Está en la página 1de 19

1

LAPORAN KEGIATAN

SEMINAR NASIONAL
PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL:
PROBLEM DAN SOLUSI

Surakarta, 28 Mei 2009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2

PENGESAHAN

Laporan dari Ketua Panitia dengan kegiatan sebagai berikut

Kegiatan : SEMINAR NASIONAL REFLEKSI KEBANGKITAN NASIONAL


Tema : PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL: PROBLEM DAN
SOLUSI
Pelaksanaan : Kamis, 28 Mei 2009
Tempat : Aula Gedung Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret

Dapat disahkan oleh Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas


Maret

Pada :

Direktur,

Prof. Drs. Suranto, M.Sc.,Ph.D


NIP. 131 472 192
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah s.w.t, berkat limpahan rahmat


dan hidayahNya kami telah berhasil menyelesaikan laporan kegiatan Seminar
Nasional dengan judul Fenomena Pembelajaran Sejarah Kontroversial:
Problem dan Solusi. Kegiatan seminar diselenggarakan dalam rangka Refleksi
Kebangkitan Nasional 2009 dan sekaligus sebagai bentuk partisipasi
Program Studi Pendidikan Sejarah PPs. UNS dalam rangka mencari solusi
yang tepat mengenai pembelajaran sejarah kontroversi yang berlangsung di
sekolah dasar dan menengah.
Kegiatan Seminar sehari mendapat sambutan yang cukup positif dari
berbagai pihak, seperti kalangan akademisi, guru, dosen, pejabat, wartawan,
LSM, dan kelompok masyarakat lainnya yang menaruh minat pada masalah-
masalah sejarah dan pembelajaran sejarah di sekolah. Dalam kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang dengan caranya
masing-masing telah membantu kelancaran pelaksanaan seminar. Sudah
tentu dalam kegiatan ini masih dijumpai beberapa kelemahan dan
kekurangan, untuk itu kami membuka diri menerima saran, masukan, dan
kritik yang bertujuan untuk memperbaiki kegiatan serupa di masa yang akan
datang.

Surakarta, 28 Mei 2009

Panitia Seminar
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul Kegiatan
Seminar Nasional “Fenomena Pembelajaran Sejarah Kontroversial: Problem
dan Solusi”

B. Latar Belakang Kegiatan


Sifat kontroversial hampir selalu ada dalam sejarah. Hal ini karena
sejarah senantiasa berproses dan bukan sebagai suatu hal yang sudah
selesai, sehingga ada kecenderungan munculnya fakta-fakta dan interpretasi-
interpretasi baru terhadap suatu peristiwa sejarah. Sejarah kontroversial
senantiasa muncul akibat perbedaan pandangan tentang suatu peristiwa
dikalangan sejarawan atau masyarakat yang dilandasi perbedaan perolehan
sumber sampai dengan masalah interpretasi yang berbeda. Kochhar
(2008:450) menyatakan bahwa “hampir setiap hal yang kita ajarkan
merupakan sesuatu yang kontroversial atau memiliki unsur kontroversi di
dalamnya. Semakin banyak kita menginterpretasikan masa sekarang dengan
bantuan masa lalu, semakin besar pula kemungkinan kita menemukan isu-isu
kontroversial”.
Sifat sejarah yang kontroversial ini memberikan pengaruh dalam
pembelajaran sejarah di dalam kelas. Adanya pembelajaran sejarah
kontroversial sebenarnya merupakan suatu keniscayaan. Hal ini karena
materi yang menjadi bahan dalam pembelajaran adalah materi yang diangkat
dari peristiwa sejarah yang bersifat kontroversial. Beberapa peristiwa sejarah
yang dapat diklasifikasikan masih bersifat kontroversial antara lain Gerakan
30 September, peristiwa seputar Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar),
Serangan Umum 1 Maret 1949, lahirnya Pancasila, lahirnya Orde Baru, dan
Integrasi Timor-Timur.
Pengajaran materi sejarah yang bersifat kontroversial sebagai satuan
dari pendidikan sejarah memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat.
Pengajaran sejarah yang bersifat kontroversial dengan memberikan
argumentasi yang kuat dan logis tentang pendapat-pendapat yang berbeda itu
memiliki beberapa tujuan. Abu Su’ud (1993:20-21) menyatakan bahwa
pengembangan pola isu kontroversial dalam kelas sejarah bertujuan untuk
mencapai (1) peningkatan daya penalaran, (2) peningkatan daya kritik sosial,
(3) peningkatan kepekaan sosial, (4) peningkatan toleransi dalam perbedaan
pendapat, (5) peningkatan keberanian pengungkapan pendapat secara
demokratis, serta (6) peningkatan kemampuan menjadi warga negara yang
bertanggung jawab.
Pembelajaran sejarah kontroversial mengalami titik balik pada saat
reformasi. Semenjak bergulirnya reformasi, perubahan-perubahan terjadi
dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu perubahan
yang paling menonjol adalah dengan terwujudnya satu keadaan yang
memungkinkan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya secara
bebas. Terwujudnya kebebasan dalam mengungkapkan pendapat ini menjadi
satu indikator dari pencapaian iklim yang demokratis dalam sebuah sistem
pemerintahan. Reformasi dengan demikian telah mengubah mind set atau
5

