Está en la página 1de 22

LAPORAN KASUS

GAGAL GINJAL KRONIK PADA SEORANG


WANITA UMUR 35 TAHUN

Oleh :
Edy Purwanto
Moderator :
dr. Lisyani, S. SpPK-K
(Rencana Presentasi Selasa, 13 Pebruari 2007)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I


BAGIAN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2007

Daftar Isi

Halaman judul............................................................................................................
Daftar isi...................................................................................................................1
Tinjauan pustaka.......................................................................................................2
Laporan kasus...........................................................................................................9
Catatan perjalanan penyakit ..................................................................................13
Tabulasi hasil laboratorium....................................................................................14
Pembahasan ...........................................................................................................15
Simpulan dan saran................................................................................................19
Daftar pustaka........................................................................................................20

Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik
sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir
(end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat menghasilkan kematian kecuali
jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal
ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK.1,2,3
Tabel : Klasifikasi gagal ginjal kronik1
Tahapan

LFG

Manifestasi

Gagal ginjal
Fungsi ginjal berkurang
Ringan

(ml / menit)
80 - 50
50- 30

Tidak ada
Hipertensi,
hiperparatiroidisme

Sedang
Berat

sekunder
Sda + anemia
Sda + retensi air dan

10 - 29
< 10

Terminal

garam,

mual,

muntah,

nafsu

makan

hilang,

penurunan fungsi mental


Sda dengan edema paru,

<5

(tahap akhir)

koma,

kejang,

metabolik,

asidosis

hiperkalemia,

kematian
Keterangan : LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
Perbedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya dibedakan
satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran. Istilah azotemia menunjukkan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada gejala gagal

ginjal yang nyata, sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal ginjal di mana
gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas.1

Epidemiologi
Prevalensi GGK sukar diketahui dengan pasti, oleh karena banyak pasien
tidak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien GGK
yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. 1 Di
AS ditemukan 1 dari 9 orang atau sekitar 20 juta orang menderita penyakit ginjal, dan
sebagian besar tidak menyadari hal itu. Hanya sekitar 20 30 % pasien dengan gagal
ginjal terminal yang mampu menjalani terapi pengganti ginjal.4
Data dari studi epidemiologis tentang GGK di Indonesia dapat dikatakan tidak
ada. Yang ada adalah studi atau data epidemiologi klinis. Pada saat ini tak dapat
dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian pula pola morbiditas dan
mortalitas. Data klinis yang ada berasal dari RS Rujukan Nasional, RS Rujukan
Propinsi dan RS Swasta spesialistik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data
tersebut hanya berasal dari kelompok khusus.1,2

Etiologi dan Patofisiologi


Pola etiologi gagal ginjal kronik:1
1. Glomerulonefritis
2. Diabetes mellitus
3. Penyakit ginjal herediter
4. Hipertensi
5. Uropati obsruktif
6. Infeksi saluran kemih dan ginjal
7. Nefritis interstitial
8. Sindroma nefrotik5,6
9. Sindroma metabolik4
Patofisiologi yang berhubungan dengan GGK :
Gagal ginjal kronik terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim

ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada saluran kemih juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (glomerulonefritis) sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Apabila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan
diganti dengan jaringan parut.2,3
Penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu dengan
yang lain oleh karenanya gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana
sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi penyebab
gangguan yang pasti.3
Dua pendekatan teoritis biasanya dipakai untuk menjelaskan gangguan pada
gagal ginjal kronik. Pandangan tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron
telah terserang penyakit

namun dalam stadium berbeda-beda dan bagian-bagian

spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tetentu dapat saja benar-benar rusak
atau berubah strukturnya. Pendekatan kedua dikenal dengan hipotesis Bricker atau
hipotesis nefron utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka
seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja
normal sampai sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan
beban solut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus
tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorbsi oleh
tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan.2
Sudi oleh Frishberg dkk (2006) menunjukkan, mutasi pada gen NPHS2 yang
mengkode protein podosin, merupakan bentuk resesif dari Steroid-Resistant
Nephrotic Syndrome (SRNS). Fenotip yang sering muncul adalah proteinuria massive
pada usia muda yang akan berkembang menjadi gagal ginjal terminal pada tahap
selajutnya.4,9

Diagnosis Gagal Ginjal Kronik


Bila gagal ginjal kronik bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan.

