Está en la página 1de 36

18

BAB III
PEMODELAN RESERVOIR

Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam
rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1. Korelasi marker-marker stratigrafi berdasarkan analisis sekuen stratigrafi
2. Analisis petrofisika untuk mengetahui properti reservoir berupa Vshale,
porositas, permeabilitas, dan saturasi air.
3. Pemetaan reservoir berupa peta geometri dan peta kualitas reservoir
4. Perhitungan volume hidrokarbon di tempat (OOIP).

3.1 Data
Penelitian yang dilakukan pada lapisan Batupasir A Formasi Menggala di
Lapangan Rindang menggunakan data yang seluruhnya bersumber dari PT
Chevron Pacific Indonesia. Adapun data primer yang digunakan untuk
mendukung penelitian ini antara lain data log pada setiap sumur dan data inti bor
dengan posisi sumur dapat dilihat pada gambar 3.1.












Gambar 3.1 Peta dasar Lapangan Rindang yang menunjukkan posisi sumur dengan data inti bor.
: Sumur dengan data inti bor
RND-1 : Nama sumur
U
: sesar yang membatasi lapangan
: Batas OWC
19

3.1.1 Data Log Sumur
Data log sumur diperoleh dari ketiga sumur pada Lapangan Rindang
dengan rincian jenis log dapat dilihat pada tabel 3.1.


LOG RND-1 RND-2 RND-3
SP
GR
CALI
LLD
LLS
MSFL -
NPHI
RHOB
PEF
DT

3.1.2 Data Inti Bor
Inti bor merupakan salah satu data geologi yang sangat membantu dalam
analisis geologi dari suatu batuan reservoir karena inti bor mewakili data geologi
bawah permukaan yang paling akurat. Kemenerusan data inti bor sangat berperan
dalam penentuan lingkungan pengendapan suatu tubuh geometri reservoir. Namun
disamping kegunaan-kegunaan inti bor tersebut, terdapat juga kelemahan yaitu
inti bor tidak dapat menggambarkan secara tiga dimensi suatu tubuh reservoir,
tidak dapat menggambarkan perubahan fasies secara lateral dan tidak dapat
menggambarkan suatu struktur yang berukuran lebih besar dari ukuran inti bor.
Sehingga dengan demikian dibutuhkan kemampuan analisis geologi dalam
interpretasi bentuk suatu lapisan di bawah permukaan. Interpretasi ini juga tidak
Tabel 3.1 Data log yang dimiliki oleh masing-masing sumur.
20

sepenuhnya dapat dilakukan dengan baik karena keterbatasan kualitas inti bor
seperti batuan yang tidak segar atau kerusakan fisik.
Data inti bor yang terdapat pada Lapangan Rindang diperoleh dari sumur
RND-2. Dengan panjang 92.5 ft pada interval 5248,5 ft 5341 ft. Letak interval
inti bor tersebut dapat dilihat pada gambar 3.2 dan letak sumur yang memiliki data
inti bor dapat dilihat pada gambar 3.1.




















Secara umum inti bor yang dimiliki memiliki litologi batupasir dan
batulanau. Pada interval 5324 ft 5341 ft terdiri dari batupasir dengan ukuran
butir pasir halus membundar, berwarna abu-abu kecoklatan, semen non-
karbonatan, kemas terbuka, porositas baik, pemilahan baik, kompak, terdapat
bioturbasi yang melimpah. Kemudian pada interval 5312 ft 5324 ft merupakan
Gambar 3.2 Posisi kedalaman data inti bor pada log
sumur RND-2.
21

batulanau berwarna abu-abu gelap, semen non-karbonatan, getas, terdapat struktur
lentikular dengan material pengisi pasir halus, terdapat bioturbasi galian binatang
glossifungites pada bagian atas yang merupakan kontak dengan batupasir
diatasnya. Adanya bioturbasi glossifungites ini merupakan penciri terjadinya
proses erosi sebelum batupasir di atasnya diendapkan. Kemudian pada interval
diatasnya yaitu pada 5248,5 ft 5312 ft merupakan batupasir dengan ukuran butir
pasir halus membundar, berwarna abu-abu terang, semen non-karbonatan, kemas
terbuka, porositas sedang, pemilahan baik, kompak, terdapat bioturbasi yang
melimpah dan struktur mud drapes (Gambar 3.5).
Berdasarkan deskripsi inti bor yang dimiliki dapat dilakukan analisis
lingkungan pengendapan dengan bantuan analisis elektrofasies. Adanya struktur
sedimen lentikular dan mud drapes mengindikasikan bahwa batuan ini
diendapkan pada lingkungan yang dipengaruhi oleh pasang surut muka air laut
atau pada lingkungan tidal. Kemudian disamping itu juga dilakukan analisis
elektrofasies dalam penentuan geometri lingkungan pengendapan berdasarkan
Rider (2000) (Gambar 3.3).














