Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh :
Edy Purwanto
Moderator :
dr. Lisyani, S. SpPK-K
(Rencana Presentasi Selasa, 13 Pebruari 2007)
Daftar Isi
Halaman judul............................................................................................................
Daftar isi...................................................................................................................1
Tinjauan pustaka.......................................................................................................2
Laporan kasus...........................................................................................................9
Catatan perjalanan penyakit ..................................................................................13
Tabulasi hasil laboratorium....................................................................................14
Pembahasan ...........................................................................................................15
Simpulan dan saran................................................................................................19
Daftar pustaka........................................................................................................20
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik
sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir
(end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat menghasilkan kematian kecuali
jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal
ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK.1,2,3
Tabel : Klasifikasi gagal ginjal kronik1
Tahapan
LFG
Manifestasi
Gagal ginjal
Fungsi ginjal berkurang
Ringan
(ml / menit)
80 - 50
50- 30
Tidak ada
Hipertensi,
hiperparatiroidisme
Sedang
Berat
sekunder
Sda + anemia
Sda + retensi air dan
10 - 29
< 10
Terminal
garam,
mual,
muntah,
nafsu
makan
hilang,
<5
(tahap akhir)
koma,
kejang,
metabolik,
asidosis
hiperkalemia,
kematian
Keterangan : LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
Perbedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya dibedakan
satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran. Istilah azotemia menunjukkan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada gejala gagal
ginjal yang nyata, sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal ginjal di mana
gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas.1
Epidemiologi
Prevalensi GGK sukar diketahui dengan pasti, oleh karena banyak pasien
tidak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien GGK
yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. 1 Di
AS ditemukan 1 dari 9 orang atau sekitar 20 juta orang menderita penyakit ginjal, dan
sebagian besar tidak menyadari hal itu. Hanya sekitar 20 30 % pasien dengan gagal
ginjal terminal yang mampu menjalani terapi pengganti ginjal.4
Data dari studi epidemiologis tentang GGK di Indonesia dapat dikatakan tidak
ada. Yang ada adalah studi atau data epidemiologi klinis. Pada saat ini tak dapat
dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian pula pola morbiditas dan
mortalitas. Data klinis yang ada berasal dari RS Rujukan Nasional, RS Rujukan
Propinsi dan RS Swasta spesialistik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data
tersebut hanya berasal dari kelompok khusus.1,2
ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada saluran kemih juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (glomerulonefritis) sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Apabila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan
diganti dengan jaringan parut.2,3
Penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu dengan
yang lain oleh karenanya gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana
sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi penyebab
gangguan yang pasti.3
Dua pendekatan teoritis biasanya dipakai untuk menjelaskan gangguan pada
gagal ginjal kronik. Pandangan tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron
telah terserang penyakit
spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tetentu dapat saja benar-benar rusak
atau berubah strukturnya. Pendekatan kedua dikenal dengan hipotesis Bricker atau
hipotesis nefron utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka
seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja
normal sampai sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan
beban solut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus
tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorbsi oleh
tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan.2
Sudi oleh Frishberg dkk (2006) menunjukkan, mutasi pada gen NPHS2 yang
mengkode protein podosin, merupakan bentuk resesif dari Steroid-Resistant
Nephrotic Syndrome (SRNS). Fenotip yang sering muncul adalah proteinuria massive
pada usia muda yang akan berkembang menjadi gagal ginjal terminal pada tahap
selajutnya.4,9
sekunder.
Gangguan
fungsi
trombosit
dan
Sistem saraf dan otot : Restless leg syndrome, pasien merasa pegal pada
kakinya sehingga selalu digerakkan. Burning feet syndrome, rasa semutan dan
seperti terbakar terutama di telapak kaki. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak
bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang, miopati,
kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.3
Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik
pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada sistem yang
lain. Sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai
sistem/organ tubuh.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah
lanjut. USG sering dipakai oleh karena non-invasif, tak memerlukan persiapan
apapun. Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelvicocalices, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Foto Polos Abdomen :
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Pemeriksaan Pielografi Retrograd :
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
Pemeriksaan Radiologi Tulang :
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.
Pemeriksaan Foto Dada :
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi
pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
Terapi
Tujuan terapi konservatif untuk gagal ginjal kronik adalah: 1,2,3
-
Inisiasi Dialisis
Efusi perikardial
Laporan Kasus
Identitas Penderita :
Nama
: Ny. S
Umur
: 35 tahun
Alamat
Ruang
: C3 B
RM
: B. 339044
MRS
: 4 Februari 2006
Anamnesa :
Keluahan utama : demam dan lemas
Riwayat penyakit sekarang :
-
Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh demam tinggi,
sakit kepala. Kemudian berobat ke dokter, di katakan sakit tipus. Tidak
sembuh kemudian disuruh periksa darah, Hb : 7. Disuruh ke rumah sakit,
penderita menolak.
