Está en la página 1de 31

DRAF - 1

PEMBELAJARAN REMEDIAL DAN PENGAYAAN

Oleh: Mutiara O. Panjaitan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN TAHUN 2011

PEMBELAJARAN REMEDIAL DAN PENGAYAAN

Pengarah: Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan

Penanggung Jawab Kegiatan: Dr. Herry Widyastono

Koordinator Kegiatan: Drs. Budi Santoso

Penulis Naskah dan Pengembang Gagasan: Dra. Mutiara Oktaviana Panjaitan, M.Pd.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI ... BAB I. PENDAHULUAN A. B. C. D. A. B. C. A. B. Latar Belakang ...... Kebijakan ............................................................................ Tujuan .. Sasaran
Konsep Belajar Tuntas........... Kriteria Ketuntasan Belajar....... Pencapaian Ketuntasan Belajar ................................................. Hal i ii

BAB II. PEMBELAJARAN TUNTAS

BAB III. PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN Pembelajaran Remedial....................................................... Pembelajaran Pengayaan.....................................................

BAB VI PENUTUP ..

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berbagai upaya pembaharuan dan penyempurnaan secara menyeluruh sistem pendidikan di Indonesia terus menerus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia agar bangsa ini dapat bersaing di era global sekarang ini. Dalam rangka penyempurnaan sistem pendidikan tersebut, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, terus menerus melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk semua jenjang. Upaya penyempurnaan kurikulum ini merupakan respon atas berbagai kritik dan tanggapan terhadap sistem persekolahan di Indonesia, konsep dan implementasi kurikulum sebelumnya yang dianggap memiliki kelemahan, baik dari segi substansi, pendekatan maupun pengelolaan kurikulum. Praktik proses pendidikan di Indonesia selama ini belum melaksanakan proses pembelajaran yang mengharuskan peserta didik menguasai materi pelajaran atau kompetensi secara tuntas, sehingga banyak peserta didik yang dinyatakan tamat dari sekolah namun tidak menguasai materi pelajaran. Perubahan kurikulum ini mengiringi pergeseran paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standard (outcome-based education). Paradigma yang mempertanyakan apa yang harus diajarkan

(kurikulum) bergeser ke pertanyaan apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi). Kurikulum yang semula memberikan penekanan pada materi beralih ke kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan proses pembelajaran dalam rangka mencapai kompetensi yang ditargetkan.

Program Remedial

Page 1

Dalam hal kompetensi, standar diperlukan sebagai acuan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan atau belum. Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk peserta didik itu sendiri, akan mengarahkan segala upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Dengan pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standard ini,

diharapkan guru memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak disetiap jenjang, serta pada saat yang sama guru memiliki kebebasan yang luas untuk merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang dipandang efektif untuk mencapai standar yang ditetapkan. Dengan demikian penyelenggaraan proses pembelajaran berorientasi pada penguasaan kompetensi sasaran oleh peserta didik sesuai dengan konteks lingkungannya, sehingga guru didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning), bukan pada pencapaian target kurikulum semata. Penerapan pembelajaran tuntas ini diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tanggal 11 Juni 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan dimana Kriteria Ketuntasan Belajar menjadi ukuran pencapaian kompetensi. Dengan kata lain, diterapkannya standar kompetensi membawa implikasi pada orientasi dan strategi penilaian di kelas oleh guru yang lebih menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas. Penerapan pembelajaran tuntas membawa implikasi penyelenggaraan pembelajaran remedial dan kegiatan pengayaan bagi peserta didik di satuan pendidikan. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19,
Program Remedial

Page 2

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional. Kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang memuat kompetensi bahan kajian dan kompetensi mata pelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional hanya menentukan standar-standar minimal yang harus

dipenuhi oleh satuan pendidikan. Standar minimal itu, di antaranya berupa Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian dan Standar Pengelolaan. Pengembangan lebih jauh terhadap standar-standar tersebut

diserahkan pada daerah/satuan pendidikan masing-masing sesuai peraturan yang berlaku. Bagaimana standar-standar tersebut diterjemahkan menjadi kurikulum, diserahkan kepada satuan pendidikan bersangkutan. Sesuai Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No. 33 tahun 2007 tentang Sosialisasi KTSP, maka masingmasing provinsi maupun kab/kota harus memiliki Tim Pengembang Kurikulum yang bertugas melakukan sosialisasi dan pelatihan sesuai dengan tingkatan masingmasing, sehingga daerah/satuan pendidikan terbantu dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Dalam implementasi kebijakan tersebut , hasil pengalaman penulis dalam melakukan bantuan professional Tim Pengembang Kurikulum (TPK) provinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2008, 2009, dan 2010 di beberapa provinsi menunjukkan bahwa belum semua satuan pendidikan memahami prinsip-prinsip belajar tuntas dan pembelajaran remedial serta kegiatan pengayaan. Ketika
Program Remedial