Gambar 3.3 Analisis elektrofasies (Rider, 2000).
22

Berdasarkan analisis elektrofasies interval Batupasir A memiliki bentukan
pola log yang aggrading dan batas bawah Batupasir A berupa erosional yang
menunjukkan geometri berupa channel. Dengan demikian interval Batupasir A
terletak pada lingkungan channel yang dipengaruhi oleh pasang surut muka air
laut. Berdasarkan model lingkungan pengendapan open estuary dari Allen, 1991
dalam James dan Walker, 1992 (Gambar 3.4) interval penelitian terletak pada
lingkungan estuarine channel.
Analisis lingkungan pengendapan pada fasies di bawah dan di atas interval
penelitian Batupasir A dilakukan dengan analisis elektrofasies dan asosiasi fasies
dari lingkungan pengendapan pada Batupasir A (Gambar 3.5).














Gambar 3.4 Model lingkungan pengendapan open estuary (Allen, 1991 dalam
James dan Walker, 1992).
: Lingkungan pengendapan Batupasir A
23


G
a
m
b
a
r

3
.
5

I
n
t
e
r
p
r
e
t
a
s
i

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

p
e
n
g
e
n
d
a
p
a
n

b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

a
n
a
l
i
s
i
s

d
a
t
a

s
u
m
u
r
.


2
3

24


3.2 Korelasi
Korelasi adalah pembuatan unit stratigrafi berdasarkan kronologi (waktu)
yang ekivalen (Mac Donald dan Burton, 2006). Korelasi yang dilakukan pada
penelitian ini menggunakan pendekatan sekuen stratigrafi untuk menentukan
marker lapisan.
Datum yang digunakan pada korelasi ini adalah kemunculan litologi shale
pada setiap sumur di Lapangan Rindang atau permukaan ini dikenal dengan
permukaan limpahan banjir maksimum (MFS). Zona reservoir penelitian terdapat
pada lapisan yang dibatasi oleh zona limpahan banjir (fs) pada bagian bawah dan
daerah limpahan banjir pada bagian atas (fs) yang selanjutnya pada penelitian
akan disebut sebagai Batupasir A Formasi Menggala (Gambar 3.6).



















1182 m
1080 m
Gambar 3.6 Korelasi yang melewati ketiga sumur RND berarah NW-SE.
Batupasir A
25


3.3 Analisis Petrofisika
Analisis petrofisika merupakan suatu analisis log yang diperoleh dari
pengukuran secara tidak langsung pada lubang sumur sehingga dihasilkan data log
dan properti petrofisika reservoir yang dapat digunakan untuk keperluan
selanjutnya. Oleh karena itu kondisi lubang pengeboran sangat mempengaruhi
bacaan suatu log yang dapat diidentifikasi dari hasil bacaan log kaliper.
Pengolahan petrofisika dilakukan dengan menggunakan data log dan dikontrol
dengan data yang diperoleh dari inti bor. Properti reservoir yang dihasilkan pada
analisis ini adalah Vshale, porositas, permeabilitas, dan saturasi air yang akan
digunakan dalam perhitungan volume hidrokarbon.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis petrofisika dapat dilihat
pada diagram alir berikut (Gambar 3.7):


















Gambar 3.7 Diagram alir analisis petrofisika.
Pre-kalkulasi
Environmental
correction
Normalisasi log Gamma
ray dan pengeditan log
Porositas
total
Volume shale Permeabilitas
Porositas efektif
Saturasi air
Saturasi air
irreducible
26

Data dasar yang digunakan dalam pengolahan petrofisika pada penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 3.2.


Parameter RND-1 RND-2 RND-3
Densitas lumpur 9.36 ppg 9.09 ppg 9.76 ppg
Ukuran bit 8.5 in 12.25 in 8.5 in
RM @mess.temp 1.170 ohm/86 F 5.70 ohm/88.4 F 0.60 ohm/76.1 F
RMF 1.040 ohm/86 F 5.93 ohm/88.9 F 0.27 ohm/75.9 F
RMC 1.350 ohm/86 F 4.37 ohm/89.9 F 1.77 ohm/75.2 F


3.3.1 Pre-Kalkulasi
Pre-kalkulasi merupakan proses yang dilakukan untuk mengetahui suhu dan
tekanan formasi pada kedalaman tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena adanya
pengaruh gradien temperatur dan tekanan yang selalu berubah terhadap
kedalaman. Perubahan suhu dan tekanan ini akan mempengaruhi perubahan nilai
resistivitas yang nanti akan digunakan dalam menghitung saturasi air. Perhitungan
yang digunakan untuk menghitung suhu pada kedalaman tertentu pada suatu
formasi adalah:



Keterangan: F
TEMP
: suhu formasi pada kedalaman tertentu (
o
F)
T
o
: suhu permukaan (
o
F)
TVD (true vertical depth): kedalaman vertikal
sebenarnya (feet)



Tabel 3.2 Data dasar pengeboran
F
TEMP
= T
o
+ ( TVD * Gradien temperatur)

27

Sedangkan untuk menghitung tekanan formasi pada kedalaman tertentu
digunakan rumus:



Keterangan:
F
PRESS
: tekanan formasi pada kedalaman tertentu (Psia)
TVD (true vertical depth): kedalaman vertikal sebenarnya (feet)
DFD (drilling fluid density): densitas fluida pengeboran (ppg)

Gambar 3.8 adalah grafik perubahan suhu dan tekanan terhadap kedalaman
yang dihasilkan dari perhitungan pre-kalkulasi yang memperlihatkan bahwa suhu
dan tekanan yang meningkat sebanding dengan bertambahnya kedalaman.






