Riwayat gizi :
Sehari-hari penderita makan 3 kali, nasi, lauk tahu, tempe, telur, daging dan buahbuahan.
Kesan gizi : cukup.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : tampak lemah
Tanda vital :
: 120/60 mmHg
: 96 x/mnt
BB : 55 Kg
RR : 28 x/mnt
t
: 37,8 0C
Kulit
: petekie ( - ), pucat ( - )
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Thorax
: simetris
Paru
: I. Simetris, statis-dinamis.
Pa. Stemfremitus kanan = kiri
Pc. Sonor seluruh lapangan paru
A. SD vesikuler, ST RBH ( - ); wheezing ( - )
Jantung
: I. IC tak tampak
Pa. IC geser ke SIC VI, 2 cm lateral LMC sinistra ; thrill ( - )
Pc. Konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral
A. Bj-1 mengeras, M1>M2, bising sistolik grade II disemua ostea.
Abdomen
: I. Datar
A. Bising usus ( + ) N.
10
Genetalia
Ekstremitas
superior
inferior
-Sianosis
-/-
-/-
-Bengkak
-/-
-/-
-Petekie
-/-
-/-
-Nyeri otot
-/-
-/-
Pemeriksaan Laboratorium :
Di RSDK (tanggal 3 Februari 2006)
Hematologi :
Hb
: 3,81 gr %
Ht
: 11,4 %
Eritrosit
MCH
: 30,90 pq
MCV
: 92, 10 fl
MCHC
: 33,60 g/dl
Lekosit
: 6,26 ribu/mmk
Trombosit
: 162 ribu/mmk
Terapi :
-
Vit BC 3 x 1
Program :
-
Urin rutin
11
Diagnosis Sementara :
-
12
Tanggal
4 Februari 06
Keluhan
S: Badan lemes
O: -
T. Vital
T : 120/60 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 28 x/mnt
t : 37,8 0C
T : 130/70 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 24 x/mnt
t : 38 0C
6 Februari06
S: Badan lemes
O: -
7 Februari06
S: Badan lemes
O: -
T
N
RR
t
: 120/80mmHg
: 80 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37,1 0C
8 Februari06
S :O:-
T
N
RR
t
: 120/80mmHg
: 80 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37,3 0C
9 Februari06
S :O:-
T
N
RR
t
: 120/80mmHg
: 80 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37 0C
10 Februari06
S :O:-
T
N
RR
t
: 130/90mmHg
: 88 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37 0C
13
Konsul
USG :
- Kedua ginjal
mengecil, sinus
normal, tak ada
tanda-tanda
obstruksi, tidak
ada batu.
- Hepar,
vesica
felea, pankreas
dan lien dbn.
- Terdapat ascites
minimal
RO :
-Kardiomegali (CV)
-Gambaran
Bronkopneumoni
Terapi
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 500 mg
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 500 mg
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 500 mg
- Ciprofloxasin tab. 2 x 500 mg
- Transfusi PRC 2 kantong,
dilanjutkan 2 kantong (total 4
kantong) s/d Hb > 8 gr %
- Protein Esbach
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 1
- Ciprofloxasin 2 x 500 mg
- Inj. Ca glukonas 1 amp
- Balance cairan
- Infus D5 % 12 tts/mnt
- Diet uremi 1900 kkal, 30 gr
protein
- CaCo3 3 x 1
- Ciprofloxasin 2 x 500 mg
- Balance cairan
Post
transfusi, - Infus D5 % 12 tts/mnt
pasien tak mau HD, - Diet uremia 1900 kkal, 30 gr
Acc pulang
protein
- CaCo3 3 x 1
- Cifrofloxasin 2 x 500 mg
- Transfusi PRC s/d Hb10 gr %
14
Pembahasan
Seorang wanita umur 35 tahun, BB : 55 Kg, datang ke RSDK dengan keluhan
utama badan demam dan lemas. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, badan
semakin lemah. Dua minggu sebelumnya sering BAB hitam seperti petis. Sejak
empat bulan yang lalu sering mengeluh lemes-lemes, kadang pandangan berkunangkunang. Rasa lemas tak berkurang dengan istirahat. Riwayat sakit sindroma nefrotik
(+), tahun 1999 2000 di rawat di RSDK mendapat obat prednison.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, tensi
120/60 mmHg; nadi 96 x/mnt; respirasi : 28 x/mnt; suhu : 37,8 0C. Konjungtiva
palpebra dan ginggiva pucat, konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral disertai
bising sitolik grade II di semua ostea.
