Está en la página 1de 34

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA BATUAN INDUK

Oleh : ANANDA HAMID K

Disusun sebagai salah satu syarat Dalam mengikuti praktikum Geologi Minyak dan Gas Bumi Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Yogyakarta, Oktober 2010

Disetujui

Penyusun

(Asisten Lab. GMB)

Ananda Hamid K

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Pendahuluan

Tujuan utama analisa geokimia dalam eksplorasi hidrokarbon pada dasarnya meliputi : menentukan potensi batuan induk, menetukan tipe kerogen, dan kematangan batuan induk. Tujuan-tujuan ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran dari arah migrasi minyak bumi yang berguna untuk mengembangkan sumur pemboran dan menentukan kelanjutan dari penyelidikan pemboran. Pelaksanaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahapan dasar yaitu : a. Analisa organik matter b. Analisa tipe organik matter c. Analisa kematangan batuan induk Pada bab ini hanya membahas daripada analisa organik matter dan tipe-tipe organik matter, sedang pada bab selanjutnya akan membahas secara tersendiri mengenai analisa batuan induk dengan menggunakan Metode Lopatin.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Memperkenalkan macam-macam batuan induk Memperkenalkan kegunaan analisa batuan induk

I.2.2 Tujuan Dapat mengenal dan mengetahui macam macam batuan induk Dapat mengaplikasikan kegunaan analisa batuan induk dalam usaha eksplorasi migas Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi I.3 Dasar Teori 1.3.1. Analisa Jumlah Organik Dalam Batuan Induk Jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai Karbon Organik Total (TOC). Analisis ini cukup murah, sederhana dan cepat. Biasanya memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organik, jumlah yang lebih kecil dari satu gram cukup. Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganalisis karbon, Leco Carbon Analyzer. (Gambar 2.1) Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan membakar sample yang berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan batuan oksigen. Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida, yang kemudian diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan dalam suatu detector ketika pembakaran sudah usai jumlah karbon organik didalam batuan karbonat harus dihilangkan dalam sample dengan asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral karbonat juga terurai selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Sample dengan kandungan TOC rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang komersial dan karena itu sample seperti biasanya tidak dianalisis lebih lanjut. Titik batas didiskualifikasikan biasanya tidak merata, tetapi pada umumnya antara 0,5 dan 1 % TOC. Sample yang terpilih, dianalisis lebih lanjut untuk tipe material organik yang dikandungnya. Jika penentuan TOC ditentukan terhadap sample inti bor, maka pengambilan sample tersebut didasarkan pada litologi yang menarik. Sebelum melakukan penentuan TOC, teknisi harus membuang kontaminan dan material jatuhan. Jika terdapat lebih dari satu litologi dalam suatu sample, maka kita harus melakukan pengambilan material tertentu saja. Pendekatan lain adalah tanpa memilih materialnya dengan harapan agar kita mendapatkan harga yang mencerminkan keseluruhan sample. Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur material kaya yang seringkali jumlahnya relatif sedikit dengan material yang tidak mengandung material organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak, sehingga akhirnya memberikan data yang membuat kita menjadi pesimis. Karena kedua cara tersebut berbeda, maka jika tidak seseorang akan melakukan Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi interpretasi haruslah mengetahui metode mana yang telah ditempuh agar dapat menghasilkan interpretasi dengan akurasi tinggi.

1.3.2. Analisa Kematangan Batuan Induk 1.3.2.1.Tingkat Kematangan Minyak Bumi Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu. Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk, semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat, minyak bumi ringan, kondensat dan pada akhirnya gas. Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam proses pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan lamanya proses pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk, sehingga suatu batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi temperatur yang rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam suatu skala waktu tertentu. Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur pembentukan minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relatif memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi. 5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah : 1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat aktivitas bakteri tidak ada minyak yang dapat dideteksi kecuali minyak bumi tersebut merupakan zat pengotor atau hasil suatu migrasi. 2. Zona II : merupakan awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondensat. Adanya pertambahan konsentrasi minyak akan menyebabkan minyak bumi terus mengalami pengeceran, tetapi belum dapat terbebaskan dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui, proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang dimulai. Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi 3. Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari batuan induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan bertambahnya tingkat pematangan maka minyak yang berjenis ringan akan terbentuk. 4. Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan kondensat gas basah. 5. Zona V : merupakan zona terakhir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat organik akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat karbonisasi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat penambahan panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batubara dapat bersifat kimia dan fisika, seperti diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai berikut : a. Daya pantul cahaya dari partikel vitrinit akan meningkat secara eksposnensial. b. Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap. c. Adanya peningkatan mutu batubara, dengan kandungan volatile akan berkurang. d. Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon akan berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen / karbon dan hydrogen / karbon akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk karbon murni (grafit).