Page 3

dilakukan diskusi dengan TPK, sebagian dari mereka memahami pembelajaran remedial sebagai pengulangan tes yang diselenggarakan setelah kegiatan tatap muka. Artinya, anak yang mendapat nilai jelek pada waktu ulangan harus mengikuti tes kembali setelah waktu tatap muka selesai. Ada guru yang memberikan soal yang sama atau mirip dengan soal ulangan sebelumnya. Kondisi lainnya, kemampuan guru sangat beragam dalam merancang kegiatan pembelajaan dan penilaian baik di tingkat provinsi maupun kebupaten/kota. Miskonsepsi tentang pembelajaran remedial dan Keragaman kemampuan tersebut tentunya akan berdampak pada keragaman kualitas penyelenggaraan proses pembelajaran sehingga akan

berdampak pula terhadap capaian belajar peserta didik. Atas dasar permasalahan tersebut di atas dipandang perlu menyusun suatu naskah tentang pembelajaran remedial dan pengayaan dalam penilaian kelas guna membangun pemahaman pendidik, tenaga kependidikan, dan pihak-pihak yang terkait tentang makna pembelajaran tuntas dan pembelajaran remedial serta pengayaan yang berorientasi pada standar kompetensi sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Naskah ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau acuan bagi praktisi pendidikan dalam memahami pembelajaran tuntas dan dalam merancang pembelajaran remedial dan pengayaan. B. KEBIJAKAN Penyusunan naskah ini didasarkan pada butir-butir kebijakan nasional dalam bidang pendidikan yang terdapat dalam dokumen sebagai berikut 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12, Ayat 1 (f) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan

Program Remedial

Page 4

program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. 2. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tanggal 11 Juni 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, bagian: A.10 (hal. 2), yang menyatakan bahwa kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi. B. 8 (hal. 2), yang menyatakan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. D. 12 (hal. 4), yang menyatakan bahwa hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi. F. 1 (hal. 6), yang menyatakan bahwa menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik. C. TUJUAN Penyusunan naskah ini bertujuan untuk: 1. Memberikan wawasan tentang konsep pembelajaran tuntas, pembelajaran remedial dan pengayaan yang perlu dilaksanakan oleh pendidik. 2. Memberikan rambu-rambu menetapkan kriteria ketuntasan belajar
Program Remedial

Page 5

3. Memberikan rambu-rambu pencapaian ketuntasan belajar. 4. Memberikan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan D. SASARAN Model Penilain kelas ini diperuntukkan bagi pihak-pihak berikut: 1. Para guru di sekolah untuk melaksanakan program remedial dan pengayaan di kelas masing-masing 2. Kepala sekolah untuk merancang program remedial dan pengayaan di sekolah 3. Pengawas untuk merancang program supervisi pendidikan di sekolah 4. Para penentu kebijakan di daerah untuk membuat kebijakan dalam

melaksanakan pembelajaran remedial dan pengayaan yang seharusnya dilakukan di sekolah.

Program Remedial

Page 6

BAB II PEMBELAJARAN TUNTAS

A. Konsep Pembelajaran Tuntas Pembelajaran tuntas bukanlah metode baru pengajaran. Konsep

pembelajaran tuntas sudah diperkenalkan di sekolah-sekolah Amerika di tahun 1920-an melalui karya Washburne. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa semua peserta didik dapat belajar dan menguasai kompetensi yang ditetapkan apabila tidak

diberikan kondisi yang sesuai dengan situasi mereka. Peserta didik

diperkenankan mengerjakan tugas berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan tugas awal dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik. Dalam pelaksanaannya, semua peserta didik memulai pelajarannya dari topik atau unit yang sama, pada waktu yang sama dan dengan perlakuan awal yang sama pula. Peserta didik harus mencapai tingkat penguasaan materi yang ditetapkan pada suatu unit sebelum mereka diizinkan untuk maju ke unit berikutnya. Peserta didik yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang dipelajarinya mendapat pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama dengan kelompoknya. Peserta didik yang telah menguasai seluruh materi pada topik yang sama mendapat pengayaan sehingga mereka pun nantinya memulai mempelajari unit baru dengan topik yang baru bersama-sama dengan kelompoknya Dalam dalam kelas.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Mastery_learning:2008). berbasis kompetensi, pembelajaran tuntas

konteks

kurikulum didik

mempersyaratkan

peserta

menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang ada pada lampiran Standar Isi. Pembelajaran tuntas mengacu pada gagasan bahwa mengajar harus

mengatur pembelajaran melalui langkah-langkah yang berurutan. Agar dapat pindah


Page 7

Program Remedial

ke langkah berikutnya, peserta didik harus menguasai langkah yang menjadi prasyarat. Pembelajaran tuntas melibatkan peserta didik dalam metode instruksional ganda, pembelajaran bertahap dan berbagai tipe keterampilan berpikir

(http://edutechwiki.unige.ch/en/Mastery_learning).