pola pikir sebagian besar masyarakat menjadi lebih terbuka dan memiliki
keluasan pandangan tentang kondisi diri dan lingkungannya.
Dalam pelaksanaannya di dalam kelas, terjadi hal yang berlawanan
dengan semangat reformasi pada pembelajaran sejarah kontroversial. Dalam
pembelajaran sejarah kontroversial, terjadi ketidaksesuaian antara semangat
reformasi yang menunjung tinggi semangat keterbukaan dan kebebasan
mengemukakan pendapat dengan kenyataan pendidikan sejarah pada saat
ini, yakni adanya seperangkat kebijakan pemerintah yang masih belum
membuka peluang yang maksimal untuk pengembangan proses berpikir
kritis. Hal ini nampak dikeluarkannya Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor
019/A/JA/03/2007 pada tanggal 5 Maret 2007 yang melarang buku-buku
pelajaran sejarah yang tidak membahas pemberontakan (PKI) tahun 1948
dan 1965. Akibatnya, terjadi penarikan buku ajar besar-besaran disertai
dengan pemusnaham buku tersebut secara massal. Adanya kenyataan yang
seperti ini merupakan salah satu hal yang menghilangkan kaidah sejarah
sebagai ilmu, sekaligus menjadikan sejarah sebagai alat indoktrinasi untuk
menghasilkan pengikut yang penurut (Purwanto, 2006:270). Hal ini justru
akan menimbulkan permasalahan baru dalam masyarakat dengan adanya
“dosa sejarah” berupa vonis bersalah terhadap suatu kelompok masyarakat
dan “dendam sejarah” berupa kebencian terhadap dari suatu kelompok
masyarakat kepada kelompok lain akibat suatu peristiwa sejarah.
Oleh karena itu, materi-materi yang diajarkan masih sebatas pada
materi-materi yang tidak memberikan pengaruh dan bersinggungan langsung
dengan masyarakat, seperi materi-materi dari sejarah yang terjadinya jauh
dari masa sekarang. Sementara itu, materi-materi sejarah kontemporer yang
bersifat sensitif dan politis belum diajarkan secara maksimal. Selain itu pada
pelaksanaannya, intervensi penguasa masih sangat kuat dalam pendidikan
sejarah. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial
masih belum berjalan secara maksimal.
Hal tersebut tentu saja memunculkan berbagai tanda tanya dalam
pembelajaran sejarah, khususnya sejarah kontroversial. beberapa
permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sejarah kontroversial antara
lain: Apakah sejarah kontroversial yang dilandasi semangat kebebasan
menjadi hal yang tabu untuk diajarkan? Bagaimana guru sejarah menyikapi
sejarah kontroversial? bagaimana mengajarkan sejarah kontroversial dalam
kelas sejarah?
Melihat realitas tersebut, upaya untuk memecahkan masalah tesebut
harus segera ditemukan untuk mewujudkan pendidikan sejarah yang
membebaskan dan mencerdaskan. Atas dasar pemikiran itulah Prodi
Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS)
bermaksud mengadakan seminar tentang “Fenomena Pembelajaran Sejarah
Kontroversial” sebagai salah satu upaya memperbaiki pendidikan sejarah di
Indonesia. Seminar ini sekaligus sebagai satu rangkaian peringatan dan
refleksi kebangkitan nasional yang pada tahun ini telah memasuki masa 101
tahun.
6

C. Permasalahan
1. Pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah dasar dan menengah masih
dihadapkan pada kesulitan yang berkaitan dengan sejarah yang
controversial, sehingga guru sejarah seringkali sulit menyampaikan fakta
sejarah yang sesungguhnya terjadi.
2. Materi sejarah yang diajarkan di sekolah seringkali masih menjadi polemic
dan perdebatan di tengah-tengah masyarakat, menyangkut ketepatan
historis yang melingkupi sebuah peristiwa ataupun tokoh tertentu atau
pahlawan.
3. Adanya dikotomi sejarah resmi dan sejarah akademik yang seolah-olah
keduanya tidak ada kaitan sama sekali dalam proses pembelajaran
sejarah di sekolah. Dikotomi itu justru mempertajam polemic dan
perdebatan sejarah yang masih dianggap “kontroversial”.
4. Terjadinya kebijakan yang kontraproduktif menyangkut buku-buku sejarah
yang dianggap kontroversial sehingga terjadi pelarangan atau
pemusnahan buku-buku sejarah yang menyajikan versi yang berbeda
dengan versi sejarah resmi.

D. Tujuan Kegiatan
1. Menganalisis permasalahan pembelajaran sejarah kontroversial di
sekolah
2. Memberikan pemahaman baru bagi guru sejarah dan masyarakat yang
berminat dalam studi sejarah tentang pembelajaran sejarah kontroversial
di sekolah
3. Memberikan alternatif kerangka pikir dalam pembelajaran sejarah
kontroversial
E. Sasaran
1. Terselenggaranya kegiatan Seminar Nasional dengan tema perkembangan
budaya politik Indonesia dilihat dari perspektif sejarah.
2. Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat luas yang datang dari berbagai
kalangan, seperti politisi, pejabat pemerintah, dosen, guru, mahasiswa,
LSM, wartawan, budayawan, dan pemerhati masalah-masalah sosial
politik lainnya; yang jumlahnya sekitar 246 orang.

F. Manfaat Kegiatan
1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan kesejaraan yang
bermanfaat untuk memahami dinamika social politik masyarakat
Indonesia masa kini dan masa depan.
2. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita terhadap beberapa
fakta sejarah yang masih menajdi perdebatan masyarakat sehingga perlu
didialogkan bersama untuk memperoleh kepastian historis yang lebih
sahih.
3. Dapat menumbuhkan kesadaran bersama tentang perlunya pemahaman
sejarah secara benar sehingga nilai-nilai dan makna historis yang hendak
disampaikan kepada peserta didik tidak menyimpang dari tujuan
pembelajaran sejarah.
7

G. Pelaksana
1. Kegiatan dilaksanakan oleh Panitia Seminar yang ditunjuk oleh Ketua
Program Studi Pendidikan Sejarah atas persetujuan Direktur PPs
Universitas Sebelas Maret.