F
PRESS
= TVD * DFD * 0,00980665

: RND-1
: RND-2
: RND-3




Filter:
Range: All of Well
Well: ROND00001 ROND00002 ROND00003
REFERENCE.TVDvs. PRECALC2.FPRESS Crossplot
Wells: ROND00001 ROND00002 ROND00003
5
0
0
5
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
5
0
0
1
5
0
0
2
0
0
0
2
0
0
0
2
5
0
0
2
5
0
0
3
0
0
0
3
0
0
0
2000 2000
2500 2500
3000 3000
3500 3500
4000 4000
4500 4500
5000 5000
5500 5500
6000 6000
6500 6500
7000 7000
R
E
F
E
R
E
N
C
E
.T
V
D
(
F
E
E
T
)
PRECALC2.FPRESS (DEGF)
24169
20908
3261
0
00
Filter:
Range: All of Well
Well: ROND00001 ROND00002 ROND00003
REFERENCE.TVDvs. PRECALC2.FTEMP Crossplot
Wells: ROND00001 ROND00002 ROND00003
1
0
0
1
0
0
1
5
0
1
5
0
2
0
0
2
0
0
2
5
0
2
5
0
3
0
0
3
0
0
3
5
0
3
5
0
4
0
0
4
0
0
2000 2000
2500 2500
3000 3000
3500 3500
4000 4000
4500 4500
5000 5000
5500 5500
6000 6000
6500 6500
7000 7000
R
E
F
E
R
E
N
C
E
.T
V
D
(
F
E
E
T
)
PRECALC2.FTEMP (DEGF)
24169
20908
3261
0
00
(a) (b)
Gambar 3.8 (a) Grafik suhu terhadap kedalaman (b) Grafik tekanan terhadap kedalaman.
28

3.3.2 Koreksi Log
Tahap koreksi log pada analisis petrofisika dilakukan pada lubang dengan
kondisi yang kurang baik seperti terjadinya penggerowongan. Kualitas lubang
pengeboran ini dapat dideteksi berdasarkan besarnya ukuran lubang terhadap bit
pengeboran yang digunakan. Salah satu cara yang paling sederhana untuk
mengidentifikasi ukuran lubang adalah dengan menganalisis log kaliper.
Pada dasarnya interval penelitian memiliki lubang dengan kualitas yang
cukup baik, dapat dilihat pada gambar 3.9, namun pada pengolahan analisis
petrofisika koreksi tetap dilakukan pada interval-interval di atas target penelitian.



















Perubahan bacaan alat pada lubang yang memiliki kualitas kurang baik
dikarenakan deteksi alat akan bekerja efektif bergantung pada diameter lubang,
posisi alat pada lubang (eccentered dan centered), dan properti lumpur
Lubang gerowong
Batupasir A
Gambar 3.9 Contoh zona yang memiliki lubang gerowong (lingkaran merah) dan zona Batupasir A
dengan kualitas lubang yang baik.
29

pengeboran. Oleh karena itu koreksi diperlukan untuk mencapai kondisi batuan
sesungguhnya. Secara teoretis koreksi dilakukan pada log gamma ray, resistivitas,
neutron (NPHI), dan densitas (RHOB). Pada penelitian ini koreksi yang memiliki
hasil yang cukup signifikan adalah pada log gamma ray, neutron (NPHI), dan
densitas (RHOB).

3.3.2.1 Log Gamma Ray (GR)
Koreksi yang dilakukan berdasarkan ukuran lubang dan densitas lumpur.
Jika kondisi ukuran lubang lebih besar dari ukuran bit pengeboran (terjadi
penggerowongan) dan dengan menggunakan densitas lumpur yang tinggi (lumpur
berat) maka sinar gamma lebih banyak diserap oleh lumpur sebelum mencapai
detektor sehingga pembacaan alat GR akan lebih kecil dari yang seharusnya.
Sebaliknya pada lubang yang memiliki diameter lebih kecil dari bit pengeboran
dan dengan menggunakan lumpur ringan maka pembacaan log akan lebih besar
dari seharusnya (Harsono, 1994). Contoh hasil log gamma ray sebelum dan
sesudah dilakukan koreksi dapat dilihat pada gambar 3.10.