Gangguan pada sistem gastrointestinal : anoreksia, nausea dan vomitus


berkaitan dengan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya amonia dan
metilguanidine serta mukosa usus yang sembab. 7 Fetor uremik karena ureum
berlebihan dalam air liur diubah menjadi amonia oleh bakteri. Hiccup
(cegukan), gastritis erosiva, ulkus peptik dan colitis uremik.3

Kulit : berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat


penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit. Ekimosis karena gangguan
hematologis, urea frost karena kristalisasi urea pada keringat (jarang). Bekas
garukan karena gatal.1

Sistem hematologi : anemia, karena: berkurangnya produksi eritropoetin,


hemolisis akibat toksik uremia menyebabkan umur eritrosit memendek.
Defisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan berkurang. Perdarahan, paling
sering pada saluran cerna dan kulit. Fibrosis sumsum tulang akibat
hipoparatiroidisme

sekunder.

Gangguan

fungsi

trombosit

dan

trombositopenia, gangguan fungsi leukosit.8


-

Sistem saraf dan otot : Restless leg syndrome, pasien merasa pegal pada
kakinya sehingga selalu digerakkan. Burning feet syndrome, rasa semutan dan
seperti terbakar terutama di telapak kaki. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak
bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang, miopati,
kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.3

Sistem kardiovaskular : Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau


peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron. Nyeri dada dan
sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner dan
gagal jantung akibat hipertensi dan penimbunan cairan. Gangguan irama
jantung. Edema akibat penimbunan cairan.1,2,3,8

Sistem Endokrin : gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun


pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada
wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Gangguan metabolisme lemak dan vitamin D.2

Sistem lain : tulang, osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,


osteosklerosis. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik hasil
metabolisme elektrolit, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipocalsemia.1

Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik
pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada sistem yang
lain. Sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai
sistem/organ tubuh.

Pemeriksaan Penunjang Pada Gagal Ginjal Kronik


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik,
menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, dan
membantu menetapkan etiologi. Etiologi gagal ginjal kronik, melalui analisis urin
rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis. Dalam
menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk
keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus, melalui
pemeriksaan kreatinin, ureum, kliren kreatinin. Pemeriksaan untuk perjalanan
penyakit : progresifitas penurunan faal ginjal (ureum, kreatinin, kreatinin klirens),
hemopoesis (Hb, trombosit, fibrinogen, faktor pembekuan), elektrolit (Na+, K+,
HCO3=, Ca++, PO4+, Mg++), endokrin (PTH, T3, T4).7
Di samping diagnosis gagal ginjal kronik secara faal dengan tingkatannya, dalam
rangka diagnosis juga ditinjau faktor penyebab dan faktor pemburuknya. Kedua hal
ini disamping perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.2
Pemeriksaan EKG :
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipocalsemia).
Ultrasonografi (USG) :

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah
lanjut. USG sering dipakai oleh karena non-invasif, tak memerlukan persiapan
apapun. Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelvicocalices, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Foto Polos Abdomen :
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Pemeriksaan Pielografi Retrograd :
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
Pemeriksaan Radiologi Tulang :
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.
Pemeriksaan Foto Dada :
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi
pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.

Terapi
Tujuan terapi konservatif untuk gagal ginjal kronik adalah: 1,2,3
-

Koreksi faktor-faktor yang reversibel mempercepat hilangnya fungsi ginjal

Koreksi abnormalitas elektrolit dan cairan

Mencegah hilangnya fungsi ginjal lanjut.

Mencegah atau mengurangi gejala-gejala uremik dengan merendahkan


kuantitas produk-produk sisa nitrogen tertahan saat mempertahankan nutrisi
protein adekuat.

Inisiasi Dialisis

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis tetap


atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 mL/menit. Dialisis juga
diperlukan bila ditemukan keadaan sebagai berikut : 2,3
-

Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Overload cairan (edema paru)

Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran

Efusi perikardial

Sindrom uremia : mual, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.

Laporan Kasus

Identitas Penderita :
Nama

: Ny. S

Umur

: 35 tahun

Alamat

: Panjangan RT. 2/RW. 6 Manyaran

Ruang

: C3 B

RM

: B. 339044

MRS

: 4 Februari 2006

Anamnesa :
Keluahan utama : demam dan lemas
Riwayat penyakit sekarang :
-

Sejak empat bulan yang lalu penderita mulai mengeluh lemas-lemas.


Kadang pandangan berkunang-kunang. Rasa lemah tidak berkurang dengan
beristirahat.

Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh demam tinggi,
sakit kepala. Kemudian berobat ke dokter, di katakan sakit tipus. Tidak
sembuh kemudian disuruh periksa darah, Hb : 7. Disuruh ke rumah sakit,
penderita menolak.

Sejak dua minggu ini sering BAB hitam seperti petis.

Selama 1 minggu terakhir badan semakin lemah. Kemudian periksa ke RS.Dr


Kariadi disuruh opname.

Riwayat penyakit dahulu :


-

Riwayat penyakit Sindroma Nefrotik, tahun 1999-2000 dirawat di ruang C 3 B


RS. Dr Kariadi mendapat obat prednison sampai tahun 2000.

Riwayat mendapatkan obat-obat sakit kepala ( - )

Riwayat minum jamu-jamuan ( + )

Riwayat penyakit keluarga :


-

Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa.

Riwayat sosial ekonomi :


-

Bekerja sebagai PTT Lemlit, dengan 2 orang anak.

Suami bekerja swasta

Biaya ditanggung sendiri, kesan ekonomi : cukup.

Riwayat gizi :
Sehari-hari penderita makan 3 kali, nasi, lauk tahu, tempe, telur, daging dan buahbuahan.
Kesan gizi : cukup.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : tampak lemah
Tanda vital :

: 120/60 mmHg

: 96 x/mnt

BB : 55 Kg

RR : 28 x/mnt
t

: 37,8 0C

Kulit

: petekie ( - ), pucat ( - )

Kepala

: mesocefal, turgor dahi cukup

Mata

: konjungtiva palpebra pucat +/+ ; sklera ikterik ( - )

Telinga

: tidak ada kelainan

Hidung

: nafas cuping hidung ( - ), epistaksis ( - ).

Mulut

: bibir sianosis ( - ); ginggiva pucat ( + ); ginggiva hipertrofi ( - )

Tenggorokan : tidak ada pembesaran tonsil, faring hiperemis ( - ).


Leher

: pembesaran limfonodi ( - ); JVP R-2 cm.

Thorax

: simetris

Paru

: I. Simetris, statis-dinamis.
Pa. Stemfremitus kanan = kiri
Pc. Sonor seluruh lapangan paru
A. SD vesikuler, ST RBH ( - ); wheezing ( - )

Jantung

: I. IC tak tampak
Pa. IC geser ke SIC VI, 2 cm lateral LMC sinistra ; thrill ( - )
Pc. Konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral
A. Bj-1 mengeras, M1>M2, bising sistolik grade II disemua ostea.

Abdomen

: I. Datar
A. Bising usus ( + ) N.

10

Pa. Supel, H/L tak teraba


Pc. Tympani
Inguinal

: tidak ada pembesaran kelenjar

Genetalia

: tak ada kelainan

Ekstremitas

superior

inferior

-Sianosis

-/-

-/-

-Bengkak

-/-

-/-

-Petekie

-/-

-/-

-Nyeri otot

-/-

-/-

Pemeriksaan Laboratorium :
Di RSDK (tanggal 3 Februari 2006)
Hematologi :
Hb

: 3,81 gr %

Ht

: 11,4 %

Eritrosit

: 1,23 juta / mmk

MCH

: 30,90 pq

MCV

: 92, 10 fl

MCHC

: 33,60 g/dl

Lekosit

: 6,26 ribu/mmk

Trombosit

: 162 ribu/mmk

Terapi :
-

Infus NaCL 0,9 % 20 tts/mnt

Diet biasa 1500 kkal

Vit BC 3 x 1

Program :
-

Urin rutin

11

GDS, Ureum, kreatinin, elektrolit

Gambaran darah tepi

Diagnosis Sementara :
-

Anemia Gravis (Hb : 3,81) = anemia normositik-normokromik

Febris > 1 bulan.

Catatan Perjalanan Penyakit

12

Tanggal
4 Februari 06

Keluhan
S: Badan lemes
O: -

T. Vital
T : 120/60 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 28 x/mnt
t : 37,8 0C
T : 130/70 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 24 x/mnt
t : 38 0C

