Está en la página 1de 16

Skenario B (Cedera Kepala)

Dengan ditemani polisi, Bujang, 25 tahun datang ke RSUD dengan keluhan luka dan memar di kepala sebelah kanan. 1 jam sebelum masuk RS kepala penderita dipukul oleh temannya dengan menggunakan dayung kayu dari arah samping dan depan. Penderita pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali. Dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Pada saat tiba di RSUD, penderita mengeluh nyeri kepala hebat disertai muntah.
Pemeriksaan RR 28x/menit Nilai Normal 16-24x/mnt Interpretasi Takipnue Mekanisme peningkatan tekanan intracranial penurunan perfusi ke otak hipoksia peningkatan usaha ventilasi oleh paru takipneu peningkatan tekanan intracranial penurunan tekanan perfusi ke otak aktivasi autoregulasi otak oleh rangsang tekan vasokontriksi pembuluh darah prekapiler otak prehipertensi Peningkatan ICP kompresi medulla oblongata ganguuan fungsi pernapasan bradikardi Keterangan: sadar penuh, Cedera kepala ringan

Tekanan Darah

130/90mmHg

120/80mmHg Prehipertensi

Nadi

50x/menit

60-100x/mnt E4 M6 V5 (15) Isokor Reaktif

Bradikardi

GCS Pupil Refleks cahaya Regio Temporal dextra

E4 M6 V5 (15) Isokor pupil kanan dan kiri reaktif luka 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung

Normal Normal Normal

Tidak ada luka dan fraktur

Trauma kepala

Dipukul dengan dayung dari arah sampingtrauma luka dan fraktur regio temporal dextra

Regio nasal

Tidak ada darah yang mengalir

Epiktasis

Dipukul dengan dayung dari arah depan trauma pada area nasal ruptur pembuluh darah di nasal epiktasis

Pemeriksaan Suara nafas

Ngorok

Normal --

Interpretasi Sumbatan jalan

Mekanisme kesadaran melemahkan

nafas (snoring)

RR

24x/menit

1624x/mnt

Normal tetapi mengarah ke takipneu

TD

140/90mm Hg

120/80m mHg

Hipertensi

refleks tegang lidah pangkal lidah jatuh menutupi saluran nafas ngorok peningkatan tekanan intracranial penurunan perfusi ke otak hipoksia peningkatan usaha ventilasi oleh paru takipneu peningkatan tekanan intracranial (menyebabkan penurunan tekanan perfusi ke otak) aktivasi autoregulasi otak oleh rangsang tekan vasokontriksi pembuluh darah prekapiler otak hipertensi Peningkatan ICP kompresi medulla oblongata ganguuan fungsi pernapasan bradikardi Trauma kepala gangguan tekanan intrakranial gangguan fungsi otak defisit neurologis kesadaran Trauma temporal kepala herniasi lobus medial temporal herniasi unkus (lobus medial temporal) menekan n. Oculomotorius ipsilateral pupilarae dilatation-anisokor

Nadi

50 x/menit

60100x/mnt

Bradikardi

GCS

E2M5V3 (10)

E4 M6 V5 (15)

Cedera kepala sedang ( kesadaran) gangguan m. spincther pupillarae (miosis pupil terhadap kadar cahaya yang masuk ke mata)

Pupil Refleks cahaya pupil

Anisokor Kanan (-), Kiri(+)

Isokor Kedua mata (+)

1. Mengetahui anatomi kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapis jaringan yang disingkat sebagai SCALP, yaitu: Skin atau kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, Aponeurosis atau galea aponeurotika, Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar, dan Perikranium.

Tulang tengkorak terdiri dari kalvaria dan basis kranii. Khusus di regio temporal, kalvaria tipis tetapi dilapisi oleh otot temporalis. Lantai dasar rongga tengkorak dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Selaput meningen, menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu: duramater, arakhnoid, dan pia mater. Duramater merupakan selaput yang kuat, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium. Arteriarteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium. Fraktur/patah tulang kepala diatasnya dapat menyebabkan laserasi arteri-arteri itu dan menyebabkan perdarahan epidural yang berlokasi difossa temporal. Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen yang tipis dan tembus pandang disebut selaput arakhnoid. Pada cedera otak, vena-vena bridging yang berjalan dari permukaan otak ke sinus-sinus duramater dapat saja mengalami robekan dan menyebabkan terjadinya perdarahan subdural. Lapisan ketiga adalah pia mater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri dari hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara pada semua manusia. Lobus frontal mengontrol inisiatif, emosi, fungsi motorik, dan pada sisi yang dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam pengelihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pusat kardiorespiratorik berada di medula oblongata. Serebelum terutama bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan

2. Epidural hematom dan lucid interval

Hematoma epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuklei saraf kranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intrakranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada hematoma epidural. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau hematoma epidural dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

Sumber perdarahan : Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan lamina interna tulang pelipis. Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)

Trauma tumpul pada regio temporal dan frontal kranium

Regangan pada poros batang otak

Vasopressor syncopal attack

Ruptur arteri meningea media hematoma epidural

Fraktur regio temporal

Ruptur kapiler di kulit dan area nasal

epistaksis

Pingsan 5 menit

memar dan luka

Peningkatan TIK kompensasi LCS oleh otak TIK terus meningkat Pasien masih sadar

Tidak ada lagi kompensasi

Herniasi unkus tekan N. III Pupil anisokor Penekanan batang otak

Duramater meregang

Hipoksia otak

Muntah

Pingsan lagi

Nyeri kepala hebat

Peningkatan TD dan RR

3. Klasifikasi trauma kepala

Trauma atau cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal tiga deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan: (1) Mekanisme, (2) Berat- ringannya, (3) Morfologi.
Klasifikasi Cedera Otak
Mekanisme - Tumpul - Tajam/Tembus Berat-ringannya cedera - Ringan - Sedang - Berat Morfologi Kecepatan tinggi (kecelakan lalu lintas) Kecepatan rendah (jatuh, dipukul) Luka tembak Cedera tajam/tembus lainnya GCS 13-15 GCS 9-12 GCS < 8

- Fraktur tulang Kalvaria

Garis vs bintang Depresi/non depresi Terbuka/tertutup Dengan/tanpa kebocoran LCS Dengan/tanpa parese N. VII Perdarahan epidural Perdarahan subdural Perdarahan intraserebral Konkusi Kontusio multipel Hipoksik/iskemia

Dasar tengkorak Lesi Intrakranial - Fokal

- Difus

Pada kasus ini, secara mekanisme trauma yang terjadi adalah trauma tumpul dengan kecepatan rendah, cedera kepala termasuk cedera sedang, morfologi fraktur tulangnya tertutup dan fraktur depresi, serta terjadi lesi fokal yakni perdarahan epidural.

4. Autoregulasi otak ketika trauma, tanda peningkatan tekanan intracranial dan herniasi batang otak

Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap. Doktrin Monro-Kellie merupakan suatu konsep sederhana tetapi penting untuk memahami dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang kaku, tidak mungkin mekar. Darah didalam vena dan cairan serebrospinal dapat dikeluarkan/ dipindahkan dari rongga tengkorak sehingga tekanan intrakranial tetap normal. Sehingga segera setelah cedera otak, suatu massa seperti perdarahan dapat terus bertambah dengan TIK masih tetap normal. Namun, sewaktu batas pemindahan/ pengeluaran CSS dan darah intravaskular tadi terlewati maka TIK secara sangat cepat akan meningkat.

Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai. Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia. Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah. Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu nyang lebih lama untuk kembali ke batas normal.

Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh darah dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada duramater yang sensitif dan berbagai struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK. Cushingtriad yaitu peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2005). Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan serebrospinal intracranial.
5. Pemeriksaan GCS a. Respon membuka mata Penilaian membuka mata meliputi evaluasi terhadap keadaan terjaga, aspek pertama dari kesadaran. Jika mata pasien tertutup, maka keadaan terjaga pasien dinilai berdasarkan derajat stimulasi yang diperlukan agar pasien dapat membuka matanya. Membuka mata (terjaga selalu menjadi pengukuran pertama yang dilakukan sebagai bagian dari GCS karena tanpahal tersebut kognisi tidak dapat terjadi. Membuak mata pasien tidak dapat dilakukan jika mata penderita membengkak. Skor penilaiannya adalah 1) Nilai 4 Membuka mata secara spontan, mata membuka tanpa harus diperintah atau disentuh (respon optimal) 2) Nilai 3 mata membuka sebagai respon terhadap stimulus verbal (biasanya nama paien) tanpa menyentuh pasien. Observasi mulai dari volume suara yang normal dan naikkan volume suara jika diperlukan dengan mengatakan perintah yang jelas. 3) Nilai 2 mata membuka sebagai responterhadap nyeri sentral, misalnya penekanan trapezium, tekanan suborbital (direkomendasikan), sternal rub (menekan dan memutar diatas sternum. Stimulus nyeri hanya dilakukan jika pasien gagal merespon terhadap perintah yang jelas dan keras 4) Nilai 1 mata tidak membuka walaupun dengan stimulus verbal dan nyeri sentral.

