Está en la página 1de 9

Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI


DALAM PENCEMARAN DAN ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

- Alvi Syahrin -



Abstrak

Terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan kebanyakan dilakukan dalam
konteks menjalankan suatu usaha ekonomi dan sering juga merupakan sikap penguasa
maupun pengusaha yang tidak menjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Korporasi/ badan hukum dalam hal ini dapat
dimintakan pertanggungjawabannya. Untuk menentukan siapa yang harus memikul
beban pertanggungjawaban pidana tersebut, maka pasal 46 UUPLH menjadi konsep
pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang lingkungan hidup yang dikenakan
kepada badan hukum dan para pengurusnya (direktur, para manajer yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup perusahaan, bahkan kepada para pemegang
saham maupun para komisaris) secara bersama-sama dalam hal kegiatan dan atau
usaha korporasi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup.

Pada saat yang sama, semua orang
sama-sama memiliki tanggung jawab untuk
membantu kebaikan bersama,
menyeimbangkan tindakan mereka kepada
keamanan dan kesejahteraan orang lain,
mempromosikan kesamaan untuk kesamaan
jender, melindungi kepentingan masa depan
dengan mengejar perkembangan terus-menerus
dan menjaga publik global memelihara warisan
intelektual dan kultural manusia, aktif
berpartisipasi dalam pengaturan global dan
bekerja untuk menghapus korupsi.
1

Selanjutnya, dalam interaksinya di
masyarakat, eksistensi dan kualitas hidup
manusia ditentukan berdasarkan pada referensi
nilai dan moral. Orang yang jahat akan dicela dan
seringkali disingkirkan dari masyarakat,
sedangkan orang yang baik akan dipuji,
dihormati, dicintai, dan kemana-mana akan
didukung kehidupannya. Orang bisa menjadi
jahat karena di dalam kodratnya memiliki
kehendak bebas, akan tetapi kehendak bebas
akan terbentuk dan berkembang dan menjadi
kuat kalau orang semakin bersedia untuk
bertanggung jawab.
2

Pengertian orang berdasarkan ketentuan
Ketentuan Pasal 1 angka (24) UU Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Selanjutnya disingkat UUPLH) yaitu:
"Orang adalah orang perseorangan, dan/atau
kelompok orang, dan/atau badan hukum."


1
Han Kung, 2002, Etika Ekonomi-Politik
Global Mencari Visi Baru Bagi Kelangsungan Agama
di Abad XXI, Terjemahan Ali Noer Zaman, Penerbit
Qalam, Yogyakarta, hal. 381.
2
Gunardi Endro, 1999, Redefinisi Bisnis
Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles, PT
Pustaka Binaman Pressindo, J akarta, hal. 103
Menyimak ketentuan di atas, di bidang
lingkungan hidup, tindak pidana dapat dilakukan
oleh korporasi
3

Problem utama tiap masyarakat
modern bukan menginginkan perusahaan
yang besar, melainkan apa yang dapat
diharapkan terhadap perusahaan besar
tersebut guna melayani kepentingan
masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-
cita masyarakat sejahtera
4

Korporasi sebagai subyek hukum tidak
hanya menjalankan kegiatannya sesuai
dengan prinsip ekonomi (mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya) tetapi juga
mempunyai kewajiban untuk mematuhi

3
Korporasi diartikan sebagai kumpulan
terorganisasi dari orang dan atau kekayaan baik
merupakan badan hukum maupun bukan.
4
Erman Rajagukguk, 1997, Peranan
Hukum Dalam Pembangunan Pada Era
Globalisasi: Implikasirrya Bagi Pendidikan Hukum
di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam
Bidang Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, J akarta 4 J anuari 1997, hal. 7.
menyatakan: "Pembangunan yang komprehensif
harus memperhatikan hak-hak asasi manusia,
keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan
dengan demikian pembangunan akan mampu
menarik partisipasi masyarakat.
Alois A Nugroho, 2001, Dari Etika Bisnis ke Etika
Ekobisnis, Grasindo, J akarta, hal. 2, 6.
"... secara etis dunia bisnis tidak hanya wajib untuk
berbuat baik dan adil kepada sesama manusia, tetapi
juga kepada lingkungan alamnya .... Bagaimanapun
di kalangan industri ... wajib memikirkan pihak-pihak
lain yang terkena dampak prilaku bisnis mereka. ...
sebuah perusahaan yang baik tidak hanya
memperhatikan kepentingan para pemegang saham
tetapi juga memperhatikan kepentingan stakeholders
...."
J urnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005 40
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...


41
peraturan hukum di bidang ekonomi yang
digunakan pemerintah guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
5

Beberapa peranan yang diharapkan
terhadap korporasi di dalam proses modernisasi
atau pembangunan, di antaranya memperhatikan
dan membina kelestarian kemampuan sumber
alam dan lingkungan hidup.
6