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

ZONE I BIOHEMICAL METANE GENERATION DRY GAS ZONE II INITIAL THERMOCHEMICAL GENERATION NO EFFECTIVE OIL RELEASE DRY GAS WET GAS CONDENSATE (OIL ?) ZONE III MAIN PHASE OF MATURE OIL GENERATION AND RELEASE OIL AND GAS ZONE IV THERMAL DEGRADATION OF HEAVY HIDROCARBON (OIL PHASE OUT) CONDENSATE WET GAS DRY GAS ZONE V INTENSE ORGANIC METAMORFISM : METANA FORMATION DRY GAS

Zonasi pembentukan minyak bumi (Bissada, 1986)

Perubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada kondisi temperatur sebesar 100O C. Perubahan temperatur yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfosa dan ini akan sangat berpengaruh pada kondisi zat organik yang terkandung dalam sedimen. Sehingga saat ini berkembang suatu cara pengidentifikasian pematangan berdasarkan data geokimia organik yaitu dengan cara : Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi 1. Analisa Pantulan vitrinit Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit. Besarnya pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan zat organik, terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper, 1977). Kemampuan daya pantul ini merupakan fungsi temperatur artinya dengan perubahan waktu pemanasan dan temperatur akan menyebabkan warna vitrinit berubah dibawah sinar pantul. Cara penganalisaan pantulan vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan dari kedalaman tertentu diletakkan diatas kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin. Kemudian digosokkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir dengan menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam minyak immersi (indeks bias = 1,516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan suatu standart yang terbuat dari gelas. Table dibawah memperlihatkan hubungan antara nilai pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon. (Tissot and Welte, 1978). VITRINITE REFLECTANCE 0,33 0,35 0,35 0,66 0,66 0,80 0,80 1,30 1,30 1,60 1,60 2,00 > 2,00

HYDROCARBON TYPE Biogenic gas Biogenic gas and oil immature Immature oil Mature oil Mature oil, condensat, wet gas Condensat, wet gas Petrogen Oic methane gas

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi 2. Analisa Indeks Warna Spora Analisa ini untuk mengetahui tingkat kematangan zat organik dengan menggunakan mikro fosil dari sekelompok spora dengan serbuk sari. Analisa ini dilakukan dengan cara contoh kerogen yang diperlukan dari keratan bor diuraikan dengan cairan asam kemudian contoh spora atau tepung sari ini diletakkan pada kaca preparat dan diamati tingkat warnanya dengan suatu skala warna melalui mikroskop. Kesulitan dalam analisis indeks warna spora ini terkadang timbul dalam hal membandingkan tingkat warna dari suatu contoh spora atau tepung sari dengan warna standart tertentu. Keterbatasan lainnya adalah bahwasannya tingkat waran spora akan sangat tergantung pada ketebalan dindingnya, pada beberapa jenis spora efek panas yang mengenainya terkadang tidak selalu tercermin dari perubahan warnanya. Table 3.2. memperlihatkan hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan tingkat kematangannya.

SCI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

PALYNOMORPH COLOUR Pale Yellow Yellow Yellow Gold Yellow Orange to Yellow Orange Brown Dark Brown Dark Brown to Black Black

MATURITY DEGREE Immature Immature Transition to mature Transition to mature Mature Optimum oil generation Optimum oil generation Mature, gas condensat Over mature, dry gas Over mature, dry gas (traces)

