindrom Kawasaki jarang dilaporkan pada remaja dan orang dewasa, yang kebanyakan di
antara 18-30 tahun. Kurang dari 60 pasien dewasa dilaporkan di literatur dengan lokasi
geografis berbeda, meliputi 25 di Eropa, 23 di Amerika Utara, 5 di Asia, 2 di Amerika
Selatan, dan 2 di Afrika.3
II. 4 PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti pada penyakit kawasaki belum diketahui. Rowley et al. Menemukan
antibody Imunoglobulin A (IgA) yang berikatan dengan struktur spheroid pada bronkus
penderita kawasaki. Antibodi ini merupakan inclusion bodies berisi protein dan asam nukleat
yan merupakan ciri khas infeksi yang disebabkan oleh virus. Dari hasil temuan ini mereka
menduga bahwa penyebab penyakit kawasaki adalah infeksi virus yang masuk melalui
saluran pernapasan.
Terbentuknya arteritis koroner dimulai sebagai disosiasi edema dari media tunika 6-8
hari stelah onset penyakit kawasaki. Sekitar hari ke-10, lmfosit dan makrofag menginfiltrasi
ke dalam dinding arteri dari sisi luminal sampai ke tunika adventisia dan membentuk
peradangan pada semua lapisan. Peradangan menyebar sepenuhnya di arteri dan
menyebabkan kerusakan dan terjadi dilatasi arteri. Aneurisma berkembang pada hari ke-12
setelah onset dimana kerusakan menjadi sangat parah. Pusaran darah pada aneurisma
mempermudah terbentuknya trombus. Infiltrasi dari sel inflamasi berlanjut sampai sekitar
hari ke-25 dari penyakit, setelah sel-sel inflamasi menurun secara bertahap dalam jumlah dan
hampir sepenuhnya hilang sekitar hari ke-40 dari onset penyakit.
Pada penyakit kawasaki yang akut, infiltrat peradangan, termasuk IgA akan muncul
pada jaringan non-vaskular pada penyakit kawasaki, trmasuk pada otot jantung, saluran nafas
atas, pankreas, ginjal, dan saluran billier, sehingga dapat disimpulkan bahwa agen yang
infeksius dapat memacu respon imun pada semua jaringan. Tidak ada gejala sisa berarti yang
muncul pada jaringan-jaringan non vaskular ini setelah fase resolusi dari masa akut.4

II. 5 MANIFESTASI KLINIS


Penyakit Kawasaki memiliki beberapa fase. Presentasi klinis sindrom Kawasaki
bervariasi seiring waktu, dengan perjalanan klinis dibagi secara konvensional menjadi 3
stadium: akut, subakut, dan konvalesen (penyembuhan). Beberapa penulis menambah fase
keempat yaitu fase kronik.5

Gambar 2. Manifestasi Klinis Sindrom Kawasaki5


Accessed on :http//emedecine.com

Tahap satu: Tahap akut febril


Tahap akut dimulai dengan onset tiba-tiba demam dan berlangsung sekitar 7-14 hari. Demam
biasanya tinggi spiking dan remiten, dengan suhu puncak berkisar 102-104 F (39-40 C)
atau lebih tinggi. Demam ini tidak responsif terhadap antibiotik atau antipiretik dan dapat
bertahan sampai 3-4 minggu jika tidak diobati.Dengan terapi yang tepat, dosis tinggi aspirin,
dan imunoglobulin intravena (IVIG), demam biasanya remisi dalam waktu 48 jam.
Selain demam, tanda dan gejala fase ini dapat mencakup sebagai berikut:

Sifat lekas marah (irritability)

Konjungtivitis bilateral noneksudatif (90%)

Uveitis anterior (70%)

Eritema perianal (70%)

Eritema dan edema pada tangan dan kaki, yang terakhir menghambat ambulasi
(pergerakan)

Lidah strawberry dan celah bibir

Disfungsi hati, ginjal, dan gastrointestinal

Miokarditis dan perikarditis

Limfadenopati (75%), umumnya nodus servikal satu, membesar, non supuratif berukuran
sekitar 1,5 cm

Gambaran eritema pada seluruh badan


Perubahan mukokutan dan limfadenopati merupakan yang paling jelas selama fase
akut. Namun, perhatikan bahwa eritema dan edema pada tangan dan kaki mungkin
merupakan temuan terakhir yang berkembang. Diagnosis harus dilakukan dalam fase ini.
6

Tahap dua: tahap subakut


Tahap subakut dimulai saat demam telah mereda, dan terus sampai minggu 4-6. Tanda khas
dari tahap ini adalah deskuamasi dari jari-jari, trombositosis (jumlah platelet dapat melebihi 1
juta / uL), dan pengembangan aneurisma koroner. Risiko kematian mendadak adalah tertinggi
pada tahap ini.

