Está en la página 1de 47

BAB I LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nomor CM Tanggal operasi Nama pasien Alamat : 403966 : 22 Januari 2013 : Tn.A : Jalan Kramat Kwitang 11 RT 03/07, No.26. Senen-Jakarta Pusat Umur Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan : 41 tahun : Laki-Laki : 56 kg : 157 cm

II. ANAMNESIS Tanggal 21 Januari 2012, pukul 07.00 WIB Keluhan utama Keluhan tambahan : Nyeri di perut kanan bawah : Tidak ada

Riwayat penyakit sekarang Sejak kurang lebih 2 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk, nyerinya terus-menerus, dibuat istirahat agak baikan, nyeri menjalar ke belakang perut. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh demam naik turun, tidak mual, tidak muntah, tidak batuk pilek,dan nafsu makan pasien mulai menurun. Sejak 1 hari yang lalu nyeri terasa semakin

hebat dengan skala nyeri : 3. BAK lancar, tidak tersendat-sendat dan tidak ada darah pada air seni nya. Tidak ada gigi palsu dan goyang. Riwayat penyakit terdahulu a. Riwayat sakit serupa b. Riwayat dirawat : disangkal : disangkal

c. Riwayat penyakit jantung : disangkal d. Riwayat asma e. Riwayat penyakit paru f. Riwayat nyeri dada g. Riwayat penyakit ginjal h. Riwayat kencing manis i. Riwayat hipertensi j. Riwayat sakit kejang k. Riwayat alergi obat l. Riwayat alergi makanan : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

m. Riwayat alergi udara dingin: disangkal

Riwayat penyakit keluarga a. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal b. Riwayat hipertensi c. Riwayat kencing manis d. Riwayat jantung Kebiasaan a. Merokok b. Menkonsumsi alkohol : (-) : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

c. Menkonsumsi obat terlarang : disangkal d. Riwayat olahraga Riwayat operasi dan anestesi Tidak ada : Jarang olahraga

III.PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum Kesadaran BB Tinggi badan 2. Vital sign Tekanan darah Frekuensi Nadi Frekuensi nafas Suhu 3. Status Generalis Kepala Mata Hidung Mulut : Normocephal, distribusi rambut merata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : Nafas cuping hidung (-), perdarahan (-), lendir (-) : Malampati I, mukosa lembab, sianosis (-), faring hiperemis : 130/80 mmHg : 80x/m, regular, isi dan tegangan cukup : 16 x/menit, regular, torakoabdominal : 36,50C per axilla : compos mentis, tampak kesakitan : 56 kg : 157 cm

(-), gigi palsu (-), gigi goyang (-), buka mulut maksimal (>3 cm) Telinga : Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-)

Leher

: Tampak simetris, deviasi trakea (-), limfonodi tidak teraba, jarak thyro-mental>6cm, pembesaran kelenjar tiroid (-).

Paru Jantung Abdomen I A P P

: Suara napas vesikuler, ronki-/-, whezzing -/: Bunyi jantung 1 dan 2 normal. : : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-). : Peristaltik (+) normal. : Timpani seluruh lapang perut. : Supel, nyeri tekan (+) di McBurney di regio inguinal dextra, hepar dan lien tidak teraba, psoas sign (+), obturator sign (+).

Ekstremitas

: Akral hangat, tidak ada edema, ptekie (-), capilary refil <2 detik

4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium


Jenis Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit LED PCV/ HCT Kimia Klinis Ureum Kreatinin 26 1,1 20 - 50 mg/dl O,5-l,5mg/dl 14,6 37 6,00 14.900 197.000 49,5 12-16 g/dl 37-47 % 4,3-6,0jt/ul 4800- 10800 /ul 150000- 400000 /ul 2 -20 37-48 %

(21-01-13)
Hasil Nilai Rujukan

Glukosa puasa Glukosa 2 jam PP SGPT SGOT

83 92 18 26

70-100mg/dL <140mg/dL <35 <40

Jenis Pemeriksaan Hematologi Bleeding time Clotting time

Hasil

Nilai Rujukan 1 3 menit 1 6 menit

2'00" 4'00"

Pemeriksaan USG : Edema pada apendiks

IV. DIAGNOSA KERJA Apendisitis Akut

V. DIAGNOSA ANASTESI ASA I

VI. RENCANA TINDAKAN Apendiktomi

VII. RENCANA ANESTESI Total intra vena anestesi. Premedikasi : midazolam, fentanyl Induksi : propofol Relaksan : Notrixum

PERSIAPAN PRA ANESTESI A. Persiapan pasien 1. Informed consent 2. Surat persetujuan operasi 3. Pasien dipuasakan sejak pukul 22.00 WIB tanggal 21 Januari 2013 tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum tindakan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan membahayakan pasien. 4. Pengosongan kandung kemih pada pagi hari sebelum operasi. 5. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi. Anamnesa singkat yang meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat kebiasaan, dll. 6. Pemeriksaan fisik di ruang persiapan : TD : 130/80 mmHg, Nadi 68 x/menit, RR 12x/menit. 7. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan. B. Persiapan Alat Anastesi
1. Mesin anastesi - Komponen I : Sumber gas, flowmeter dan vaporizer - Komponen II: Sirkuit napas / system ventilasi yaitu open , semi open , semiclose - Komponen III: Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu sungkup muka dan pipa ombak.