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi 3. Indeks Pengubahan Thermal Metode ini mempergunakan penentuan warna secara visuil dari pollen (serbuk kepala putik) dan zat organik lainnya, dari warna kuning, coklat sampai hitam. Klasifikasi ini dihubungkan langsung dengan pembentukan atau pematangan dari minyak dan gas bumi. Identifikasi Kematangan Berdasarkan Pyrolisis 1. Metode Analisis Alat yang dipergunakan untuk ini adalah rock-eval. Didalam pyrolisis, sejumlah kecil bubuk sample (biasanya sekitar 50 -100 mg) dipanasi secara perlahan tanpa adanya oksigen dari suatu temperatur awal 2500 C ke temperatur maksimum 5500 C. Selama pemanasan berlangsung dua jenis hidrokarbon dikeluarkan dari batuan . Hidrokarbon yang pertama, yang keluar sekitar 2500 C, merupakan hidrokarbon yang sudah ada dalam batuan. Hidrokarbon ini setara dengan bitumen yang dapat diekstraksi dengan mepergunakan pelarut. Detector pada Rock-Eval akan merekam hal ini dan menggambarkannya dalam bentuk S1 pada kertas pencatat. Dengan menerusnya pemanasan, aliran hidrokarbon yang sudah ada di dalam batuan mulai berkurang. Pada temperatur 3500 C jenis hidrokarbon jenis kedua mulai muncul. Aliran kedua ini mencapai maksimum ketika temperatur pyrolisis hidrokarbon mencapai 4200 C dan 4600 C, yang kemudian menurun sampai akhir pyrolisis. Hidrokarbon kedua ini disebut S2, merupakan hidrokarbon yang terbentuk dari kerogen didalam Rock-Eval karena penguraian bahan kerogen. S2 dianggap sebagai indicator penting tentang kemampuan kerogen memproduksi hidrokarbon saat ini. Selama pyrolisis, karbon dioksida juga dikeluarkan dari kerogen. Karbon dioksida ini ditangkap oleh suatu perangkap selama pyrolisis berlangsung dan kemudian dilepas pada detector kedua (direkam sabagai S3) setelah semua pengukuran hidrokarbon selesai. Jumlah karbon dioksida yang didapat dari kerogen yang dikorelasikan dengan jumlah oksigen tinggi berkaitan dengan material yang berasal dari kayu selulosa atau oksida tinggi selama diagenesis, maka kandungan oksigen tinggi di dalam kerogen merupakan indicator negatif potensial sumber hidrokarbon. Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi Pyrolisis Tmax Parameter Tmax adalah temperatur puncak S2 mencapai maksimum. Temperatur pyrolisis digunakan sebagai indicator kematangan, sebab jika kematangan kerogen meningkat, temperatur yang menunjukkan laju maksimum pyrolisis terjadi juga meningkat atau dengan kata lain jika Tmax makin tinggi batuan semakin matang. Demikian pula halnya dengan ratio S1 (S2 + S3) yang disebut juga transportation ratio atau OPI (Oil Production Index) dan juga parameter Tmax. Untuk hubungan antara transformation ratio dan Tmax dengan kematangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.4 Hubungan antara trasformation ratio dengan kematangan (Espilatie etal 77 Vide tissot & Welte 1978) S1 / (S1 + S2) (mg/gr atau kg/ton) < 0,1 0,1 0,4 > 0,4

Tingkat Kematangan Belum matang Matang (oil window) Lewat matang (gas window)

Tabel 3.5 Hubungan antara T Max dengan tingkat kematangan (Espilatie etal Vide tissot & Welte 1978) T Max ( C ) 400 -435 435 460 > 460 Tingkat Kematangan Belum matang Matang (oil wimndow) Lewat matang (gas window)

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi Tabel 3.6 Klasifikasi S1 + S2 (HY) (Espilatie etal 77 Vide tissot & Welte 1978) S1 + S2 (mg/gr atau kg/ton) 0,00 1,00 1,00 2,00 2,00 6,00 6,00 10,0 10,0 20,0 > 20,0 Poor Marginal Moderate Good Very good Excellent