2. Panitia Pelaksana:
Penanggungjawab : Ketua Prodi Pendidikan Sejarah
Ketua : Dr. W a r t o, M.Hum.
Sekretaris : Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum
Bendahara : Prof. Dr. Siswandari, M.Stat

Seksi-Seksi :
a. Seksi Acara dan Persidangan
 Syaiful Amin, S.Pd.  Drs. Amal Hamzah
 Tsabit A. Ahmad, S.Pd.  Devi Ruspitasari, S.H.
 Dra. T.M. Endah H

b. Seksi Konsumsi
 Dra. Waryanti  Darwati, S.Pd.
 Dra. Siti Sundari R.  I Made Ratih Rosnawati, S.Pd.
 Tatik Budi R. S.Pd.

c. Seksi Perlengkapan
 Gerdjito S, S.Pd.  Drs. Kasimanudin I
 Sagino, S.Pd.  Sulistiawati, S.Pd.
 Drs. Sutrisno  Yudi S., S.Pd.

d. Seksi Administrasi dan Kesekretariatan


 Dra. Sri Endah Rida  Dra. Yuliani Sri Widianingsih
 Rini Herliyanti, S.Pd.  Agni Era Hapsari, S.Pd.
 Drs. Amin Hidayat  Agus Mursidi, S.Pd.

e. Seksi Dokumentasi
 Drs. Hariyanto Winarto  Ketut Sdana Arta, S.Pd.
 Qurotu Ainin, S.Pd.  Sarwaningsih, S.Pd.

f. Seksi Humas dan Sponsorship


 Drs. Sarijo
 Sarilan, S.Pd.
 Dra. Umi Maimanah
 Drs. Suroto
 Didik Wardoyo, S.Pd.
2

H. Pemakalah
1. Dr. Asvi Warman Adam dari LIPI
Subtema : Permasalahan Sejarah Kontroversial di Indonesia:
Penyebab, Perkembangan, dan Implikasinya dalam
Pembelajaran Sejarah

2. Prof. Dr. Bambang Purwanto dari Universitas Gadjah Mada


Subtema : Posisi Sejarah Kontroversial dalam Kurikulum Sejarah dan
Praksis Pembelajarannya

3. Drs. Tri Widodo, M.Pd. dari MGMP Kab. Wonogiri


Subtema : Praksis Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah Kontroversial
dan Peran MGMP dalam Mengatasi Permasalahan
Pembelajaran Sejarah Kontroversial

I. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan seminar nasional dalam rangka refleksi kebangkitan nasional ini
dilaksanakan pada:

Hari dan tanggal : Kamis, 28 Mei 2009


Waktu : 09.00-13.30 WIB
Tempat : Aula lantai 3 gedung Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret (UNS) Surakarta

J. Pendanaan
Dana pelaksanaan kegiatan seminar ini berasal dari DIPA Program Studi
Pendidikan Sejarah PPs. UNS Tahun Anggaran 2009 dan kontribusi peserta.
Laporan keuangan kegiatan terlampir.
3

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Seminar
1. Sambutan :
a. Ketua Panitia : Dr. Warto M. Hum
Kegiatan Seminar dalam rangka menyambut Kebangkitan Nasional.
Alasan pemilihan tema ;
1) Didorong suatu kenyataan praktek pembelajaran guru dihadapkan
dalam situasi yang sulit, materi di buku teks ada yang masih
menjadi perdebatan, kontroversial di masyarakat.
2) Masih mendikotomisasikan antara jenis sejarah versi resmi dan
versi akademik, seolah sulit dipertemukan/ sering
dipertentangkan.
Seminar diikuti sekitar 300 orang, dari berbagai kalangan, guru,
dosen, mahasiswa, LSM, wartawan dan kelompok masyarakat lainnya,
seperti alumnus dari Sumatera, Kalimantan, Mataram dan sebagainya.
Ucapan terimakasih pada semua pihak yang dengan caranya sendiri
membantu lancarnya seminar, lainnya secara khusus kepada para
sponsor. Meskipun seminar sudah dirancang jauh hari, namun masih
banyak kekurangannya, kami mohon maaf.

b. Direktur Program Pasca Sarjana (PPS) UNS : Prof. Drs. Suranto, MSc,
Ph.D.
Ucapan selamat datang,
Ucapan terima kasih pada pembicara,
Kegiatan Prodi Sejarah merupakan salah satu kegiatan akademis yang
tidak lepas dari UNS karena Program Paska Sarjana bagian dari UNS.
Pada rapat pleno disampaikan oleh Rektor, dalam rangking
hipometrik, UNS masuk 10 besar pada Januari, lalu perkembangan
kemudian naik menjadi ranking 6. Mendikbud melaporkan bahwa dari
8 besar perguruan tinggi, pendatang baru yang melejit adalah UNS,
yang menempati rangking 6. Ranking pertama adalah UI. Walaupun
dalam kompas, sempat diberitakan UNS di Jawa Tengah, posisinya
masuk di ranking bawah, tapi Himetrik adalah penentuan ranking
tingkat dunia, ternyata Brawijaya di bawah UNS.

Pelaksanaan seminar, mewujudkan prodi sejarah menunjukkan


kemampuan akademis. Dalam hal-hal tertentu, sependapat dengan
Bung Karno, ‘jangan sekali-kali melupakan sejarah’. Bagaimana
4

sejarah di Negara maju? Justru pendidikan sejarah diberikan dan


diutamakan. Hal ini penting sekali untuk mengantarkan generasi muda
membentuk dan memiliki karakternya. Karakter dapat dibentuk sejak
dini, akan menjadi warga yang bagus di kemudian hari. Sebaliknya di
negara berkembang termasuk di Indonesia, seolah-olah pendidikan
sejarah tidak sepenting seperti IPA, matematika, karena di situ ada
lomba yang namanya olimpiade. Lalu yang menjadi pertanyaan
mengapa di IPS belum ada olimpiade?
Judul atau tema seminar sangat menarik, tapi saya berpesan, apakah
buktinya ada? Sesuatu yang belum matang, atau final jika nantinya
dilemparkan pada anak didik, agar tidak menjadi masalah bagi
siswanya.

Secara pribadi mengucapkan terimaksih pada Dr. warto dan jajarannya


atas terselenggaranya kegiatan seminar ini.

