Está en la página 1de 21

ASKEP TRAUMA CAPITIS Konsep medis A.

Definisi Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi.Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent (Judith M Wilkinson, 2007). Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2000), trauma capitis adalah gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak Risiko utama pasien yang mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Tipe-Tipe Trauma : 1. Trauma Kepala Terbuka:

Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan epidural, Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal.Menyebabkan kerusakan meatus auditorius internal dan eustachius. 2. Trauma Kepala Tertutup:

Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat menyebabkan kerusakan struktur otak.

Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK. Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma yang berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma disebut sebagai epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung pada lokasinya. Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala. The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4): 1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif) Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)


Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor) Konkusi Amnesia pasca trauma Muntah Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).

3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)


Skor skala koma glasglow 3-8 (koma) Penurunan derajat kesadaran secara progresif Tanda neurologis fokal

Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):

Cidera kepala ringan /minor SKG 13-15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.

Cidera kepala sedang SKG 9-12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Cidera kepala berat SKG 3-8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial. Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :

1. Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30 menit. 2. Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak. 3. Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.

Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cidera kepala berdasarakan mekanisme, keparahan dan morfologi cidera. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:

Trauma tumpul

: Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).

: Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).


Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya. Ringan Sedang Berat : Skala koma glasgow(GCS) 14-15. : GCS 9-13. : GCS 3-8. : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi;

Fraktur tengkorak

terbuka/tertutup. Basis:dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII.

Lesi intrakranial

: Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi

ringan, konkusi klasik, cidera difus. Keparahan cidera Morfologi

Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213) 1. Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi. 2. Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan

terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak. 3. Cidera Otak. Cidera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cidera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. 4. Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja. 5. Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari. 6. Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala, efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK. 7. Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cidera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. 8. Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung

ukuran

pembuluh

darah

yang

terkena

dan

jumlah

perdarahan

yang

ada. Hematoma sub dural akut d hubungkan dengan cidera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan Hematoma sub dural kronik dapat terjadi karena cidera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. 9. Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah

perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak; cidera kumpil). B. Etiologi Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.

Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :


Lokasi. Kekuatan. Fraktur infeksi/ kompresi. Rotasi. Delarasi dan deselarasi

Mekanisme cedera kepala

Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh : akibat pukulan lemparan..

Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.

Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak (Brunner and Suddarth, 2000)

C. Patofisiologi Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme keadaan anaerob. normal Hal ini blood akan flow menyebabkan (CBF) adalah asidosis 50 60

metabolik.Dalam

cerebal

ml/menit/100gr jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar (Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998).

D. Tanda Dan Gejala : Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama ( Hoffman, dkk, 1996): 1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus 2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir kompleks 3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :

Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal. Respon pupil mungkn lenyap. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

E. Pemeriksaan Diagnostik : 1. CT Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak. 2. MRI : sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontraks. 3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma. 4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangangelombang. 5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang). 6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak..

7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak. 8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid. 9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK. 10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK. 11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran. 12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang. F. Komplikasi : 1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal. 2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). 3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik. G. Penatalaksanaan : Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder.Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000). Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

Berikan oksigenasi. Awasi tekanan darah. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik. Atasi shock. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi. Pemberian analgetika Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin). Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.

Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.

Tindakan terhadap peningktatan TIK :


Pemantauan TIK dengan ketat. Oksigenisasi adekuat. Pemberian manitol. Penggunaan steroid.

Peningkatan kepala tempat tidur. Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain :


dukungan ventilasi. Pencegahan kejang. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi. Terapi anti konvulsan. Klorpromazin untuk menenangkan pasien. Pemasangan selang nasogastrik (Arif Mansjoer, dkk, 2000).