Potensial

1.3.3. Analisa Tipe Material Organik Tipe-tipe Bahan Organik Dalam Batuan Induk Hampir seluruh bahan organik dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama yaitu Sapropelic dan Humic (POTONIE, 1908). Istilah Spropelic menunjukkan hasil dekomposisi dari lemak, zat organik lipid yang diendapkan dalam lumpur bawah air (Laut dan Danau) pada kondisi oksigen terbatas. Istilah Humic menjelaskan hasil dari pembentukan gambut, dan pada umumnya berasal dari tumbuhan darat yang diendapkan pada rawa pada kondisi adanya oksigen. Istilah Kerogen pada mulanya menunjukkan bahan organik dan serpih minyak yang menjadi minyak akibat pematangan thermal. Sekarang Kerogen didefinisikan sebagai bahan organik yang tidak dapat larut dalam asam non oksidasi, basa dan pelarut organik (HUNT, 1979), sekitar 80 99% kandungan bahan organik pada batuan induk tersusun oleh kerogen, selebihnya adalah bitumen. Dalam diagram Van Krevelen yang dimodifikasi Tissot (1974) dan ahli lainnya (North, 1985). Ia menggambarkan jalur evolusi pematangan (Evolusi thermal), 4 tipe kerogen yaitu : Tipe 1 Merupakan tipe tinggi, berupa sedimen-sedimen algal, umumnya merupakan endapan danau, mengandung bahan organik Sapropelic, rasio atom H :C sekitar 1,6 1,8. Kerogen ini cenderung menghasilkan minyak (oil prone). Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi Tipe 2 Kerogen tipe ini merupakan tipe intermediat, umumnya merupakan endapan-endapan tepi laut. Bahan organiknya merupakan campuran antara bahan organik asal darat dan laut, rasio atom H : C sekitar 1,4. Tipe ini juga menghasilkan minyak (oil prone). Tipe 3 Kerogen ini mengandung bahan organik Humic yang berasal dari darat, yakni dari tumbuhan tingkat tinggi (ekivalen dengan vitrinite pada batubara). Rasio antara atom H:C adalah 1,0. Tipe ini cenderung untuk membentuk gas (gas Tipe 4 Tipe ini bahan organiknya berasal dari berbagai sumber, namun telah mengalami oksidasi, daur ulang atau teralterasi. Bahan organiknya yang lembam (inert) miskin hydrogen (rasio atom H:C kurang dari 0,4) dan tidak menghasilkan hidrokarbon. Tabel 3.4.1 Jenis kerogen dan prazatnya (Stratc, 1975) Kelompok maseral Eksinit (cenderung minyak) Maseral Alginit Kutinit Sporinit Resinit Suberinit Liptoderinit Vitrinit (cenderung gas) Inertinit (inert) Telinit Kolinit Fussinit Semi Fussinit Piro Fussinit Sklerotinit Makrinit Makrinit Alga Lapisan lilin Spora / pollen Resin Gabus Berbagai material diatas Jaringan tanaman Gel humus Arang Tanaman Jaringan Jamur Amor tidak jelas prazatnya Asal Tanaman prone).

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi Metode Evaluasi Tipe Material Organik Ada dua cara pendekatan untuk menentukan tipe material organik didalam batuan induk. 1. Metode Langsung Metode yang dipakai adalah metode pyrolisis, dimana setelah pyrolisis didapat (S1, S2, S3 dan T Max), maka kita bisa mendapatkan harga Hidrogen Indeks dan Oksigen Indeks yaitu Hidrogen Indeks (HI) = S2/TOC x 100; Oksigen Indeks (OI) = S3/TOC x 100. Harga ini kemudian diplotkan kedalam diagram Van Krevelen, sehingga kita bisa menentukan tipe material organiknya. Kemudian bisa juga dengan menggunakan data T Max dan HI, setelah itu kita mengetahui tipe material organiknya, maka kita bisa menentukan lingkungan pengendapannya.

2. Metode tidak langsung Sangat berbeda dengan metode langsung, metode ini mengamati potensial sumber dari suatu kerogen dengan mengamati karakteristik fisik dan kimia yang diperkirakan kaitannya dengan potensial sumber. Teknik tak langsung yang umumnya digunakan adalah analisis mikroskopis dan analisis unsur. a. Analisis Mikroskopis Studi partikel kerogen dibawah suatu mikroskop dengan menggunakan sinar transisi sudah merupakan bagian integral geokimia organik untuk jangka dua decade. Kerogen dikonsentrasikan atau diisolasi dan kemudian ditempatkan didalam sayatan mikroskopik. Pengamatan yang terlatih akan dengan mudah mengetahui adanya beberapa macam partikel kerogen, seperti spora, pollen, acritachs, resin dan material dari lapisan lilin tanaman yang dapat diakitkan dengan prazat biologisnya. Partikel lain yang telah mengalami transformasi eksistensif sering dilakukan untuk membedakan kerogen amorf yang berpotensial membentuk minyak (berflouresen) dari kerogen amorf yang berpotensial membentuk gas (tidak berflouresen).