2. Kegiatan Seminar
Riwayat Hidup Pembicara ;
a. Dr. Asvi Warman Adam,
Tempat/ tanggal lahir, Bukit tinggi 8 Oktober 1954, domisili di Jakarta
selaku peneliti LIPI,
b. Drs. Tri Widodo, perwakilan MGMP
Tempat/ tanggal lahir, Wonogiri, 10 Januari 1964, mengajar SMP N 1
Wonogiri
c. Dr. Bambang Purwanto, Staf Pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu
Budaya UGM Yogyakarta, Tempat/ tanggal lahir, Bangka 17 September
1961

Penyaji 1: Asvi Warman Adam,


Istilah kontroversi sejarah baru terdengar belakangan, 1998, pada
orde baru nyaris tindak ada. Kontroversi artinya perdebatan,
pertentangan, pada orde baru tidak ada, karena adanya hanya 1 versi,
yaitu versi Orde Baru. Salah satu yang kontroversial adalah buku tentang
PKI, 1995 dilarang, tidak boleh ada kontroversi.
Sartono, mengundurkan diri, tidak ada pada penyusun SNI. Pada
buku karangan Nugroho, Pejuang dan Prajurit, gambar saat proklamasi
wajah Sukarno tidak ada, kemudian Abdurrahman Surjomihardjo,
menelepon pada penerbit untuk protes, namun tidak ada jawaban atau
alasan yang diberikan, dan pada terbitan ke dua sudah ada gambar wajah
Sukarno.
Nasution menyusun buku, 40 Hari Kegagalan G 30 S, belum ada
kata PKI di belakang G 30 S, walau di tulis dalam waktu singkat, termasuk
buku laris.
Setelah Orba, baru muncul kontroveri, karena sudah ada
kebebasan pers, pendapat, televisi tidak takut lagi membuat film
dokumenter yang beda versi dengan pemerintah, misal tentang G 30 S,
Supersemar dan Serangan umum 1 Maret 1949.
Berbicara tentang pelurusan sejarah, adalah koreksi terhadap
kekeliruan sejarah yang tidak tepat tetang masa lalu. AURI mendapat
5

stigma, kelompok yang di cap PKI, Sukarnois, merasa dipinggirkan. Di sini


AURI berkepentingan meluruskan sejarah. Film G 30 S/PKI, yang
ditayangkan rutin tiap tahun pada 30 September, lembaga pertama yang
meminta untuk menghentikan penayangan justru dari AURI.
Unsur pelurusan sejarah itu memungkinkan kalau ada
penggeraknya, disegani oleh pemerintah. Ini terbukti adanya Marskal Joko
Suyanto dari AURI telah dipercaya menjadi panglima TNI, ini di anggap
pelurusan di tubuh AURI berhasil.
Kurikulum yang berusaha menghilangkan PKI pada kata G 30 S di
anggap resistensi, sekarang ini muncul lagi kata PKI, berarti pelurusan
belum berhasil. Tentang Anak Agung Gde Agung, saat diusulkan menjadi
pahlawan nasional justru datangnya dari DI Yogyakarta. Hal ini diprotes
lembaga veteran di Bali yang melihat kekerasan yang dilakukan Anak
Agung. Gelar pahlawan nasional untuk Anak Agung tidak layak, perlu
dipertimbangkan, apalagi sempat korupsi. Kriteria layak gelar pahlawan
nasional pada figure yang tidak punya cacat, seperti memberontak, ini
sulit, sosok Safrudin dicap sebagai pemberontak, tidak diangkat, namun
Moh. Natsir, telah diangkat, apakah kriterianya sudah diubah?
Persoalan kontroversi bukan sekadar persoalan keilmuan, dibalik
ini ada persoalan kemanusiaan. G 30 pakai PKI atau tidak hanya sekedar
istilah, tapi dilapangan menimbulkan dampak yang luas, keluarganya
merasa didiskriminasi. Soal kontroversi bukan sekedar benar atau tidak,
tapi ada dampak yang luas tentang persoalan itu. Seperti usulan orang
tionghoa menjadi pahlawan nasional (dari Asvi), melihat perseolan pribumi
dengan Tionghoa, kerusuhan yang terjadi karena 3 hal :
1. kesenjangan ekonomi
2. mereka dianggap orang asing
3. mereka dianggap tidak ikut dalam perjuangan bangsa indonesia

Maka mencoba menghilangkan penyebab yang ke 3, memang


salah satu seperti persolan ekonomi ya, tapi itu hal lain. Pendapat yang
menyatakan orang Thionghoa tidak ikut dalam perjuangan itu salah,
seorang John Lie yang menerobos pasukan Belanda merupakan contoh.
Bahwa kalau ada orang Thionghoa yang diangkat menjadi pahlawan
nasional mereka sudah dianggap sama dengan suku yang lain di
Indonesia.
Pada tahun ini sudah diterbitkan kembali oleh balai pustaka,
Sejarah nasional edisi pemutahiran, 6 jilid harga Rp 825.000,00. Di buku
itu masih ada hal-hal yang versi lama, tentang Bung Karno yang
menimbulkan kontroversi. Mestinya di buku standar tidak ada lagi sampai
ke hal yang masih kontroversi. Suharto mengundurkan diri itu tidak benar,
tapi menghentikan diri. Kalau mengundurkan diri harus
mempertanggungjwabkan, tapi tidak dilakukan Suharto. Buku 8 jilid yang
dipimpin Taufik Abdullah baru sampulnya.