RND-2
Gambar 3.10 Log gamma ray sebelum dan sesudah dilakukan koreksi.
GR sebelum koreksi
(hijau)
GR setelah koreksi
(hitam)
30

Disamping koreksi terhadap kualitas lubang pengeboran, log gamma ray
juga perlu dilakukan normalisasi. Normalisasi merupakan suatu langkah yang
digunakan untuk melakukan penyamaan kisaran nilai pengukuran data log gamma
ray yang memiliki distribusi data yang berbeda-beda dari beberapa sumur yang
ada. Hal ini dapat terjadi akibat perusahaan logging yang berbeda-beda,
pengoperasian alat yang berbeda-beda, ataupun waktu akusisi yang berbeda-beda
untuk masing-masing sumur. Dengan dilakukan normalisasi terhadap log gamma
ray maka nilai gamma ray dari masing-masing sumur berada pada satu distribusi
nilai kisaran yang sama. Hasil normalisasi log gamma ray dapat dilihat pada
histogram gambar 3.11.













3.3.2.2 Log Neutron
Koreksi pada log neutron dilakukan secara kualitatif manual pada lubang-
lubang yang mengalami gerowong. Koreksi manual log neutron ini dilakukan
pada interval lubang gerowong dengan menggantikan log yang diperoleh dari
pendekatan regresi log gamma ray normalisasi (gambar 3.13). Namun sebelum
dilakukan koreksi pada lubang yang gerowong ini, log neutron perlu dilakukan
konversi dari skala batugamping ke dalam skala batupasir karena objek penelitian
berupa batupasir (gambar 3.12).
Gambar 3.11 Hasil proses normalisasi log gamma ray (a) sebelum normalisasi, (b) sesudah normalisasi.
GRN Log (Oranye)
(a)
a)
(b)
: RND -2 : RND -1 : RND -3
RND-1
31































Log neutron skala
batugamping (hitam)
Log neutron skala
batupasir (merah)
RND-2
Gambar 3.12 Hasil pengkonversian log neutron.
Log neutron
sebelum dikoreksi
(merah)
Log neutron
setelah dikoreksi
(hitam)
RND-2
Gambar 3.13 Log neutron sebelum dan setelah dikoreksi.
32

3.3.2.3 Log Densitas
Koreksi log densitas juga dilakukan secara manual pada lubang yang
mengalami penggerowongan. Koreksi log ini dihasilkan dari pendekatan log
neutron yang telah dikoreksi dan log gamma ray normalisasi. Hasil koreksi pada
salah satu lubang gerowong dapat dilihat pada gambar 3.14.





























Gambar 3.14 Log densitas sebelum dan setelah dikoreksi.
Log densitas
sebelum dikoreksi
Log densitas
setelah dikoreksi
RND-2
33

3.3.3 Properti Petrofisika Reservoir
3.3.3.1 Perhitungan Volume Shale
Shale merupakan terminologi yang biasa digunakan dalam petrofisika
untuk mengidentifikasi batuan berbutir halus yaitu batupasir sangat halus,
batulanau, dan batulempung. Volume shale pada suatu reservoir
mengidentifikasikan kualitas reservoir. Nilai volume shale yang semakin kecil
menunjukkan semakin bersih suatu reservoir, sehingga memudahkan fluida untuk
bergerak mengisi pori-pori yang tersedia. Sebaliknya, jika nilai volume shale
semakin tinggi menunjukkan semakin jelek kualitas suatu reservoir karena
kecilnya porositas yang dimiliki.
Perhitungan volume shale pada penelitian ini menggunakan log gamma ray.
Rumus yang digunakan untuk menghitung Vsh pada metode ini adalah
(Hernansjah, 2008):






Keterangan:
Vsh : Volume shale
GRN : Gamma ray normalisasi
GRN sand : Nilai gamma ray pada batupasir
GRN shale : Nilai gamma ray pada shale

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, diperoleh nilai
volume shale pada Batupasir A yaitu 16-59% dan hasil log Vsh dapat dilihat pada
gambar 3.15.





34















Berdasarkan Hernansjah, 2008 nilai ambang batas volume shale di
atas 20% merupakan klasifikasi reservoir shaly sand. Dengan demikian
dapat disimpulkan reservoir Batupasir A sebagian besar merupakan
reservoir shaly sand.

3.3.3.2 Perhitungan Porositas
Porositas merupakan perbandingan rongga pada batuan terhadap volume
batuan seluruhnya. Dengan demikian porositas merupakan representasi dari
kemampuan suatu batuan untuk menyimpan fluida. Disamping itu nilai porositas
akan berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman, dengan porositas shale
akan menurun terhadap kedalaman dengan laju yang lebih cepat daripada
batupasir (Hernansjah, 2008).
Porositas terdiri dari dua jenis, yaitu porositas total atau absolut dan
porositas efektif. Porositas total merupakan perbandingan antara pori yang
terdapat di batuan dengan volume batuan seluruhnya. Sedangkan porositas efektif
merupakan perbandingan volume pori yang berhubungan satu sama lain dengan
volume total. Porositas efektif secara tidak langsung merepresentasikan
Grafik log V
shale oranye

