Está en la página 1de 24

MAKALAH

PENGANTAR ILMU HUKUM


DAN
PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA
HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN

Di susun oleh :
MUHAMAD ALI BAGJA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS PAMULANG
2014

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
hidayah-Nya dapat menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya.
Penulis sangat tertarik untuk melakukan penyusunan dalam sebuah tugas mandiri dengan
judul HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN
Adapun tujuan tugas mandiri ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia Fakultas

Keguruan

Ilmu

Pendidikan Universitas Pamulang Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.


Penulis menghadapi hambatan dalam menyelesaikan tugas mandiri ini. Oleh karena itu
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak Boru selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan
Pengantar Tata Hukum Indonesia
Orang tua yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta doa
Teman-teman Pendidikan Kewarganegaraan Semester II Kelas A Pagi selalu memberikan
motivasi dalam penyelesaian tugas mandiri ini.
Penulis menyimpulkan bahwa dalam tugas mandiri ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas
mandiri ini dan bermanfaat bagi Penulis serta Pembaca pada umunya.

Pamulang, November 2014

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional, khususnya bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pekerja. Oleh karena itu hukum
ketenagakerjaan harus dapat menjamin kepastian hukum, nilai keadilan, asas kemanfaatan,
ketertiban, perlindungan dan penegakan hukum. Seiring dengan pembangunan bidang
ketenagakerjaan, tampak maraknya para pelaku dunia usaha berbenah diri pasca krisis ekonomi
dan moneter untuk bangun dari mimpi yang buruk, serta terpaan gelombang krisis ekonomi
global yang melanda asia tenggara, di mana Indonesia tidak lepas dari terpaan gelombang
tersebut. Pemerintah dalam upaya mengatasi krisis ekonomi global bersama dengan masyarakat,
terutama para pelaku usaha, salah satu alasan pokok untuk menstabilkan perekonomian dan
menjaga keseimbangan moneter serta menghindari kebangkrutan sebagian besar perusahaan
yang berdampak terhadap sebagian besar nasib para pekerja pabrikan dan berujung pada
pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah selaku pembina, pengawas, dan penindakan hukum melaksanakan aturan
hukum dengan hati-hati mengingat posisi pengusaha dan pekerja merupakan aset potensial bagi
negara, sekaligus subyek pembangunan nasional yang berkedudukan sama dihadapan hukum.
Aturan hukum sebagai pedoman tingkah laku wajib dipatuhi para pihak dan dengan penuh rasa
tanggung-jawab. Kepatuhan bukan merupakan paksaan, melainkan budaya taat terhadap
ketentuan hukum.
Pada dasarnya hukum ketenagakerjaan mempunyai sifat melindungi dan menciptakan
rasa aman, tentram, dan sejahtera dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Hukum ketenagakerjaan dalam memberi perlindungan harus berdasarkan pada dua aspek,
Pertama, hukum dalam perspektif ideal diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan
(heterotom) dan hukum yang bersifat otonom. Ranah hukum ini harus dapat mencerminkan
produk hukum yang sesuai cita-cita keadilan dan kebenaran, berkepastian, dan mempunyai nilai
manfaat bagi para pihak dalam proses produksi.