6 Februari06

S: Badan lemes
O: -

7 Februari06

S: Badan lemes
O: -

T
N
RR
t

: 120/80mmHg
: 80 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37,1 0C

8 Februari06

S :O:-

T
N
RR
t

: 120/80mmHg
: 80 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37,3 0C

9 Februari06

S :O:-

T
N
RR
t

: 120/80mmHg
: 80 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37 0C

10 Februari06

S :O:-

T
N
RR
t

: 130/90mmHg
: 88 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37 0C

13

Konsul

USG :
- Kedua ginjal
mengecil, sinus
normal, tak ada
tanda-tanda
obstruksi, tidak
ada batu.
- Hepar,
vesica
felea, pankreas
dan lien dbn.
- Terdapat ascites
minimal
RO :
-Kardiomegali (CV)
-Gambaran
Bronkopneumoni

Terapi
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 500 mg
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 500 mg

- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 500 mg
- Ciprofloxasin tab. 2 x 500 mg
- Transfusi PRC 2 kantong,
dilanjutkan 2 kantong (total 4
kantong) s/d Hb > 8 gr %
- Protein Esbach
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 1
- Ciprofloxasin 2 x 500 mg
- Inj. Ca glukonas 1 amp
- Balance cairan
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 1
- Ciprofloxasin 2 x 500 mg
- Balance cairan
Post
transfusi, - Infus D5 % 12 tts/mnt
pasien tak mau HD, - Diet uremia 1900 kkal, 30 gr
Acc pulang
protein
- CaCo3 3 x 1
- Cifrofloxasin 2 x 500 mg
- Transfusi PRC s/d Hb10 gr %

14

Pembahasan
Seorang wanita umur 35 tahun, BB : 55 Kg, datang ke RSDK dengan keluhan
utama badan demam dan lemas. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, badan
semakin lemah. Dua minggu sebelumnya sering BAB hitam seperti petis. Sejak
empat bulan yang lalu sering mengeluh lemes-lemes, kadang pandangan berkunangkunang. Rasa lemas tak berkurang dengan istirahat. Riwayat sakit sindroma nefrotik
(+), tahun 1999 2000 di rawat di RSDK mendapat obat prednison.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, tensi
120/60 mmHg; nadi 96 x/mnt; respirasi : 28 x/mnt; suhu : 37,8 0C. Konjungtiva
palpebra dan ginggiva pucat, konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral disertai
bising sitolik grade II di semua ostea.
Hasil pemeriksaan laboratorium saat MRS. Hb : 3, 81 gr%; Ht : 11,4 %;
eritrosit : 1,23 juta/mmk; MCH : 30,90 pg ; MCV : 92,10 fl; MCHC : 33, 60 gr/dl;
lekosit : 6, 26 rb/mmk; Trombosit : 162 rb/mmk.
Hasil pemeriksaan selanjutnya selama perawatan di rumah sakit, sebagai berikut :
Hb : 3,81 gr %, eritrosit 1,23 jt/mmk : GDT : anisotisosis ringan-poikilositosis
sedang (ovalosit, tear drop cell, pear shape cell, fragmentosit). Pada gagal ginjal
kronik terjadi anemia oleh karena penurunan produksi eritroprotein oleh ginjal,
memendeknya umur eritrosit oleh uremia dan rasa mual-muntah dari penderita
menyebabkan asupan makanan berkurang. Disamping itu, pada penderita ini juga
terdapat melena dan hematuria. Pada penyakit kronis, IL-1 menekan proses
eritropoesis disamping itu juga menghambat pembentukan prekusor eritropoetin.
Pada gagal ginjal kronik, biasanya anemia terjadi kronis sehingga pada tahap
lanjut akan mempengaruhi fungsi jantung. Pada penderita ini terjadi left
ventricular hipertropi disertai dengan adanya bising sistolik. Hal ini menunjukkan
proses terjadinya anemia kronis, disamping tidak adanya penyebab lain (riwayat
hipertensi misalnya).
Kemungkinan lain terjadi mutasi podosin (R138X) pada gen NPHS2 penyebab
tersering Steroid-Resisten Nephrotik Sindrome yang disertai dengan gangguan

