Está en la página 1de 21

LP Bronchitis

BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun

berulang-ulang
berturut-turut pada

pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain


(Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).

Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus.
Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa
bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi
bronkitis ikut memegang peran. (Ngastiyah, 1997 )
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri,
tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan atas atau bersamaan
dengan

penyakit

saluran

pernapasan

atas

lain

seperti

Sinobronkitis,

Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)


Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan
diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri,
walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama. (Taussig, 1982; Rahayu,
1984)
2. EPIDEMOLOGI

Bronkitis akut yang umumnya dialami anak - anak


Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun

3. ETIOLOGI

Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan
polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a.

Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab
utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP
(volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.

b. Infeksi
Infeksi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah Hemophilus
influenza dan streptococcus pneumonie.
c.

Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok
resiko akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis yaitu zat zat
pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita
defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan
secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.

Faktor sosial ekonomi


Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
disebabkan

faktor

4. TANDA DAN GEJALA


Keluhan

lingkungan

dan

ekonomi

yang

lebih

jelek.

a. Batuk, mulai dengan batuk batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang
hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
b. Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen dan
kental.
c.

Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang kadang disertai tanda tanda
payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.

d. Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang-kadang terdengar ronchi pada
waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu
ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda-tanda overinflasi paru
seperti barrel chest, kifosis, pada
paru hati lebih ke
kadang-kadang

perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas

bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah,
disertai

kontraksi

otot-otot

pernafasan

tambahan.

5. PATOFISIOLOGI
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan
peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil sedemikian rupa sampai bronchioles
tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara
lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia
dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah. Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di
bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan perubahan pada sel sel penghasil mukus dan sel sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah
besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
6. PATHWAY
Merokok
Infeksi

Polusi udara
Factor social ekonomi

Invasi kuman ke jalan nafas

alergen

Fenomena infeksi

aktivasi IG. E

memperlambat aktifitas
silia dan pagositosis

pelepasan
peningkatan histamin
kurang
pengetahuan

timbunan mukus me

ansietas

edema mukosa

mekanisme
pertahanan

perubahan status

sel goblet

sendiri melemah

kesehatan

menghasilkan mukus

iritasi mukosa
bronkus

Bersihan Jalan

peningkatan

Nafas Tidak Efektif

akumulasi sekret

penyebaran
bakteri/virus
ke seluruh
tubuh
bakterimia/viremia

batuk produktif

penyempitan
jalan

nafas

hipetermi

me

laju metabolisme
demam

nyeri

shortness

tubuh umum

of

breath

Gangguan
mual
muntah
demam

malaise

Gangguan
keseimbangan
cairan

Intoleransi
Aktivitas

rasa nyaman

nafsu makan menurun

G. kebutuhan nutrisi
kurang dari keb. tubuh
tidak efektif

anoreksia

penggunaan
otot nafas
G. pola nafas

7. KLASIFIKASI
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit
saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab
dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan
atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik
dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas
terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan
kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan
diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab
lainnya dari BKB.

Bronkitis kronik dapat dibagi lagi :


1. Bronkitis kronik biasa adalah batuk berdahak tanpa tersumbatnya pernafasan
2. Bronkitis asma kronik adalah otot bronkus kejang dan bunyi nyaring sewaktu bernafas.
3.

Bronkitis kronik tersumbat : terjadi pada perokok kuat yang cenderung ke arah mempunyai
parnafasan tersumbat yang kronik dan bersama emfisema.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
a.

Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju
apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah.

b. Pemeriksaan fungsi paru

VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun 4,8 liter).


3,1 liter, KV (kapasitas vital) : menurun (normal 1,2 liter).
1,1 liter, VR (volume residu) : bertambah (normal)

KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 6,0 liter). 4,2 liter,

KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal 2,2 liter). 1,8 liter,

c.

Analisa gas darah


Pa O2 : rendah (normal 25 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun. Eritropoesis bertambah.

9. PENATALAKSAAN MEDIK
Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
a. Menghindari merokok
b. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
c. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
d. Nutrisi yang baik.
e. Hidrasi yang adekuat.
f. Terapi khusus (pengobatan)
g. Bronchodilator

h. Antimikroba
i. Kortikosteroid
j. Terapi pernafasan
k. Terapi aerosol
l. Terapi oksigen
m. Penyesuaian fisik
n. Latihan relaksasi
o. Meditasi
p. Menahan nafas
q. Rehabilitasi

10. PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik
waktu berobat.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester. Edisi 8, EGC; Jakarta.
Carolin, Elizabeth J, 2002, Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta.
PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, EGC,
Jakarta.

askep bronkitis pada anak


Posted on 01/29/2012 by akper insan husada

1. Pengertian
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis
pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk
merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang
berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.(
Ngastiyah, 1997 )
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya
merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran
pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan
sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)
Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan
ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering
ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan
diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu, 1984)
Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsesus mengenai
hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan tentang hal ini masih
sangat kurang.
2. Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam
tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang kemudian
dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil
dari metabolisme .
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat
septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Selain
itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang
berfungsi untuk mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah
dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di
bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah
bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak di depan
bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel
epitelium berlapis.

d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan
yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap
terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,
yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara
pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV
dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus
kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 8 cincin dan
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang
bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung
paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung. Di sinilah
tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
3. Klasifkasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit
saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab
dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan
atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik
dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas
terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan
kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan
diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab
lainnya dari BKB.
4. Etiologi
Penyebab utama penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus
Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus.
Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi
Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan
penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas
dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
a. Spesifik
1) Asma

2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).