Karakteristik lain dari tahap subakut adalah dengan iritabilitas persisten, anoreksia,
dan injeksi konjungtiva. Persistensi demam lewat dari 2-3 minggu dapat menjadi indikasi
penyakit Kawasaki yg timbul kembali. Jika demam terus berlanjut, hasilnya kurang
menguntungkan karena risiko yang lebih besar dari komplikasi jantung.
Tahap tiga: fase penyembuhan
Fase penyembuhan ditandai dengan resolusi lengkap tanda-tanda klinis penyakit, biasanya
dalam waktu 3 bulan presentasi. Tahap ini dimulai dengan reaktan fase akut (misalnya, LED,
protein C-reaktif) dan kelainan laboratorium lainnya kembali ke nilai normal. Selama tahap
ini, sebagian besar temuan klinis resolusi, namun alur melintang dalam di kuku (Beau lines)
dapat menjadi jelas 1-2 bulan setelah timbulnya demam.

Gambaran Beau line pada kuku

Selama tahap penyembuhan, kelainan jantung mungkin masih jelas. Aneurisma arteri
koroner kecil cenderung untuk resolusi sendiri (60% kasus), tetapi aneurisma yang lebih
besar dapat berkembang, dan infark miokard dapat terjadi. Pada pasien yang ekokardiogram
sebelumnya normal, namun, deteksi aneurisma baru tidak biasa setelah minggu 8 penyakit.
Fase kronis
Tahap ini penting secara klinis hanya pada pasien yang telah mengalami komplikasi
jantung. Durasinya adalah sangat penting seumur hidup karena aneurisma terbentuk di masa
kecil pecah mungkin di masa dewasa. Dalam beberapa kasus aneurisma pecah dalam
kehidupan dewasa, review cermat sejarah medis masa lalu telah mengungkapkan penyakit
demam saat anak-anak dengan etiologi tidak diketahui.
II. 6 DIAGNOSIS
Pada penyakit Kawasaki tipikal atau tie klasik, tidak ada cara spesifik untuk
mendiagnosisnya, karena iu diagnosis berdasarkan pada kriteria kliniknya saja, dimana
terdapat demam minimal 5 hari dengan 4 atau lebih kriteria dari 5 gejala klini mayor (yaitu,
injeksi konjungtiva, limfadenopati servikal, perubahan pada mukosa mulut, ruam yang
polimorfik, dan pembengkakan atau kemerahan pada ekstremitas) dan mengecualikan
diagnosis lainnya. Penyakit Kawasaki dapat didiagnosis hanya denga 3 gejala klinik apabila
terdapat ketidaknormalan pada arteri kronaria pada pencitraan ekokardiografi.6
Pada beberapa kasus, pasien mengalami banyak gejala tipikal sindrom Kawasaki
tetapi tidak sebanyak yang diperlukan untuk kriteria diagnosis. Oleh karena itu kata
inkomplit dipakai dibanding atipikal untuk mendeskripsikan kasus-kasus ini. Kasus
inkomplit biasanya terjadi pada anak berumur di bawah 6 bulan. Pada kondisi ini, demam
ditambah hanya 3 gejala dapat menegakkan diagnosis. Dasar pemikirannya adalah bahwa
penatalaksanaan aman dan efektif dan bahwa kegagalan untuk mendiagnosis sindrom
Kawasaki dapat mengakibatkan prognosis yang buruk.
Untuk diagnosis sindrom Kawasaki inkomplit, American Academy of Pediatrics
(AAP)/American Heart Association (AHA) menganjurkan saat demam ditambah 2 atau 3
gejala tipikal ada selama 5 hari atau lebih dan saat karakteristik pasien menunjukkan
kemungkinan sindrom Kawasaki, kadar CRP dan LED harus diperiksa. Jika CRP kurang dari
3mg/dL dan LED lebih dari 40 mm/jam, anak harus dimonitor dan tindakan harus dilakukan.