Dalam konteks pembelajaran tuntas, peserta didik harus mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan bagi materi atau unit yang menjadi prasyarat (prerequisite) sebelum mereka diizinkan untuk mempelajari materi atau unit berikutnya. Peserta didik diberikan umpan balik yang spesifik mengenai perkembangan belajar mereka secara berkala selama periode proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan membantu peserta didik mengidentifikasi apa yang telah berhasil mereka pelajari dengan baik dan apa yang belum. Hal-hal yang belum berhasil dipelajari oleh peserta didik dengan baik perlu diberi alokasi waktu lebih banyak agar peserta didik mampu mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan. Menurut Carrol, setiap peserta didik mampu mempelajari materi pelajaran dengan kecepatan dan cara yang disesuaikan dengan karakteristiknya, Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan . Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan peserta didik berdasarkan karakteristiknya dengan waktu yang tersedia (Carrol: 1963). Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka (J. Block: 1971; B. Bloom: 1971). Bloom juga berpendapat bahwa siswa tidak harus diberikan lebih banyak waktu untuk tugas-tugas sekolah agar mencapai tingkat penguasaan. Meskipun
Program Remedial

Page 8

pada tahap awal pelajaran peserta didik membutuhkan waktu lebih banyak untuk mencapai tingkat penguasaan, pada materi lanjutan waktu yang di butuhkan untuk mencapai tingkat penguasaan akan lebih sedikit, karena pemahaman mendasar sudah diperoleh dengan baik pada tahap-tahap awal (Bloom:1971) . Menurut Gagne, suatu materi dikatakan tuntas dipelajari apabila 90% peserta didik berhasil menguasai 90% tujuan pelajaran. Robinson (1992) yang dikutip oleh
Davis dan Sorrel (1995) menyatakan bahwa peserta didik dengan nilai "A" dan "B" yang

dapat dinyatakan sudah menguasai materi atau kompetensi karena hanya kedua kategori nilai itulah yang secara umum dapat diterima sebagai standar ketuntasan. Proses Belajar mengajar tradisional berpegang pada alokasi waktu secara konstan yang memungkinkan peserta didik menguasai suatu kompetensi dengan tingkat penguasaan yang bervariasi, sedangkan proses pembelajaran tuntas atau pengajaran yang sistematis menetapkan tingkat penguasaan kompetensi secara konstan dengan memberikan waktu belajar yang bervariasi. Metode pembelajaran tuntas membagi materi pelajaran menjadi unit-unit kompetensi dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan ekspektasi tertentu. Secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil, peserta didik mempelajari setiap unit kompetensi yang telah diurut secara hierarhis. Peserta didik harus menunjukkan penguasaannya terhadap unit kompetensi yang dipelajari ketika dilakukan penilaian, biasanya menguasai 80% kompetensi yang bersangkutan, sebelum melanjutkan mempelajari materi atau unit kompetensi baru. Siswa yang tidak mencapai tingkat penguasaan harus mendapat remediasi dengan diberi waktu tambahan untuk mencapai tingkat penguasaan yang telah ditetapkan. Peserta tersebut melanjutkan siklus belajar dan penilaian sampai tingkat penguasaan yang ditetapkan dicapai (Davis & Sorrel:1995).

Program Remedial

Page 9

Anak yang mendapat kesulitan belajar perlu diberi perlakuan hal-hal berikut: 1) diberi tambahan waktu untuk belajar, 2) disampaikan dengan media atau materi berbeda, 3) dilakukan diagnosis untuk mengetahui pengetahuan atau keterampilan prasyarat apa yang harus dimiliki peserta didik agar bisa mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Gagne). Implementasi pembelajaran tuntas lebih efektif menggunakan pendekatan tutorial dgn sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajarn terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (kindsvatter, 1996) Secara empirik, jika seorang peserta didik berada pada kondisi yang tepat mendapat perlakuan belajar yang sesuai dan diberi waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas-tugasnya maka dia akan berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang diharapkan. Berdasarkan hasil studi di beberapa negara termasuk di Amerika, 90% siswa dapat mencapai target belajar secara normal (Huitt,W,: http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/instruct/mastery.html,1996). Hasil penelitian

Chrisnajanti menunjukkan bahwa belajar tuntas memberikan pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar peserta didik. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata hasil belajar peserta didik sesudah remedial lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar sebelum remedial. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa belajar tuntas dapat menolong peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran khusus (Chrisnajanti: 2002). Hasil penelitian-penelitian di atas menegaskan betapa pentingnya sekolah

dikondisikan agar dapat memberi perlakuan belajar dan menyediakan waktu belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Berdasarkan analisis teori di atas ditegaskan pula bahwa tingkat kebutuhan perlakuan dan waktu belajar sangat bergantung pada potensi siswa sehingga sekolah yang efektif memberi perlakuan

