Está en la página 1de 23

LAPORAN PEMBELAJARAN COLLABORATIVE LEARNING

ASUHAN KEBIDANAN II

Disusun oleh :
Agni Kristia Valentin

P17324112002

Anes Zakia

P17324112003

Asmanadia Hidayat

P17324112007

Devi Fitrisani

P17324112010

Fauzia Hurul Aini

P17324112045

Siti Fatimah

P17324112038

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG
JALUM II A

2013 2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................

I. KASUS....................................................................................

II. PERTANYAAN DAN JAWABAN....................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................

22

KASUS MANAJEMEN ASUHAN KALA II PERSALINAN


Tanggal 23-9-2013 pukul 05.00 seorang ibu datang ke rumah bidan dengan mengeluh mules
sejak kemarin pukul 23.00 dan keluar lendir dan darah dari jalan lahir.
Hasil anamnesa bidan : ibu Wati berusia 26 tahun hamil anak pertama belum pernah
keguguran. Ibu mengatakan bahwa mules yang dirasakan semakin kuat. HPHT tanggal 15-122012, haid teratur, siklus 28 hari. Gerakan janin aktif, ANC di Puskesmas dengan hasil normal,
ibu makan terakhir pukul 18.00 dengan nasi setengah piring, sayur kacang merah dan ikan
kembung, minum terakhir susu sebelum tidur pukul 21.00, bak terakhir kemarin pukul 20.30,
bab terakhir pukul 16.00 pagi tadi.
Hasil pemeriksaan bidan : konjungtiva merah muda, TD 120/80, nadi 90x/menit, R : 24x/menit,
suhu 37.2C, TFU 32 cm, di fundus teraba bokong, punggung kanan, pada bagian bawah
teraba kepala sudah masuk PAP, penurunan dengan perlimaan 2/5, DJJ 144x/menit regular, his
3x/10 menit lama >40 detik kuat. Hasil periksa dalam pukul 05.30 : Vulva tidak ada benjolan,
tampak keluar lendir darah dari jalan lahir, effacement 100% pembukaan 6 cm, ketuban utuh,
presentasi kepala, posisi ubun-ubun kecil kanan depan, penurunan kepala di station 0, tidak
ada bagian kecil yang teraba, molase 0. Bidan mendiagnosis ibu G1P0A0 inpartu aterm kala I
fase aktif, janin tunggal hidup.
Pemeriksaan kembali dilakukan 4 jam kemudian. Ibu merasa kesakitan kadang menjerit. TD
120/80 mmHg, nadi 90x/menit, R 24 x/menit suhu 37,2 his 4x/10 menit lama >40 detik kuat, DJJ
164x/menit terdengar tidak teratur.
Hasil periksa dalam : vulva tidak ada benjol, effacement 100% pembukaan lengkap, ketuban
pecah di amniotomi warna jernih, presentasi belakang, posisi ubun-ubun kecil kanan depan,
penurunan kepala di station +4, tidak ada bagian kecil yang teraba, molase 0.
Bidan mendiagnosis G1P0A0 inpartu aterm kala II, janin tunggal hidup dengan gawat janin.
Bidan menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kemajuan persalinan, mempersiapkan
pertolongan persalinan, lalu melakukan pertolongan persalinan. Setelah kepala lahir, kepala
bayi tidak melakukan putaran paksi luar, kepala bayi tersangkut di perineum. Untuk itu ibu
dituntun untuk melakukan posisi Mc Robert, lalu bidan melakukan episiotomi. Bayi lahir,
dilanjutkan dengan penanganan bayi baru lahir.

1. Jelaskan bagaimana asuhan secara fisik dan psikologis kepada ibu dan janin pada
kala II?
1. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan:
a.

Mendampingi ibu agar merasa nyaman

b.

Menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu.

2. Menjaga kebersihan diri ibu (personal Hygien) :


a.

Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi

b.

Jika ada darah lender atau cairan ketuban, segera dibersikan

3. Mengipasi dan melakukan masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu.


4. Memberikan dukungan psikologis untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan ibu,
dengan cara:
a.

Menjaga privasi ibu

b.

Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan

c.

Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu.

5. Mengatur posisi ibu. Dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut:
a.

Jongkok

b.

Menungging

c.

Tidur miring
4

d.

Setengah duduk

Posisi tegak ada kaitannya dengan berkurangnya rasa nyeri, mudah mengedan,
kurangnya trauma vagina dan perineum serta infeksi.
6. Menjaga kandung kemih tetap kososng. Ibu dianjurkan berkemih sesering mungkin.
7. Memberikan ibu cukup minum. Karena akan member tenaga saat mengedan dan
mencegah dehidrasi.

2. Jelaskan tanda bahaya pada kala 2!

Bahaya kala II

Tanda bahaya dan gejala pada kala II

Nadi cepat, lemah (110x/menit atau lebih)

Tekanan darah rendah (sistolik < 90


mmHg)

Pucat pasi

Berkeringat atau dingin, kulit lembab

Nafas cepat ( > 30x/menit)

Cemas, bingung atau tidak sadar

Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam)

Perubahan nadi (100x/menit atau lebih)

Urin pekat

Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam)

Nadi cepat (110x/menit atau lebih)

Suhu > 38C

Menggigil

Air ketuban atau cairan vagina berbau

Tekanan darah diastolic 90-110 mmHg

Proteinuria hingga +2

Tekanan darah diastolic 90-110 mmHg


atau lebih disertai kejang

Nyeri kepala

Gangguan penglihatan

Kejang (eklampsia)

Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10


menit

Lama kontraksi kurang dari 40 detik

Gawat janin

DJJ < 6120 atau >160 x/menit (merupakan


tanda awal gawat janin)

Penurunan kepala
janin

Kepala janin tidak turun

Syok

Dehidrasi

Infeksi

Preeklampsia
ringan

Preeklampsia berat
atau eklampsi

Inersia Uteri

3. Jelaskan megenai deteksi adanya gawat janin pada kasus diatas!


Pada kasus diatas, tanda gawat janin diantaranya:
1. DJJ 164 x/menit irregular
2. Setelah kepala lahir, kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Kepala bayi tersangkut di perineum

4. Jelaskan mengenai deteksi adanya distosia bahu pada kasus diatas!


Setelah kelahiran kepala, akan terjadiputaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan sumbu miring panggul dan tetap berada pada anteposterior, pada bayi yang
besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis. Distosia bahu tidak dapat diprediksi
Deteksi adanya distosia bahu adalah:
1. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.
2. Dagu tertarik dan menekan perineum
3. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis
pubis.
Pada kasus diatas, deteksi adanya distosia bahu adalah:
1. Setelah kepala lahir, kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
2. Kepala bayi tersangkut di perineum

5. Jelaskan mengenai persiapan proses kelahiran!


Pelahiran dapat dilakukan dengan ibu berada pada berbagai posisi. Posisi yang paling sering
digunakan dan memberikan hasil memuaskan adalah posisi litotomi. Di Parkland Hospital,
posisi litotomi tidak diharuskan untuk semua pelahiran normal. Pada banyak ruang bersalin,
pelahiran dilakukan dengan ibu berbaring datar di tempat tidur.
Untuk jangkauan yang lebih baik, digunakan peyangga kaki atau stirrups. Saat meletakkan kaki
di peyangga, posisi kaki harus diperhatikan agar tidak membuka trelalu lebar atau meletakkan
satu kaki lebih tinggi dibandingkan kaki lainnya. Hal ini dapat memperbesar daya dorong pada
perineum sehingga dengan mudah terjadi robekan yang besar dan spontan pada perineum atau
episiotomi menjadi laserasi derajat empat. Regio poplitea harus bersandar secara nyaman
8