Penyaji 2: Prof. Dr. Bambang Purwanto


Ucapan terimakasih,
6

Klarivikasi bahwa ahlinya pembelajaran Sejarah justru di sini (UNS),


saya hanya menyadari bahwa apa yang disebut pendidikan Sejarah harus
dijembatani.
Berbicara sejarah kontraversial, bila hanya tentang G 30 S, lahirnya
Pancasila, itu berlebihan, di luar persoalan pembelajaran sejarah.
Persoalan kontroversial jangan direduksi pada yang tertentu saja, banyak
hal yang lain.
James W. Loewen, menyatakan bahwa ‘Kebohongan yang guruku
ajarkan padaku’, dan pernyataan ‘sejarah merupakan satu-satunya bidang
ilmu jika semakin banyak diajarkan dan dipelajari siswa akan membuat
mereka menjadi semakin bodoh.’
Dalam pembelajaran sejarah kontroversial masalahnya pada
bohong dan salah. Mestinya memintarkan kita menjadi bijak, santun, hal
yang baik. Melihat Tema yang di sampaikan panitia, sejarah dalam arti
luas dan terbatas tidak lepas dari persoalan kontraversial, karena sejarah
merupakan keniscayaan. Apakah sama dengan kebohongan dan
kesalahan. Apakah yang kontroversial sejarah sebagai bahan ajar,
kurikulum, atau peristiwanya saja. Mereduksi hanya pada tataran
Supersemar, G 30 S, itu hanya mereduksi sesuatu. Diponegoro itu
pahlwan apa bukan itu? Kalau tanya pada pihak keraton Jogja,
jawabannya nanti dulu, ia dicap sebagai pemberontak. Maka mengacu
tema, pengertian kontroversial sejarah sebagai peristiwa, kontek lain, bisa
kontroversial politis dan bisa kontroversial keilmuan.
Secara teoretik sejarah dan pembelajaran menjadi kontroversial
bila penulisan sejarah, kurikulum dan proses pembelajarannya menyatu
menjadi alat politik. Intinya sejarah sebagai sebuah naratif itu subjektif,
karena pasti memiliki tujuan tertentu pasti subjektif. Kondisi itu tercipta
karena keterbatasan wawasan yang membangun historiografi para
penyusun kurikulum dan pembelajar sejarah (guru). Pendapat ‘Kurikulum
itu bukan ilmu tapi kesepakatan’, diucapkan di ruang Depdiknas, ini
berarti kurikulum itu adalah politis. Pertimbangan atas kurikulum bukan
keilmuan ternyata pertimbangan politis.
Apakah dan mengapa sejarah kontroversial ? Keberadaan sejarah
dalam kontroversial pada kurikulum lebih dipertimbangkan politk daripada
akademik. Bukan untuk menghadirkan pengetahuan berfikir yang
bersumber pada keilmuan. Sekedar kepentingan politik memuaskan
penguasa. Sebenarnya kita perlu menghadirkan keberagaman,
kontroversial dimasukkan dalam kurikulum bukan hal yang menakutkan,
namun justru untuk mempelajari keberagaman.Tidak semua peristiwa
sejarah kontroversial harus diberikan pada siswa.
Apakah guru/sekolah memiliki kontrol atas kurikulum sejarah? Ada
2 alasan : (1) Alasan politis dan (2) Bekal keilmuan. Guru hanya berbekal
pengetahuan yang cukup, punya substansi tapi tidak bisa berpikir secara
historis. Sebenarnya berpikir historis bukan hanya milik para peneliti
sejarah. Ketika berhadapan pada sejarah kontroversial para guru tidak
bisa berpikir historis, akibatnya pembelajaran sejarah hanya pembenaran
dari penguasa, guru sebagai agen politis penguasa. Para guru mesti punya
kemampuan menulis teks pembelajaran sejarah yang sesuai dengan
perkembangan siswa. Pembusukan terus terjadi, kebohongan dan
7

kesalahan diterima sebagai kewajaran, apakah kita gembira terus menjadi


pecundang? Jangan-jangan kita tidak ada pilihan.
Kata akhir “Jangan pernah takut bahwa perbedaan, keberagaman
akan menyebabkan kita berantem, disintegrasi. Pendidikan kita harus
mengalami perubahan yang drastis, kalau kita ingin berubah.”

Penyaji 3: Drs. Tri Widodo, M.Pd.


Ucapan terimakasih,
Bila tulisan itu (makalah saya) ibarat sebuah batu, silahkan bapak
ibu menggosoknya. Proses perubahan memiliki nilai keabadian perubahan
itu. Pembelajar adalah kata, pemimpin adalah kalimat, guru adalah
makna. Kita dilapangan bisa mengatakan kontroversi sejarah karena ada
pembanding. Akan permasalah buku Amin Rais, Agenda mendesak
bangsa untuk menyelamatkan Bangsa Indonesia. Manusia maklhuk unik
dan agak aneh sekalipun sejarah selalu berulang, dan tidak mampu untuk
tidak mengulangi sejarah yang buruk. Sejarah sebuah kontuitas, yang
dibutuhkan sejarah adalah kejujuran. Yang susah kejujuran sejarah dan
sejarah kejujuran. Nabi Muhammad SAW bersabda “ barang siapa yang
meiliki masa sekarang lebih baik dari masa lalunya maka ia termasuk
orang yang untung, dan barang siapa….. dst.
Menyangkut G 30 S, adalah yang ada Gerakan 30 September
tanpa PKI, Dalam pemahaman kita bersama dilapangan tidak ada
persoalan, menyampaikan apa adanya, sesuai buku paket, tidak pernah
mempersoalkan kontroversi tidaknya. Dalam skala lebih luas
pembelajaran malah menjadi sumber masalah, perubahan dari
pemerintah hanya sekedar kosmetik atau malah diobok-obok.
Romantissisme histories, disanjung. Menyadari bahwa sejarah dapat
membantu siswa membuat perilaku manusia pada masa lampau
sekarang dan akan datang. Antara idealitas dan realitas banyak yang tidak
menyambung di lapangan, adalah mestinya sejarah perlu ditata sebagai
pola yang menarik sejarah sebagai guru. Sejarah menjadi sesuatu yang
dikisahkan oleh guru siswa sebagai mesin, suatu saat dicetak kembali,
pada ulangan menjadi angka.
Pembelajaran sejarah di sekolah penuh dengan kontroversi,
bahkan dijejalkan sangat jauh hal dari kebutuhan siswa. Mestinya sejarah
menjadi historistik yang dibutuhkan siswa. Seharusnya pembelajaran
sejarah diarahkan learning by doing, dan sebagainya.
Panggung sejarah sebenarnya dimainkan tokoh terbaik dan tokoh
terburuk di atas dunia. Endingnya belum tentu yang baik yang menang.
Tapi dalam pembelajaran sejarah lain. Emosional hapinas, estetika
happiness, Moral happiness, Spiritual hapines

3. Sessi Tanya Jawab 1 :


a. Pertanyaan umum, dari moderator :
Apa yang harus dilakukan oleh guru sepulang dari seminar ini?
8

b. Dr. Sri Haryati


Untuk Prof. Bambang ;
1) Pembelajaran sejarah sangat subjektif, sejarah dikatakan sebagai
ilmu, unsur universal tidak ada, berarti tidak masuk kategori ilmu,
mohon tanggapan
2) Apakah kontradiksi sumber dari kebohongan, kesalahan?