Program Remedial

Page 10

belajar tidak sama untuk seluruh siswa karena harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pelayanan. Berdasarkan uraian teori dan konsep sebelumnya di atas dapat dinyatakan bahwa Pembelajaran tuntas dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pembelajaran dan penilaian dilakukan dengan tujuan diagnostik Pembelajaran lebih secara individual Lebih efektif menggunakan pendekatan tutorial secara individual Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil Menggunakan metode bervariasi Pembelajaran ditujukan untuk kelas dan kelompok Alokasi waktu belajar disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik Menggunakan pendekatan penilaian acuan kriteria Pembelajaran terprogram

10. Menggunakan buku kerja 11. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami kesulitan 12. Fokus pada peserta didik dan yang akan dikerjakannya Penerapan pembelajaran tuntas di satuan pendidikan tentunya berimplikasi pada kurikulum, pengajaran, dan penilaian (On Purpose Associates,

http://www.funderstanding.com/v2/educators/mastery-learning). Kurikulum: Pembelajaran tuntas tidak difokuskan pada konten, tetapi pada proses menguasai kompetensi. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan ruang lingkup kecil-kecil dan diorganisasikan secara berurutan. Pengajaran: Dalam lingkungan pembelajaran tuntas guru banyak

menggunakan teknik mengajar bervariasi untuk kelompok-kelompok peserta didik (a variety of group-based instructional techniques). Guru juga perlu
Program Remedial

Page 11

memberikan masukan yang spesifik melalui penilaian diagnostik dan penilaian formatif secara berkala, sehingga perkembangan belajar peserta didik dapat ditelusuri. Penilaian: Guru mengevaluasi peserta didik dengan menggunakan

pendekatan acuan kriteria, bukan acuan norma. Dengan unit-unit kompetensi yang kecil yang diurutkan sesuai tahapan hasil belajar, pembelajaran tuntas mampu memberikan masukan yang banyak bagi perkembangan belajar anak.

The Chicago Board of Education telah mengembangkan suatu model pembelajaran tuntas yang sistematis yang disebut dengan Chicago Mastery Learning Reading Program (CMLR). Model ini sudah digunakan di banyak sekolah di Amerika dan sukses. Ada beberapa hal yang bisa ditarik manfaatnya dari kesuksesan model ini, yakni (Davis & Sorrel:1995) : 1) Pembelajaran tuntas memungkinkan memberikan pelayanan yang efektif bagi peserta didik dengan kemampuan yang sangat bervariasi, 2) Pembelajaran tuntas mengurangi perbedaan kemampuan akademis antara peserta didik yang lambat dengan yang cepat tanpa memperlambat peserta didik yang cepa, 3) keterampilan dan pengetahuan terinternalisasi dan bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping memperoleh penguasaan secara akademis, sikap dan rasa percaya diri peserta didik menjadi berkembang

B. Kriteria Ketuntasan Belajar 1. Pengertian Seorang peserta didik diperbolehkan mempelajari kompetensi lanjutan apabila ia sudah menguasai kompetensi yang menjadi prasyarat. Carrol berpendapat peserta
Program Remedial

Page 12

didik

tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu

menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mengetahui bahwa peserta didik sudah menguasai kompetensi yang menjadi prasyarat atau tidak? Seorang peserta didik dinyatakan sudah menguasai suatu kompetensi apabila, melalui suatu proses penilaian, ia mampu mendemonstrasikan penguasaannya sebesar 80% (Davis & Sorrel (1995) atau 90% (Gagne) dari kompetensi yang diharapkan. Angka 80% atau 90% adalah patokan atau kriteria suatu kompetensi dinyatakan sudah dikuasai. Jadi, kriteria ketuntasan belajar adalah patokan atau kriteria untuk menyatakan bahwa suatu kompetensi sudah dikuasai anak atau belum. Kriteria ketuntasan belajar ini populer dengan sebutan kriteria ketuntasan minimum (KKM). Berdasarkan uraian tentang konsep pembelajaran tuntas di atas, pembelajaran tuntas membagi materi atau kompetensi menjadi unit-unit kecil yang diurutkan sesuai tahapan hasil belajar. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana kompetensi yang sudah dikuasai atau yang belum. Dengan pemahaman ini, dalam konteks pengembangan KTSP, kriteria ketuntasan belajar sebaiknya ada pada tataran indikator pencapaian kompetensi dasar, karena indikator sebenarnya merupakan kompetensi dasar yang diurai menjadi kompetensi yang lebih kecil. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar (KD) berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran (BSNP: 2006, 10). Boleh saja satuan pendidikan menetapkan KKM setiap indikator lebih kecil dari 60% sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, tetapi
Program Remedial