dibagian proksimal dan tumit dibagian distal peyangga kaki. Kaki tidak diikat ke peyangga,
sehingga memungkinkan paha menekuk cecpat kearah belakang menuju abdomen jika terjadi
distosia bahu. Kaki dapat mengalami kram pada kala dua, sebagian akibat tekanan dengan
mengubah posisi kaki atau pijatan singkat, tetapi kram kaki tidak boleh diacuhkan.
Persiapan persalinan harus mencakup pembersihan vulva dan perineum. Jika diiginkan, kain
steril dapat diletakkan sedemikian rupa sehingga hanya daerah di sekitar vulva yang terpajan.
Dahulu, alasan utama untuk perawatan dengan menggosok, melapisi dan meyarungi adalah
untuk melindungi perempuan hamil dari masuknya agen infeksius. Infeksi yang diperhatikan
saat ini juga harus berlaku untuk pemberi layanan kesehatan.
A. PERSIAPAN PENOLONG PERSALINAN
Selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi seperti yang dianjurkan, termasuk diantaranya
cuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi.
1. SARUNG TANGAN
Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai dalam melakukan setiap
pemeriksaan dalam membantu kelahiran bayi, melakukan episiotomi, mejahit laserasi dan
memberikan asuhan bagi bayi baru lahir. Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
harus menjadi bagian dari perlengkapan pertolongan persalinan (partus set) dan prosedur
penjahitan (suturing set). Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi atau berlubang.
2. PERLENGKAPAN PELINDUNG PRIBADI
Mengenakan celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong
persalinan. Jika memungkinkan, pakai masker dan kacamata yang bersih. Kenakan semua
perlindungan pribadi selama membantu kelahiran bayi atau plasenta dan pada saat
melaksanakan penjahitan atau luka episiotomi.
3. PERSIAPAN TEMPAT PERSALINAN, PERALATAN DAN BAHAN
Penolong persalinan harus menilai ruangan dimana proses persalinan akan berlangsung.
Ruangan tersebut harus memiliki sistem pencahayaan / penerangan yang cukup, baik melalui
jendela, lampu di langit-langit kamar, maupun sumber cahaya lainnya. Ibu dapat menjalani
persalinan di tempat tidur dengan kain tebal yang bersih atau kasur di lantai dengan kain
pelapis yang bersih. Ruangan harus hangat dan terhalang dari tiupan angin secara langsung.
Harus tersedia meja atau permukaan yang bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan
peralatan yang diperlukan selama persalinan.
Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi dengan baik;
termasuk partus set, perlengkapan menjahit dan resusitasi bayi baru lahir. Semua perlengkapan
dan bahan-bahan dalam set tersebut harus dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Datar tilik lengkap untuk bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan esensial yang
dibutuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir.
4. PERSIAPAN TEMPAT DAN LINGKUNGAN UNTUK KELAHIRAN BAYI
Persiapan untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir harus dimulai sebelum bayi
lahir. Siapkan lingkungan yang sesuai untuk kelahiran bayi dengan memastikan bahwa ruangan
9

tersebut bersih dan bebas dari tiupan angin. Sebaiknya matikan kipas angin atau penyejuk
ruangan. Sediakan pula paling tidak 2 selimut, kain atau handuk kering dan bersih untuk
mengeringkan dan menyelimuti bayi.
6. PERSIAPAN IBU DAN KELUARGA
a. Asuhan sayang ibu
1). Anjurkan keluarga untuk mendampingi ibu selama pesalinan dan kelahiran. Penting untuk
mengikutsertakan suami, ibunya atau siapapun yang diminta ibu untuk mendampinginya,
saat ia membutuhkan perhatian dan dukungan.
2). Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam asuhan ibu. Mereka dapat membantu ibu untuk
berganti posisi, melakukan pijatan, memberikan minuman dan makanan, berbicara dengan
ibu serta memberikan semangat selama persalinan dan kelahiran bayinya.
3). Berikan dukungan dan semangat pada ibu dan anggota keluarganya. Jelaskan proses
kelahiran dan kemajuan persalinan kepada ibu dan keluarganya.
4). Tentramkan hati ibu selama kala dua persalinan. Berikan bimbingan dan bantuan jika
memang diperlukan.
5). Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
6). Saat pembukaan lengkap, jelaskan pada ibu untuk hanya meneran apabila ada dorongan
kuat untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan
nafas. Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
7). Anjurkan ibu untuk minum selama kala dua persalinan.
8). Kadang-kadang, kala dua persalinan menimbulkan rasa khawatir pada ibu. Berikan rasa
aman, semangat dan tentramkan hati ibu selama proses persalinan berlangsung. Dukungan
tersebut dapat mengurangi ketegangan, membantu kelancaran proses persalinan dan
kenyamanan proses kelahiran bayi. Jelaskan setiap tindakan kepada ibu sebelum
melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang terjadi pada
ibu da bayinya dan alasan-alasan tentang tujuan suatu tindakan. Jelaskan pula hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung janin,
pemeriksaan dalam).