Untuk Dr. Asvi


1) Terkait masalah pahlawan nasional, bagaimana merumuskan
seorang pahlawan nasional. Nampaknya pahlawan nasional hanya
pada satu bidang saja yaitu pejuang saja, tidak pada bidang yang
lain ?
2) Hilangnya stigma tentang trauma PKI, terbukti missal anggota MPR
yg menulis saya bangga sebagai orang PKI ?

Untuk Bpk. Tri Widodo


1) Ada sejarah kejujuran dan kejujuran sejarah itu apa ? apa sama
dengan metafor celana dalam dan dalam celana ?

c. Aditya
1) Sejarah kontroversial bukan suatu masalah, suatu hal yang wajar,
sejarah yang multi versi adalah sejarah yang sehat. Maka sejarah
kontroversial/multi versi yang sehat, justru yang tidak sehat
sejarah yang monoversi. Kalau pelurusan sejarah itu berbahaya.
Bagaimana tanggapan dari Pak Asvi dan Pak Bambang?
2) Untuk Pak Tri kejujuran sejarah justru menyampaikan semua versi
sejarah yang ada. Bagaimana tanggapan bapak?

d. Anto Edi wilianto UMS Surakarta


1) Semua materi sejarah kontroverisal. Karena metodologi sejarah
memungkinkan kontroversial karena ada interpretasi, untuk
kepentingan politik, dsb. Sejarah itu memang ilmu kontroversial.
2) Forum MGMP pun tidak mampu mengatasi masalah kontroversi.
Bagaimana tanggapan?

e. Perwakilan Mataram
1) Pembelajaran sejarah kontroversial, sepakat kalau seandainya
pembelajaran sejarah kontroversial tetap dimasukkan dalam
pembelajaran, tentang kejujuran bagaimana untuk lebih menata
kembali? Ada sebuah sabda, “yang menentukan baik buruk adalah
para ahli fakir yaitu penguasa”.

4. Tanggapan Sessi 1
a. Dr. Asvi Warman Adam
Kriteria pahlawan nasional, adalah orang yang berjasa sangat
besar terhadap bangsa Indonesia, bila tanpa diembel-embeli tanpa
cacat, itu sangat mudah, missal Nasir, mosi integralnya RIS menjadi RI
9

itu mwengangkat nilaia persatuan, tidak dikaitkan pernah melakukan


“pemberontakkan”. Orang yang masuk petisi 50 tidak boleh menjadi
pahlawan. Orang yg akan diangkat menjadi pahlawan nas dikaitkan
dengan aktifitas yg digelutinya, missal Ismail Marzuki yg menggeluti
sebagai komponis. Ir. Suratin pendiri PSSI tetapi pengusulan pahlawan
ditolak.
Sejarah kontroversi wajar saja memang interpretasi bisa saja
berbeda, masalahnya mengajarkan sejarah ada pedoman, rujukan,
ada buku babon, SNI yang menjadi masalah hanya di jilid 6. Salah satu
tujuan sejarah belajar masa lampau agar tidak terpelosok pada lobang
yang sama, misal masalah penculikan sudah ada sejak tahun lima
puluhan, 1997, ada aktifis yg diculik, inilah kesalahan-kesalahan
dalam pembelajaran sejarah yang tidak dituntaskan. Jadi guru harus
menyampaikan kegetiran sejarah sesuai dengan nilai-nilai apa yang
akan disampaikan di kelas.
Apakah pelurusan sejarah tidak berbahaya? Ya kita
menghilangkan monopoli itu, intinya yang penting proses
demokratisasi, agar murid-murid di kelas bisa berdebat kritis. Saran
kita harus menolak kalo terjadi upaya monopoli penguasa.

b. Prof. Dr. Bambang Purwanto


Yang dilakukan guru sepulang dari sini, manfaatkan sertifikat
itu. Kemudian, bila berbicara ilmu sosial, ilmu sebagai sebuah
universal, hampir semua ilmu sosial itu subjektif. Universal itu kalau
diterima oleh Barat, itulah hegemoni yang sekarang ada. Di dunia
Barat hampir seluruh universalitas itu kalau ada hegemoni. Sejarah
ilmu atau bukan, debat kusir, Ada hal beda antar kontraversial dengan
subjektifitas. Yang kita lawan subjektivitas politis bukan subjektivitas
keilmuan. Kalau kita tidak cukup ilmu akan terjebak kesalahan dan
kebohongan. Bagaimana mengurangi sebanyak mungkin subjektif
sehingga akan lebih objektif. Dalam sejarah islam sama saja tidak
lebih baik atau absolute, bicara kadar,. Kontraversi keilmuan bisa di
atas, namun kontraversi politis ini sulit karena jauh dari jangkauan
kita.
Sebagai contoh adalah Prof Sartono Kartodirdjo dengan
metodologi sejarah /sejarah multi dimensional sebenarnya
perlawanan Pak Sartono kepada rezim. Hal paling mudah untuk
menyelamatkan ilmu dan dari tekanan politis. Melawan tidak dengan
berapi-api, namun melalui tulisan yang dihadirkan dengan metodologi
kesejarahan. Berbeda itu adalah anugerah, bukan sebuah
malapetaka. Menggugat apakah akan membangun sebuah mono, ada
hal yang lebih. Guru baiknya juga menguasai sejarah sebagai ilmu,
bukan sekedar bagaimana mengajar dan substansi, tapi darimana
asalnya itu tersusun. Menurut Sartono, kalau mau mengajar sejarah
agar tidak bohong dan salah ya belajar yang banyak, atau memahami.
Namun juga guru belajar menulis, karena kita membangun. SD
pembejaran sejarah estetis, SMP adalah Etis dan SMA adalah Kritis.
Bagaimana kita menghadirkan pembelajaran sejarah estetis untuk SD,
etis untuk SMP dan kritis untuk SMA.
10

c. Drs. Tri Widodo, M.Pd.