Hasil pemeriksaan laboratorium saat MRS. Hb : 3, 81 gr%; Ht : 11,4 %;
eritrosit : 1,23 juta/mmk; MCH : 30,90 pg ; MCV : 92,10 fl; MCHC : 33, 60 gr/dl;
lekosit : 6, 26 rb/mmk; Trombosit : 162 rb/mmk.
Hasil pemeriksaan selanjutnya selama perawatan di rumah sakit, sebagai berikut :
Hb : 3,81 gr %, eritrosit 1,23 jt/mmk : GDT : anisotisosis ringan-poikilositosis
sedang (ovalosit, tear drop cell, pear shape cell, fragmentosit). Pada gagal ginjal
kronik terjadi anemia oleh karena penurunan produksi eritroprotein oleh ginjal,
memendeknya umur eritrosit oleh uremia dan rasa mual-muntah dari penderita
menyebabkan asupan makanan berkurang. Disamping itu, pada penderita ini juga
terdapat melena dan hematuria. Pada penyakit kronis, IL-1 menekan proses
eritropoesis disamping itu juga menghambat pembentukan prekusor eritropoetin.
Pada gagal ginjal kronik, biasanya anemia terjadi kronis sehingga pada tahap
lanjut akan mempengaruhi fungsi jantung. Pada penderita ini terjadi left
ventricular hipertropi disertai dengan adanya bising sistolik. Hal ini menunjukkan
proses terjadinya anemia kronis, disamping tidak adanya penyebab lain (riwayat
hipertensi misalnya).
Kemungkinan lain terjadi mutasi podosin (R138X) pada gen NPHS2 penyebab
tersering Steroid-Resisten Nephrotik Sindrome yang disertai dengan gangguan
15
jantung berupa LVH, pulmonal stenosis dan frekuensi jarang subaortal stenosis.
Hubungan antara Sindroma Nefrotik Familial dan pembesaran jantung telah
dilaporkan sejak 40 th yang lalu. Empat saudara kandung lahir dari orang tua
sehat menderita Steroid-Resisten Nefrotik Sindrome berkembang menjadi GGK
dengan disertai cardiac murmur (Frishberg et al, 2006).4,9
Gambaran darah tepi : poikilositosis sedang (ovalosit, tear drop cell, pear shape
cell, fragmentosit). Hal ini disebabkan uremia yang toksik terhadap membran
eritrosit. Disamping itu pada penderita ini juga terdapat sindroma nefrotik
menyebabkan gangguan pembentukan membran eritrosit, karena dislipidemia.
Anemia normositik-normokromik, studi terbaru menunjukkan bahwa IL-1 dapat
menekan aktifitas sumsum tulang ketika terjadi inflamasi sistemik atau proses
infeksi yang aktif. Hal ini kemungkianan melalui hambatan sintesis eritropoetin
atau prekusor eritropoetin. Studi invitro menunjukkan bahwa efek langsung pada
hambatan eritropoesis oleh IL-1, TNF, interferon-, dan interferon-. Pada studi
lain menunjukkan bahwa, beberapa sitokin berpengaruh langsung terhadap
hambatan proses eritropoesis pada kasus-kasus penyakit kronis.10
Laju endap darah meningkat, merupakan petanda inflamasi. Pada penderita ini
klinis terdapat panas badan dan pada rontgen thorax terdapat gambaran
bronkopneumonia. Pada gagal ginjal kronik biasanya daya tahan tubuh menurun,
sehingga mudah terjadi infeksi. Disamping itu pada penderita ini juga terdapat
hipoalbuminemia dan anemia, sehingga menyebabkan meningkatnya LED.
Dari studi didapatkan, hubungan positif antara sindroma nefrotik dengan
inflamasi, terdapat peningkatan IL-8 dan IL-8 mRNA oleh Peripherial Blood
Mononuclear Cell (PBMC) dari penderita sindroma nefrotik. IL-8 meningkatkan
sulfation membran basal glomerulus. Studi lain, mendapatkan peningkatan IL-4
oleh PBMC pada penderita sindroma nefrotik dengan kelainan minimal (Kurella
M et al, 2005).11
Ureum : 295 mg/dl : kreatinin : 17,28 mg/dl.
(140 35) x 55
16
Penyebab gagal ginjal pada penderita ini besar kemungkinan sindroma nefrotik
yang diderita sebelumnya. Kelainan yang sering menyertai sindroma nefrotik ini
adalah peningkatan dari kolesterol serum, fosfolipid dan trigliserida. Kebocoran
lipoprotein dalam urin menyebabkan lipiduria dengan oval fat bodies (degenerasi
sel tubular yang mengabsorbsi lipoprotein). Komplikasi sindroma nefrotik
diantaranya adalah gangguan tubulus renal, biasanya terjadi pada usia muda
dengan sindroma nefrotik yang berat dan resisten streroid awal maupun
terlambat. Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal
ginjal kronik disertai sindroma uremia.