15

jantung berupa LVH, pulmonal stenosis dan frekuensi jarang subaortal stenosis.
Hubungan antara Sindroma Nefrotik Familial dan pembesaran jantung telah
dilaporkan sejak 40 th yang lalu. Empat saudara kandung lahir dari orang tua
sehat menderita Steroid-Resisten Nefrotik Sindrome berkembang menjadi GGK
dengan disertai cardiac murmur (Frishberg et al, 2006).4,9
Gambaran darah tepi : poikilositosis sedang (ovalosit, tear drop cell, pear shape
cell, fragmentosit). Hal ini disebabkan uremia yang toksik terhadap membran
eritrosit. Disamping itu pada penderita ini juga terdapat sindroma nefrotik
menyebabkan gangguan pembentukan membran eritrosit, karena dislipidemia.
Anemia normositik-normokromik, studi terbaru menunjukkan bahwa IL-1 dapat
menekan aktifitas sumsum tulang ketika terjadi inflamasi sistemik atau proses
infeksi yang aktif. Hal ini kemungkianan melalui hambatan sintesis eritropoetin
atau prekusor eritropoetin. Studi invitro menunjukkan bahwa efek langsung pada
hambatan eritropoesis oleh IL-1, TNF, interferon-, dan interferon-. Pada studi
lain menunjukkan bahwa, beberapa sitokin berpengaruh langsung terhadap
hambatan proses eritropoesis pada kasus-kasus penyakit kronis.10
Laju endap darah meningkat, merupakan petanda inflamasi. Pada penderita ini
klinis terdapat panas badan dan pada rontgen thorax terdapat gambaran
bronkopneumonia. Pada gagal ginjal kronik biasanya daya tahan tubuh menurun,
sehingga mudah terjadi infeksi. Disamping itu pada penderita ini juga terdapat
hipoalbuminemia dan anemia, sehingga menyebabkan meningkatnya LED.
Dari studi didapatkan, hubungan positif antara sindroma nefrotik dengan
inflamasi, terdapat peningkatan IL-8 dan IL-8 mRNA oleh Peripherial Blood
Mononuclear Cell (PBMC) dari penderita sindroma nefrotik. IL-8 meningkatkan
sulfation membran basal glomerulus. Studi lain, mendapatkan peningkatan IL-4
oleh PBMC pada penderita sindroma nefrotik dengan kelainan minimal (Kurella
M et al, 2005).11
Ureum : 295 mg/dl : kreatinin : 17,28 mg/dl.
(140 35) x 55

Pada penderita ini GFR : 72 x 17,28

= 4,64, ini merupakan tanda gagal ginjal

terminal pada penderita ini (CKD stage V).

16

Penyebab gagal ginjal pada penderita ini besar kemungkinan sindroma nefrotik
yang diderita sebelumnya. Kelainan yang sering menyertai sindroma nefrotik ini
adalah peningkatan dari kolesterol serum, fosfolipid dan trigliserida. Kebocoran
lipoprotein dalam urin menyebabkan lipiduria dengan oval fat bodies (degenerasi
sel tubular yang mengabsorbsi lipoprotein). Komplikasi sindroma nefrotik
diantaranya adalah gangguan tubulus renal, biasanya terjadi pada usia muda
dengan sindroma nefrotik yang berat dan resisten streroid awal maupun
terlambat. Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal
ginjal kronik disertai sindroma uremia.
Studi prospektif pada pasien non diabetik dengan penyakit ginjal kronik primer,
peningkatan konsentrasi plasma apo-B dan kolesterol-LDL tanpa penurunan
konsentrasi plasma kolesterol-HDL ditemukan hubungan positif dengan
progresifitas insufisiensi renal, setelah proteinuria dikontrol (Schaeffner ES et al,
2003).12,13 Peningkatan lipoprotein dalam sirkulasi berpengaruh langsung terhadap
pathogenesis glomerulosklerosis dan perubahan tubulointerstisial (Schaeffner ES
et al, 2003).13
Calsium : 1,40 mmol/l, dalam larutan calsium berada sebagai kation divalen
(Ca2+). Sekitar separuh dari calsium total beredar sebagai ion bebas dalam plasma,
sedangkan jumlah sisanya berikatan melalui interaksi muatan dengan protein
bermuatan negatif tertutama albumin. Pada penderita ini terjadi hipoalbuminemia,
sehingga calsium juga menurun kadarnya dalam plasma.
Albumin : 2,6 gr/dl ; protein Esbach : 1,0 gr/L
Terjadinya hipoalbuminemia pada penderita ini karena kebocoran lewat ginjal dan
juga asupan yang kurang. Biasanya pada gagal ginjal kronis disertai mualmuntah, sehingga nafsu makan menurun.
Proteinuria merupakan kelainan utama pada sindroma nefrotik. Proteinuria
bersifat masif, jenis protein yang keluar bervariasi tergantung kelainan dasar
glomerulus. Pada sindroma nefrotik kelainan minimal, protein yang keluar
hampir seluruhnya albumin dan disebut proteinuria selektif. Pada sindroma
nefrotik dengan kelainan yang lain, keluarnya protein terdiri atas campuran