5
Sonny Keraf, A., 1998, Etika Bisnis Tuntutan
dan Relevansirrya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, hal.
122 -123, 126.
Konsep tanggung jawab sosial dan moral perusahaan
... bahwa suatu perusahaan bertanggung jawab atas
tindakan dan kegiatan bisnisnya yang metnpunyai
pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat, serta
lingkungan di mana perusahan itu beroperasi. ...
secara positif perusahaan diharapkan untuk ikut
melakukan kegiatan tertentu yang tidak semata-mata
didasarkan pada perhitungan keuntungan kontan
yang langsung, melainkan juga demi kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat. .... Perusahaan sebagai
bagian dari masyarakat yang lebih luas, perlu ikut
memikirkan dan menyumbangkan sesuatu yang
berguna bagi kepentingan hidup bersama dalam
masyarakat .... Kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan hidup, kelestarian hutan, kesejahteraan
masyarakat sekitar, dan seterusnya akan menciptakan
iklim yang lebih menerima perusahaan itu beserta
produk-produknya. Sebaliknya, ketidakperdulian
perusahan akan selalu menimbulkan sikap protes,
permusuhan, dan penolakan atas kehadiran
perusahaan itu beserta produknya, tidak hanya dari
masyarakat setempat di sekitar perusahaan itu
melainkan juga sampai pada tingkat internasional.
Lihat juga J ohn Dunkley, edited by David Robinson,
Public Interest in Environmental Law, Wiley Chancery
A Division of J ohn Wiley & Son London Chichester,
New York, Brisbane, Toronto, Singapore yang
menyatakan: "Environmental law should perform
three functions. First, it should regulate, providing
appropiation and management rules for the many
conflicting interests claiming environmental goods.
Second, it should acts as an agent of change,
providing processes and structuring institutions to
enable the transition towards ecological
sustainability. Third, it should protect the public
interest.
6
Perhatikan, Hamzah Hatrik, 1996, Asas
Pertanggungjawaban Korporosi Dalam Hukum Pidana
Indonesia (Strict Liability dan Vicoatious Liability), PT
Raja Grafindo Persada, hal. 24 - 25.
A. Sonny Keraf, 2002, Pembangunan berkelanjutan
atau Berkelanjutan Ekologii, dalam Erman Rajagukguk
dan Ridwan.
Khairandy, 2002, Hukum dan Lingkungan Hidup di
Indonesia, 75 tahun Prof. Dr. Kcesnadi
Hardjasoemantri, SH.ML., UI, J akarta, hal. 19-20.
"Tolak ukur keberhasilan dan kemajuan masyarakat
... adalah kualitas kehidupan yang dicapai dengan
menjamin kehidupan ekologis, sosial, budaya, dan
ekonomi secara proporsional. Gaya hidup yang
dibangun pun tidak lagi gaya hidup yang didasarkan
pada produksi dan konsumsi yang berlebihan,
melainkan apa yang disebut Arne Naess sebagai
simple in means, but rich in ends."
Menyerasikan antara lingkungan hidup
dengan pembangunan bukan hal yang mudah,
sehingga perlu dilaksanakan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
7

Terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan, kebanyakan dilakukan
dalam konteks menjalankan suatu usaha
ekonomi dan sering juga merupakan sikap
penguasa maupun pengusaha yang tidak
menjalankan atau melalaikan kewajiban-
kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
8

Pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan
9
terus meningkat sejalan dengan

7
Suparmoko, M, 1997, Ekonomi Sumberdaya
alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis),
BPFE, Yogyakarta, hal. 56 - 57.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa
memburuknya lingkungan bukan merupakan akibat
dari industrialisasi melainkan karena kapitalisme
dalam industrialisasi tersebut. Pemilikan swasta
terhadap alat-alat produksi, perekonomian pasar, dan
motif mencari laba, telah menyebabkan
perekonomian terikat pada tujuan demi untuk
pertumbuhan ekonomi, .... Target pertumbuhan
seringkali mengabaikan dampak negatif yang
merusak lingkungan asalkan banyak barang baru
dapat diciptakan, dan mungkin sekali tidak
mempertimbangkan apakah sumberdaya alam itu
dapat diperbaharui atau tidak .... Hubungan antara
industrialisasi dan lingkungan serta pengurasan
sumberdaya alam berkembang secara eksponensial
dan ada bahaya yang nyata bahwa akan ada saat di
mana kegiatan harus jalan terus dan akan membawa
kepada kehancuran dari kehidupan industri itu
sendiri. Pemecahannya apabila dengan terus
meningkatkan pertumbuhan dan kemajuan teknik
untuk mengatasi masalah tersebut, maka rasanya
tidak ada masalah dalam masyarakat industri, tetapi
bila yang ditempuh adalah tanpa pertumbuhan, maka
akan membawa masyarakat kembali ke zaman
tradisional dengan kehidupan yang sederhana.
8
Wahono Baoed, 1996, Penegakan Hukum
Lingkungan Melalui Ketentuan-Ketentuan Hukum
Pidana, Mahkamah Agung RI, J akarta, hal. 42.
Lihat Harald Hohmann, 1994, Precautionary Legal
Duties and Principles of Modern International
Environmental Law, Graham & Trotman/Martinus
Nijhoff, London/Dordrecht/Boston, menyatakan "The
modern resource- economical and ecological
approach, in addition to protecting health, social,
esthetic and economic interest, aims at shaping the
environment for its own sake with the goal of
sustainable use and optimal resources
management."
9
Pasal 1 angka (12) UUPLH
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
Pasal 1 angka (14) UUPLH
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...

meningkatnya kegiatan industri atau
sejenisnya, tentunya lingkungan hidup perlu
mendapat perlindungan hukum.
10
Hukum pidana
dapat memberikan sumbangan dalam perlindungan
hukum bagi lingkungan hidup
11
, namun demikian
perlu diperhatikan pembatasan-pembatasan yang
secara inheren terkandung dalam penerapan
hukum pidana tersebut, seperti asas legalitas
maupun asas kesalahan.
12

Menurut Barda Nawawi Arief, untuk
adanya pertanggungjawaban pidana harus
jelas lebih dahulu siapa yang dapat
dipertanggung jawabkan, artinya harus
dipastikan dahulu siapa yang dinyatakan
sebagai pelaku suatu tindak pidana tertentu.
Masalah ini menyangkut masalah subyek
tindak pidana yang pada umumnya sudah
dirumuskan oleh pembuat undang-undang
untuk pidana yang bersangkutan. Setelah
pelaku ditentukan, selanjutnya bagaimana
mengenai pertanggungjawaban pidananya.
13



Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik dan/atau hayati yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
10
Koesnadi Hardjasoemantri, 2002, Hukum
Tata Lingkungan", Gadjahmada University Press,
Yogyakarta, hal. 95.
"...lingkungan hidup dengan sumber-sumberdayanya
adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan
setiap orang, yang harus dijaga untuk kepentingan
masyarakat dan untuk generasi mendatang.
Perlindungan lingkungan hidup dan sumberdaya
alamnya dengan demikian mempunyai tujuan ganda,
yaitu melayani kepentingan masyarakat secara ke
seluruhannya dan melayani kepentingan-kepentingan
individu.
11
Alvi Syahrin, 2002, Asas-asas dan
Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan, Penerbit
Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 2 - 3. Dari sudut
pandang hukum lingkungan, kemungkinan untuk
mengatur masalah-masalah lingkungan hidup
dengan bantuan hukum pidana sangatlah terbatas.
Tristam P. Mceliono, 1994, Kekhawatiran Masa Kini,
Pemikiran Mengenai Hukum Pidana Lingkungan
Dalam Teori dan Praktik, hal. 6 - 7.
Bilamana kebijakan lingkungan tidak dirumuskan
dalam bentuk norma hukum, maka tidak dapat
dilakukan penegakan hukum melalui pendayagunaan
hukum pidana.... upaya penegakan melalui sarana
hukum pidana lebih merupakan pelengkap daripada
instrumen pengatur.
12
Perhatikan Hyman Gross, 1979, A Theory of
Criminal Justice, New York: Oxford University Press,
h. 419; All legal systems of course tolerate some
criminal liability of this sort, through in different
countries there are important differences in the kind
of harm that must be threatened by the negligent
activity before the criminal law takes notice.
13
Muladi dan Dwidja Prayitno, 1991,
Pertangungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana,
Sekolah Tinggi Hukum, Bandung, hal. 66 - 67
Mengenai sifat pertanggungjawaban
korporasi (badan hukum) dalam hukum pidana
terdapat beberapa cara atau sistem perumusan
yang ditempuh oleh pembuat undang-undang,
yaitu:
a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan
pengurusnyalah yang bertanggung jawab
14

b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus
bertanggung jawab
15

c. Korporasi sebagai pembuat dan juga
sebagai yang bertanggung jawab
16


Pertanggungjawaban pidana badan
hukum dalam kasus lingkungan hidup, diatur
dalam Pasal 46 UUPLH. Berdasarkan Pasal 46
UUPLH, pertanggungjawaban pidana badan
hukum dapat dimintakan kepada badan
hukum, pengurus badan hukum, atau badan
hukum bersama-sama dengan pengurus.
17


14
Dalam hal pengurus korporasi sebagai
pembuat (pelaku) dan penguruslah bertanggung
jawab, kepada pengurus dibebankan kewajiban-
kewajiban tertentu. Kewajiban yang dibebankan
tersebut sebenarnya merupakan kewajiban dari
korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban
itu diancam dengan pidana. Sehingga dalam sistem ini
terdapat suatu alasan yang menghapuskan pidana.
Dasar pemikirannya yaitu korporasi itu sendiri tidak
dapat dipertanggung jawabkan terhadap suatu
pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yang
melakukan tindak pidana itu, dan karenanya
penguruslah yang diancam pidana dan dipidana.
15
Dalam hal korporasi sebagai pembuat
(pelaku) dan pengurus yang bertanggung jawab,
dipandang dilakukan oleh korporasi yaitu apa yang
dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut
wewenang berdasarkan anggaran dasarnya. Tindak
pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak
pidana yang dilakukan seseorang tertentu sebagai
pengurus dari badan hukum tetsebut. Sifat dari
perbuatan yang menjadikan tindak pidana itu adalah
onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi
bertanggung jawab pidana, terlepas dari apakah ia
tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu.
16
Korporasi sebagai pembuat dan juga
sebagai yang bertanggung jawab motivasinya adalah
dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu
sendiri. Ditetapkannya pengurus saja sebagai yang
dapat dipidana ternyata tidak cukup karena badan
hukum menerima keuntungan dan masyarakat sangat
menderita kerugian atas tindak terlarang tersebut.
Periksa juga, Hermien Hadiati Kceswadji, 1993,
Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 77.
17
Lebih lanjut perhatikan Proposed Model for
a Domestic Law of Crimes Against the Environment,
International Meeting of Experts on Environmental
Crime: The Use of Criminal Sanctions in the Protection
of the Environment; Internationally Domestically, and
Regionally, March 19- 23, 1994 World Trade Center
Two, Portland, Oregon, USA; 1.Conduct that merits
imposition of criminal sanctions can be engaged in by
private juridical and public entities as well as by natural
persons, 2. National legal systems should, wherever
J urnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005 42
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...


43
Kapan dimintakannya pertanggungj-
awaban pidana kepada badan hukum itu
sendiri, atau kepada pengurus badan hukum
atau kepada pengurus beserta badan hukum,
ini menjadi permasalahan dalam praktik,
18
karena
dalam kasus lingkungan hidup, ada kesulitan
untuk membuktikan hubungan kausal antara
kesalahan di dalam struktur usaha dan
perilaku/perbuatan yang secara konkrit telah
dilakukan.
19

Untuk menghindari kesulitan pembuktian di
atas, memang bisa dilakukan dengan
meletakkan soal dapat tidaknya dimintakan
pertanggungjawaban pidana
20
terhadap

h badan hukum.