Jika CRP adalah 3 mg / dL atau lebih tinggi dan LED adalah 40 mm / jam atau lebih, langkah
berikutnya adalah untuk mengukur albumin, alanine aminotransferase (ALT), trombosit, dan
hitung WBC dan menguji air seni untuk piuria. Batas normal meliputi:6

Albumin <3 g

Anemia berdasar usia

Peningkatan ALT

Trombosit> 450.000 (setelah 7 hari)

Leukosit> 12.000

Adanya piuria

Jika kurang dari 3 kriteria laboratorium tambahan positif, echocardiogram jantung harus
dilakukan. Jika ekokardiogram adalah negatif tetapi demam berlanjut, ekokardiogram ulang
mungkin dilakukan. Jika echocardiogram adalah negatif dan demam mereda, sindrom
Kawasaki tidak mungkin. Jika ekokardiogram positif, anak tersebut dirawat karena sindrom
Kawasaki.

Algoritma Diagnosis Penyakit Kawasaki Atipikal


9

II. 7 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding pada kawasaki sering berkaitan dengan infeksi virus pada tahap
awal pada penyakit. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara penyakit kawasaki dengan
infeksi lainnya.2

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


II. 8. 1 LABORATORIUM
Leukositosis merupakan pemeriksaan laboratorium yang khas selama fase akut,
dengan gambaran dominan granulosit matur dan imatur. Kurang lebih 50% memiliki nilai
leukosit melebihi 15.000/mm, leukopeni jarang terjadi. Anemia sering ditemukan pada

10

penyakit Kawasaki dengan morfologi sel darah merah yang normal. Anemia hemolitik berat
memerlukan tranfusi, dan biasanya berhubungan dengan infus intravena imunoglobulin.
Peningkatan Laju Endap Darah (LED) dan CRP ditemukan pada penyakit Kawasaki,
biasanya kembali normal 6 sampai 10 minggu setelah serangan dari penyakit. Namun perlu
diingat bahwa peningkatan LED tanpa peningkatan CRP dapat terjadi karena terapi
imonoglobulin, sehingga penilaian LED tidak dianjurkan pada pasien yang mendapatkan
terapi imunoglobulin. Pada fase lanjut ditemukan trombositosis antara 500.000 sampai 1
juta/mm3. biasanya timbul pada minggu kedua, dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga
dan kembali normal pada minggu 4 sampai 8 setelah serangan pada kasus tanpa komplikasi.6
Pada fase akut terdapat penurunan kolesterol plasma, high-density lipoprotein (HDL)
dan apolipoprotein. Peningkatan serum transaminase ditemukan pada 40% pasien,
hiperbilirubuin pada 10% pasien. Hipoalbuminemia sering terjadi dan berhubungan dengan
penyakit akut yang kronis dan berat. Pada pasien yang dilakukan lumbal punksi, 50% pasien
ditemukan meningitis aseptik dengan gambaran dominan sel mononuklear. Peningkatan
enzim jantung troponin I merupakan petanda spesifik kerusakan otot miokard pada fase awal
penyakit Kawasaki.
II.8. 2 RADIOLOGI
Ekokardiografi adalah studi pilihan untuk mengevaluasi aneurisma arteri koroner
selama tahap akut. Dalam urutan tertinggi ke frekuensi terendah, keterlibatan dari arteri
koroner adalah sebagai berikut:
1. Arteri koroner kiri proksimal anterior descending dan arteri koroner kanan.
2. Cabang utama arteri koroner kiri
3. Arteri sirkumfleksa kiri
4. Arteri koroner kanan bagian distal
5. Arteri posterior descending