Page 13

Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. Peningkatan KKM ini diharapkan dilakukan setiap tahun, karena sehingga peserta didik siap menghadapi ujian pada akhir jenjang. Di samping itu, kualitas sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian nasional. Hasil penilaian ini akan menunjukkan peringkat suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah lain (benchmarking). Melalui pemeringkatan ini diharapkan sekolah terpacu untuk meningkatkan kualitasnya, dalam hal ini meningkatkan kriteria ketuntasan belajar semakin mendekati 100% untuk masing-masing indikator. Penetapan kriteria ketuntasan belajar lebih diperuntukkan bagi guru untuk mengontrol perkembangan belajar peserta didiknya, sehingga guru mengetahui dengan jelas kompetensi apa yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai anak. Dengan mengacu pada kriteria yang ditetapkan guru bisa segera mengetahui kelemahan dan keberhasilan masing-masing peserta didik. 2. Penentuan Kriteria Ketuntasan Belajar Penentuan kriteria ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator dalam suatu KD dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sekolah, yakni: tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Yang dimaksudkan dengan Kemampuan peserta didik adalah kemampuan awal peserta didik sebelum proses pembelajaran dimulai pada awal setiap semester. Suatu kompetensi dianggap kompleks bila waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya dan mengajarkannya banyak; semakin kompleks suatu kompetensi semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari dan mengajarkan kompetensi tersebut. Sumber daya

Program Remedial

Page 14

pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran, seperti ketersediaan sarana dan prasarana, kemampuan guru terkait dengan substansi atau metode mengajar. Penentuan KKM setiap indikator dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) dengan cara memberikan poin pada setiap kriteria yang ditetapkan, 2) dengan memberikan pertimbangan professional judgment pada setiap kriteria untuk menetapkan nilai. Berikut contoh penetapan KKM untuk masing-masing cara a. Dengan cara memberikan poin pada setiap kriteria yang ditetapkan, misalnya seperti berikut. Kompleksitas kompetensi : - Tinggi = 1 - Sedang = 2 - Rendah = 3 Sumber daya pendukung : - Tinggi =3

- Sedang = 2 - Rendah = 1 kemampuan akademis : - Tinggi = 3 - Sedang = 2 - Rendah = 1 Jika kondisi indikator 1 (pada tabel di bawah) : kompleksitas rendah, daya Dukung tinggi dan tingkat kemampuan akademis siswa sedang, maka kriteria ketuntasan belajar menjadi : (3 + 3 + 2) x 100 = 88.89 % 9

Program Remedial

Page 15

KD dan Indikator Komplek sitas Menganalisis atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi 1. Mengidentifikasi ciriciri lapisan atmosfer dan pemanfaatannya 2. ... 3

Kondisi sekolah Daya dukung Kemampuan akademis

Kriteria ketuntasan belajar (%)

88.89 %

b. Dengan cara memberikan pertimbangan professional judgment pada setiap kriteria untuk menetapkan nilai, misalnya seperti berikut. Kompleksitas kompetensi : - Tinggi - Sedang - Rendah Sumber daya pendukung : - Tinggi - Sedang - Rendah kemampuan akademis : - Tinggi - Sedang - Rendah

Program Remedial

Page 16

Contoh: Jika suatu indikator dengan kondisi seperti berikut : kompleksitas rendah, daya dukung tinggi dan kemampuan akademis peserta didik sedang, maka dapat dikatakan hanya satu komponen yang memengaruhi pencapaian ketuntasan maksimal (100 %) yaitu kemampuan akademis peserta didik. Jadi guru dapat menetapkan kriteria ketuntasan antara 90 80 %. C. Pencapaian Ketuntasan Belajar Pada uraian sebelumnya dikatakan bahwa kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) ditetapkan antara 0% 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator adalah 75 %. Namun, pada awalnya, sekolah dapat menetapkan kriteria ketuntasan belajar apakah 50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung guru serta ketersediaan sarana dan prasarana. Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana guru tahu bahwa peserta didiknya sudah menguasai suatu kompetensi secara tuntas atau tidak? Bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar apa yang harus dilakukan? Sebaliknya, bagi peserta didik yang sudah mencapai kriteria ketuntasan belajar sementara teman-temannya belum mencapai, apa yang harus dilakukan? Seorang peserta didik diketahui sudah menguasai suatu kompetensi secara tuntas atau tidak dilihat dari nilai yang diperoleh terkait dengan kompetensi bersangkutan. Apabila nilai peserta didik untuk setiap indikator sama atau lebih besar dari kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan, dapat dikatakan bahwa peserta didik itu telah menuntaskan indikator itu. Apabila semua indikator telah tuntas, dapat dikatakan peserta didik telah menguasai KD bersangkutan.
Program Remedial