possible under their constitution or basic law, provide
for a variety of criminal sanctions and/or other
measures adapted to private juridical and public
entities, 3. Where a private juridical entity or a public
entity is engaged in an activity that poses a serious risk
of harm to the environment, the managers and
directing authorities of such entities should be required
to exercise supervisory resposibility in a manner to
prevent occurrence of harm and they should be held
criminally liable if serious harm to the enironment
results as a consequences of their failure to properly
discharge this supervisory responsibility.
18
Smith dan Hogan dalam bukunya Criminal
Law 1992. Butterworths London, Dublin and Edinburgh
menyatakan bahwa korporasi dapat dimintakan
pertanggungan jawaban pidana hanya terbatas kepada
dewan direksi, komisaris atau pihak berwenang lainnya
yang mewakili perusahaan
19
Lihat Guideline for the Criminal
Enforcement of Environmental Law, 1994, National
Support Bureau of the Dutch Prosecution Service,
Netherlands. Dikatakan bahwa: One of the
characteristics is that the committing environmental
crime is not one of the objectives of the company as
a whole, but that it is part of the management
objectives of the company. The improvement of
company results, saving on the required
environmental expenses, obtaining a 'higher turn-
over by illegal acts, are the main drive behind this.
The crimes first and foremost involve waste.
20
Ada beberapa teori pertanggungjawaban
pidana korporasi, di antaranya:
1. Doktrin pertanggungjawaban pidana langsung
(direct liability doctrine) atau teori indentifikasi
(identification theory) atau disebut juga
teori/doktrin alter ego atau teori organ.
Perbuatan/kesalahan pejabat senior (senior
officer) diidentifikasikan sebagai
perbuatanlkesalahan korporasi.
2. Doktrin Pertanggungjawaban Pidana Pengganti
(vicarious liability). Bertolak dari doktrin
respondeat superior. Didasarkan pada
employment principle bahwa majikan adalah
penanggungjawab utama dari perbuatan
buruh/karyawan.
3. Doktrin pertanggungjawaban pidana yang ketat
menurut undang-undang (strict liability)
Pertanggungjawaban kotporasi semata-mata
berdasarkan undang-undang, yaitu dalam hal
korporasi melanggar atau tidak memenuhi
badan hukum yaitu dengan cara
mengklasifikasikan pelanggaran terhadap
kewajiban-kewajiban badan huktun untuk
melakukan pengawasan serta tidak dipenuhinya
dengan baik fungsi kemasyarakatan yang
dimiliki ole
21
Menurut A.L.J . Van Strien, bagaimanapun
beratnya akibat/dampak dari kriminalitas
lingkungan, kita tetap harus memperhatikan
aspek-aspek pembatasan penyelenggaraan
kekuasaan dari asas legalitas maupun asas
kesalahan. Cara bagaimana kedua asas itu
dikonkritasikan, tergantung pada tindak pidana
yang dilakukan.
22

Menetapkan badan hukum sebagai
pelaku tindak pidana, dapat dengan berpatokan
pada kriteria pelaksanaan tugas dan/atau
pencapaian tujuan-tujuan badan hukum tersebut.
Badan hukum diperlakukan sebagai pelaku jika
terbukti tindak bersangkutan dilakukan dalam
rangka pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian
tujuan badan hukum, juga termasuk dalam hal
orang (karyawan perusahaan) yang secara faktual
melakukan tintdak bersangkutan yang
melakukannya atas inisiatif sendiri serta
bertentangan dengan instruksi yang diberikan.
Namun dalam hal yang terakhir ini tidak menutup
kemungkinan badan hukum mengajukan
keberatan atas alasan tiadanya kesalahan dalam
dirinya.
Selanjumya, menetapkan badan hukum
sebagai pelaku tindak pidana, dapat dilihat dari
kewenangan yang ada pada badan hukum
tersebut. Badan hukum secara faktual mempunyai
wewenang mengatur/ menguasai dan/atau
memerintah pihak yang dalam kenyataan
melakukan tindak terlarang.
Badan hukum yang dalam kenyataannya
kurang/tidak melakukan dan/atau mengupayakan

kewajiban/kondisi/situasi tertentu yang
ditentukan undang-undang.
Lebih lanjut, baca Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita
Selekta Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 233 - 238, M. Yahya Harahap, 1997,
Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum,
Buku I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 19-58,
Barda Nawawi Arief, 1994, Perbandingan Hukum
Pidana, Rajawali Pers, J akarta, HaI 88-110, H.
Setiom, 2002, Kejahatan Korporasi: Analisis
Viktimologis dan Pertanggungjawaban Korporasi
Dalam Hukum Pidana Indonesia, Averoes Press,
Matang, Ha1125-160.
21
Pelanggaran terhadap kewajiban
korporasi dapat diterapkan doktrin
pertangungjawaban pidana yang ketat menurut
undang-undang atau yang disebut dengan "
.
strict
liability" , apalagi kalau korporasi tersebut
menjalankan usahanya tanpa izin, atau korporasi
pemegang izin yang melanggar syarat-syarat
(kondisi/situasi) yang ditentukan dalam izin itu.
Lebih lanjut, baca, Smith & Hogan, 1992, Criminal
Law, Butterworths, London, hal. 98 - 122.
22
Tristam P. Mceliono, Op cit., hal. 246 -
247.
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...

kebijakan atau tindak pengamanan dalam rangka
mencegah dilakukannya tindak terlarang dapat
diartikan bahwa badan hukum itu menerima
terjadinya tindakan terlarang tersebut, sehingga
badan hukum dinyatakan bertanggung jawab atas
kejadian tersebut.
Badan hukum dalam upaya pengelolaan
lingkungan hidup mempunyai kewajiban
23
untuk
membuat kebijakan/langkah-langkah yang harus
diambilnya
24
, yaitu:
1. merumuskan kebijakan di bidang
lingkungan;
2. merumuskan rangkaian/struktur organisasi yang
layak (pantas) serta menetapkan siapa
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan lingkungan tersebut;
3. merumuskan instruksi/aturan-aturan
internal bagi pelaksanaan aktivitas-
aktivitas yang mengganggu lingkungan di
mana juga harus diperhatikan bahwa
pegawai-pegawai perusahaan mengetahui
dan memahami instruksi-instruksi yang
diberlakukan perusahaan yang
bersangkitan;
4. penyediaan sarana-sarana finansial atau
menganggarkan biaya pelaksanaan
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.