RND-1
Gambar 3.15 Log volume shale.
35

kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang
saling berhubungan tersebut (Hernansjah, 2008).
Perhitungan porositas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
log densitas yang kemudian hasilnya divalidasi dengan nilai porositas yang
diperoleh dari analisis inti bor (special core analysis/SCAL). Rumus yang
digunakan untuk menghitung porositas dengan metode ini adalah sebagai berikut:






Keterangan:
ma
: Densitas matriks

b
: Densitas

bulk

f
: Densitas fluida
Berdasarkan hasil perhitungan porositas dari log densitas diperoleh hasil
dengan nilai rata-rata porositas densitas sebesar 0,13 yang mendekati nilai
porositas dari inti bor yaitu sebesar 0,14 (Gambar 3.16). Disamping itu validasi
dilakukan juga dengan grafik silang antara porositas dari log densitas dan inti bor
yang menunjukkan kecenderungan hubungan yang linier (Gambar 3.17).
















Histogramof CORE.POR
Well: ROND00002
Intervals: T_MN, T_MN5190 and between
Filter:
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0
.0
0
0
.0
5
0
.1
0
0
.1
5
0
.2
0
0
.2
5
0
.3
0
0
.3
5
0
.4
0
0
.4
5
0
.5
0
Wells:
2. ROND00002
Percentiles:
5% 0.04706
50% 0.15687
95% 0.19087
Statistics:
Possible values 93
Missing values 0
Minimumvalue 0.02290
Maximumvalue 0.19720
Range 0.17430
Mean 0.13954
GeometricMean 0.12760
HarmonicMean 0.11061
Variance 0.00225
Standard Deviation 0.04739
Skewness -1.02793
Kurtosis 2.66437
Median 0.15687
Mode 0.16250
93
93
00
Histogramof EVAL.PHIT_DEN
Well: ROND00002
Intervals: T_MN, T_MN5190 and between
Filter:
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0
.0
0
0
.0
5
0
.1
0
0
.1
5
0
.2
0
0
.2
5
0
.3
0
0
.3
5
0
.4
0
0
.4
5
0
.5
0
Wells:
2. ROND00002
Percentiles:
5% 0.01228
50% 0.14710
95% 0.18931
Statistics:
Possible values 991
Missing values 0
Minimumvalue 0.00000
Maximumvalue 0.21636
Range 0.21636
Mean 0.12484
GeometricMean -
HarmonicMean -
Variance 0.00333
Standard Deviation 0.05767
Skewness -0.86060
Kurtosis 2.41928
Median 0.14710
Mode 0.16250
991
991
00
(a) (b)
Gambar 3.16 (a) Histogram porositas inti bor (b) Histogram porositas log densitas.
36




















Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang
sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).














Gambar 3.18 Log porositas dari log densitas dan inti bor.
Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas.
RND-2
Porositas densitas
Porositas inti bor
37

Perhitungan porositas efektif dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut ini dan dengan menggunakan porositas total yang telah diperoleh dari log
densitas sebelumnya.

PHIE = PHIT V
shale
*
shale

Keterangan:

PHIE : porositas efektif PHIT : porositas total
Vshale : volume shale
shale
: porositas shale

Setelah dilakukan perhitungan porositas efektif dapat disimpulkan porositas
efektif rata-rata pada Batupasir A Formasi Menggala pada Lapangan Rindang
adalah 13%.

3.3.3.3 Perhitungan Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan batuan untuk meloloskan fluida
(Hernansjah, 2008). Permeabilitas secara tidak langsung berhubungan dengan
porositas efektif yang dimiliki suatu batuan, karena porositas efektif
merepresentasikan hubungan antar pori yang dapat dilalui fluida.
Permeabilitas pada penelitian ini dihitung dengan menerapkan persamaan
yang diperoleh dari nilai permeabilitas dari hasil analisis inti bor (special core
analysis/SCAL) pada beberapa kedalaman. Perhitungan permeabilitas pada
penelitian ini akan digunakan untuk menghitung saturasi air irreducible. Data
permeabilitas yang diperoleh dari Formasi Menggala memiliki hubungan yang
cukup baik dengan nilai porositas, hal ini ditandai dengan tingginya nilai koefisien
korelasi antara keduanya pada grafik antara porositas dan permeabilitas (Gambar
3.19).