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi b. Analisis Unsur Parameter penting didalam analisis unsur untuk evaluasi batuan induk adalah rasio H/C suatu kerogen. Karena hydrogen merupakan reagen terbatas dalam pembentukan hidrokarbon (hydrogen biasanya habis lebih dahulu dibandingkan dengan karbon), maka jumlah asal hydrogen menentukan jumlah maksimum hidrokarbon yang terbentuk oleh suatu kerogen. Metode tidak langsung merupakan metode yang berguna dalam penetuan potensial batuan induk meskipun kepopuleran metode ini tergeser oleh kepopuleran metode pyrolisis batuan induk. Walaupun demikian, disarankan agar setiap avaluasi batuan induk dilakukan analisis unsur atau mikroskopik untuk mencek hasil pyrolisis. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tidak Langsung Kelebihan dari metode ini adalah kita dapat memperoleh gambaran tentang komposisi kimia dan sejarah suatu kerogen, sehingga kita akan dapat mengerti semua masalah geologi dan geokimia yang mempengaruhi kualitas batuan induk. Kelebihan lainnya ialah kita akan mendapatkan data yang akhirnya akan kita bandingkan dengan metode langsung. Kekurangannya ada dua : kecepatan dan biaya analisisnya yang umumnya lebih tinggi dari kedua hal tersebut untuk pyrolisis, sedangkan hasilnya tidak langsung memberikan kita gambaran tentang kapasitas pembentukan hidrokarbon batuan tersebut.

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

BAB II PEMBAHASAN
I. Hasil Analisa Sumur Totoks

Depth ( m) 1000 2000 2500 2875 3000

TOC 0.93 0.87 0.77 1.43 0.80

S1 1.30 2.16 0.85 7.95 0.91

S2 1.73 2.00 1.14 1.72 0.91

S3 1.47 1.37 0.87 2.32 1.66

Tmax 426 428 423 340 378

Ro 0.45 0.48 0.42 0.51 0.77

S1+S2 3.03 4.16 1.99 9.67 1.82

OPI 0.43 0.52 0.43 0.82 0.50

HI ( %) OI ( %) 186.02 229.89 148.05 120.28 113.75 158.06 157.47 112.99 162.24 207.50

Tipe Kerogen Moderate Tipe II Moderate Tipe II Marginal Tipe II Good Tipe II Marginal Tipe II Potensial

Tipe HC Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Immature Oil

Maturity Belum Matang Belum Matang Belum Matang Belum Matang Belum Matang

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

TOC (%) 2.25 1.23 0.45 1.58 1.94 3.51 2.82 3.26 1.24 1.21 1.84 1.45 2.11 1.52 2.08 1.63 1.81 0.93 0.96 1.18 1.24 1.01 0.96 1.19 0.76 1.21 1.50 1.21 0.52 1.7 1.50 1.45 1.70 2.01 2.22 2.76 2.63 2.44 2.13 2.15 2.46 2.35 2.55 2.70 2.45 2.11 2.34 2.56 2.67 2.22

Depth ( m) 102.50 185.00 285.00 390.00 475.00 623.00 725.00 783.00 833.00 853.00 883.00 910.00 939.00 987.00 1075.00 1115.00 1164.00 1225.00 1249.00 1278.00 1307.00 1340.00 1375.00 1407.00 1435.00 1475.00 1506.00 1518.00 1532.00 1593.00 1673.00 1743.50 1829.00 1903.00 1979.00 2066.00 2133.00 2233.00 2320.00 2445.00 2543.00 2620.00 2705.00 3002.00 3022.00 3047.50 3167.00 3192.00 3232.00 3260.00

Depth vs TOC
0.00 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 Depth vs TOC Linear (Depthvs TOC) 1.00 2.00 3.00 4.00

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

Ro 0.42 0.35 0.97 0.24 0.47 0.39 1.28 1.29 1.39 1.40 1.35 1.37 1.45 1.40 1.47 1.37 1.38 1.39 1.40 1.52 1.54 1.58 1.92 2.14 2.22 2.10

Depth (m) 1307 1340 1375 1407 1435 1475 1506 1518 1532 1593 1673 1744 1829 1903 1979 2133 2233 2445 2543 2620 2705 3022 3048 3167 3192 3260

Depth vs RO
0.00 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depth vs RO Linear (Depth v s RO) 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Tmax 426 428 423 340 378

Depth ( m ) 1000 2000 2500 2875 3000

Depth vsTmax
0 0 500 1000 h 1500 t p e D 2000 2500 3000 3500 Depthvs Tmax Linear (Depthvs Tmax) 100 200 300 400 500

Tmax

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi


OI ( %) 158.0 6 157.4 7 112.9 9 162.2 4 207.5 0 Depth ( m ) 1000 2000 2500 2875 3000

Depth vs OI
0.00 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depth vs OI Linear(Depth vs OI) 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00