Page 17

Dengan demikian, peserta didik dapat diinterpretasikan telah menguasai SK dan mata pelajaran. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang telah tuntas lebih dari 50%, peserta didik dapat mempelajari KD berikutnya dengan mengikuti remedial untuk indikator yang belum tuntas. Sebaliknya, apabila nilai indikator dari suatu KD lebih kecil dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan peserta didik itu belum menuntaskan indikator itu. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang belum tuntas sama atau lebih dari 50%, peserta didik belum dapat mempelajari KD berikutnya. Berikut contoh penghitungan nilai kompetensi dasar dan ketuntasan belajar pada suatu mata pelajaran. Nilai peserta didik 60

Kompetensi Dasar Menganalisis dinamika dan kecenderungan perubahan litosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap kehidupan dimuka bumi

Indikator 1. Menganalisis keterkaitan teori tektonik lempeng terhadap persebaran gunung api, gempa bumi dan pembentukan relief muka bumi 2. Mengidentifikasi ciri bentang lahan sebagai akibat proses pengikisan dan pengendapan 3. Mengidentifikasi degradasi lahan dan dampaknya terhadap kehidupan

Kriteria Ketuntasan 60%

Ketunta san Tuntas

60%

59

Tidak Tuntas

50%

59

Tuntas

Program Remedial

Page 18

Kompetensi Dasar Menganalisis atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi

Indikator 1. Mengidentifikasi ciri-ciri lapisan atmosfer dan pemanfaatannya 2. Menganalisis unsur-unsur cuaca dan iklim (penyinaran, suhu, angin, kelembaban, awan, curah hujan) 3. Mengklasifikasikan berbagai tipe iklim

Kriteria Ketuntasan 60%

Nilai peserta didik 61

Ketunta san Tuntas

70%

80

Tuntas

60%

90

Tuntas

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai indikator pada kompetensi dasar 1 cenderung 60. Jadi nilai kompetensi dasar 1 adalah 60 atau 6. Nilai indikator pada kompetensi dasar ke 2 bervariasi, sehingga dihitung nilai rata-rata indikator. Jadi nilai kompetensi dasar ke 2 :
61 80 90 77 atau 7,7 3

Pada kompetensi dasar 1, indikator ke- 2 belum tuntas. Jadi peserta didik perlu mengikuti remedial untuk indikator tersebut. Apabila kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan untuk setiap indikator dirasakan kurang praktis, kriteria ketuntasan belajar bisa ditetapkan untuk setiap kompetensi dasar dengan cara penghitungan sama seperti untuk indikator yang diuraikan di atas.
Program Remedial

Page 19

Untuk memantau pencapaian ketuntasan belajar peserta didik, nilai setiap indikator pada masing-masing kompetensi dasar dapat dimasukkan pada format kemajuan belajar berikut. Selanjutnya nilai masing-masing KD dapat dimasukkan dalam Rekap Nilai untuk penghitungan nilai pada rapor.

FORMAT PENILAIAN BERKELANJUTAN KELAS : .


MATA PELAJARAN : .

Standar Kompetensi

Kode .

Kompetensi Dasar

INDIKATOR No NAMA NIS L/P 1


KK: 75%

2
KK:70%

3
KK: 75%

4
KK: 85%

5
KK: 90%

NP

NP

NP

NP

NP

2 Dst .

Keterangan: KK = Kriteria Ketuntasan Belajar N = Nilai

NP = Nilai Perbaikan
Catatan guru :

Program Remedial

Page 20

BAB III PEMBELAJARAN REMEDIAL DAN PENGAYAAN

Kriteria ketuntasan belajar dapat digunakan untuk mengetahui apakah seorang peserta didik sudah menguasai kompetensi yang bersangkutan atau tidak. Penetapan kriteria ketuntasan belajar tentunya disesuaikan dengan kondisi masing-masing satuan pendidikan. Ketuntasan belajar peserta didik dapat diketahui dari hasil penilaian kelas. Bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar harus mengikuti perbaikan atau pembelajaran remedial, sedangkam bagi peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan lebih cepat dari waktu yang disediakan dapat mengikuti kegiatan atau pembelajaran pengayaan. A. Pembelajaran Remedial 1. Pengertian Remedial Setiap anak dengan kemampuan kognitif normal berpotensi mencapai

kriteria ketuntasan belajar yang telah ditetapkan, asalkan kepadanya diberikan waktu dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Akan tetapi sistem pendidikan di Indonesia terikat dengan waktu di mana sejumlah materi atau kompetensi mata pelajaran harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu, seperti dalam satu catur wulan atau satu tahun. Oleh karena itu peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar dalam waktu yang telah ditetapkan perlu

dibantu dengan pengajaran remedial agar mereka dapat mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Guru harus percaya bahwa setiap peserta didik dalam kelasnya mampu mencapai kriteria ketuntasan setiap kompetensi, bila peserta didik mendapat

bantuan yang tepat. Misalnya, memberikan bantuan sesuai dengan gaya belajar
Program Remedial