b. Respon verbal

Penilaian respons verbal mencakup evaluasi kewaspadaan, aspek kedua dari kesadaran. Pada respons ini dilakukan penilaian secara komprehensif dari apa yang dilakukan oleh praktisi dan dilakukan evaluasi terhadap area yang berfungsi pada pusat yang lebih tinggi serta kemampuan untuk mengatakan dan mengekspresikan jawaban Disfasia atau ketidak mampuan berbicara dapat disebabkan oleh kerusakan pada pusat bicara di otak,misalnya setelah pembadahan intrakranial atau cedera kepala. Memastikan ketajaman pendengaran pasien dan pemahaman bahasa sebelum menilai respons ini merupakan hal yang penting.Ketidakmampuan berbicara mungkin tidak selalu menunjukan pnurunan tingkat kesadaran.Selain itu,beberapa pasien mungkin membutuhkan stimulasi yang banyak untuk mempertahankan konsentrasi mereka ketika menjawab pertanyaan.Banyaknya stimulasi yang diperlukan harus dicatat sebagai bagian dari penilaian dasar.Skor penilaiannya adalah sebagai berikut: 1) Nilai 5. Orientasi baik,pasien dapat mengatakan kapeda praktisi siapa mereka,diaman mereka,dan hari,tahun,serta bulan saat ini(hindari menggunakan hari keberapa dari hari minggu ini atau tanggal) 2) Nilai 4 Konfusi(bingung),pasien dapat melakukan percakapan dengan praktisi,namun tidak dapat menjawab secara akurat terhadap pertanyaan yang diberikan. 3) Nilai 3 Kata-kata yang tidak tepat,pasien cenderung menggunakan kata-kata tunggal dari pada suatu kalimat dan tidak terdapat percakapan dua arah. 4) Nilai 2 Suara yang tidak dimengerti,respons pasien diperoleh dalam bentuk suara-suara yang tidak jelas seperti ruangan atau gumaman tanpa kata-kata yang dapat dimengerti.Stimulus verbal dan juga stimulus nyeri mungkin diperlukan untuk mendapatkan respons dari pasien.Jenis pasien ini tidak waspada terhadap lingkungan sekitarnya. 5) Nilai 1 Tidak ada respons,tidak didapatkan respons dari pasien walaupun dengan stimulus verbal maupun fisik. c. Respon membuka mata (E) : Respon motorik dirancang untuk memastikan kemampuan pasien untuk mematuhi perintah dan untuk melokalisasi,menarik,atau merasakan posisi tubuh yang abnormal sebagai respon terhadap stimulus nyeri.jika pasien tidak merespon dengan mematuhi perintah,maka respon terhadap stimulus nyeri harus dinilai.Respon melokalisasi yang benar adalah pasien mengangkat lenganya setinggi dagu,misalnya menarik masker oksigen.Untuk membangkitkan respon ini direkomendasikan untuk melakukan cubitan trapezium,tekanan rijisupraorbital,atau tekanan pada tepi rahang.Untuk menghindari cidera jaringan lunak,maka setimulus diberikan tidak lebih dari sepuluh detik kemudian dilepaskan.Selain itu ketika memberikan setimulus,paling baik dimulai dengan tekanan yang ringan kemudian ditingkatkan sampai respon terlihat,yang penilaianya sebagai berikut : 1) Nilai 6 Pasien mematuhi perintah,minta pasien untuk menjulurkan lidah,jangan minta pasien untuk hanya meremas tangan anda karena hal ini dapat menampilkan respon genggam primitif,pastikan perawat meminta mereka untuk melepasnya.Hal ini penting untuk

2)

3)

4)

5)