Hukum ketenagakerjaan tidak semata mementingkan pelaku usaha, melainkan


memperhatikan dan memberi perlindungan kepada

pekerja yang secara sosial mempunyai

kedudukan sangat lemah, jika dibandingkan dengan posisi pengusaha yang cukup mapan.
Hukum memberi manfaat terhadap prinsip perbedaan sosial serta tingkat ekonomi bagi pekerja
yang kurang beruntung, antara lain seperti tingkat kesejahteraan, standar pengupahan serta syarat
kerja, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan selaras dengan makna
keadilan menurut ketentuan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa : Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian
pula ketentuan Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa : Setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
; Kedua, hukum normatif pada tingkat implementasi memberikan kontribusi dalam bentuk
pengawasan melalui aparat penegak hukum dan melaksanakan penindakan terhadap pihak-pihak
yang tidak mematuhi ketentuan hukum.
Hukum dasar memberikan kedudukan kepada seseorang pada derajat yang sama satu
terhadap lainnya. Hal ini berlaku pula bagi pekerja yang bekerja pada pengusaha, baik
lingkungan swasta (murni), badan usaha milik negara maupun karyawan negara dan sektor
lainnya. Hal ini tersurat dalam ketentuan Pasal 28I UUD 1945, yakni : Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun, bahkan Pasal 28I ini
memberikan perlindungan bagi mereka, meluputi pula pekerja atas perlakuan diskriminatif.
Pernyataan ini menegaskan adanya kewajiban bagi pengusaha untuk memperlakukan para
pekerja secara adil dan proporsional sesuai asas keseimbangan kepentingan. Dalam posisi ini
pekerja sebagai mitra usaha, bukan merupakan ancaman bagi keberadaan perusahaan.Hukum
sebagai pedoman berperilaku harus mencerminkan aspek keseimbangan antara kepentingan
individu, masyarakat, serta negara. Di samping mendorong terciptanya ketertiban, kepastian
hukum, kesamaan kedudukan dalam hukum dan keadilan.
Hukum ketenagakerjaan (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003) ditetapkan sebagai
payung hukum bidang hubungan industrial dan direkayasa untuk menjaga ketertiban, serta
sebagai kontrol sosial, utamanya memberikan landasan hak bagi pelaku produksi (barang dan
jasa), selain sebagai payung hukum hukum ketenagakerjaan diproyeksikan untuk alat dalam
membangun kemitraan. Hal ini tersurat dalam ketentuan Pasal 102 (2) dan (3) UU. No. 13 Tahun

2003). Ketentuan ini terlihat sebagai aturan hukum yang harus dipatuhi para pihak (tanpa ada
penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksudkan dengan makna kemitraan). Sekilas dalam
ketentuan Pasal 102 (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menyatakan

bahwa :

pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan Hal ini belum memberi kejelasan
yang konkrit bagi masyarakat industrial yang umumnya awam dalam memahami ketentuan
hukum. Ironinya hukum hanya dilihat sebagai abstraktif semata.
Demikian pula terhadap Pasal 102 ayat 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 bahwa
pada intinya pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial berkewajiban untuk menjalankan
pekerjaan demi kelangsungan produksi, memajukan perusahaan, dan sisi lain menerima hak
sebagai apresiasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya, selain menjalankan fungsi lainnya,
melalui serikat pekerja untuk memperjuangkan kesejahteraan anggota serta keluarganya dengan
tetap menjaga ketertiban dan kelangsungan produksi barang dan/atau jasa dan berupaya
mengembangkan keterampilan serta memajukan perusahaan.Secara tersirat hal ini merupakan
bentuk partisipasi pekerja dalam keikutsertanya menjaga ketertiban, memajukan perusahaan,
serta memperhatikan kesejahteraan, namun redaksi ini kurang dapat dipahami para pihak, bahkan
pemaknaan demikian kurang adanya keperdulian, khususnya dari pihak pengusaha, sehingga hal
ini sering memicu perselisihan hak dan kepentingan yang berujung pada aksi unjuk rasa serta
mogok kerja.
Jika makna ini dipahami sebagai kemitraan, maka akan menjauhkan dari pelbagai
kepentingan pribadi.Berbeda, jika masyarakat industrial memahami sebagai aturan hukum yang
harus dipatuhi tanpa harus mendapatkan teguran dari pemerintah sesuai ketentuan Pasal 102 (1)
Undang-Undang No.13 Tahun 2003, dan memahami sebagai landasan dalam membangun
hubungan kemitraan, hanya saja ketidak patuhan dalam membangun kemitraan tidak ada sanksi
hukum yang mengikat bagi para pihak. Hal ini sebagai kendala dalam menciptakan hubungan
kemitraan.
Sekilas telah disebutkan dasar filosofis mengenai ketentuan Pasal 102 (2) dan

(3)

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, bahwa penanaman asas keseimbangan kepentingan dalam
aturan hukum yang mengandung nilai kejujuran, kepatutan, keadilan, serta tuntutan moral,
seperti hak, kewajiban dan tanggung jawab) dalam hubungan antara manusia sesuai dengan silasila Pancasila, di mana pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan timbal balik yang bernilai

kemanusiaan, tidak ada diskriminasi, serta mencari penyesuaian paham melalui musyawarahmufakat dalam membangun kemitraan dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha,
dan melalui bangunan kemitraan para pihak menjaga kondisi kerja secara kondusif, dengan tetap
memperhatikan kesejahteraan para pekerja maupun

keluarganya, sebaliknya para pekerja

melaksanakan kewajiban sesuai aturan yang berlaku dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja.
Hal ini pada gilirannya akan tercipta