38














3.3.3.4 Perhitungan Saturasi Air
Saturasi atau kejenuhan air adalah rasio dari volume yang terisi oleh air
dengan volume porositas seluruhnya (Harsono, 1994). Metode yang digunakan
dalam perhitungan saturasi air sangat bervariasi. Perhitungan saturasi air sangat
perlu dilakukan karena merepresentasikan kandungan hidrokarbon pada suatu
reservoir. Prinsip dasar pada perhitungan saturasi air pada dasarnya menggunakan
metode Archie yaitu dengan menggunakan rumus berikut:




Keterangan, S
w
: saturasi air pada zona tak terinvasi
a : faktor tortuositas
m : eksponen sementasi
n : eksponen saturasi (1,8 - 2,5, umum digunakan 2)
: porositas
R
w
: Resistivitas air formasi
R
t
: resistivitas formasi sebenarnya
Gambar 3.19 Grafik porositas dan permeabilitas dari SCAL .
n
t
w
m
w
R
R a
S

39


Besarnya nilai a, m, dan n pada perhitungan saturasi air bergantung pada
karakteristik formasi dan fluida yang pada penelitian ini diperoleh dari analisis
inti bor (special core analysis/SCAL) dengan a : 1, m : 1,65, dan n : 1,75.
Namun metode Archie memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan
pada daerah penelitian yang berupa batupasir serpihan (shaly sand). Hal ini dapat
dilihat tidak adanya faktor shale dalam persamaan Archie. Salah satu persamaan
yang cukup efektif dalam perhitungan saturasi air pada batupasir serpihan adalah
persamaan Simandoux (Crain, 2008). Oleh karena itu metode Archie dimodifikasi
menjadi metode Simandoux. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan pada
metode Simandoux.




Keterangan: Sw = saturasi air
C = variabel (0.4 untuk batupasir and 0.45 untuk karbonat).
Rw = resistivitas air formasi.
= porositas.
Rt = resistivitas total.
Vsh = volume shale.
Rsh = resistivitas shale

Berdasarkan persamaan pada metode Simandoux terdapat variabel
resistivitas shale yang dalam penentuannya terdapat beberapa metode, yaitu:
a. Nilai resistivitas konstan
Perhitungan dengan menggunakan metode ini dilakukan dengan nilai
resistivitas shale yang diperoleh dari nilai rata-rata resistivitas pada shale.


40

b. Nilai resistivitas tidak konstan
Perhitungan saturasi air dengan metode ini dilakukan dengan nilai resistivitas
shale yang tidak konstan terhadap kedalaman. Metode ini didasarkan atas
sensitivitas nilai resistivitas shale terhadap suhu dan tekanan yang berubah sesuai
kedalaman (Gambar 3.20).


















Berdasarkan grafik resistivitas terhadap kedalaman maka metode yang
tepat digunakan pada penelitian ini adalah metode resistivitas tidak konstan.
Dengan demikian hasil perhitungan saturasi yang diperoleh dengan metode
Simandoux resistivitas tidak konstan ini dapat dilihat pada gambar 3.21.



Filter: EVAL.GRN>185
Intervals: 13 selected and between
Well: ROND00001 ROND00002 ROND00003
REFERENCE.DEPTHvs. WIRE.LLDCrossplot
Wells: ROND00001 ROND00002 ROND00003
1
1
1
0
1
0
1
0
0
1
0
0
4600 4600
4800 4800
5000 5000
5200 5200
5400 5400
5600 5600
5800 5800
R
E
F
E
R
E
N
C
E
.
D
E
P
T
H

(
F
E
E
T
)
WIRE.LLD(OHMM)
1375
1375
0
0
00
Gambar 3.20 Grafik nilai resistivitas terhadap kedalaman pada tiap formasi.
Fm. Bekasap
Fm. Bangko
Fm. Menggala
Fm. Pematang
41





















3.3.3.5 Perhitungan Saturasi Air I rreducible (Sw
irr
)
Saturasi air irreducible merupakan saturasi air dimana seluruh cairan
tertahan dalam batuan karena tekanan kapiler. Pada batuan granular terdapat
hubungan antara Sw
irr
, porositas, dan permeabilitas (Hernansjah, 2008).
Perhitungan saturasi air irreducible dilakukan untuk mengetahui
perbandingan volume hidrokarbon yang dihasilkan dari kedua saturasi air yang
berbeda. Pengolahan data saturasi air irreducible dilakukan dengan persamaan
yang diperoleh dari hubungan antara permeabilitas dan Sw
irr
dari hasil analisis inti
bor (spesial core analysis/SCAL). Hubungan ini diperlihatkan dengan tingginya
nilai koefisien korelasi dan nilai R
2
pada grafik antara permeabilitas dan Swirr
(Gambar 3.22).
Gambar 3.21 Perbandingan hasil metode saturasi air dari metode Simandoux
dan inti bor.
Sw Simandoux
Sw Inti bor
42














3.4 Pemetaan Reservoir
Pemetaan reservoir pada penelitian ini meliputi peta struktur kedalaman
dengan informasi struktur bawah permukaan diperoleh dari interpretasi seismik
3D yang merupakan data sekunder, kemudian peta geometri reservoir Batupasir A
yang ditunjukkan dengan peta isopach dan peta properti reservoir yang dilakukan
melalui proses pemodelan reservoir tiga dimensi berbasis grid.

3.4.1 Peta Struktur Kedalaman
Berdasarkan hasil interpretasi horison seismik diperoleh gambaran
struktural bawah permukaan lapangan Rindang yang dapat dilihat pada gambar
3.23.