OPI 0.43 0.52 0.43 0.82 0.50

Depth ( m ) 1000 2000 2500 2875 3000

Depth vs OPI
0.00 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depthvs OPI Linear(De pth vs OP I) 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

S1+S2 3.03 4.16 1.99 9.67 1.82

Depth ( m ) 1000 2000 2500 2875 3000

Depth vs S1+S2
0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depthvs S1+S2 Linear(Depthvs S1+S2) 2 4 6 8 10 12

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi


HI ( %) Depth ( m ) 186.02 15 1000 229.88 51 2000 148.05 19 2500 120.27 97 2875 113.7 5 3000

Depth vs HI
0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depthvs HI Linear(Depthvs HI) 50 100 150 200 250

HI ( %) 186.02 15 229.88 51 148.05 19 120.27 97 113.7 5

Tmax 426 428 423 340 378

Tmax vs HI
0 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 50 100 150 200 250

Tmax vsHI Linear(Tmax vs HI)

Kesimpulan : Jika semakin dalam kedalaman pemboran, maka nilai TOC, Ro, OI, OPI, S1+S2 dan Tmax vs HI akan semakin besar. Sedangkan nilai Tmax dan HI semakin kecil.

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi II. Hasil Analisa Sumur Manyuss OI ( %) 85.71 97.22 73.80 66.42 58.33

Depth ( m ) 1000 1200 1400 1500 1700 Potensial Moderate Moderate Moderate Very Good Very Good

TOC 1.05 1.80 2.71 6.70 6.00

S1 0.10 0.15 0.15 0.85 0.98

S2 2.00 3.56 5.80 9.90 9.50

S3 0.90 1.75 2.00 4.45 3.50 Tipe HC

Tmax 432 436 440 445 450

Ro 0.45 0.48 0.42 0.53 0.78 Maturity Belum Matang Matang Matang Matang Matang

S1+S2 2.10 3.71 5.95 10.75 10.48

OPI 0.05 0.04 0.03 0.08 0.09

HI ( %) 190.48 197.78 214.02 147.76 158.33

Tipe Kerogen Tipe II/III Tipe II Tipe II/III Tipe II/III Tipe II/III

Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Immature Oil

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

TOC (%) 2.25 1.23 0.45 1.58 1.94 3.51 2.82 3.26 1.24 1.21 1.84 1.45 2.11 1.52 2.08 1.63 1.81 0.93 0.96 1.18 1.24 1.01 0.96 1.19 0.76 1.21 1.50 1.21 0.52 1.7 1.50 1.45 1.70 2.01 2.22 2.76 2.63 2.44 2.13 2.15 2.46 2.35 2.55 2.70 2.45 2.11 2.34 2.56 2.67 2.22

Depth ( m) 102.50 185.00 285.00 390.00 475.00 623.00 725.00 783.00 833.00 853.00 883.00 910.00 939.00 987.00 1075.00 1115.00 1164.00 1225.00 1249.00 1278.00 1307.00 1340.00 1375.00 1407.00 1435.00 1475.00 1506.00 1518.00 1532.00 1593.00 1673.00 1743.50 1829.00 1903.00 1979.00 2066.00 2133.00 2233.00 2320.00 2445.00 2543.00 2620.00 2705.00 3002.00 3022.00 3047.50 3167.00 3192.00 3232.00 3260.00

Depth vs TOC
0.00 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 Depth v s TO C Linear (Depth v s TOC) 1.00 2.00 3.00 4.00

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

Tmax 432 436 440 445 450

Depth ( m ) 1000 1200 1400 1500 1700

Depth vs Tmax
430 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 435 440 445 450 455

Depthvs Tmax Line ar (De pth vs Tmax)

Ro 0.42 0.35 0.97 0.24 0.47 0.39 1.28 1.29 1.39 1.40 1.35 1.37 1.45 1.40 1.47 1.37 1.38 1.39 1.40 1.52 1.54 1.58 1.92 2.14 2.22 2.10

Depth (m) 1307 1340 1375 1407 1435 1475 1506 1518 1532 1593 1673 1744 1829 1903 1979 2133 2233 2445 2543 2620 2705 3022 3048 3167 3192 3260

Depth vs RO
0.00 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depth v sRO Linear (Depth vs RO) 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

OI ( %) Depth ( m ) 85.71429 1000 97.22222 1200 73.80074 1400 66.41791 1500 58.33333 1700

Depth vs OI
0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 DepthvsOI Linear(Depth vsOI) 50 100 150