2. Elektrokardiografi ( EKG ) 3. Sfigmomanometer digital 4. Oksimeter/saturasi 5. Suction

6. Guedel

7. Sungkup muka ( face mask )

8. Balon pernafasan

9.

Infus set dan cairan infus

10. Plester. 11. Peralatan intubasi seperti sungkup laring (LMA) no 4, serta stetoskop untuk persiapan andaikan terjadi gagal nafas pada pasien

C.

Persiapan Obat Anestesi 1. Premedikasi 2. Obat induksi 3. Obat pelumpuh otot 4. Maintanance anastesi 5. Obat emergency 6. Analgetik 7. Anti emetik 8. Antibiotik : Miloz 2,5mg Fentanyl 100mcg : Propofol 100 mg : Notrixum 20 mg : Isoflurane , N2O, O2 : Adrenalin, Sulfas Atropin, Ephedrin, : Tramal 100mg : Ondansentron 8 mg : Cefriakson drip 2 gr

D. Persiapan Terapi Cairan Perioperatif Berat Badan : 56 Kg = BB x Kebutuhan cairan perjam = (10x4)+(10x2)+(36x1)cc/kg/jam

a. Maintenance (M)

= 96cc/jam b. Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa = 96 cc/jam x 8 jam = 768 cc c. Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi = 56 kg x 4cc/kgbb = 224 cc

Pemberian Cairan Pada Operasi ini Pada jam I = M + 50% (P) + O = 96+ 50% (768)+ 224 = 704 cc Pada jam II =M + 25%(P) + OP = 96+ 25% (768) + 224 = 512 cc Pada jam III= 512 cc

E. Pelaksanaan Anestesi Pukul 7.10 : Pasien dibaringkan diatas meja operasi Pasang infus cairan Ringer Laktat pada tangan kiri aboket no.18 Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse Mengukur TD : 130/80 mmHg, nadi 68x/mnt

Pukul 7.20: Pemberian premedikasi Miloz 2,5 mg iv dilanjutkan dengan Fentanyl 100 mcg iv TD : 120/75 mmHg, Nadi : 65x/mnt, SaO2 : 99% Induksi dengan Propofol 100 mg iv Setelah reflek bulu mata menghilang diberikan notrixum 20 mg iv Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka

menggunakan O2 sebanyak 4 liter / menit Setelah relaksasi pasien diintubaasi dengan LMA no 4, guedel (+) Dengan steteskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan. LMA dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi, kemudian N2O dibuka 2 liter/menit dan O2 2 liter/menit (N2O : O2=50% : 50%) kemudian isofluran dibuka 2 vol% Inspirasi 500 ml dengan frekuensi 12 kali per menit TD : 110/70 mmHg, N: 60x/menit, SpO2 : 99%

Pukul 7.30 : Operasi dimulai Pukul 7.45 : TD : 110/70mmHg, Nadi : 65x/mnt, Sa O2 : 99%
10

Pukul 8.15 Operasi selesai Diberikan tramadol 100mg TD : 120/85mmHg, Nadi : 86x/mnt, Sa O2 :99% Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan. Setelah pasien bangun, LMA dikeluarkan, lendir dikeluarkan dengan suction lalu diberi oksigen murni 6 liter/menit. EKG, manset tensimeter dan saturasi O2 dilepas. Kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa Ke ruang pemulihan atau recovery room (RR).

Terapi Cairan Cairan yang diberikan selama anestesi adalah RL kurang dari 500 cc

Pengawasan Anestesi EKG ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%.

F. Post Operasi Tiba di ruang recovery pukul : 8.30 wib Kesadaran : compos mentis, dapat dibangunkan Pernafasan : spontan, pasien dapat bernafas dalam Tekanan darah : 128/79 mmHg Nadi : 65x/mnt

11

SpO2 : 99%

Penilaian pulih sadar menurut aldrette score : Kesadaran Pernafasan Tekanan darah Aktivitas Warna kulit Total score :2 :2 :2 :2 :2 = 10

Pasien pindah keruang perawatan biasa pukul 8.40 Instruksi paska bedah : Bila kesakitan : Tramadol 100 mg IV Bila mual/muntah : ondancentron 4 mg IV Antibiotika dan cairan sesuai terapi bedah Bila pasien sadar penuh dan peristaltic usus +, boleh minum dan baru makan Pemantauan tensi, nadi dan nafas setiap 15 menit selama 4 jam.