3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis,
tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1. Asap rokok
2. Polusi udara
3. Patofisiologi
c. Virus
(penyebab tersering infeksi) Masuk saluran pernapasan Sel mukosa dan sel silia Berlanjut
Masuk saluran pernapasan(lanjutan) Menginfeksi saluran pernapasan Bronkitis Mukosa
membengkak dan menghasilkan lendir Pilek 3 4 hari Batuk (mula-mula kering kemudian
berdahak) Riak jernih Purulent Encer Hilang Batuk Keluar Suara ronchi basah atau
suara napas kasar Nyeri subsernal Sesak napas Jika tidak hilang setelah tiga minggu
Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno
Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)
6. Tanda dan gejala
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
- Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang istirahat
- Daya tahan tubuh klien yang menurun
- Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
- Kesenangan anak untuk bermain terganggu
- Konsentrasi belajar anak menurun
7. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat
terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia

c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi


d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
9. Penatalaksanaan
a. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lendir
- Sering mengubah posisi
- Banyak minum
- Inhalasi
- Nebulizer
- Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu
diberikan minum susu atau makanan lain
b. Tindakan Medis
- Jangan beri obat antihistamin berlebih
- Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
- Dapat diberi efedrin 0,5 1 mg/KgBB tiga kali sehari
- Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
10. Pencegahan
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk
tidak bertambah parah.
- Membatasi aktivitas anak
- Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya
- Hindari makanan yang merangsang
- Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat
- Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
- Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

A. Pengertian
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut. Kondisi ini terutama berkaitan dengan
perokok sigaret atau pemajan terhadap polutan. Pasien mengalami peningkatan
kerentanan terhadap terjadinya infeksi saluran pernafasan bawah. (Baughman, Diane
C.2000:63).
Bronkitis adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mucus
berlebihan disaluran nafas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam
setahun untuk 2 tahun berturut-turut. (Corwin, Elizabeth. J. 2001:435).
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada
pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998,
hal : 490).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi bronkus.
Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti
bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain
tetapi bronkitis ikut memegang peran.
B. Klasifikasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan
penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai
sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu
berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa
disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981).
Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk
dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai
Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru
dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB.
C. Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari
polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok
dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok

berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus


epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah
Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat zat pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana
kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Sedangkan etiologi pada Bronkitis Kronik menurut //harnawatiaj. wordpress. Com
/2008/ 03 /27 /askep-bronkitis/ sebagai berikut :
a. Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia,
pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1. Asap rokok
2. Polusi udara

D. Manifestasi Klinis
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu
:
a) Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang
istirahat
b) Daya tahan tubuh klien yang menurun
c) Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d) Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e) Konsentrasi belajar anak menurun
E. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang
dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
F. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus
dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai
peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil
sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor
etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah
industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga
timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di bronkhus.
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan perubahan pada sel sel penghasil mukus dan sel sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mucus berfungsi sebagai tempat persemaian mikro oganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan

pembengkakan jaringan.
Virus : (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel
silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan
- Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 4 hari - Batuk
(mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika
tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder
(pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak,
1981)
Pathway

asap rokok,

G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis kronis :
a). Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari
hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b). Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat,
Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran
mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.
c). Integritas Ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup


Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d). Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan,
penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan,
palpitasi abdomen.
e). Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f). Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan
berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk barel chest,
gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi hyperresonan pada area paru,
warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu abu keseluruhan.
g). Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya / berulangnya
infeksi.
h). Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i). Interaksi social
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang
dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda :Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
b. Pemeriksaan diagnostic
a. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
b. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi,
memperkirakan derajat disfungsi.
c. TLC : Meningkat
d. Volume residu : Meningkat.
e. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
f. GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
g. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran
duktus mukosa.
h. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
i. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
j. Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon
dioksida arteri.
k. Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik

yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.


c. Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang kadang terdengar
ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi
pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda
tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor,
peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang,
suara nafas dan suara jantung lemah, kadang kadang disertai kontraksi otot otot
pernafasan tambahan.
d. Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak
paru bertambah
e. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3. Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit kronis.

F. Intervensi
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama /
adanya proses infeksi akut.
c. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan
jebakan udara.
d. Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit
akut atau kelemahan
e. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah
pengeluaran.

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
Tujuan:Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
c. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
c. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
d. Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi
derajat lebih besar/kecil.
e. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi :
a. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien
akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual
muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi :
a. Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual

dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan
nutrisi maksimal.
Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Intervensi :
a. Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan
darah terhadap infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
G. Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat
tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
H. Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah
dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada
tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat,

kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna,


1994, Proses Keperawat

I. DAFTAR PUSTAKA
C, Barbara Long. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)
Jilid 2. 1996. Yayasan IAPK Pajajaran : Bandung.
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. 1999. Media
Aesculapius : Jakarta.
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. Rencana Asuhan
Keperawatan. 1999.EGC : Jakarta.
Juall, Lynda Carpenito. Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. 2000. EGC : Jakarta.
Baughman, Diane C & Joann C. Hackley.2000.Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku
dari Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC
http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/bronkitis-pada-anak.html
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-bronkitis/

También podría gustarte