OPI Depth ( m ) 0.047619 1000 0.040431 1200 0.02521 1400 0.07907 1500 0.093511 1700

Depth vs OPI
0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 Dep th vs O PI Line ar( Depth vs O PI) 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1

S1+S2 2.1 3.71 5.95 10.75 10.48

Depth ( m ) 1000 1200 1400 1500 1700

Depth vs S1+S2
0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 De pth vs S1+S2 Linear (Depth vs S1+ S2) 2 4 6 8 10 12

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

HI ( %) Depth ( m ) 190.4762 1000 197.7778 1200 214.0221 1400 147.7612 1500 158.3333 1700

Depth vsHI
0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 50 100 150 200 250

Depthvs HI Linear (Depthvs HI)

HI ( %) 190.4762 197.7778 214.0221 147.7612 158.3333

Tmax 432 436 440 445 450

Tmax vs HI
0 430 432 434 436 438 440 442 444 446 448 450 452 50 100 150 200 250

Tmax vs HI Linear (Tmax vs HI)

Kesimpulan : Jika semakin dalam kedalaman pemboran, maka nilai TOC, Ro, OPI, S1+S2 dan Tmax akan semakin besar. Sedangkan nilai Tmax vs HI, OI dan HI semakin kecil.

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi III. Hasil Analisa Sumur Gelok

Depth ( m ) 1000 1300 1500 1750 2000 2225

TOC 1.24 1.57 0.77 0.80 0.81 1.44

S1 2.04 0.79 0.80 1.04 0.68 4.85

S2 2.08 3.53 1.12 0.51 0.45 1.35

S3 0.73 0.55 0.68 0.86 0.84 0.62

Tmax 424 430 432 434 452 445

Ro 0.36 0.44 0.62 1.81 1.88 1.89

S1+S2 4.12 4.32 1.92 1.55 1.13 6.20

OPI 0.50 0.18 0.42 0.67 0.60 0.78

HI ( %) OI ( %) 167.74 58.87 224.84 35.03 145.45 88.31 63.75 107.50 55.56 103.70 93.75 43.06

Potensial Moderate Moderate Marginal Marginal Marginal Good

Tipe Kerogen Tipe II/III Tipe II/III Tipe II Tipe II Tipe III Tipe II/III

Tipe HC Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Biogenic Gas and Immature Oil Kondensat Wet Gas Kondensat Wet Gas Kondensat Wet Gas

Maturity Belum Matang Belum Matang Belum Matang Belum Matang Matang Matang

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

TOC (%) 2.25 1.23 0.45 1.58 1.94 3.51 2.82 3.26 1.24 1.21 1.84 1.45 2.11 1.52 2.08 1.63 1.81 0.93 0.96 1.18 1.24 1.01 0.96 1.19 0.76 1.21 1.50 1.21 0.52 1.7 1.50 1.45 1.70 2.01 2.22 2.76 2.63 2.44 2.13 2.15 2.46 2.35 2.55 2.70 2.45 2.11 2.34 2.56 2.67 2.22

Depth ( m) 102.50 185.00 285.00 390.00 475.00 623.00 725.00 783.00 833.00 853.00 883.00 910.00 939.00 987.00 1075.00 1115.00 1164.00 1225.00 1249.00 1278.00 1307.00 1340.00 1375.00 1407.00 1435.00 1475.00 1506.00 1518.00 1532.00 1593.00 1673.00 1743.50 1829.00 1903.00 1979.00 2066.00 2133.00 2233.00 2320.00 2445.00 2543.00 2620.00 2705.00 3002.00 3022.00 3047.50 3167.00 3192.00 3232.00 3260.00

Depth vs TOC
0.00 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 Depthvs TOC Line ar (Depth vs TOC) 1.00 2.00 3.00 4.00

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

Ro 0.42 0.35 0.97 0.24 0.47 0.39 1.28 1.29 1.39 1.40 1.35 1.37 1.45 1.40 1.47 1.37 1.38 1.39 1.40 1.52 1.54 1.58 1.92 2.14 2.22 2.10

Depth (m) 1307 1340 1375 1407 1435 1475 1506 1518 1532 1593 1673 1744 1829 1903 1979 2133 2233 2445 2543 2620 2705 3022 3048 3167 3192 3260

Depth vs RO
0.00 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Depth vsRO Linear(Depth vsRO) 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Tmax 424 430 432 434 452 445