J ika terhadap kewajiban-kewajiban di
atas badan hukum tidak atau kurang
memfungsikan dengan baik, hal ini dapat
merupakan alasan untuk mengasumsikan
bahwa badan hukum kurang berupaya atau
kurang kerja keras dalam mencegah
(kemungkinan) dilakukan tindak terlarang.
Selanjutnya, untuk menetapkan badan
hukum sebagai pelaku tindak pidana
lingkungan ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Apakah kasus tersebut berkenan dengan
tindak pidana di mana gangguan terhadap
kepentingan yang dilindungi dinyatakan
sebagai tindak pidana;
2. Norma-norma ketelitian/kecermatan yang
terkait pada perilaku yang mengganggu
lingkungan;
3. Sifat, struktur, dan bidang kerja dari badan
hukum tersebut.



23
Kewajiban adalah suatu peraan yang
harus dilaksanakan oleh pemegangnya. Setiap orang
dapat dipaksa untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban tersebut,
Hukum Pidana Baru berlaku atau diterapkan jika orang
tersebut:
I. Sama sekali tidak melakukan kewajibannya,
2. Tidak melaksanakan kewajibannya itu dengan
baik sebagaimana mestinya, yang dapat berarti
a. kurang melaksanakan kewajibannya;
b. tertambat melaksanakan kewajibannya, atau
c. salah dalam melaksanakan kewajibannya,
baik secara di sengaja maupun ridak
disengaja
3. Menyalahgunakan pelaksanaan kewajiban itu.
24
Alvi Syahrin, Op.cit., hal. 62
Menurut Muladi
25
, berkaitan dengan
pertanggungjawaban korporasi dan
memperhatikan dasar pengalaman pengaturan
hukum positif serta pemikiran yang berkembang
maupun kecenderungan internasional, maka
pertanggungjawaban korporasi dalam tindak
pidana lingkungan hendaknya memperhatikan
hal-hal:
1. Korporasi mencakup baik badan hukum
(legal entity) maupun nonbadan hukum
seperti organisasi dan sebagainya;
2. Korporasi dapat bersifat privat (private
juridical entity) dan dapat pula bersifat
publik (public entity);
3. Apabila diidentifikasikan bahwa tindak
pidana lingkungan dilakukan dalam
bentuk organisasional, maka orang
alamiah (managers, agents, employess)
dan korporasi dapat dipidana baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama (bipunishment
provision);
4. Terdapat kesalahan manajemen main
korporasi dan terjadi apa yang
dinamakan breach of
-
a statutory or
regulatory provision;
5. Pertanggungjawaban badan hukum
dilakukan terlepas dari apakah orang-
orang yang bertanggung jawab di dalam
badan hukum tersebut berhasil
diidentifikasikan, dituntut, dan dipidana;
6. Segala sanksi pidana dan tindakan pada
dasarnya dapat dikenakan pada korporasi,
kecuali pidana mati dan pidana penjara.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa di
Amerika Serikat mulai dikenal apa yang
dinamakan corporate death penalty dan
corporate imprisonment yang
mengandung pengertian larangan suatu
korporasi untuk berusaha di bidang-bidang
usaha tertentu dan pembatasan-
pembatasan lain terhadap langkah-
langkah korporasi dalam berusaha;
7. Penerapan sanksi pidana terhadap
korporasi tidak menghapuskan kesalahan
perorangan;
8. Pemidanaan terhadap korporasi
hendaknya memperhatikan kedudukan
korporasi untuk mengendalikan
perusalaaan, melalui kebijakan pengurus atau
para pengurus (corporate executive officers)
yang memiliki kekuasaan untuk
memutuskan (power of decision) dan
keputusan tersebut telah diterima
(accepred) oleh korporasi tersebut.


25
Muladi, 1998, "Prinsip-prinsip dasar Hukum
Pidana Lingkungan Dalam kaitannya Dengan UU No.
23 Tahun 197T', Makalah, Seminar Kajian dan
Sosialisasi W No. 23 Tahun 1997, FH UNDIP,
Semarang, hal. 17 - 18.

J urnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005 44
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...


45
Guna menentukan siapa-siapa yang
bertanggung jawab di antara pengurus suatu
badan hukum yang harus memikul beban
pertanggungjawaban pidana tersebut, harus
ditelusuri segi dokumen AMDAL, Izin (lisensi)
dan pembagian tugas pekerjaan dalam jabatan
jabatan yang terdapat pada badan hukum
(korporasi) yang bersangkutan. Penelusur,* dari
dokumen-dokumen tersebut akan
menghasilkan data, informasi, dan fakta
dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
usaha yang bersangkutan dan sejauh mana
pemantauan dan pengendalian yang telah
dilakukan terhadap dampak tersebut. Dari
dokumen-dokumen tersebut dapat diketahui
pula, bagaimana hak dan kewajiban pengurus-
pengurus perusahaan tersebut, untuk
memantau, mencegah dan mengendalikan
dampak negatif kegiatan perusahaan.
Sehingga dari penelusuran itu, akan nyata pula
apakah pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan tersebut terjadi karena
kesengajaan atau karena kelalaian.
26