b. Membersihkan perineum ibu


Berikut adalah prinsip-prinsip umum pencegahan infeksi pada kala dua persalinan.
1. Bersihkan vulva dan perineum ibu secara lembut dengan menggunakan air matang
(disinfeksi tingkat tinggi), dan gulungan kapas atau kasa yang bersih. Bila tersedia,
boleh gunakan larutan antiseptik.
2. Usaplah dari atas ke bawah mulai dari bagian anterior vulva ke arah rektum untuk
mencecgah kontaminasi tinja. Saat ibu mulai meneran, letakkan kain bersih di bawah
bokong ibu dan sediakan kain bersih lain di dekatnya. Jika ibu mengeluarkan tinja pada
saat meneran, tenteramkan ibu bahwa hal tersebut adalah biasa dan bersihkan tinja
10

tersebut dengan kain bersih atau tangan yang menggunakan sarung tangan (sudahnya
ganti dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi yang lain).
3. Kemudian bersihkan kembali vulva, jika bagian tersebut terkontaminasi oleh tinja. Jika
kain di bawah bokong tersemar oleh tinja, ganti dengan kain lain yang bersih. Jika tidak
ada cukup waktu untuk membersihkan tinja sebelum kelahiran bayi tutupi tinja tersebut
dengan kain bersih.
c. Pengosongan kandung kemih
Anjurkan ibu untuk berkemih sedikitnya setiap 2 jam, atau lebih sering atau bila kandung kemih
ibu terasa penuh. Bantu ibu ke kamar mandi jika perlu. Berikan pula bantuan agar ibu dapat
duduk di atas penamppung urin jika ibu tidak bisa berjalan ke kamar mandi.
Jangan melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum atau sesudah kelahiran
bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan apabila kandung kemih
penuh dan ibu tidak dapat berkemih sendiri. Kateterisasi dapat menimbulkan rasa sakit,
meningkatkan risiko infeksi dan kemungkinan luka pada saluran kemih.

6. Jelaskan mengenai manajemen proses kelahiran!


PENATALAKSANAAN PELAHIRAN
A. POSISI
Posisi berjongkok cocok untuk pelahiran. Ibu yang mengalami posisi litotomi yang disangga
dengan batal dan tungkainya ditarik ke belakang pada dasarnya memenuhi posisi ini tetapi
memiliki keuntungan tambahan yang memungkinkan akses pendamping untuk membantu
pelahiran.
B. KONDISI ASEPTIK
Harus digunakan sarung tangan dan baju khusus untuk memimpin pelahiran. Ibu harus diberi
kain steril dan area vulva dibersihkan. Lahirkan ke handuk steril.
C. PENDAMPING MEDIS
Pendamping medis biasanya terletak di sebelah kanan ibu. Letakkan tangan kiri pada kepala
janin ketika muncul (lintasan kedudukan biparietal melalui vulva) untuk mempertahankan fleksi
dan mencegah pelahiran ekspulsi.
Tangan kanan digunakan untuk melindungi perineum dan menutupi anus dengan bantalan
bersih. Jika diperlukan bantu ekstensi kepala janin dengan mengangkat dagu. Pertimbangkan
jika diperlukan episiotomi.
D. MEMULAI MENERAN
Bila sudah didapatkan tanda pasti kala dua persalinan, tunggu sampai ibu merasakan adaya
dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi.
Mendiagnosis kala dua persalinan dan memulai meneran :
1). Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
2). Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril pada tangan yang akan
melakukan pemeriksaan dalam
11