17

albumin dan protein BM besar. Jenis proteinuria ini disebut proteinuria non
selektif.
Reduksi urin : 100 mg/dl. Hal ini terjadi karena adanya gangguan reabsorbsi
glukosa pada tubulus ginjal pada penderita ini.
Pemeriksaan sedimen : silinder (+) pada sedimen, karena kerusakan pada tubulus
ginjal. Lekosit dan bakteri, karena adanya infeksi. Penyebab kerentanan terhadap
infeksi ini, diantaranya : kadar imonuglobulin rendah, defisiensi protein secara
umum, gangguan opsonisasi terhadap bakteri, hipofungsi limpa, akibat
pengobatan dengan imunosupresan.

18

Simpulan
Berdasarkan data laboratorium yang telah dikaji dapat disimpulkan penderita
menderita gagal ginjal kronik.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum tampak lemah, T : 120/60
mmHg; N: 96 x/mnt ; RR : 28 x/mnt ; t : 37,80C. Konjungtiva palpebra dan ginggiva
pucat. Konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral disertai bising sistolik grade II
disemua ostea.
Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan : anemia normositiknormokromik; gambaran darah tepi anisositosis ringan-poikilositosis sedang : laju
endap darah meningkat. Uremia, kreatinin, GFR : 4, 64 ml/mnt (gagal ginjal
terminal); hipocalsemia; hipoalbuminemia; proteinuria.
Secara keseluruhan dengan mengacu pada data klinik dapat disimpulkan
penderita menderita : gagal ginjal kronik e/c sindroma nefrotik.

Saran
1. Pemeriksaan profil lipid (Kolesterol, Trigliserid, Kol-HDL, Kol-LDL)
2. Pemeriksaan total protein, globulin.
3. Pemeriksaan koagulasi.
4. Pemeriksaan feses.
5. Pemeriksaan genetik (gen NPHS2/R238X)

19

Daftar Pustaka
1.

Suhardjono, Aida Lydia, E.J. Kapojos, R.P. Sidabutar. Gagal Ginjal Kronik.
Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;1996 : 427 34.

2.

Effendi I. Patofisiologi Gagal Ginjal. Dalam : Workshop Nefrologi Klinik


Annual Meeting 2003. Palembang : Perhimpunan Nefrologi Indonesia : 2003.

3.

Peterson J C. Gagal Ginjal Kronik. Dalam : Buku Saku Nefrologi. Jakarta :


EGC; 1997 : 103-16.

4.

Gray. M, Neuther SE, Forshee BA. Alterations of Renal and Urinary Tract
Function. In : McCance KL, Hueter SE eds. Pathophysiology: The Biologic
Basic for Disease in Adults and Children. 5th Ed. Philadelphia : Elseviers;
2006 : 1325-32

5.

Sukandar. E, Sulaeman.R. Sindroma Nefrotik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam.


Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1996 : 283 304.

6.

Wirya. IGN.W. Sindroma Nefrotik. Dalam : Nefrologi Anak. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI; 1996.

7.

Bartis CA, Ashword ER, Robert W Tietz. Fundamental of Clinical Chemistry.


Philadelphia : WB Saunders Company : 1996 : 586 7.

8.

Nasution SR. Patofisiologi Anemia Renal. Dalam:Workshop Nefrologi Klinik


Annual Meeting 2003. Palembang: Perhimpunan Nefrologi Indonesia : 2003.

9.

Frishberg Y et al, The Heart of Children with Steroid-Resisten Nephrotic


Sindrome : Is It All Podosin ?. J Am Soc Nephrol. 2006; 17: 227-31.

10.

Mazza JJ. Anemia of Chronic Disease. In: Mazza JJ eds. Manual of Clinical
Hematology. 3th Ed.Philadelphia:Lippincott Williams & Willkins;2002:54-60.

11.

Kurella M, Lo Jc, Certow GM. Metabolic Syndrome and The Risk for
Chronic Kidney Disease Among Nondiabetic Adults. J Am Soc Nephrol.
2005; 16 : 2134 40

20

12.

Coresh J et al. Chronic Kidney Disease Awareness, Prevalence, and Trends


among US Adults, 1999 to 2000. J Am Soc Neprhol. 2005 : 16 : 180 8.

13.

Schaeffner ES et al. Cholesterol and the Risk of Renal Dysfunction in


Apparently Healthy Men. J Am Soc Nephrol. 2003; 14 : 2084-91

21

También podría gustarte