suatu bangunan kemitraan. Keserasian ini

merupakan manifestasi, bahwa pengusaha dan pekerja harus menerima serta percaya segala apa
yang dimiliki merupakan amanah Allah untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan manusia.
Perekat pada ranah kenegaraan dan sekaligus sebagai landasan filosofis hubungan sosial, yakni
hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, yaitu Pancasila.
Pancasila merupakan ajaran yang mengandung nilai fundamental dalam hubungan
sesama manusia dan mencerminkan asas normatif sebagai dasar perekat hubungan kerja,
khususnya antara pengusaha dengan pekerja, alam, negara, dan Tuhannya. Mengamalkan nilainilai Pancasila akan tercipta hubungan harmonis, sejahtera, terjalin keseimbangan hak dan
kewajiban, khususnya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja karena itulah perlu
ditanamkan nilai kejujuran, transparansi, asas keseimbangan yang berkeadilan serta rasa
kekeluargaan dan kegotong-royongan yang berkelanjutan sehingga nilai-nilai tersebut, akan
hidup dan berkembang secara lestari.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

SEJARAH HUKUM KETENAGAKERJAAN


Asal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika

kita lihat pada abad 120 sebelum M. Ketika bangsa Indonesia ini mulai sudah dikenal adanya
sistem gotong-royong, antara anggota masyarakat. Dimana gotong-royong merupakan suatu
sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk
mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam
bentuk materi. Sifat gotong-royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan
karena berintikan kebaikan, kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong-royong ini nantinya
menjadi sumber terbentuknya hukum ketanagakerjaan adat. Dimana walaupun peraturannya
tidak secara tertulis , namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa
Indonesia dari abad keabad.
Setelah memasuki abad Masehi, ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia
hubungan kerja berdasarkan perbudakan, seperi saat jaman kerajaan hindia belanda pada zaman
ini terdapat suatu system pengkastaan , seperti : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria.
Dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra dan paria ini menjadi budak
dari kasta brahmana, ksatria, dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan hakhaknya dikuasai oleh para majikan. Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas
adanya sistem pengangkatan namun sebenarnya sama saja . Pada masa ini kaum bangsawan
(Raden) memiliki hak penuh atas para tukangnya. Nilai-nilai keislaman tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya karena terhalang oleh dinding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad
sebelumnya.
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin
meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Satu-satunya

penyelsaiannya adalah mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik
sosiologis maupun yuridis dan ekonomis. Tindakan belanda dalam mengatasi kasus perbudakan
ini dengan mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan
budak-budak ke pulau jawa. Kemudian tahun 1818 di tetapkan pada suatu UUD HB (regeling
reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 0106-1960 perbudakan dihapuskan.
Selain kasus hindia belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga istilah Rodi
yang pada dasarnya sama saja. Rodi adalah kerja paksa mula-mula merupakan gotong-royong
oleh semua penduduk suatu desa-desa suku tertentu. Namun hal tersebut di manfaatkan oleh
penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah hindia belanda dan pembesarpembesarnya.
B. PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
Indonesia ialah negara hukum, hal ini tentunya kita telah mengetahuinya karena dalam
Undang-Undang Dasar Negra Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 1 ayat (3) telah
menyatakan demikian. Sebagai negara hukum segala aspek kehidupan bangsa Indonesia diatur
oleh hukum termasuk dalam hubungan industrial yang menyangkut tenaga kerja. Pengaturan ini
demi terpenuhinya hak para tenaga kerja agar tidak terjadi eksploitasi dan pelanggaran terhadap
Hak Asasi Manusia tenaga kerja.
Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yangberhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai himpunan peraturan
baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja
pada orang lain dengan menerima upah.
Pengertian itu identik dengan pengertian hukum perburuhan. Ruang lingkup hukum
ketegakerjaan saya lebih luas dari pada hukum perburuhan. Hukum ketenagakerjaan dalam arti
luas tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan
pengusaha, tetapi juga pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas
tanggung jawab dan resiko sendiri. Di Indonesia pengaturan tentang ketenagakerjaan diatur

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Disebutkan dalam


undang-undang itu bahwa hukum ketenagakerjaan ialah himpunan peraturanmengenai segala hal
yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Fungsi Hukum Ketenagakerjaan Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi
hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang
dimaksud dengan sarana pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah
yang diharapkan oleh pembangunan.
Pembangunan

ketenagakerjaan

sebagai

salah

satu

upaya

dalam

mewujudkan

pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan
yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk
mencapai keadilan.

Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan

perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai
dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi
tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan
perlindungan tenaga kerja.
Tujuan dari hukum ketenagakerjaan itu sendiri ialah sebagai berikut :

Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.

Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.

Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.

Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Sumber hukum ketenagakerjaan antara lain :

Peraturan perundang-undangan,

Kebiasaan,

Putusan Pengadilan Hubungan Industrial,

Traktat.

Perjanjian, terdiri atas perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, dan perjanjian
perusahaan.Sifat hukum ketenagakerjaan sendiri dapat privat maupun publik. Privat dalam arti

bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang dengan orang atau badan
hukum, yang dimaksudkan di sini ialah antara pekerja dengan pengusaha. Namun, hukum
ketenagakerjaan juga bersifat publik, yaitu negara campur tangan dalam hubungan kerja dengan
membuat peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa bertujuan untuk melindungi
tenag kerja dengan membatasi kebebasan berkontrak.
C. RUANG LINGKUP KETENAGAKERJAAN
Sebelum kita lebih jauh membahas tentang Hukum ketenagakerjaan, ada baiknya kita
melihat dulu beberapa istilah yang sering dipakai / digunakan dalam hukum ketenagakerjaan
indonesia.
Penduduk : Semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama enam
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk
menetap.
Tenaga kerja : penduduk yang ada dalam batas usia kerja dan mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Angkatan kerja : penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak
bekerja, dan penganggur, yakni penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja atau
mempunyai pekerjaan, namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Bukan angkatan kerja : penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai
pekerjaan. dan tidak sedang mencari pekerjaan (pelajar, mahasiswa, ibu-ibu rumah tangga) serta
menerima pendapatan, tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas suatu kegiatan produktif
(pensiunan, veteran perang, dan penderita cacat yang menerima santunan).
Kesempatan kerja : suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya lapangan kerja bagi para
pencari kerja.
Usia Kerja : Indonesia menggunakan batas bawah usia kerja (economically active population) 15
tahun (meskipun dalam survei dikumpulkan informasi mulai dari usia 10 tahun) dan tanpa batas
atas usia kerja. Di negara lain, penentuan batas bawah dan batas atas usia kerja bervariasi sesuai
dengan kebutuhan/situasinya. Beberapa contoh: Batas bawah: Mesir (6 tahun), Brazil (10 tahun),
Swedia, USA (16 tahun), Kanada (14 dan 15 tahun), India (5 dan 15 tahun), Venezuela (10 dan

15 tahun). Batas atas: Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia (74 tahun), Mesir, Malaysia,
Mexico (65 tahun), banyak negara seperti Indonesia tidak ada batas atas.
Bekerja : Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak
terputus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja
maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja,
misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya. Konsep bekerja satu jam selama seminggu yang lalu
juga digunakan oleh banyak negara antara lain Pakistan, Filipina, Bulgaria, Hungaria, Polandia,
Romania, Federasi Rusia, dan lainnya.
Pengangguran : mereka yang sedang mencari pekerjaan, atau mereka yang mempersiapkan
usaha, atau mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan mereka yang sudah
punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja), dan
pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Penganggur dengan konsep/definisi
tersebut biasanya disebut sebagai penganggur terbuka (open unemployment). Secara spesifik,
penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas:

mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan,

mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha,

mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan, dan d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan
karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

Setengah Pengangguran : Penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal (dalam hal ini 35
jam seminggu, tidak termasuk yang sementara tidak bekerja) dikategorikan sebagai setengah
penganggur.
Setengah Penganggur Terpaksa : Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari
35 jam seminggu), dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
Setengah Penganggur Sukarela : Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari
35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain
(sebagian pihak menyebutkan sebagai pekerja paruh waktu/part time worker).