Depth ( m ) 1000 1300 1500 1750 2000 2225

Depth vs Tmax
420 0 500 1000 1500 2000 2500 Depth vs Tmax Linear (Depthvs Tmax) 430 440 450 460

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

OI ( %) Depth ( m ) 58.87097 1000 35.03185 1300 88.31169 1500 107.5 1750 103.7037 2000 43.05556 2225

Depth vs OI
0 0 500 1000 1500 2000 2500 Depth v s OI Linear (Depth vs OI) 50 100 150

OPI Depth ( m ) 0.495146 1000 0.18287 1300 0.416667 1500 0.670968 1750 0.60177 2000 0.782258 2225

Depth vs OPI
0 0 500 1000 1500 2000 2500 Depth vs OPI Linear (Depth vs OPI) 0.2 0.4 0.6 0.8 1

S1+S2 4.12 4.32 1.92 1.55 1.13 6.2

Depth ( m ) 1000 1300 1500 1750 2000 2225

Depth vs S1+S2
0 0 500 1000 1500 2000 2500 Linear(Depthvs S1+S2) 2 4 6 8

Depthvs S1+S2

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

HI ( %) Depth ( m ) 167.7419 1000 224.8408 1300 145.4545 1500 63.75 1750 55.55556 2000 93.75 2225

Depth vs HI
0 0 500 1000 1500 2000 2500 Depth vs HI Linear (Depth vs HI) 50 100 150 200 250

HI ( %) 167.7419 224.8408 145.4545 63.75 55.55556 93.75

Tmax 424 430 432 434 452 445

Tmax vs HI
0 420 425 430 435 440 445 450 455 Tmax vsHI Linear (Tmax vs HI) 50 100 150 200 250

Kesimpulan : Jika semakin dalam kedalaman pemboran, maka nilai TOC, Ro, OPI, S1+S2,OI dan Tmax akan semakin besar. Sedangkan nilai Tmax vs HI dan HI semakin kecil.

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

BAB III KESIMPULAN


I. Analisa kerogen (evaluasi potensi kerogen yang diperoleh dari DEPTH VS TOC) Dari hasil analisa pada formasi Tawun dengan menggunakan

perbandingan DEPTH vs TOC dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 820 990 dijumpai kandungan berupa hidrokarbon dengan kualitas baik sampai sangat baik. Dari hasil analisa pada formasi Kujung dengan menggunakan

perbandingan DEPTH vs TOC dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 990 1800 dijumpai kandungan hidrokarbon dengan kualitas fair good. II. Analisa kerogen ( depth vs komposisi kerogen) Dari hasil analisa pada formasi wonocolo dengan menggunakan perbandingan depth vs Exinite dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 0 380 dijumpai kandungan berupa Oil. Dari hasil analisa pada formasi ngrayong dengan menggunakan perbandingan depth vs Exinite dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 390 - 833 dijumpai kandungan berupa Oil. Dari hasil analisa pada formasi tawun dengan menggunakan perbandingan depth vs Exinite dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 853 1075 dijumpai kandungan berupa Condensate Oil. Dari hasil analisa pada formasi kujung dengan menggunakan

perbandingan depth vs Exinite dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 1115 - 1743 dijumpai kandungan berupa Oil. Dari hasil analisa pada formasi ngimbang dengan menggunakan perbandingan depth vs Exinite dimana formasi tersebut memiliki kedalaman antara 1829 - 3290 dijumpai kandungan berupa Oil.

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi III. Analisa Kematangan (Depth vs RO dan Depth vs SCI) Formasi Wonocolo Formasi Ngrayong Formasi Tawun Formasi Kujung Formasi Ngimbang : Belum matang : Belum matang : Belum matang : Matang : Matang

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

LAMPIRAN

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1 PENDAHULUAN

I.2 MAKSUD DAN TUJUAN

I.3 DASAR TEORI

BAB II PEMBAHASAN

BAB III LAMPIRAN

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

Laboratorium Geologi Minyak Dan Gas Bumi

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas penyertaanNyalah maka dapat terselesaikanlah pembuatan Laporan Praktikum Geologi Minyak Dan Gas Bumi sebagai tugas pelaksanaan praktikum yang telah dilaksanakan. ini,

Terima kasih juga dihaturkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini khususnya bagi para asisten pembimbing.

Disadari terdapat banyak kekurangan dalam laporan ini, maka dengan rendah hati diharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Oktober 2010

Praktikan

Nama : Ananda Hamid K NIM : 111. 080. 120 Plug : 3

También podría gustarte