6)

memastikan bahwa respon yang didapat bukan hanya suatu gerakan reflek,sangat penting untuk meminta pasien melakukan dua perintah yang berbeda. Nilai 5 Melokalisasi pusat nyeri,jika pasien tidak merespon terhadap stimulus verbal,pasien dengan sengaja menggerakan lengan untuk menghilangkan penyebab nyeri.Tekana rigisupra orbital dianggap merupakan tehnik yang paling dapat dipercaya karena paling kecil kemungkinannya untuk terjadi kesalah interpretasi. Nilai 4 Menarik diri dari nyeri : pasien melakukan fleksi atau melipat lengan menuju sumber nyeri namun gagal melokalisasi sumber nyeri (waterhouse 2005). Tidak ada rotasi pergelangan tangan. Nilai 3 Fleksi terhadap nyeri : pasien memfleksikan atau melipat lengan. Ini ditandai oleh rotasi internal dan aduksi bahu dan fleksi pada siku dan jauh lebih lambat dari pada fleksi normal (fairley 2005) Nilai 2 Ekstensi terhadap nyeri pasien mengekstensiakn lengan dengan meluruskan siku,kadang kadang disertai dengan rotasi internal bahu dan pergelangan tangan,kadang kadang disebut sebagai postur deserebrasi (waterhouse 2005) Nilai 1 Tidak ada respons,tidak ada respons terhadap stimulus nyeri yang internal.

Glasgow coma scale berguna/bermanfaat untuk evaluasi dan penatalaksanaan pasien dengan gangguan kesadaran pasca trauma,juga untuk menentukan prognosis perawatan suatu penyakit (udekwu,2004). Penilaian GCS pada penderita dengan cedera kepala disamping untuk melakukan observasi juga untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan kesadaran.

Berdasarkan berat ringannya trauma kepala terbagi menjadi 3 yaitu: 1. Cedera kepala ringan Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma. a) Tidak kehilangan kesadaran b) Satu kali atau tidak ada muntah c) Stabil dan sadar d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala e) Pemeriksaan lainnya normal 2. Cedera kepala sedang Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan. a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk c) Dua atau lebih episode muntah d) Sakit kepala persisten e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala g) Pemeriksaan lainnya normal

3. Cedera kepala berat Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral. a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama b) Status kesadaran menurun responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi) e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: e.1. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor e.2. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi f) Trauma kepala yang berpenetrasi g) Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma) Pada kasus, ketika datang Bujang mengalami cedera kepala ringan dengan GCS 15 dan setelah itu GCS menurun hingga 10 menandakan cedera kepala sedang. 6. Tatalaksana Trauma

1. Primary survey: a. Airway: pasien dalam keadaan ngorok sehingga dipasang orofaringeal airway. b. Breathing: diberikan oksigen, hiperventilasi dalam keadaan singkat. c. Circulation : Diberikan Resusitasi: Ringer laktat dengan 2 iv line. Pada saat awal diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus, dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa Jika tidak menunjukkan perbaikan, dilakukan pemberian tranfusi darah (packed red cell) Kateter urin sebagai monitoring output Setelah ABC stabil, cari sumber perdarahan di hidung, bersihkan, pasang tampon adrenalin dan lidokaine. d. Disability: Terjadi penurunan kesadaran dengan GCS : 10 (cedera kepala sedang) e. Exposure: Buka pakaian pasien dan cegah hiportermi Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena. 2. Secondary Survey a. Anamnesis (riwayat kejadian) b. Pemeriksaan fisik GCS Ukuran dan refkles pupil Fungsi motoric Letak dan bentuk fraktur maupun luka dan memar c. Pemeriksaan khusus

d.

CT scan untuk melihat letak lesi dan dilakukan apabila kondisi pasien sudah stabil Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan analisa gas darah Tentukan jenis cedera kepala (diagnosis)

3. Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas dan dokter bedah saraf Obat-obatan dibawah ini yang dapat diberikan tetapi dengan konsultasi dengan bedah saraf: - Manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat - Hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg) - Antikonvulsan, biasanya diberikan fenitoin pada fase akut untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Indikasi operasi jika: Volume hematoma > 30 ml Keadaan pasien memburuk Terdorongnya mediastinum > 3 mm Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume : > 25 cc desak ruang supra tentorial > 10 cc desak ruang infratentorial > 5 cc desak ruang thalamus Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan : Penurunan klinis Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.