3). Jelaskan pada ibu bahwa akan dilakukan pemeriksaan dalam


4). Lakukan pemeriksaan dalam secara hati-hati untuk memastikan bahwa pembukaan
sudah lengkap (10 cm). Buka sarung tangan ssuai dengan upaya pencegahan infeksi
5). Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan ibu dan bantu ibu mendapatkan posisi
yang lebih nyaman atau memperbolehka ibu untuk berjalan-jalan. Anjurkan ibu untuk tetap
bernafas sellama kontraksi berlangsung. Teeuskan pemantauan ibu dan bayiya sesuai
dengan pedoma fase aktif persalinan dan catatkan semua temuan pada patrograf
6). Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan serviks belum lengkap, berikan semangat
dan anjurkan ibu untuk berafas cepat, atau berafas biasa dalam setiap kontraksi. Anjurkan
ibu untuk mengambil posisi yang paling nyaman baginya dan anjurkan untuk menahan
keinginan meneran sampai pembukaan sudah lengkap
7). Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu untuk mengambil
posisi yang nyaman untuk meneran. Beri semangat dan anjurkan ibu untuk memulai meeran
sesuai dengan dorongan alamiahnya. Persilahkan keluarga ibu untuk membantu dan
mendukung usahanya. Catat pemeriksaan dalam pada patrograf. Memberi minum pada ibu
dan teruskan memantau DJJ setiap 5 menit. Pastikan bahwa ibu beristirahat di antara
kontraksi.
8). Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk mengedan, batu ibu
mengambil posisi yang nyaman atau biarakan ibu berjalan-jalan. Posisi berdiri seringkali
mempermudah enurunan bayi, yang nantinya akan membantu mennimbulkan rasa ingin
meneran. Anjurkan ibu uantuk terus bernafas selama kontraksi berlangsung. Catat
pemeriksaan dalam pada patograf. Teruskan memantau kondisi ibu dan bayi sesuai dengan
pedoman fase aktif persalinan dan catat semua temuan pada patograf. Beri ibu minum dan
anjurkan/ perbolehkan untuk berkemih sesuai dengan kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15
menit. Stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatakn kekuatan dan kualitas kontraksi.
Bimbing ibu untuk bernaafas selama kontraski berlangsung. Jika ibu merassa ingin meneran,
anjurkan ibu untuk melakukannya.
9). Jika ibu tidak merasa ingin meneran setelah pembukaan lengkap selama 60 menit, anjurkan
ibu untuk mulai meneran pada saat puncak setiap kontraksi. Anjurkan ibu untuk merubah
posisi seara teratur, tawarkan minuman sesering mungkin dan pantau DJJ setiap 5 menit.
Dapat dilakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.
10). Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit berikutnya tau jika kelahiran bayi tikda akan segera
terjadi, ssesgera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Jika kepala tidak turun meskipun iu
sudah meneran selama 60 menit, kemungkinannya adalah disporposi kepala panggul (CPD)
dan segera lakukann rujukan.
E. PELAHIRAN KEPALA
Intruksikan ibu untuk bernafas pendek dan cepat saat kepala muncul. Tindakan ini meencegah
mengejan yang terlalu kuat dan mengulangi peningkatan tekanan intra-abdome secara lembut
yang disebabkan oleh dorongan kepala keluar. Aspirasi mulut kemudian hidung bayi pada
kesempatan pertama. Berikan sintometrin 0,5-1 ml secara intramuskular kepada ibu (kombinasi
sintosinon oksitoksik sintesis 5 unit per ml dan ergometrin maleat 0,5 mg per ml). Efek
oksitoksik terlihat dalam 2,5 (sintosinon) sampai 7 menit (ergometrin). Injeksi ini membantu
kontraksi uterus, pelepasan plasenta sehingga mengendalikan kehilangan darah. Untuk ibu
12