Gambar 3.22 Grafik Permeabilitas dan Swirr dari SCAL.
Coef. Correlation =0,95
43





















3.4.2 Pemetaan Geometri Reservoir
Pemetaan geometri reservoir dilakukan dengan memetakan ketebalan
(isopach) Batupasir A dengan kontrol ketebalan tiga buah sumur yang ada.
Disamping itu pemetaan juga dilakukan berdasarkan hasil analisis lingkungan
pengendapan dan arah sumber sedimen.
Analisis sumber sedimen dilakukan berdasarkan bentukan struktur
paleogeografi pada Paleogen di Cekungan Sumatra Tengah. Pada saat itu terdapat
tinggian di bagian Timurlaut Lapangan Rindang dan rendahan pada bagian
Baratdaya. Adanya struktur tinggian di bagian Timurlaut memungkinkan sumber
sedimen berasal dari Timurlaut. Disamping itu menurut Mertosono dan Nayoan,
1974 proses transgresi yang terjadi pada saat Kelompok Sihapas diendapkan
Gambar 3.23 Peta struktur kedalaman top batupasir A.
U
: Sesar Naik
: Sesar Mendatar mengiri
: Sumur
Keterangan:
44

menuju ke arah Timurlaut. Pembuatan peta isopach juga dilakukan dengan
kontrol ketebalan dari data yang ada pada tiga sumur RND dan analisis
lingkungan pengendapan yang telah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan analisis-analisis tersebut dihasilkan peta isopach seperti pada
gambar 3.24 yang menunjukkan geometri channel pada lingkungan estuarine
dengan arah sumber sedimen berasal dari Timurlaut dan ketebalan yang semakin
meningkat ke arah Baratdaya.

















3.4.3 Pemetaan Properti Reservoir
Pemodelan properti reservoir dilakukan dengan metode sequential
gaussian simulation (SGS) yaitu metode geostatistik yang bekerja secara acak
berkelanjutan mengisi posisi secara acak pada grid yang ada. Pada posisi baru
akan dicarikan nilai dan variansnya dengan cara kriging dari nilai-nilai
sebelumnya dan dari data sumur (Munadi, 2005). Disamping itu pada pemodelan
reservoir perlu dilakukan proses layering dan scale-up. Proses layering
Gambar 3.24 Peta isopach lapisan batupasir A.
U
45

merupakan pembagian suatu zona menjadi bagian-bagian kecil sehingga data yang
dimiliki semakin akurat. Dalam penelitian ini zona Batupasir A dibagi sebanyak
17 lapisan (layer). Sedangkan proses scale-up merupakan pengelompokan secara
umum dari dominasi kemunculan suatu subjek seperti porositas, volume shale,
dan lain-lain secara vertikal. Proses ini bertujuan untuk merata-ratakan nilai yang
diperoleh dari data log menjadi suatu nilai tunggal yang akan diubah ke dalam
data grid. Gambar 3.25 memperlihatkan hasil layering dan scale-up yang
dilakukan pada zona penelitian.


















3.4.3.1 Pemetaan Vshale, Porositas Efektif, dan Permeabilitas
Pemetaan Vshale, porositas efektif, dan permeabilitas dilakukan dengan
asumsi geometri suatu sistem pengendapan mempengaruhi pola penyebaran
properti suatu reservoir. Masing-masing peta properti tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.26, gambar 3.27 dan gambar 3.28.
Batupasir A
Gambar 3.25 Scaling-up dan layering pada pemodelan reservoir.
46
































Gambar 3.26 Peta distribusi volume shale.
Gambar 3.27 Peta distribusi porositas efektif.
U
U
U
47



















3.4.3.2 Pemetaan Saturasi Air Total dan Saturasi Air I rreducible
Pemetaan saturasi air dilakukan dengan melihat hubungan antara
kedalaman dan saturasi air yang dapat dilihat pada gambar 3.29. Grafik antara
kedalaman dan saturasi air menunjukkan hubungan dengan koefisien korelasi
yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebaran nilai saturasi
air dikontrol oleh struktur kedalaman. Berdasarkan peta pada gambar 3.30 dan
3.31 dapat dilihat bahwa semakin besar kedalaman saturasi air semakin meningkat
menuju 1 atau 100% air.





Gambar 3.28 Peta distribusi permeabilitas.
U
48

y =-661,69x - 4730,5
R =0,758
-5240
-5220
-5200
-5180
-5160
-5140
-5120
-5100
0 0,2 0,4 0,6 0,8
K
e
d
a
l
a
m
a
n

(
f
t
)
SW







































Gambar 3.29 Grafik hubungan antara Sw dan kedalaman.
Gambar 3.30 Peta distribusi saturasi air total.
U
Coef.correlation =0,87
49






















Berdasarkan pemetaan yang dilakukan dapat diamati bahwa reservoir
Batupasir A memiliki properti yang heterogen baik secara lateral maupun vertikal.