7. Tatalaksana epitaksis

8. Pembuatan visum

Definisi Visum Et Repertum adalah keterangan (laporan) tertulis yang dibuat oleh seorang dokter yang telah disumpah atas permintaan penyidik tentang apa yang dilihat dan ditemukan terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia berdasarkan keilmuannya untuk kepentingan peradilan. Pembagian visum dibagi atas 2 bagian yaitu 1. Visum orang hidup 1. Visum seketika 2. Visum sementara 3. Visum lanjutan 4. Visum kejahatan seksual 5. Visum psikiatrik 2. Visum orang mati. Struktur dan Isi VeR

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut: a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa b. Bernomor dan bertanggal c. Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah) d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan f. Tidak menggunakan istilah asing g. Ditandatangani dan diberi nama jelas h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum.Apabila ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

9. Pemeriksaan penunjang

CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur, pendarahan, hematoma, udem dan kelainan otak lainnya & dapat ditentukan seberapa luas lesi, pendarahan dan perubahan jaringan di otak. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. o Menilai kadar PCO2 dan PO2 yang penting dalam patofisiologi perdarahan otak o PCO2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak yang memperparah perdarahan. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia )Pemeriksaan trauma hidung dan sumber perdarahan Ophthalmoscopymenilai adanya perdarahan intraocular, edema, foreign body, retinal detachment, edema papil nervus II atau tidak. Factor pembekuan, clotting time, bleeding time

Bujang, 25 tahun, mengalami trauma tumpul pada kepala yang menyebabkan terjadinya cedera kepala derajat sedang, lucid interval, fraktur temporal dekstra, dan epidural hematom.

KDU: 3B

También podría gustarte

  • Konsep Pemikiran Penanganan Gawat Darurat Trauma (Dr. Sahat
    Konsep Pemikiran Penanganan Gawat Darurat Trauma (Dr. Sahat
    Documento10 páginas
    Konsep Pemikiran Penanganan Gawat Darurat Trauma (Dr. Sahat
    Steven Harper
    Aún no hay calificaciones
  • Trauma Termal
    Trauma Termal
    Documento17 páginas
    Trauma Termal
    Dian Ariani
    Aún no hay calificaciones
  • Efek
    Efek
    Documento14 páginas
    Efek
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Pengelolaan Airway Dan Ventilasi
    Pengelolaan Airway Dan Ventilasi
    Documento31 páginas
    Pengelolaan Airway Dan Ventilasi
    herman76
    Aún no hay calificaciones
  • Trauma Termal
    Trauma Termal
    Documento17 páginas
    Trauma Termal
    Dian Ariani
    Aún no hay calificaciones
  • Efek
    Efek
    Documento14 páginas
    Efek
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Syok Pada Anak
    Syok Pada Anak
    Documento27 páginas
    Syok Pada Anak
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • LO (Repaired)
    LO (Repaired)
    Documento16 páginas
    LO (Repaired)
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • EMBRIOTOMI
    EMBRIOTOMI
    Documento24 páginas
    EMBRIOTOMI
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Presbo
    Presbo
    Documento29 páginas
    Presbo
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • LO (Repaired)
    LO (Repaired)
    Documento16 páginas
    LO (Repaired)
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Latihan 12
    Latihan 12
    Documento13 páginas
    Latihan 12
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • LO (Repaired)
    LO (Repaired)
    Documento16 páginas
    LO (Repaired)
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Sintesis. STEMI
    Sintesis. STEMI
    Documento6 páginas
    Sintesis. STEMI
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Croup
    Croup
    Documento14 páginas
    Croup
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Patofisiologi
    Patofisiologi
    Documento2 páginas
    Patofisiologi
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Sintesis. STEMI
    Sintesis. STEMI
    Documento6 páginas
    Sintesis. STEMI
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Patofisiologi
    Patofisiologi
    Documento2 páginas
    Patofisiologi
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Croup
    Croup
    Documento14 páginas
    Croup
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • SOAL
    SOAL
    Documento4 páginas
    SOAL
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Tumor Payudara (Soal)
    Tumor Payudara (Soal)
    Documento3 páginas
    Tumor Payudara (Soal)
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Aspek Genetik
    Aspek Genetik
    Documento4 páginas
    Aspek Genetik
    Yola Febriyanti
    Aún no hay calificaciones
  • Soal Fungsi Luhur
    Soal Fungsi Luhur
    Documento3 páginas
    Soal Fungsi Luhur
    Yola Febriyanti
    100% (2)