yang berisiko mengalami perdarahan, berikan ergometrin secara intravena (efek oksitoksik
dalam 1 menit).
F. PELAHIRAN BAHU
Pada saat rotasi eksterna lengkap, arahkan kepala dengan lembut ke arah bawaah untuk
membantu pelahiran bahu. Jika bahu anterior terlihat di baawah simfisis, masukkan satu jari ke
aksila anterior dan angkat tubuh ke atas menghadap perineum pada saat yang sama untuk
menghindari ekstensi episiotomi atau merobek perieum.
G. MEMANTAU SELAMA PENATALAKSANAAN KALA DUA PERSALINAN
Lanjutkan penilaian kondisi ibu dan janin serta kemajuan persalinan selama kala dua persalinan
secara berkala.
Periksa dan catat :
1). Nadi ibu setiap 30 menit
2). Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
3). DJJ setiap selesai meneran
4). Penurunan kepala bayi melalui pemeriksaan abdomen (pemeriksaan luar) setiap 30 menit
dan pemeriksaan dalam setiap 60 menit atau kalau ada indikasi
5). Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau
darah)
6). Apakah ada presentasi majemuk (misalnya tangan) atau tali pusat berada di samping atau di
atas kepala
7). Putaran paksi luar segera setelah kepala bayi lahir
8). Adanya kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelumya (setelah bayi pertamaa lahir)
9). Semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan.

7. Jelaskan mengenai amniotomi?


AMNIOTOMI
DEFINISI
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan
kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya
tekanan di dalam rongga amnion. Tindakan ini umumnya dilakukan pada saat pembukaan
lengkap atau hampir lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung sebagaimana
mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi dilakukan pada fase aktif awal, sebagai upaya
akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian, penilaian serviks, penurunan bagian terbawah
dan luas panggul, menjadi sangat menentukan keberhasilan proses akselerasi persalinan.
Penilaian yang salah, dapat menyebabkan cairan amniotomi sangat berkurang sehingga
menimbulkan distosia dan meningkatkan morbiditas/ mortalitas ibu dan bayi yang
dikandungnya.
13

AMNIOTOMI ELEKTIF
Pemecahan selaput ketuban secara sengaja dengan tujuan mempercepat persalinan
merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan di bidang obstetri. Melalui
penelitian diketahui bahwa amniotomi pada pembukaan sekitar 5cm mempercepat persalinan 1
sampai 2 jam tanpa meningkatkan angka keseluruhan seksio sesarea atau kebutuhan akan
stimulasi olsitosin. Dalam studi oleh Garite dkk. (1993), pemakaian oksitosin berkurang apabila
dilakukan amniotomi elektif dini. Yang utama, tidak terjadi efek samping pada neonatus.
Namun, para peneliti ini memang mengidentifikasi adanya peningkatan pola penekanan tali
pusat ringan sampai sedang akibat amniotomi. Walaupun demikian, deselerasi berat tidak
terjadi dan karena itu angka seksio sesarea atas indikasi gawat janin tidak terpengaruh.

INDUKSI AMNIOTOMI.
Pemecahan selaput ketuban secara sengaja dapat digunakan untuk menginduksi persalinan,
tetapi hal ini mengisyaratkan komitmen yang pasti untuk melahirkan per vaginam. Kerugian
utama amniotomi apabila digunakan secara tunggal untuk induksi persalianan adalah interval
yang tidak dapat diperkirakan dan kadang berkepanjangan sampai timbulnya kontraksi.
Walaupun hal ini dipraktikan secara luas, hanya sedikit penelitian yang sudah dilakukan untuk
membandingkan amniotomi saja dengan metode lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Bakos dan Backstorm (1987) mendapatkan bahwa amniotomi saja atau amniotomi plus
oksitosin lebih baik daripada oksitosin saja.Mercer dkk. (1995) membagi secara acak 209
wanita yang menjalani induksi oksitosin ke dalam kelompok amniotomi pada pembukaan 1
sampai 2 cm (amniotomi dini) atau pembukaan 5cm (amiotomi lanjut). Amniotomi dini
menyebabka durasi persalinan yang secara bermakna lebih singkat (sekitar 4 jam), tetapi terjadi
peningkatan insidensi korioamnionitis (23%) dan pola pemantauan penekanan tali pusat (12%).
AMNIOTOMI UNTUK AUGMENTASI.
Amniotomi sering dilakukan apabila persalinan spontan berlangsung terlalu lambat.
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari uji coba klinis pada persalinan spontan dan dari
induksi persalinan, besar kemungkinan bahwa amniotomi akan meningkatkan kemajuan
persalinan yang disfungsional. Rouse dkk. (1994) melakukan sebuah studi teracak dan
mendapatkan bahwa penambahan amniotomi pada augmentasi oksitosin atas indikasi
persalinan macet pada fase aktif dan mempersingkat persalinan sebesar 44 menit. Tindakan ini
juga secara bermakna meningkatkan insidensi koroamnionitis. Amniotomi, sebagai tambahan
untuk infus oksitosin, tidak mempengaruhi rute pelahiran dibandingkan dengan oksitosin saja.
Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah bahwa keluarnya cairan amnion dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implentasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin
faktofaktor pembekuan aktif pada sekmen dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu.
Namun, tidak ada bukti bahwa keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah
cukup matur, pemecahan selaput ketuban dapat mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
14

ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan servik dari pada
tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan kurang menekan
serviks.

INDIKASI
1. Persalinan kala II
2. Akselerasi persalinant
3. Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrument
4. Untuk pemantauan internal frekuensi. jantung janin secara elektronik apabila diantisipasi
terdapat gangguan pada janin
5. Untuk melakukan penilaian kontraksi intra uterus apabila persalinan kurang memuaskan
6. Amniotomi elektif untuk mempercepat persalinan spontan atau mendeteksi mekonium.

KONTRA INDIKASI
1.Polihidramnion
2.Presentasi
3.Tali pusat terkemuka
4.Vasa previa
5.Letak lintang

8. Jelaskan mengenai episiotomi?


Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir
vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum
dan kulit depan perineum.
Episiotomi membuat luka yang lurus dan rapi, sehingga mudah di jahit dan lebih cepat sembuh
daripada ruptura perineum.Mengurangi tekanan kepala pada janin. Mempersingkat kala II.
Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi ruptura perineum totalis

15

B. Jenis-jenis Episiotomi
1) Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai
mengenai serabut sfingter ani.
2) Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan
samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan
orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm.
3) Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum
jam. Episiotomi ini sudah jarang dilakukan, karena banyak menimbulkan komplikasi.

C.

Indikasi
1) Pada janin

Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin
besar. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat
janin, tali pusat menumbung.
2) Pada ibu
a. Umumnya pada primigravida (sudah tidak berlaku lagi)
b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu.
c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
d. Arkus pubis yang sempit.

D.

Kontra Indikasi
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam.
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan
darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.

16

E.

Kelebihan dan Kekurangan


1) Episiotomi Medialis
Kelebihan:

Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang
relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
Kekurangan :
Dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplit (laserasi m.sfingter ani) atau komplit (laserasi
dinding rektum).

2) Episiotomi Mediolateralis
Kelebihan :
Mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan
daerah yang banyak pembuluh darahnya.
Kekurangan :
Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan
sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.

3) Episiotomi Lateralis
Jarang dilakukan karena luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah
pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang
terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

F.

Saat Melakukan Episiotomi

Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa
terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka otot-otot dasar panggul
sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai.
Berdasarkan hal-hal tersebut banyak penulis menganjurkan episiotomi dilakukan pada saat
kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 4 cm pada waktu his.Pada penggunaan cunam
beberapa penulis melakukan episiotomi setelah cunam terpasang tetapi sebelum traksi
dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan sebelum pemasangan, akan memperbanyak
perdarahan serta memperbesar resiko perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama
pemasangan cunam.
17

Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong lahir, dengan
demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

G.

Resiko episiotomi
1. Kehilangan darah yang lebih banyak.
2. Pembentukan hematoma.
3. Kemungkinan infeksi lebih besar.
4. Introitus lebih lebar.
5. Luka lebih terbuka lagi.