Gambar 3.31 Peta distribusi saturasi air irreducible.
U
50

3.5 Perhitungan Volume Minyak di Tempat (OOIP)
Volume minyak di tempat (original oil in place/OOIP) merupakan volume
cadangan minyak yang terdapat di suatu reservoir tanpa memperhitungkan faktor
recovery dan produksi lainnya (Hernansjah, 2008).
Untuk melakukan perhitungan cadangan minyak dibutuhkan batas-batas
daerah yang akan dihitung volumenya. Batas-batas tersebut adalah kedalaman dan
luas area yang akan dihitung yang dikenal dengan istilah batas air minyak (OWC)
dan daerah tutupan (closure). Adapun penentuan batas-batas tersebut sangat
berpengaruh pada properti yang dimiliki oleh reservoir.
Perhitungan volume dilakukan dalam dua kasus yang berbeda yaitu pada
reservoir yang bersifat heterogen dan jika reservoir diasumsikan bersifat
homogen, disamping itu perhitungan menggunakan dua saturasi air yang berbeda,
yaitu saturasi air total dan saturasi air irreducible. Asumsi-asumsi berbeda ini
dilakukan untuk memperlihatkan pengaruh heterogenitas reservoir pada
perhitungan volume cadangan.
Penentuan batas air minyak dengan asumsi reservoir homogen terdapat
pada garis biru pada gambar 3.32. Sedangkan perhitungan dengan asumsi
reservoir heterogen batas air minyak terletak pada batas saturasi air bernilai 0,75
atau 75% (garis merah pada gambar 3.32).












Gambar 3.32 Batas air minyak (OWC) dengan asumsi reservoir homogen (biru) dan
reservoir heterogen (merah).
51

Berdasarkan batas OWC yang dapat dilihat pada gambar 3.31, batas OWC
pada reservoir heterogen terdapat pada kedalaman yang berbeda-beda. Hal ini
membuktikan bahwa reservoir Batupasir A bersifat heterogen. Sedangkan pada
asumsi jika reservoir bersifat homogen batas OWC terletak pada nilai kedalaman
rata-rata dari batas OWC sebenarnya.
Penetuan daerah tutupan (closure) pada reservoir heterogen juga berbeda
dengan reservoir homogen. Pada reservoir homogen penentuan batas daerah
tutupan dikontrol oleh batas OWC saja sedangkan pada reservoir heterogen
dikontrol oleh batas OWC dan nilai ambang batas dari properti porositas efektif
yaitu sebesar 0,1 atau 10%. Dengan demikian luas daerah tutupan akan lebih kecil
dibandingkan pada reservoir homogen yang hanya dibatasi oleh batas OWC
(Gambar 3.33).


















(a)
(b)
Gambar 3.32 (a) Daerah tutupan dengan batas OWC (reservoir asumsi homogen).
(b) Daerah tutupan dengan batas OWC dan porositas 10% (reservoir
heterogen).
U U
52

Perhitungan volume hidrokarbon dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut ini:




Keterangan:
OOIP : Original oil in place
A : luas daerah
h : jarak permukaan atas dan bawah
: porositas
Sw : Saturasi air
Boi : formation volume factor

Perhitungan volume hidrokarbon pada penelitian ini dilakukan pada setiap
grid yang digunakan dalam pemodelan. Sehingga nilai properti porositas dan
saturasi air yang digunakan pada perhitungan volume ini diperoleh dari model
yang dihasilkan sebelumnya. Nilai volume yang diperoleh dari setiap grid tersebut
akan dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai volume OOIP yang tunggal.
Berdasarkan analisis OWC dan daerah tutupan (closure) pada reservoir
homogen dan heterogen, perhitungan volume dilakukan dengan menggunakan
saturasi air total dan saturasi air irreducible dengan hasil perhitungan seperti pada
tabel 3.3.








53



Bulk
Volume
OWC
(feet)
PV
Sw

HCPV
(10
6
Barrel)
Bo
i

OOIP
(MMSTB)
Catatan
Sw
T
Sw
irr
Sw
T
Sw
irr
Sw
T
Sw
irr
55 5204 Model 3 Model Model 5 6 1,1 4 5
Reservoir
Homogen
549 5210 Model 13 Model Model 20 25 1,1 18 23
Reservoir
Heterogen

Keterangan tabel:
OWC : Oil water contact
: Porositas
PV : Volume pori
Sw : Saturasi air
Sw
T
: Saturasi air total
Sw
irr
: Saturasi air irreducible
HCPV : Hydrocarbon pore volume
Bo
i
: Formation volume factor
OOIP : Original oil in place

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa volume
cadangan di tempat (OOIP) pada reservoir homogen relatif lebih kecil dibandingkan
dengan reservoir heterogen. Disamping itu volume cadangan di tempat (OOIP) memiliki
nilai yang lebih besar dengan menggunakan saturasi air irreducible.
Tabel 3.3 Perhitungan OOIP

También podría gustarte