Selain mengevaluasi arteri koroner untuk pelebaran dan trombosis, ekokardiogram


dasar juga dilakukan untuk mengevaluasi keterlibatan jantung lainnya. Ini termasuk
pelebaran aorta, kontraktilitas tertekan, ventrikel dan fungsi katup, dan efusi pericardial.
Elektrokardiogram harus dilakukan secara serial, sebaikmnya harus dilakukan pada
saat diagnosis penyakit Kawasaki, pada minggu ke 2 dan pada minggu ke 6-8 setelah onset
penyakit. Ini mungkin perlu dilakukan lebih sering pada pasien berisiko tinggi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Magnetic Resonance Angiography (MRA), dan
Computed Tomography Ultrafast (CT) scanning adalah tes invasif lain yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi kelainan arteri koroner.5
11

II. 9 PENATALAKSANAAN
Oleh karena penyebab penyakit kawasaki belum diketahui, maka tidak tersedia terai
spesifik. Pengobatan biasanya bersifat suportif. Terapi untuk keterkaitan kardiovaskular
sangat rumit dan tidak terdapat keseragaman cara tatalaksaanya. Berbagai regimen dianjurkan
untuk pengobatan penyakit kawasaki dengan kelebihan dan kelemahannya.
Untuk mengurangi resiko komplikasi, penatalaksanaan dilakukan segera setelah
kemunculan gejala dan tanda, terutama apabila masih ada demam. Tujuan penatalaksanaan
awal adalah menurunkan demam dan inflamasi serta mencegah kerusakan jantung.
Untuk mencapai tujuan itu, penatalaksanaan awal antara lain:1

Gamaglobulin. Pemberian gamaglobulin secara intravena dapat menurunkan resiko


masalah arteri koronarius. Di masa lalu, IVIG diberikan sebagai dosis rendah selama 4
hari (400 mg / kg / hari), namun studi baru telah menunjukkan bahwa dosis tunggal yang
tinggi lebih efektif. Dalam prakteknya saat ini, dosisnya adalah 2 g / kg secara intravena
dalam waktu 10-12 jam.

Aspirin. Aspirin dosis tinggi dapat membantu menangani inflamasi. Aspirin juga bisa
mengurangi rasa sakit dan inflamasi sendi, juga menurunkan demam. Penanganan
sindrom Kawasaki merupakan pengecualian terhadap aturan tidak boleh menggunakan
aspirin pada anak-anak. Sebagian besar ahli menggunakan dosis tinggi aspirin untuk
jangka waktu bervariasi, diikuti dengan dosis rendah aspirin untuk efek antiplatelet
nya. Aspirin dosis tinggi (80-100 mg / kg / hari secara oral dibagi dalam 4 dosis)
diberikan pada fase akut untuk efek anti-inflamasi. Hal ini berlanjut sampai hari ke-14
penyakit atau sampai pasien telah afebris untuk 48-72 jam.
Setelah pasien tetap afebris untuk 48-72 jam, dosis rendah aspirin dimulai untuk aktivitas
antiplatelet nya. Dosisnya adalah 3-5 mg / kg / hari untuk total 6-8 minggu selama pasien
tidak menunjukkan bukti kelainan koroner. Untuk pasien yang memiliki aneurisma,
aspirin harus dilanjutkan sampai aneurisma resolusi atau harus dilanjutkan tanpa batas.

Karena resiko komplikasi serius, penatalaksanaan awal biasanya diberikan di rumah sakit.
Setelah penatalaksanaan awal