Lapisan yang terinsisi pada tindakan episiotomi adalah :


1. Dinding posterior lapisan mukosa vagina.
2. Lapisan kulit perineum serta jaringan subkutisnya.
3. Muskulus bulbokavernosus.
4. Muskulus transversus perinei superfisialis.
5. Muskulus transversus perinei profundus.
6. Muskulus bulbococcygeus.

H.

Robekan perineum dibagi atas 4 tingkatan :


a. Tingkat I

Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau


perineum.

tanpamengenai kulit

c. Tingkat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi tidak mengenai
otot sfingter ani.
d. Tingkat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.
e. Tingkat IV
18

Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum.

I.

Prosedur Kerja
1. Mempersiapkan alat
2. Memberitahukan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantu agar ibu tetap
tenang atau merasa tenang.
3. Melakukan tindakan desinfektan sekitar perineum dan vulva
4. Anestesi lokal caranya :
a) Bahan anestesi (lidokain HCL 1% atau xilokain 10 mg/ml)
b) Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior
(fourchette).
c) Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri atau kanan garis
tengah perineum. Lakukan aspirasi.
d) Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5 10 ml lidokain 1%.
e) Tunggu 1 2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal sebelum episiotomi
dilakukan.

J.

Cara Melakukan Episiotomi


1. Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
2. Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan
rencana sayatan.
3. Tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka diantara jari
telunjuk dan tengah.
4. Gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri atau
kanan).
5. Lanjutkan pimpinan persalinan.

K.

Penjahitan Episiotomi
1. cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau
steril. Ganti sarung tangan jika ada terkontaminasi atau jika tertusuk jarum maupun
peralatan tajam lainnya.
19

2. pastikan dan bahan-bahan yang digunakan sudah didesinfeksi tingkat tinggi.


3. setelah memberikan anestesi local dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah
dianestesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas
menentukan batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka.
Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan cara menjahitnya menjadi satu dengan
mudah.
4. buat jahitan pertama kurang lebih 1cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina.
Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih
pendek dari ikatan.
5. tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin hymen.
6. tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah
cincin hymen sampai jarum berada dibawah laserasi. Periksa kebagian antara jarum
diperineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
7. teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur hingga
mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak tiap jahitan sama dan otot yang terluka
telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin perlu satu atau dua lapisan
jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan mendekatkan jaringan tubuh
secara efektif.
8. setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan
menjadi jahitan lapis kedua.Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm
atau kurang. Luka akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan.
9. tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus keluar dari
belakang cincin hymen.
10. ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina.potong ujung benang dan sisakan
sekitar 1,5cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek , simpul akan longgar dan
laserasi akan membuka.
11. ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa taau
peralatan yang tertinggal didalam.
12. dengan lembut masukkan jari paling kecil kedam anus, raba apa ada jahitan pada
rectum. Jika teraba ada jahitan ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pascapersalinan,
jika penyembuhan belum sempurna, segera rujuk.
13. cuci genetalia dengan lembut dengan sabun dan air desinfeksi tingkat tinggi. Bantu ibu
mencari posisi yang lebih nyaman .
14. nasehati ibu untuk :
20

a. menjaga perineumnya selalu bersih dan kering


b. hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum
c.cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali per
hari kembali dalam seminggu untuk memeriksakan penyembuhan lukanya. Ibu kembali
lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari
daerah luka atau daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
15.

Komplikasi

1. Nyeri post partum dan dyspareunia.


2. Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi,
garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut yang
terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila
jahitannya terlalu erat.
3. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .
4. Trauma perineum posterior berat.
5. Trauma perineum anterior
6. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
7. Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah
timbul pada bekas insisi episiotomi.
8. Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat,
menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua
pasangan saat melakukan hubungan seksual.

21

DAFTAR PUSTAKA

Anggota IKAPI.2005.Manual Persalinan.Jakarta:EGC.


Cunningham.2009.Obstetri William.Jakarta:EGC.
DEPKES RI.2004.Asuhan Persalinan Normal.Jakarta:JNPK-KR.
_____. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal

dan

Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


_____. 2008. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik.

22

23

También podría gustarte