Kejujuran sejarah dengan sejarah kejujuran itu metaphor
berbeda dengan celana dalam dengan dalam celana. Ada warung
kejujuran di suatu sekolah, adalah teknik jual beli yang bebas berdasar
kejujuran. Bagaimana kita menangkap sesuatu itu bukan sekedar
dimensi kulitnya saja. Bila kita sudah masuk ke dalamnya ada
pengendalian motif. Sejarah kejujuran lebih pada perilakunya,
behafiornya. Ketika belajar tentang kontroversi dilapangan esensinya
berbeda ketika disebutkan dengan PKI atau tidak dengan PKI untuk G
30 S. Kita harus merujuk atau mengadopsi yang paling pas, sumber
apa.

5. Sessi Tanya Jawab 2


a. Bambang
1) Kritik untuk penulisan tahun di spanduk keliru, tahun 2008,
seharusnya 2009
2) Apakah di luar negeri disebutkan Belanda sebagai penjajah, apa
hanya di Indonesia?
3) Dalam pembelajaran pakai buku, sudah melalui BSNP berarti pakai
buku itu, padahal ada ujian bersama, kenapa sejarah tidak di UN-
kan ?
4) Untuk Pak Tri, bagaimana menyikapi yang kontroversi, dan untuk
SMP mungki tahun depan di UN-kan , bagaimana menyikapi yang
kontraversi, dan bila ada 2 kontrversi bagaimana menyikapi.

b. Nurohmad
1) Memfokuskan pada pembelajarannya, berharap pada
pembentukan karakter bangsa, sentuhannya kurang fokus. Mohon
gambaran agar kemudian hari guru sejarah bukan sebatas
penyampai informasi, untuk persiapan ujian. Nilai apa yang
seharusnya diwariskan kepada anak, dulu kancil nyolong timun
saja memiliki makna.
2) Realita pendidikan sejarah tidak bermakna pada perilaku, agama
saja seperti itu, termasuk PKn, hanya bergulat sekedar informasi.
Setiap sekolah punya cirri khas pada KTSP,

c. Yudi
1) Tulisan di Koran, pak Asvi sangat subjektif sekali ketika menulis
tentang Suharto, apakah ada sesuatu /masalah pribadi ?
2) Terkait tentang pahlawan nasional, suart skripsi figure tradisional
diangkat tentang kontroversi tapi saat ujian hasil akhir harus
menjadi pahlawan nasional ?
3) Sejarah membahayakan bagi seorang rezim, ketika seorang kritis
menguak peristiwa PKI saat tahun 1926 dibanding saat 1948 dan
1965 ?
4) Paling tidak setuju kalau sejarah diUN kan ini akan mengebiri,
sejarah menjadi kaku dalam pembelajarannya.
11

6. Tanggapan Sessi 2 :

a. Drs. Tri Widodo, M.Pd.


Pola UAN dan non-UAN sebenarnya yang terjadi dilapangan ada
mata pelajaran yang penting, kurang penting dan tidak penting. Ujung-
nya sangat bersentuhan langsung di lapangan. Dulu IPS masuk di
UNkan, ada hard science (IPA, Matematika), dan ada shoft secience,
yang di ilmu lunak itu ranah di ilmu-ilmu sosial dianggap lebih mudah.
Yang dilakukan MGMP lebih ke administrative, sharingnya
kurang, tidak sampai metodologi, historiografi. Mestinya MGMP ke
depan harus dapat dioptimalkan. Masalah IPS di UN kan menyangkut
kebijakan pemerintah, siap saja mengajar buku paket itu dipindahkan
ke anak, system SKS, system kebut semalam.

b. Prof. Dr. Bambang Puwanto


Buku SNI ada 7 jilid, diterbitkan oleh Balai Pustaka, otoritas
terbesar Depdiknas, reformasi datang lebih dulu, penulisnya malu
untuk diterbitkan yang edisi 7nya.
Pembicaraan dengan Prof. Andi Hakim Nasution, kalau semua
mata pelajaran di UN-kan yang kasihan siswanya, sebenarnya yang
salah sejarah tidak di-UN-kan, UN-nya yang salah. Ini sebuah
pemaksaan yang luarbiasa,
Apakah di luar ada kontraversi, dimanapun sejarah ada
kontraversi. Canon sejarah Belanda, bagaimana memahami
kolonialisme, mereka tidak pernah menjajah, mereka menguasai
dengan proses hukum. Pembelajaran sejarah bukan untuk mencari
pahlawan, apalagi pahlawan milik Negara, bukan milik masyarakat.
Memberi pada orang yang berjasa, Negara wajib, tapi tidak berhak
untuk menentukan .
Sejarah bukan milik politik saja tapi sejarah milik masyarakat.
Tujuan mengajar sejarah, kita akan menyampaikan nilai, guru harus
membuat scenario dalam sebuah drama, yang memuat sebuah nilai.
Tentang G30S ada adegan membunuh orang, baik apa tidak, yg
penting nilaia etis di situ muncul, bukan diajari versi-versi.

c. Dr. Asvi Warman Adam


Tentang kontroversi di dunia ada termasuk barak Obama
menentang, tradisi mendatangi makam pahlawan biasanya
mengalungi bunga orang tak di kenal, tapi ke seluruh pahlawan, baik
kulit putih maupun hitam. Korea sangat bernafsu untuk menggugat
sejarah pada Jepang, sebenarnya ada persaingan ekonomi.
Kontroversi pada IPS sejarah akan di UN-kan, tentunya ada
patokan untuk menyeleksi peristiwa yang di UNkan. Di KTSP tidak ada
butir yang menyebut tentang Timor-Timur. Jawabannya enteng
kelupaan. Nilai apa yang bisa disampaikan dalam G 30 S, banyak nilai,
bahwa peralihan kekuasaan terjadi secara damai, G30S peralihan
lama yang berdarah-darah, tidak ingin mengulang.
Dalang PKI ada yang menyebut PKI, Sukarno, Suharto, CIA , AD.
Maret 1966 PKI tidak ada, AD merosot, Sukarno th 1970 meninggal,
12

Suharto tidak bertahan, dr 4 dalang semua tidak ada, CIA AS krisis


bertahan, kesimpulan kita berperang sesama kita yang untuk Amerika,
jangan itu terulang lagi.
Skripsi tentang seseorang yang diangkat sebagai pahlawan
nasional sebenarnya tidak berhak, namun agar lulus. Ketika
Abdurrahman mendengar Pangeran Sambernyawa di angkat menjadi
pahlawan nasional komentar pertama yang terlontar : Sontoloyo.
Tentang tulisan, tidak membela PKI, tapi membela orang yang
menjadi korban, kasus Talang sari, Thionghoa. Tidak ada hubungannya
dengan PKI, persetan dengan PKI.