Page 21

peserta didik pada waktu yang tepat sehingga kesulitan dan kegagalan tidak menumpuk. Dengan demikian peserta didik tidak frustasi dalam mencapai kompetensi yang harus dikuasainya. Remedial dapat dilaksanakan setiap saat baik pada atau di luar jam efektif, dilakukan oleh guru mata pelajaran, guru kelas, atau oleh guru lain yang memiliki kemampuan memberikan bantuan dan mengetahui kekurangan peserta didik. Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Kegiatan dapat berupa tatap muka dengan guru atau diberi kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan penilaian dengan cara: menjawab pertanyaan, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas

mengumpulkan data. Waktu remedial diatur berdasarkan kesepakatan antara peserta didik dengan guru, dapat dilaksanakan pada atau di luar jam efektif. Remedial hanya diberikan untuk indikator yang belum tuntas.

2. Pembelajaran Remedial Pada hakekatnya semua peserta didik dengan kemampuan kognitif normal dapat menguasai kompetensi yang ditentukan, hanya waktu pencapaiannya yang berbeda antara satu peserta didik dengan peserta didik yang lain dalam robongan belajar yang sama. Oleh karena itu, bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat penguasaan kompetensi dalam waktu yang berlaku umum perlu diberikan program perbaikan atau disebut dengan pembelajaran remedial. Pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar pada kompetensi tertentu, menggunakan metode yang bervariasi dan diakhiri dengan penilaian ulang untuk mengetahui apakah peserta didik sudah mencapai tingkat ketuntasan atau belum.

Program Remedial

Page 22

Pembelajaran remedial bertujuan

agar peserta didik dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan dan mencapai kriteria ketuntasan belajar. Seorang peserta didik diketahui membutuhkan pembelajaran remedial atau tidak dari hasil ulangan harian yang dilaksanakan sejak awal tahun pelajaran. Apabila nilai ulangan harian peserta didik lebih kecil dari kriteria ketuntasan belajar maka peserta didik tersebut perlu mengikuti program remedial. Oleh karena itu, ulangan harian perlu dilakukan setelah selesai satu atau dua kompetensi dasar (KD), sehingga seorang guru dengan cepat mengetahui peserta didiknya yang perlu mendapat bimbingan lebih intensif. Fungsi pengajaran remedial (Chrisnajanti: 2002): a) Korektif, Fungsi ini memungkinkan terjadinya perbaikan hasil belajar peserta didik dan juga perbaikan segi-segi kepribadian peserta didik. b) Pemahaman Fungsi ini memungkinkan peserta didik memahami keberhasilan dan kelemahannya serta memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik. c) Penyesuaian Fungsi ini memungkinkan peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran dengan kemampuannya d) Pengayaan Fungsi ini memungkinkan peserta didik menguasai materi lebih banyak dan mendalam serta memungkinkan guru mengembangkan berbagai metode yg sesuai dengan karakteristik peserta didik e) Akseleratif
Program Remedial

Page 23

Fungsi ini memungkinkan peserta didik mempercepat proses pembelajarannya dalam menguasai materi yang disajikan f) Terapeutik Fungsi ini memungkinkan terjadinya perbaikan segi-segi kepribadian yg menunjang keberhasilan belajar peserta didik.

Berikut beberapa pendekatan pengajaran yang dapat diterapkan dalam pengajaran remedial, yaitu (Chrisnajanti: 2002): a. Pendekatan kuratif : pendekatan yang dilakukan setelah guru mengetahui ada siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat tiga strategi yang dapat dikembangkan guru melalui pendekatan ini, yaitu: 1)strategi pengulangan, 2) pengayaan dan pengukuhan, dan 3) percepatan. b. Pendekatan preventif: pendekatan yang dilakukan kepada siswa yang sejak awal proses pembelajaran sudah diduga akan mengalami kesulitan belajar. Stategi yang dapat dilakukan melalui pendekatan ini,yaitu: 1) kelompok homogen, 2) individual, dan 3) kelas khusus. c. Pendekatan yang bersifat pengembangan: pendekatan yang didasarkan pada pemikiran bahwa kesulitan siswa harus diketahui guru sedini mungkin agar dapat diberikan bantuan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien mungkin.