12

Setelah demam turun, pasien diberikan aspirin dosis rendah sampai selama enam sampai
delapan minggu, dan lebih lama jika sudah mengalami aneurisma arteri koronarius. Aspirin
membantu mencegah penggumpalan darah.
Tetapi, jika pasien mengalami flu atau cacar air (varicella/chickenpox) selama pengobatan,
aspirin harus dihentikan. Pemberian aspirin berhubungan dengan sindrom Reye, penyakit
jarang dan serius yang mempengaruhi darah, hati, dan otak anak dan remaja setelah infeksi
virus.
Tanpa pengobatan, sindrom Kawasaki bertahan selama kira-kira 12 hari, meskipun
komplikasi jantung dapat muncul setelahnya dan bertahan lama. Dengan pengobatan, pasien
dapat membaik segera setelah pemberian gamaglobulin pertama.2
Pengobatan terhadap Sindrom Kawasaki yang resisten terhadap IVIG
Pasien yang dosis kedua terapi IVIG gagal dapat diobati dengan kortikosteroid.
Metilprednisolon intravena dapat diberikan 30 mg / kg selama 2-3 jam diberikan sekali sehari
selama 1-3 hari.
Pengobatan alternatif adalah infliximab (Remicade) 5 mg / kg, yang merupakan antibodi
monoklonal tikus-manusia chimeric diarahkan terhadap tumor necrosis factor-alpha solubel
dan terikat membran. Beberapa studi telah menemukan infliximab berguna dalam mengobati
penyakit Kawasaki yang tahan terhadap IVIG. Burns dkk melaporkan infliximab sama
efektifnya dengan dosis kedua IVIG pada pasien yang tidak respon dengan dosis pertama
IVIG.
Terapi alternatif lain untuk kasus resisten antara lain cyclophosphamide dengan dan tanpa
methotrexate, namun, efektivitas perawatan ini masih belum pasti karena mereka telah
digunakan dalam hanya sejumlah kecil kasus. Berikut ini adalah terapi tambahan untuk
pasien yang tidak merespon terapi konvensional.
Ulinastatin adalah inhibitor tripsin manusia dimurnikan dari urin manusia. Telah digunakan
hanya di Jepang untuk kasus-kasus yaang sukar disembuhkan dari penyakit Kawasaki dan
diyakini berfungsi dengan menghambat elastase neutrofil dan sintase prostaglandin H2 pada
tingkat mRNA.

13

Di masa depan, dengan mengidentifikasi tanda tangan genetik untuk kelompok ini, terapi
lebih agresif, seperti terapi antisitokin, plasmapheresis, atau siklosporin A, dapat digunakan
untuk mengurangi risiko komplikasi koroner.
Observasi masalah jantung
Jika pasien menunjukkan masalah jantung, pemeriksaan lanjutan untuk memeriksa jantung
dilakukan sekitar enam sampai delapan minggu setelah penyakit mulai. Jika pasien
mengalami masalah jantung yang berkelanjutan, pasien dapat dirujuk ke spesialis jantung
anak. Pada beberapa kasus, anak dengan aneurisma arteri koronarius dapat membutuhkan:5

Antikoagulan. Obat-obat seperti aspirin, clopidogrel, warfarin, dan heparin membantu


mencegah pembentukan gumpalan darah.

Angioplasti arteri koronarius. Prosedur ini membuka arteri yang telah menyempit
sampai menghambat aliran darah ke jantung.

Pemasangan stent. Prosedur ini menanam alat pada arteri yang tersumbat untuk
membantu membiarkan arteri teap terbuka dan mengurangi resiko sumbatan ulang.
Pemasangan stent dapat menemani angioplasti.

Bypass graft arteri koronarius. Operasi ini membuat saluran baru melewati arteri yang
tersumbat atau menyempit dengan mengambil pembuluh darah dari kaki, dada, atau
tangan sebagai graft.

II. 10 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Penyakit Kawasaki adalah penyebab utama penyakit jantung didapat (acquired) pada
anak. Sekitar 1 dari 5 anak dengan sindrom ini mengalami masalah jantung, tetapi hanya
sedikit yang mengalami kerusakan permanen.2
Komplikasi jantung meliputi:

Inflamasi otot jantung (miokarditis)

Masalah katup jantung (mitral regurgitasi)

Ritme jantung abnormal (disritmia)


14

Aneurisma arteri koronaria

Inflamasi pembuluh darah (vaskulitis), biasanya arteri koronarius, yang menyuplai darah
ke jantung.

Masing-masing komplikasi dapat menyebabkan kerusakan pada jantung. Inflamasi arteri


koronarius dapat menuju pelemahan dan penonjolan dinding arteri (aneurisma). Aneurisma
meningkatkan resiko gumpalan darah terbentuk dan menyumbat arteri, yang dapat
menyebabkan serangan jantung atau menyebabkan perdarahan internal yang mengancam
nyawa. Pada sedikit anak yang mengalami masalah arteri koronarius, sindrom Kawasaki
dapat berakibat fatal meskipun dengan perawatan.2
Dengan penanganan tepat dan cepat, prognosis bagus. Data terbatas, tetapi di Amerika
Serikat, kematian terjadi kira-kira 1% dari anak-anak yang terkena penyakit ini. Pada anakanak di bawah 1 tahun, tingkat kematian melebih 4%. Pada anak-anak berumur 1 tahun atau
lebih, tingkat kematian kurang dari 1%. Rata-rata tingkat kematian di Jepang adalah 0,10,3%. Puncak kematian terjadi 15-45 hari setelah onset demam. Sampai sekarang, tidak ada
kematian dilaporkan pada kasus sindrom Kawasaki pada orang dewasa.5