Memperhatikan ketentuan Pasal 6
UUPLH yang menetapkan:
"Kewajiban setiap orang memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup" dan
"berkewajiban memberikan informasi yang
benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup."
Dan ketentuan Pasal 46 UUPLH,
menjadikan konsep pertanggungjawaban
pidana korporasi di bidang lingkungan hidup
dikenakan kepada badan hukum dan para
pengurusnya (direktur, para manajer yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan
lingkungan hidup perusahaan, bahkan kepada
para pemegang saham maupun para
komisaris
27
) secara bersama-sama, dalam hal


26
Harun M. Husein, 1993, Lingkungan Hidup
Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya,
Bumi Aksara, J akarta, hal. 180 -181. Alvi Syahrin,
Op.cit., ha1.51.
27
Pertanggungjawaban pidana terhadap para
pemegang saham maupun komisaris maupun
pemegang merupakan penerapan dari teori
penyingkapan tirai perusahaan (piercing the corporate
veil). Penerapan teori piercing the corporate veil perlu
kearifan, kehati-hatian dan pemikiran dalam suatu
cakrawala hukum dengan visi yang perspektif dan
responsif pada keadilan. Penerapan teori pierching the
corporate veil perlu memperhatikan teori tentang
keterpisahan badan hukum.
Lebih lanjut baca: Robert W. Hamilton, 2001, Cases
and Materials on Corporations Including Partnerships
and Limited Liability Companies, American Casebook
Series, West Group, hal. 298 - 355. Munir Fuady, Op
cit, hal. 1- 30.

kegiatan dan atau usaha korporasi tersebut
menyebabkan terjadinya pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup.
Korporasi dapat mengurangi risiko
tanggung jawab lingkungan dari operasi/
kegiatannya sehari-hari, dengan cara:
l. Memelihara hubungan kerjasama yang
baik dengan badan (instansi) yang
melakukan pengawasan lingkungan. Pejabat
(instansi) yang melakukan pengawasan
lingkungan biasanya memberikan
kesempatan bagi korporasi untuk
memperbaiki pelanggaran yang telah
dilakukannya. Perbaikan terhadap
pelanggaran yang telah dilakukan
menjadikan diterapkannya asas
subsidaritas dalam penegakan hukum
pidana.
2. Melakukan perbaikan yang sesegera
mungkin terhadap pemberitahuan
pelanggaran yang dilakukan dan
perbaikan tersebut didokumentasikan
dengan baik.
3. Mencari nasehat hukum sebelum
merespons pemeriksaan oleh pejabat
(instansi) yang melakukan pengawasan
lingkungan, agar dapat merespons
secara tepat pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh pejabat (instasi)
tersebut.
4. Memelihara catatan-catatan secara rinci
mengenai pembelian dan pembuangan
B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
yang digunakan dalam kegiatan operasional
korporasi, sehingga a. catatan pembuangan
limbah secara tepat dapat diketahui guna
pembelaan terhadap aksi penegakan
hukum, dan b. jumlah dan jenis bahan
kimia yang digunakan korporasi dapat
ditetapkan.
5. Membuang limbah B3 hanya melalui
perusahaan pembuangan limbah B3
yang handal dan kredibel, jika mungkin
korporasi melakukan daur ulang. Kontrak
dengan pihak yang menangani limbah
harus diperiksa dan diteliti oleh korporasi
dan konsultan hukumnya guna menjamin
bahwa proses penanganan limbah telah
sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Menerapkan suatu program pemenuhan dan
pengurangan B3 yang komprehensif, antara
lain mencurahkan perhatian dan dana
untuk evaluasi atas penggunaan B3
dengan melakukan pembuatan serta
penerapan rencana yang komprehensif untuk
pengurangan dan pencegahan dari
penggunaan B3. Perusahaan mengatur,
mengukur, meningkatkan, dan


Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...

mengkomunikasikan aspek-aspek
lingkungan dari operasi kegiatannya
dengan cara yang sistematis.

Selanjutnya, direktur perusahaan tidak
dapat melepaskan dirinya dari
pertanggungjawaban pidana dalam hal
perusahaan yang dipimpinnya mencemari dan
atau merusak lingkungan, oleh karena
berdasarkan pada Pasal 82 UU No. 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) jo.
Pasal 2 UUPT
28
dan kewajiban sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 UUPLH serta prinsip
hukum yang terbit dari adanya duty of care
29
.
"Duty of care " direksi
30
, antara lain:
1. Direktur mempunyai kewajiban untuk
pengelolaan perusahaan dengan itikad
baik (good faith) di mana direkur tersebut
harus melakukan upaya yang terbaik
dalam pengelolaan perusahaan sesuai
dengan kehati-hatian (care)
sebagaimana orang biasa yang harus
berhati-hati,
2. Kewajiban atas standar kehati-hatian
ditentukan oleh kewajiban seorang
direktur sesuai dengan penyelidikan
yang rasional.

Kegagalan untuk melaksanakan "duty
of care " tersebut dengan sendirinya merupakan
pelanggaran terhadap fiduciary duty tanpa
memperhatikan apakah perbuatan tersebut