Jumlah Jam Kerja : Jumlah jam kerja seluruhnya yang dilakukan oleh seseorang (tidak termasuk
jam istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar pekerjaan) selama
seminggu yang lalu.
Pengusaha adalah : orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Perusahaan adalah : setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain; usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan
orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis
yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
Informasi ketenagakerjaan : adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang berbentuk angka
yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna tertentu mengenai
ketenagakerjaan.
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
Kompetensi kerja : adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pemagangan : adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu
antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan
pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi
barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

Pelayanan penempatan tenaga kerja : adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja
dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhannya.
(UU. No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan)
D. SEJARAH HUKUM PERBURUHAN DAN SEJARAH HUBUNGAN KERJA PASCA
KEMERDEKAAN
a) Pemerintahan Soekarno Pasca Proklamasi (1945-1958)
Peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa ini cenderung memberi jaminan social
dan perlindungan kepada buruh, dapat dilihat dari beberapa peraturan di bidang
perburuhan yang diundangkan pada masa ini. Tabel Beberapa Peraturan Perundangan
Ketenagakerjaan di Masa Pemerintahan Soekarno 1945 s/d 1958
No.
Peraturan Ketenagakerjaan
1.UU No. 12 tahun 1948 Tentang Kerja
2.UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan Kerja
3.UU No. 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan
4.UU No. 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Buruh dan Majikan
5.UU No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
6.UU No. 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) No. 98 mengenai Dasar-dasar dari Hak
Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
7.Permenaker No. 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran Serikat Buruh

b)

Pemerintahan Soekarno Masa Orde Lama (1959-1966)


Pada masa ini kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan dengan sistem

yang ada. Buruh dikendalikan oleh tentara antara lain dengan dibentuknya Dewan Perusahaan
diperusahaanperusahaan yang diambil alih dari Belanda dalam rangka program nasionalisasi,
untuk mencegah meningkatnya pengambil alihan perusahaan Belanda oleh buruh.
Gerak politis dan ekonomis buruh juga ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan
Penguasa Perang Tertinggi No. 4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau
Penutupan (lock out) di perusahaan - perusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital.
Perbaikan nasib buruh terjadi karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikatserikat Buruh seperti PERBUM, SBSKK, SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM, SBIRBA.
c)

Pemerintahan Soeharto di Masa Orde Baru

Kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga mengimbangi


kebijakan

yang menempatkan stabilitas

nasional sebagai tujuan dengan

menjalankan industrial peace khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983),


menggunakan sarana yang diistilahkan dengan HPP (Hubungan Perburuhan
Pancasila).

Serikat Pekerja di tunggalkan dalam SPSI. Merujuk pada UU No. 18 Tahun 1956
tentang ratifikasi Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar
daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama, serta Peraturan
Menakertranskop No. 8/EDRN/1974 dan No. 1/MEN/1975 perihal Pembentukan
Serikat Pekerja/Buruh Di Perusahaan Swasta Dan Pendaftaran Organisasi
Buruhterlihat bahwa pada masa ini kebebasan berserikat tidak sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah.

Peran Militer dalam prakteknya sangat besar misal dalam penyelesaian perselisihan
perburuhan.

d)

Pemerintahan BJ. Habibie (1998-1999)

Pada 5 Juni dikeluarkan Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 yang mensahkan
Konvensi ILO No.87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak

untuk Berorganisasi (Concerning Freedom of Association and Protection of the Right to


Organise) berlaku di Indonesia.

Meratifikasi K.ILO tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning


Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi No. 138 tahun 1973) yang
memberi perlindungan terhadap hak asasi anak dengan membuat batasan usia untuk
diperbolehkan bekerja melalui UU No. 20 Tahun 1999.

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang
salah satunya diwujudkan dengan pengundangan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 1 tahun 1999
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

e) Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)


Dilihat dari peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan, pemerintahan Abdurrahman
Wahid ini dinilai sangat melindungi kaum pekerja/buruh dan memperbaiki iklim demokrasi
dengan UU serikat pekerja/serikat buruh yang dikeluarkannya yaitu UU No 21 Tahun 2000.
f) Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004) peraturan perundangan ketenagakerjaan
dihasilkan, di antaranya yang sangat fundamental adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menggantikan sebanyak 15 (limabelas) peraturan ketenagakerjaan,
sehingga Undang-Undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya Undang-Undang yang
juga sangat fundamental lainnya adalah UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial yang disahkan pada 14 Januari 2004 dan UU No. 39 Tentang
Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
g) Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009)
Di masa pemerintahan ini beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi,
menuntaskan masalah pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan di bidang
ketenagakerjaan sehubungan dengan hal di atas, kurang mendapat dukungan kalangan
pekerja/buruh.

Beberapa aturan :

Inpres No. 3 Tahun 2006 Tentang Perbaikan iklim Investasi, salah satunya adalah
agenda untuk merevisi UU No. 13 Tahun 2003, mendapat tentangan pekerja/buruh.

Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu demi efisiensi pasokan listrik di
Jabodetabek.

Penetapan kenaikan upah harus memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju
inflasi.

E. HUBUNGAN KERJA
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang
dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang
berlaku. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

kesepakatan kedua belah pihak;

kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,


dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan dapat
dibatalkan. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

keselamatan dan kesehatan kerja;

moral dan kesusilaan; dan

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang


optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan sebagaimana
dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Setiap
perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang


layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh tersebut meliputi :

upah minimum;

upah kerja lembur;

upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

bentuk dan cara pembayaran upah;

denda dan potongan upah;

hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

upah untuk pembayaran pesangon; dan

upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus disusun
kebijakan nasional di semua sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara optimal. Agar
kebijakan nasional tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan masyarakat
bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak pekerja yaitu :

Hak untuk mendapatkan upah

Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

Hak untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya

Hak atas pembinaan keahlian, kejuruan, untuk memperoleh serta menambah keahlian dan
ketrampilan

Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja serta
perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama

Hak atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama menjalani istirahat

Hak untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja

Hak untuk mendapat jaminan sosial

Kewajiban pekerja:

Melakukan pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan tempat bekerja

Mematuhi peraturan pemerintah

Mematuhi peraturan perjanjian kerja

Mematuhi peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian perburuhan

Mematuhi peraturan-peraturan majikan

Menjaga rahasia perusahaan

Memakai perlengkapan bagi keselamatan kerja.

Bagi buruh putusanya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan segala
akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup kaum buruh seharusnya
pemutusan hubungan kerja ini tidak terjadi. Karena itulah pemerintah mengundangkan UndangUndang Nomor 12 tahun 1964 yang dalam pasal 1 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa:
Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah
usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus
merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang
bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu
organisai buruh.
E. PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA DI INDONESIA
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh
berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur pekerjaan , upah dan
perintah,

Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari
perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yangtidak tertentu.

Perjanjian Kerja

Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Pengertian luas dan lemah

Sudikno Mertokusumo , perjanjian adalah subjek hokum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum .

Definisi pejanjian klasik , perjanjian adalah perbuatan hokum bukan hubungan hokum
(sesuai dengan pasal 1313 perjanjian adalah perbuatan).

1. pengertian perjanjian kerja


Dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III tentang perjanjian untuk melakuakn
pekerjaan yang menyatakan bahwa, selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara
jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di
perjanjikan dan jika itu tidak ada , oleh karena kebiasaan , maka ada dua macam perjanjian
dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong
pekerjaan.
2. unsur-unsur dalam perjanjian kerja
KUH Perdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan sahnya perjanjian mereka
sepakat untuk mengakibatkan diri yaitu:

Cakap untuk membuat suatu perikatan,

Suatu hal tertentu,

Suatu sebab yang halal,

M.G Rood (pakar hokum perburuhan dari belanda ), ada 4 unsur syarat perjanjian kerja antara
lain :

Adanya unsure work (pekerjaan),

Adanya unsure service (pelayanan),

Adanya unsure time (waktu ),

Adanya unsure pay (upah ).

3. Bentuk Perjanjian Kerja

Dalam praktik di kenal 2 bentuk perjanjian yaitu :

Tertulis, di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya


kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan dibuat
secara tertulis, agar adanya kepastian hokum.

Tidak tertulis, bahwa perjnjian yang oleh undang-undahng tidak disyaratkan dalam
bentuk tertulis.

4. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja


Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang terikat oleh perjanjian yang di
buatnya Hak dan kewajiban subjek kerja, dimana hak merupakan suatu tuntutan &
keinginan yang di peroleh oleh subjek kerja ( pengusaha dan pekerja). sedangkan
kewajiban adalah para pihak, disebut prestasi.
5. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Alasan berakhirnya perjanjian kerja adalah :

Pekerja meninggal dunia,

Berakhir karena jangka waktu dalam perjanjian,

Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelsaian
perselisihan hubungan industrial,

Adanya keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam perjanjian kerja,

Pemutusan hubungan kerja

Istilah dan pengertian hubungan kerja yaitu :

Deter mination , putusan hubungan kerja karena selesai atau berakhirnya kontrak
kerja,

Dissmisal, putusan hubungan kerja karena tindakan indisiplinerm

Redudancy, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan perkembangan


tekhnologi,

Retrechtment, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan masalah ekonomi,

F.X. Djumialdji, Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran


hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu.