15

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Penyakit kawasaki merupakan penyakit vyang menyerang anak-anak. Dikenal dengan


nama lain, mucutaneous lymph node syndroms. Penyakit ini sudah menjadi penyebab utama
dari penyakit jantung didapat disamping demam rematik.
Gejala-gejala yang muncul pada penyakit kawasaki adalah demam yang terjadi
minimal 5 hari, diikuti dengan 4 dari 5 kriteria mayornya. Antara lain, injeksi konjungtiva
bilateral tanpa eksudat, perubahan mukosa mulut dan lidah strawberry, terjadi udema pada
ekstremitas dan deskuamasi yang dimulai dari tepi kuku, ruam pada kulit terutama pada
badan yang bersifat polimorf namun non-vesikuler serta yang terakhir adalah limfadenopati
servikal.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan diantaranya leukositosis dengan neutrofilia
dan bentuk yang imatur, peningkatan LED dan CRP, anemia, terdapat hipoalbuminemia,
hiponatremia, serta peningkatan dari serum transminase.
Hasil pencitraan diharapkan dapat menunjukan adanya keabnormalan pada jantung,
seperti tanda awal terjadinya gagal jantung kongestif. Serial ekokardiografi juga dibutuhkan
untuk melihat apakah ada keabnormalan pada dinding arteri koronaria seperti aneurisma.
Pada elektrokardiografi akan terlihat adanya tanda-tanda miokarditis dan infark pada
miokardium apabila memang sudah terjadi komplikasi jantung.
Untuk pengobatan digunakan aspirin untuk mendapatkan efek antiinflamasi serta
antiplateletnya. Selain aspirin diberikan IVIG, yang masih belum diketahui mekanisme
kerjanya pada penyakit ini tapi sudah terbukti dapat mengurangi angka kejadian penyakit
koronaria yang merupakan komplikasi dar penyakit kawasaki. Dan pemberian kortikosteroid
masih selalu diperdebatkan karena terdapat beberapa laporan yang menunjukan adanya angka
terjadinya aneurisma pada pemakaian kortikosteroid.
Apabila pemberian terapinya diberikan secara cepat dan tepat maka penyembuhannya
dapat sempurna.
Sebagai edukasi, dapat diberitahukan pada keluarganya bahwa penyakit ini dapat
menjadi serius dan fatal. Dan komplikasi dapat terjadi tidak secara segera setelah terjadinya
penyakit. Apabila terdapat keluhan pada jantungnya maka harus segera diperiksakan ke
dokter dan diberitahukan juga bahwa pengobatan aspirin tidak boleh dhentikan sebelum
dokter memperbolehkan untuk berhenti memakai.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deferding RR. Kawasaki Disease. In: Hay
WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deferding RR. Lange Current Diagnosis &
Treatment Pediatrics. 19th ed. USA 2009: 556-7.
2. Rowley AH, Shulmen ST. Kawasaki Disease. In: Behrman RE, Kleigemen RM,
Jenson HB. Nelson text bok of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia 2007: 1036-1042.
3. Holmen RC, Belay ED, Christensen KY, Folkema AM, Steiner CA, Schonberger LB.
Hospitalization for Kawasaki Syndrome among children in the United States. 19972007. Pediatric Infect Dis J. Jun 2010; 29 (6): 483-8.
4. Takahasik, Ohaseki T, Yokouchi Y. Pathogenesis of Kawasaki Disease The Journal of
Translational Immunology. 2011;p. 20-22.
5. Scheinfield NS, Steele RW. Kawasaki Disease. Last update april 22, 2014. Accessed
on June 21st, 2014. Available at:http://emedicine.medscape.com/article/965367overview.
6. Freeman AF, ST Shulman. Kawasaki Disease: Summary of The American Heart
Association Guidelines. Journal American Family Physician. Vol 74 no.7. 2006

17

También podría gustarte