ASUHAN KEPERAWATAN: 1. PENGKAJIAN Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital. Aktivitas/ Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan kesehatan, letargi, Hemiparase, quadrepelgia, Ataksia cara berjalan tak tegap, Masalah dalam keseimbangan, Cedera (trauma) ortopedi, Kehilangan tonus otot, otot spastic. Sirkulasi Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi), Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia). Integritas Ego Gejala Tanda : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis) : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.

Eliminasi

Gejala

: Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.

Makanan/ cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk, air liur keluar,

Tanda : disfagia).

Neurosensoris Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri, Wajah tidak simetris, Genggaman lemah, tidak seimbang, Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, Apraksia, hemiparese, Quadreplegia Nyeri/ Kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. Pernapasan Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak, Ronki, mengi positif. Keamanan Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/ dislokasi, Gangguan penglihatan, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis, Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh Interaksi Sosial Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicaraberulang-ulang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah 2. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial 3. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori, transmisi. 4. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis. 5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan. 6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan. 3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN : 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Tujuan:Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Kriteria hasil:Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Rencana Tindakan :

Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.

Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.

2.

Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan: mempertahankan pola pernapasan efektif. Kriteria evaluasi: bebas sianosis, GDA dalam batas normal. Rencana tindakan :

Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.

Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri. Lakukan rontgen thoraks ulang. Berikan oksigenasi.

Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,

3.

prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.Kekurangan nutrisi.Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).Perubahan integritas sistem tertutup

(kebocoran CSS). Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi. Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. Rencana tindakan :

Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).

Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.

Berikan antibiotik sesuai indikasi. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.

4.

Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. Tujuan : Klien merasa nyaman. Kriteria hasil : Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang harus dihindari. Rencana tindakan :

Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen.

Rasional : tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama perawatan dan saat klien lemah.

Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari lingkungan klien.

Rasional : pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang pusat muntah.

Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap -2 jam.

Rasional : cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan dengan demikian tidak memperberat gejala.

Instruksikan klien untuk menghindari hal ini : Cairan yang panas dan dingin, Makanan yang mengandung serat dan lemak (misal; susu, buah), Kafein.

Rasional : Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas usus.

Lindungi area perianal dari iritasi.

Rasional : sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal. 5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.Status hipermetabolik. Tujuan : Intake nutrisi meningkat, Keseimbangan cairan dan elektrolit., Berat badanstabil, Torgor kulit dan membran mukosa membaik, Membantu keluarga dalam

memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral, Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah garam dan rendah lemak. Kriteria hasil : Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien diberikan rentang skala (1-10).

Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat).

Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet (rendah garam dan rendah lemak).

Membantu

keluarga

dalam

memberikan

asupan

makanan

peroral dan

menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan penyakitnya.


Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program. Kolaborasi dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500 cc/24 jam dan NaCl.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth, 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. Marlyn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Judith M Wilkinson, 2007, Buku Saku Daignosis Keperawatan: dengan intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC., Jakarta. Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius., Jakarta. Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta

ASKEP TRAUMA CAPITIS

OLEH: KELOMPOK II IKE NURJANA TAMRIN NURYANI KADIR AYU ANDRIANI RINI ANGGARINI MUNADI ANDI FADERIANI SOFIATIN RUNA NURAINI HASNI RISMAWATI 1422090152 1422090223 1422090211 1422090202 1422090161 1422090173 1422090184 1422090256 1422090238

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR


Penyimpangan KDM
Kec.lalu lintas, jatuh dari ketinggian, benturan, dll Kerusakan lobus serebral perubahan persepsi sensori Krisis situasional Perubahan proses keluarga

Trauma Kepala Kontusio serebral hemoragi hematoma Edema otak

Cidera kulit kepala Risti infeksi

Penekanan pd pusat prnafasan Resiko tinggi pola nafas tdk efektif

Nyeri kepala

TIK aliran darah otak Perubahan perfusi jaringan otak

Penurunan kesadaran Ketidakmamupan mencerna makanan

Risti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tirah baring Kerusakan mobiltas fisik

También podría gustarte