28
Pasal 82 UUPT: Direksi bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasa12 UUPT: Kegiatan perseroan harus sesuai
dengan maksud dan tujuannya serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
29
Selanjutnya lihat Katarina Pistor &
Chenggang Xu, 2002, Fiduciary Duty in Transitional
Civil Law Jurisdictions, European Corporate
Governance Institute (ECGI), dikatakan bahwa
konsep Fiduciary Duty dari Anglo Amerikan tidak
mudah untuk diangkat, baik ke dalam sistem civil law
atau ke dalam transisi ekonomi. Konsep ini
merupakan hal yang penting bagi pengadilan karena
menyebabkan pengadilan bersikap reaktif. Implikasi
normatif dari analisis ini bahwa usaha perubahan
dititikberatkan pada peran pengadilan. Tata cara atau
prosedur yang harus diperketat dan peraturan--
peraturan substantif harus dibuat untuk
menggalakkan lembaga litigasi.
30
Detlev F. Vagts, 1989, Basic Corporation
Law, Materials-CasesText, University Casebook
Series, Westbury, New York., lihat juga, J ames D.
Cox, Thomas Lee Hazen dan F. Hodge O'Neal, 1997,
Corporations, Aspen Law & Business, A Division of
Aspen Publishers, Inc, New York, hal. 180 - 181.
Mun'v Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam
Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum
Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 51.
sebenarnya menimbulkan kerugian pada pemberi
fiducia
31
, oleh karena pemegang kepercayaan
diharuskan untuk menerapkan standar perilaku
yang lebih tinggi dan dapat diminta pertanggung-
jawabannya berdasarkan doktrin "constructive
fraud " untuk pelanggaran fiduciary duty
32
.
Dengan demikian, direktur tidak dapat
melepaskan diri dari pertanggungjawaban
pidana dalam hal terjadinya pencemaran dan
atau kerusakan lingkungan, hal ini disebabkan
direksi memiliki "kemampuan" dan "kewajiban"
untuk mengawasi kegiatan korporasi termasuk
kewajiban untuk melakukan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Untuk menilai apakah direksi
melakukan pengawasan yang cukup terhadap
kegiatan-kegiatan (operasional) korporasi,
dapat dilihat dari:
a. Partisipasi direksi di dalam penciptaan dan
persetujuan atas rencana bisnis korporasi
yang ada kaitannya dengan pengelolaan
lingkungan hidup,
b. Partisipasi aktif di bidang manajemen,
khususnya menyangkut kegiatan yang
berkaitan dengan B3;
c. Melakukan pengawasan terhadap
fasilitas-fasilitas korporasi secara
berulang-ulang;
d. Mengambil tindakan terhadap karyawan/
bawahan yang melanggar ketentuan-
ketentuan dalam pengelolaan lingkungan
hidup;
e. Menunjuk/mengangkat individu yang
memiliki kualitas dan kemampuan untuk
bertanggung jawab dalam pengelolaan
lingkungan hidup korporasi;
f. Menunjuk/mengangkat konsultan yang
independen untuk melaksanakan audit
lingkungan secara berkala;
g. Permintaan untuk mendapatkan
perangkat/instrumen guna membantu
manajemen maupun operasional
korporasi dalam mentaati hukum
lingkungan;
h. Meminta laporan secara berkala kepada
penanggungjawab pengelolaan lingkungan
korporasi yang menyangkut pencegahan
dan perbaikan.
i. Meminta kepada manajemen korporasi untuk
menerapkan program yang dapat
meminimalisir kesalahan karyawan dan
melaksanakan program penyuluhan.
j. Menyediakan cadangan ganti kerugian yang
memadai dalam tanggung jawab korporasi


31
Perhatikan, Zulkarnain Sitompul, 2002,
Perlindungan Dana Nasabah Suatu gagasan tentang
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia,
Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI, J akarta,
hal. 33.

32
Perhatikan, Bismar Nasution, 2001,
Keterbukaan Dalam Pasar Modal, UI Fakultas Hukum
Program Pascasarjana, J akarta, hal. 72.

J urnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005 46
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...


47
terhadap kemungkinan kerugian
lingkungan.
k. Direksi korporasi yang peka terhadap
masalah lingkungan harus menguji ganti
rugi yang memadai, mencakup tanggung
jawab lingkungan secara khusus.
l. Menciptakan lingkungan yang kondusif
terhadap kebijakan tanggung jawab
direksi dan pejabat sehingga dari aspek
komersial perusahaan asuransi dapat
memberi dana yang memadai
33
.

Langkah-langkah yang diambil oleh
direksi tersebut di atas dapat mengurangi
tanggung jawab lingkungan direksi, setidak-
tidaknya tindakan direksi hanya dapat
dikatagorikan sebagai kealpaan (negligence)
bukan kesengajaan.
Dalam perkembangan selanjutnya dapat
dikembangkan pemikian bahwa para pemegang
saham dapat dimintakan pertanggungjawaban
secara pidana karena pemegang saham memiliki
tanggung jawab untuk mengontrol atau
mengarahkan aktivitas korporasi yang
membahayakan lingkungan berdasarkan
besarnya persentasi saham.
34
Oleh karena itu,
bagi pengelola perusahaan yang berpotensi
mencemarkan/merusak lingkungan hidup, seyogia
Saya menetapkan "standar moral bisnis yang
tinggi" (high standards of business morality).
35

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 2003, Kapita Selekta Hukum
Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
------------, 1994, Perbandingan Hukum Pidana,
Rajawali Pers, Jakarta
Baoed, Wahono, 1996, Penegakan Huhum
Lingkungan melalui Ketentuan-ketentuan

33
Lebih lanjut lihat, Wilson Sonsini Goodrich
dan Rosati, Environmental Law Bulletin-Corporate
Liability: Strategies Corporation, Shareholders, and
Directors Can Employ to Reduce Environmental
Liability.