7. Kesimpulan
Sejarah kontroversial ada dimana saja, kapan saja. Untuk mengatasi
masalah harus dilakukan oleh berbagai pihak. Guru sebagai ujung tombak
pelaksa pembelajaran sejarah kontroversial untuk menumbuhkan anak
berpikir kritis. Dalam mengajarkan sejarah kontroversial ada beberapa
aspek yang diperhatikan, yakni kausalitas, kronologis, konprehensif dan
kontuniunitas.

8. Penutup
Ditutup pukul 13.10 Wib oleh Dr. Warto.

B. Hasil Seminar
1. Perkembangan politik Indonesia tidak bias dilepaskan dari pengalaman
bangsa ini dalam menjawab tantangan, baik yang berasal dari dalam
masyarakat Indonesia sendiri maupun tantangan dari luar. Tantangan ini
berujud dalam berbagai bentuk: social ekonomi, agama, budaya, dan
perilaku politik local.
2. Dalam perkembangannya, politik Indonesia lebih diwarnai politik aliran,
meskipun hanya untuk kepentingan sesaat, sehingga sangat rentan
memunculkan konflik
3. Indonesia saat ini sedang mengalami ransisi demokrasi. Masyarakat luar
menilai, trnasisi demokrasi di Indonesia cukup berhasil, meskipun tetap
memiliki potensi konflik
4. Transisi demokrasi di Indonesia ternyata juga tidak lepas dari proses
komoditisasi, di mana keterlibatan pasar dan kaum kapitalis ikut
menentukan proses dan hasil demokrasi. Ada dua model yang
berkembang, yaitu adanya kerjasama antara kandidat birokrat dengan
pengusaha kaya dan praktik politik konsesi.
5. Pemilu sebagai mekanisme pelembagaan demokrasi yang memberi
kedaulatan penuh kepada masyarakat belum cukup memadai. Pemilu
justru menjadi “pilu” karena membuka kesempatan lebih besar bagi
munculnya proses kartelisasi yang menghambat kaderisasi poliik.
6. Ada kecenderungan proses demokrasi Indonesia mengarah kepada
mobokrasi, yaitu lebih menekankan pada kekerasan massa. Padahal
budaya demokrasi seharusnya lebih menekankan pada penyelesaian
masalah secara damai dan kepatuhan pada ketertiban dan tatanan
hukum.
13

7. Pengembangan budaya politik yang demokratis memerlukan akselerasi


penguatan budaya kewargaan (civic culture), pendidikan kewargaan (civic
education), dan kelompok serta organisasi (civil society).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegiatan seminar sehari dengan tema Pembelajaran Sejarah
Kontroversial: Problem dan Solusi telah dilaksanakan sesuai dengan target
yang ditetapkan. Kegiatan ini mendapat sambutan cukup antusias dari
berbagai kalangan, baik akademisi maupun praktisi, yang datang dari
berbagai tempat dan institusi. Mereka semua mengharapkan agar kegiatan
sejenis dapat dilanjutkan terus sebagai wahana bertukar fikiran dan
informasi, serta menjadi ajang menyampaikan pemikiran dan pendapat untuk
memajukan pembelajaran sejarah di Indonesia.
Materi sejarah yang dimuat di buku-buku teks atau buku paket
seringkali masih menjadi perdebatan atau bahkan polemik di tengah-tengah
masyarakat. Perdebatan yang sifatnya masih “kronikel” itu seringkali
membingungkan guru dan siswa yang sedang mempelajari suatu peristiwa
sejarah atau tokoh tertentu. Kondisi seperti ini sudah tentu tidak kondusif
bagi pembelajaran sejarah yang berusaha menanamkan nilai-nilai
kebangsaan kepada peserta didik. Oleh karena itu, yang diutamakan dalam
pembelajaran sejarah adalah bagaimana caranya agar supaya tujuan
pembelajaran sejarah tercapai, dan bukannya memperdebatkan kebenaran
factual dari suatu peristiwa sejarah yang mungkin masih controversial.
Sejarah controversial sesungguhnya bukanlah fenomena baru, karena setaip
kurun waktu dan di setiap negera mempunyai sejarah controversial.

B. Saran
1. Guru perlu meningkatkan kompetensi dalam penguasaan materi tentang
sejarah kontroversial, memperbaiki penyusunan perencanaan
pembelajaran, meng-up date informasi kesejarahan terbaru,
memanfaatkan media dan fasilitas yang telah tersedia dengan optimal,
serta penerapan ICT dan metode pembelajaran yang variatif.
2. Perlu adanya sosialisasi tentang informasi kesejarahan terbaru kepada
masyarakat dan praktisi pendidikan.
3. Pembelajaran sejarah kontroversial harus dilakukan dengan
menggunakan prinsip keseimbangan, di mana versi-versi yang muncul
harus ditampilkan beserta argumentasinya, tanpa ada pretensi dan
subjektivitas.
4. Perlu adanya peningkatan partisipasi MGMP sejarah, organisasi profesi,
LPTK, serta peran serta masyarakat dalam upaya penyelesaian
permasalahan pembelajaran sejarah kontroversial.
5. Perlu dihindari kebohongan dan kesalahan dalam penulisan sejarah,
terutama penggunaan sejarah untuk kepentingan pribadi kaum penguasa.

También podría gustarte