Studi prospektif pada pasien non diabetik dengan penyakit ginjal kronik primer,
peningkatan konsentrasi plasma apo-B dan kolesterol-LDL tanpa penurunan
konsentrasi plasma kolesterol-HDL ditemukan hubungan positif dengan
progresifitas insufisiensi renal, setelah proteinuria dikontrol (Schaeffner ES et al,
2003).12,13 Peningkatan lipoprotein dalam sirkulasi berpengaruh langsung terhadap
pathogenesis glomerulosklerosis dan perubahan tubulointerstisial (Schaeffner ES
et al, 2003).13
Calsium : 1,40 mmol/l, dalam larutan calsium berada sebagai kation divalen
(Ca2+). Sekitar separuh dari calsium total beredar sebagai ion bebas dalam plasma,
sedangkan jumlah sisanya berikatan melalui interaksi muatan dengan protein
bermuatan negatif tertutama albumin. Pada penderita ini terjadi hipoalbuminemia,
sehingga calsium juga menurun kadarnya dalam plasma.
Albumin : 2,6 gr/dl ; protein Esbach : 1,0 gr/L
Terjadinya hipoalbuminemia pada penderita ini karena kebocoran lewat ginjal dan
juga asupan yang kurang. Biasanya pada gagal ginjal kronis disertai mualmuntah, sehingga nafsu makan menurun.
Proteinuria merupakan kelainan utama pada sindroma nefrotik. Proteinuria
bersifat masif, jenis protein yang keluar bervariasi tergantung kelainan dasar
glomerulus. Pada sindroma nefrotik kelainan minimal, protein yang keluar
hampir seluruhnya albumin dan disebut proteinuria selektif. Pada sindroma
nefrotik dengan kelainan yang lain, keluarnya protein terdiri atas campuran
17
albumin dan protein BM besar. Jenis proteinuria ini disebut proteinuria non
selektif.
Reduksi urin : 100 mg/dl. Hal ini terjadi karena adanya gangguan reabsorbsi
glukosa pada tubulus ginjal pada penderita ini.
Pemeriksaan sedimen : silinder (+) pada sedimen, karena kerusakan pada tubulus
ginjal. Lekosit dan bakteri, karena adanya infeksi. Penyebab kerentanan terhadap
infeksi ini, diantaranya : kadar imonuglobulin rendah, defisiensi protein secara
umum, gangguan opsonisasi terhadap bakteri, hipofungsi limpa, akibat
pengobatan dengan imunosupresan.
18
Simpulan
Berdasarkan data laboratorium yang telah dikaji dapat disimpulkan penderita
menderita gagal ginjal kronik.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum tampak lemah, T : 120/60
mmHg; N: 96 x/mnt ; RR : 28 x/mnt ; t : 37,80C. Konjungtiva palpebra dan ginggiva
pucat. Konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral disertai bising sistolik grade II
disemua ostea.
Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan : anemia normositiknormokromik; gambaran darah tepi anisositosis ringan-poikilositosis sedang : laju
endap darah meningkat. Uremia, kreatinin, GFR : 4, 64 ml/mnt (gagal ginjal
terminal); hipocalsemia; hipoalbuminemia; proteinuria.
Secara keseluruhan dengan mengacu pada data klinik dapat disimpulkan
penderita menderita : gagal ginjal kronik e/c sindroma nefrotik.
Saran
1. Pemeriksaan profil lipid (Kolesterol, Trigliserid, Kol-HDL, Kol-LDL)
2. Pemeriksaan total protein, globulin.
3. Pemeriksaan koagulasi.
4. Pemeriksaan feses.
5. Pemeriksaan genetik (gen NPHS2/R238X)
19
Daftar Pustaka
1.
Suhardjono, Aida Lydia, E.J. Kapojos, R.P. Sidabutar. Gagal Ginjal Kronik.
Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;1996 : 427 34.
2.
3.
4.
Gray. M, Neuther SE, Forshee BA. Alterations of Renal and Urinary Tract
Function. In : McCance KL, Hueter SE eds. Pathophysiology: The Biologic
Basic for Disease in Adults and Children. 5th Ed. Philadelphia : Elseviers;
2006 : 1325-32
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Mazza JJ. Anemia of Chronic Disease. In: Mazza JJ eds. Manual of Clinical
Hematology. 3th Ed.Philadelphia:Lippincott Williams & Willkins;2002:54-60.
11.
Kurella M, Lo Jc, Certow GM. Metabolic Syndrome and The Risk for
Chronic Kidney Disease Among Nondiabetic Adults. J Am Soc Nephrol.
2005; 16 : 2134 40
20
12.
13.
21