Pasal 1 angka 25 UU no.13 thn. 2003, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara perkara (buruh dan
pengusaha).
Macam-macam pemutusan kerja
Pemutusan hubungan kerja demi hukum
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berhenti dengan sendirinya yang mana
kedua belah pihak hanya pasif saja , tanpa suatu tindakan atau perbuatan salah satu pihak.
Pemutusan hubungan kerja ini terjadi pada saat :

Perjanjian kerja pada waktu tertentu, (pasal 1.1 Kep. Men tenaga kerja & transmigrasi no:
Kep.100/ Men/ V/ 2004 tentang keterangan pelaksanaan perjanjian kerja , waktu tertentu,

Pekerja meninggal dunia, pasal 61 ayat 1 huruf a UU no.13 thn. 2003 ditegaskan bahwa
perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal dunia namun hak-hak nya bisa di
berikan pada ahli waris (61.a(5).

Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja dapat terjadi karena :


1.

Masa percobaan,

2.

Meninggalnya pengusaha,

3.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tentu,

4.

Pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu.

Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha yaitu dengan membayarkan uang


pesangon, sebagai upah akhir.

Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan

Keputusan yang di tetapkan oleh pengadilan tentang pemutusan hubungan kerja dalam
pengadilan

perdata

yang

biasa

berdasarkan

bersangkutan.karena alas an alas an penting.

surat

permohonan

oleh

pihak

yang

Penyelesaian hubungan kerja dibedakan atas 2 bagian yaitu :


1.

2.

Menurut sifatnya yaitu :

Perselisihan kolektif,

Perselisihan perseorangan

Menurut jenisnya yaitu :

Peselisihan jenisnya,

Perselisihan kepentingan

Sistem pengupahan di pandang dari sudut nilainya upah dibedakan antara lain :

Upah nominal adalah jumlah yang berupa uang.

Upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli oleh jumlah uang itu.

Menurut cara menetapkan upah dibagi kedalam system-sistem pengupahan , sebagai berikut :

Sistem upah jangka waktu,

Upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja,

Sistem upah potongan.

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu :


Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang

berhubungan dengan

tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai himpunan peraturan
baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja
pada orang lain dengan menerima upah.
Tujuan hukum ketenagakerjaan, yakni menjaga ketertiban jalinan hubungan kerja antara
pekerja dengan pengusaha. Dalam rangka menjaga ketertiban, perlu pedoman berperilaku yang
berbentuk hukum normatif (kepastian hukum), dan diarahkan pada cita hukum, yaitu keadilan
maupun kemanfaatan. Ketiga nilai tersebut melandasi tegaknya hukum ketenagakerjaan,
disamping itu Indonesia sebagai negara hukum memberlakukan kasta yang sama dihadapan
hukum (Equality before of the Law).
Hukum ketenagakerjaan dalam konstitusi hukum (Indonesia) merupakan implementasi
dari falsafah dasar, yakni Pancasila dan teori dasar (UUD. 1945). Nilai dasar tersebut
mempunyai aspek kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan. Kepastian ini sekaligus
mencerminkan nilai keadilan, yang memberi kemanfaatan bagi kelangsungan hidup pekerja dan
pengusaha dalam koridor perusahaan.
B.

SARAN
Sebaiknya apabila melakukan suatu perjanjian kerja haruslah memenuhi syarat sahnya

suatu perjanjian dalam KUHPerdata, karena itu merupakan pokok utama dalam suatu perjanjian,
selain syarat sahnya suatu perjanjian kerja yang wajib dipenuhi unsur kerja juga harus dipenuhi
supaya perjanjian kerja itu berjalan sesuai undang-undang yang mengatur.

DAFTAR PUSTAKA

Djoko Heroe S. 2006. Eksistensi Hukum Ketenagakerjaan Dalam Menciptakan Hubungan


Kemitraan Antara Pekerja Dengan Pengusaha, Disertasi, Pascasarjana, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.
Koko Kosidin. 1996. Aspek-Aspek Hukum Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Di Lingkungan
Perusahaan Perseroan, Disertasi, Fakultas Hukum Univ. Pajajaran, Bandung.
Marzuki Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.
Rahardjo S. 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta.
Sri Soemantri. 1977. Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni,
Bandung.
Hutagalung TH. 1995. Hukum dan Keadilan dalam Pemikiran Filsafat Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Pajajaran, Bandung.

También podría gustarte