Pembelajar remedial dapat dilakukan di dalam atau di luar kelas dengan berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut:

Program Remedial

Page 24

1. Menyelenggarakan pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda dari yang awal dan bervariasi 2. Peserta didik belajar mandiri atau pemberian bimbingan secara khusus 3. Guru memberikan tugas/latihan bagi peserta didik secara individual atau kelompok kecil 4. Peserta didik belajar dalam kelompok kecil dengan bimbingan alumni atau tutor sebaya Semua cara di atas harus diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui apakah peserta didik bersangkutan sudah mengalami kemajuan belajar. B. Pembelajaran Pengayaan 1. Pengertian Pengayaan Pembelajaran atau kegiatan Pengayaan merupakan kegiatan penguatan pada kompetensi tertentu bagi peserta didik yang sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan belajar untuk kompetensi bersangkutan, sementara peserta didik lainnya dalam kelas yang sama belum mencapai. Peserta didik yang telah mencapai kompetensi lebih cepat dari peserta didik lain dapat mengembangkan dan memperdalam kecakapannya secara optimal melalui pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan memberi kesempatan bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sehingga mereka dapat mengembangkan bakat dan minat serta mengoptimslkan kecakapannya. Tidak semua peserta didik bisa mendapatkannya pada kompetensi yang sama. Bagi peserta didik yang secara konsisten selalu mencapai kompetensi lebih cepat, dapat diberikan program akselerasi.

Pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat baik pada atau di luar jam efektif. Bagi peserta didik yang secara konsisten selalu mencapai kompetensi lebih cepat,
Program Remedial

Page 25

dapat

diberikan

program akselerasi. Sebagai bagian integral dari kegiatan

pembelajaran, kegiatan pengayaan ini tidak lepas dari kegiatan penilaian. Penilaian hasil pemb pengayaan tidak sama dengan kegiatan pembeajaran biasa tetapi harus dihargai sebagai nilai lebih dari peserta didik lainnya yang ikut remedial. Pengayaan dilakukan bagi peserta didik yang memiliki penguasaan lebih

cepat dibandingkan peserta didik lainnya, atau peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar ketika sebagian besar peserta didik yang lain belum. Peserta didik yang berprestasi baik perlu mendapat pengayaan, agar dapat mengembangkan potensi secara optimal. Salah satu kegiatan pengayaan yaitu memberikan materi tambahan, latihan tambahan atau tugas individual yang bertujuan untuk memperkaya kompetensi yang telah dicapainya. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai npeserta didik pada mata pelajaran bersangkutan. 2. Pembelajaran Pengayaan Pembelajaran/kegiatan pengayaan dapat dilaksanakan dalam bentuk seperti berikut 1. belajar kelompok (sekelompok pesertsa didik yang memiliki minat tertentu diberikan pelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang sedang mengikuti pembelajaran remedial) 2. belajar mandiri (secara mandiri peserta didik belajar tentang sesuatau yang diminati) 3. Pemadatan kurikulum (pemberian pelajaran hanya untuk kompetensi materi yang belum diketahui peserta didik) 4. 5. Memberikan tugas membaca secara mandiri Menugaskan sebagai tutor sebaya

Program Remedial

Page 26

BAB IV PENUTUP

Sesuai dengan perundang-undangan yan berlaku, setiap peserta didik berhak mendapatkan layanan sesuai dengan karakteristik mereka, sehingga satuan pendidikan perlu merancang program yang sesuai dengan karakteristik individu peserta didik. Pembelajaran tuntas berperan penting mendorong peserta didik menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditargetkan untuk dicapai dan juga memberi kesempatan bagi semua peserta didik untuk mengembangkan

kemampuannya sesuai potensi dan minatnya. Namun banyak faktor yang dapat menghambat pencapaian tersebut, karena itu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menguasai kompetensi perlu diberikan pembelajaran perbaikan atau disebut juga dengan pembelajaran remedial. Program remedial dapat mendorong peserta didik ya ng mengalami kesulitan belajar untuk mencapai ketuntasan belajar. Karena itu, satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial bagi peserta didiknya agar mereka mencapai ketuntasan belajar. Sebaliknya, bagi peserta didik yang mampu menguasai kompetensi lebih cepat dari teman-temannya perlu diakomodasi dengan memberikan pembelajaran atau kegiatan pengayaan yang dapat

mengembangkan potensi peserta didik tersebut secara optimal. Karena itu satuan pendidikan perlu menyediakan program atau kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang cepat tersebut, sehingga potensi mereka dapat tersalurkan dengan baik.

Program Remedial

Page 27

DAFTAR PUSTAKA

Block, J. (1971). Mastery learning: Theory and practice. New York: Holt, Rinehart, & Winston Bloom, B. (1971). Mastery learning. New York: Holt, Rinehart, & Winston Chrisnajanti, Wiwik. 2002). Pengaruh Program Remedial terhadap Ketuntasan Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur nomor 1 tahun 1, edisi Maret Carroll, J. (1963). A model for school learning. Teachers College Record, 64, 723-733. Davis, Denese and Jackie Sorrell, (1995, December). Mastery learning in public schools. Educational Psychology Interactive. Paper prepared for PSY 702: Conditions of Learning. Valdosta, GA: Valdosta State University. from http://teach.valdosta.edu/whuitt/files/mastlear.html Gagne, et al. Principles of instructional design Hayat, Bahrul. Makalah berjudul Penilaian Kelas (Classroom Assessment) Dalam Penerapan Standar Kompetensi.

Program Remedial

Page 28

También podría gustarte