34
Dalam Pasal 3 Ayat (2) UUPT disebutkan
bahwa tanggung jawab pemegang saham menjadi
tidak terbatas apabila:
1. Persyaratan perseroan sebagai bukan hukum
belum atau tidak terpenuhi.
2. Pemegang saham yang berangkutan baik
secara langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan
semata-mata untuk kepentingan Pribadi.
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat
dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh perseroan.
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik
langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan
perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang perseroan.
35
Bandingkan, Bismar, Op cit., 6a1. 73
Hukum Pidana, Mahkamah Agung RI,
J akarta.
Cox, D J ames, Thomas Lee Hazen and F.
Hodge O'Neal, 1997, Corporations,
Aspen Law & Business, A Division of
Aspen Publishers, Inc., New York.
Dunkley, J ohn, edited by David Robinson, 1995,
Public Interest in Environmental Law, Wiley
Chancery A Division of John Wiley & Son
London Chichester, New York,
Brisbane, Toronto, Singapore.
Fuady, Munir, 2002, Doktrin-Dokirin Modern
Dalam Corporate Law & Eksistensinya
Dalam Hukum Indonesia, Penerbit PT
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Goodrich, Wilson Sonsini and Rosati,
Environmental Law Bulletin-Corporate
Liability: Strategies Corporation,
Shareholders and Directors Can Employ
to Reduce Environmental Liability.
Gross, Hyman, 1979, A Theory of Criminal Justice,
New York: Oxford University Press.
Gunardi Endro, 1999,Redefinisi Bisnis Suatu
Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles,
PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Guideline for the Criminal Enforcement of
Environmental Law, 1994, National
Support Bureau of the Dutch Prosecution
Service, Netherlands
Hamilton, Robert W., 2001, Cases and
Materials on Corporation Including
Partnerships and Limited Liability
Companies, American Casebook
Series, West Group.
Han Kung, 2402, Etika Ekonomi-Politik Global
Mencari Visi Baru Bagi Kelangsungan
Agama di Abad XXI, Terjemahan Ali
Noer Zaman, Penerbit Qalam,
Yogyakarta.
Harahap, M. Yahya, 1997, Beberapa Tinjauan
Tentang Permasalahan Hukum, Buku-
I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
Hardjasoemantri, Koesnadi, 2002, Hukum Tata
Lingkungan, Gadjahmada University
Press, Yogyakarta.
Harun, M. Husein, 1993, Lingkungan Hidup
Masalah, Pengelolaan dan
penegakan,Hukumnya, Bumi Aksara,
J akarta.
Hatrik, Hamzah, 1996, Asas
Pertanggungjawaban Korporasi Dalam
Hukum Pidana Indonesia (Strict
Liability dan Vicoatious Liability), PT
RajaGrafindo Persada.




Hohmann, Harald, 1994, Precautionary Legal
Duties and Principles of Modern
Alvi Syahrin Pertanggungjawaban Pidana Korporasi...

J urnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005 48
International Environmental Law,
Graham & Trotman/Martinus Nijhoff,
London/Dordrecht/Boston.
Keraf, Sonny, A., 1998, Etika Bisnis Tuntutan
dan Relevansinya, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta. Koeswadji, Hermien
Hadiati, 1993, Hukum Pidana
Lingkungan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, Moeliono, Tristam P., 1994,
Kekhawatiran Masa Kini, Pemikiran
Mengenai Hukum Pidana Lingkungan
Dalam Teori dan Praktik.
Muladi, 1998, "Prinsip-prinsip dasar Hukum
Pidana Lingkungan Dalam kaitannya
Dengan W No. 23 Tahun 1977",
Makalah, Seminar Kajian dan Sosiali-
sasi ULI No. 23 Tahun 1997, FH
UNDIP, Semarang.
Muladi dan Dwidja Prayifio, 1991,
Pertangungjawaban Korporasi Dalam
Hukum Pidana, Sekolah Tinggi Hukum,
Bandung.
Nasution, Bismar, 2001, Keterbukaan Dalam
Pasar Modal, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Program
Pascasarjana, J akarta.
Nugroho, Alois A, 2001, Dari Etika Bisnis ke Etika
Ekobisnis, Grasindo, J akarta.
Pistor Katarina & Chenggang Xu, 2002,
Fiduciary Duty in Transitional Civil Law
Jurisdictions, European Corporate
Governance Institute (ECGI).
Proposed Model for a Domestic Law of Crimes
Against the Environment, International
Meeting of Experts on Environmental
Crime: The Use of Criminal Sanctions in
the Protection of the Environment;
Internationally, Domestically, and
Regionally, March 19- 23, 1994 World
Trade Center Two, Portland, Oregon,
USA;
Rajagukguk, Ennan, 1997, Peranan Hukum
Dalam Pembangunan Pada Era
Globalisasi: Implikasinya Bagi Pendidikan
Hukwn di Indonesia, Pidato Pengukuhan
Guru Besar dalam Bidang Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
J akarta 4 J anuari 1997.
Rajagukguk, Erman dan Ridwan Khairandy
(ed)., 2001, Hukum dan Lingkungan
Hidup di Indonesia, 75 Tahun Prof. Dr.
Koesnadi Hardjasoemantri, SH. ML, UI,
J akarta.
Setiono, H. 2002, Kejahatan Korporasi, Analisis
Viktimologis dan Pertanggungjawaban
Korporasi Dalam Hukum Pidana
Indonesia, Averoes Press, Malang.
Sitompul, Zulkarnain, 2002, Perlindungan Dana
Nasabah Bank Suatu Gagasan Tentang
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan
di Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Program Pascasarjana,
J akarta. Smith and Hogan.1992,
Criminal Law. 1992. Butterworths
London, Dublin and Edinburgh.
Suparmoko, M, 1997, Ekonomi Sumberdaya
alam dan Lingkungan (Suatu
Pendekatan Teoritis), BPFE,
Yogyakarta.
Syahrin, Alvi, 2002, Asas-asas dan Penegakan
Hukum Lingkungan Kepidanaan,
Penerbit Pustaka Bangsa Press,
Medan.
Vagts, Detlev F., 1989, Basic Corporation Law,
Materials - Cases - Text, University
Casebook Series, The Foundation
Press, Inc, Westbury, New York.

También podría gustarte