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Pada anestesi umum harus memenuhi beberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan, stabilisasi otonom. Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive disbanding dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET). Dipilih manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan lama operasi yang tidak begitu lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak dapat dilakukan pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack, karena insersi LMA akan mengakibatkan laryngospasme. LMA sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi. Keuntungan penggunaan LMA diabanding ET adalah kurang invasiv, mudah penggunaanya, minimal trauma pada gigi dan laring, efek laringospasme dan bronkospasme minimal, dan tidah membutuhkan agen relaksasi otot untuk pemasangannya.

13

ANATOMI & FISIOLOGI JALAN NAFAS BAGIAN ATAS a. Hidung Jalan nafas yang normal secara fungsional dimulai dari hidung. Udara lewat melalui hidung yang berfungsi sangat penting yaitu penghangatan dan melembabkan (humidifikasi). Hidung adalah jalan utama pada pernafasan normal jika tidak ada obstruksi oleh polip atau infeksi saluran nafas atas. Selama bernafas tenang , tahanan aliran udara yang melewati hidung sejumlah hampir dua per tiga dari total tahanan jalan nafas. Tahanan yang melalui hidung adalah hampir dua kali bila dibandingkan melalui mulut. Ini menjelaskan mengapa pernafasan mulut digunakan ketika aliran udara tinggi dibutuhkan seperti pada saat aktivitas berat. Inervasi sensoris pada mukosa berasal dari dua divisi nervus trigeminal. Nervus ethmoidalis anterior menginervasi pada septum anterior, dinding lateral sedangkan pada area posterior di inervasi oleh nervus nasopalatina dari ganglion sphenopalatina. Anestesi lokal dengan topikal cukup efektif memblokade nervus ethmoidalis anterior dan nervus maksila bilateral. b. Faring Faring meluas dari bagian belakang hidung turun ke kartilago krikoid berlanjut sampai esofagus. Bagian atas atau nasofaring dipisahkan dengan orofaring dibawahnya oleh jaringan palatum mole. Pinsip kesulitan udara melintas melalui nasofaring kerena menonjolnya struktur jaringan limfoid tonsiler. Lidah adalah sumber dari obstruksi pada orofaring, biasanya karena menurunnya tegangan muskulus genioglosus, yang bila berkontraksi berfungsi menggerakkan lidah kedepan selama inspirasi dan berfungsi sebagai dilatasi faring.

14

c. Laring Laring terbentang pada level Servikal 3 sampai 6 vertebra servikalis, melayani organ fonasi dan katup yang melindung jalan nafas bawah dari isi traktus digestifus. Strukturnya terdiri dari otot, ligamen dan kartilago. Ini termasuk tiroid, krikoid, aritenoid, kornikulata dan epiglotis. Epiglotis, sebuah kartilago fibrosa, memiliki lapisan membran mukus, merupakan lipatan glosoepiglotis pada permukaan faring dan lidah. Pada bagian yang tertekan disebut velecula. Velecula ini adalah tempat diletakkannya ujung blade laringokop Macinthos. Epiglotis menggantung pada bagian
dalam laring dan tidak dapat melindungi jalan nafas selama udema. Rongga laring meluas dari epiglotis ke kartilago krikoid dibagian bawah. Bagian dalam dibentuk oleh epiglotis, gabungan apek kartilago arytnenoid, lipatan aryepiglotis, Bagian dalam rongga laring adalah lipatan vestibuler cincin sempit dan jaringan fibrus pada tiap sisinya. Ini perluasan dari permukaan anterolateral aritenoid, sudut tiroid, dimana yang terakhir berikatan dengan epiglotis. Lipatan ini adalah sebagai korda vokalis palsu, yang terpisah dari korda vokalis sesungguhnya oleh sinus laringeal atau ventrikel. Korda vokalis yang sesungguhnya pucat, putih, struktur ligamen melekat pada sudut tiroid bagian belakang. Celah triangular antara korda vocalis saat glotis terbuka merupakan segmen tersempit pada orang dewasa. Pada anak kurang dari 10 tahun, bagian tersempit adalah dibawah plika vocalis pada level setinggi cincin krikoid. Panjang rata-rata pembukaan glotis sekitar 23 mm pada laki-laki 17 mm pada wanita. Lebar glotik adalah 6-9 mm tapi dapat direntangkan sampai 12 mm. Penampang melintang glotis sekitar 60 100 mm2. Otot-otot laring dapat diklasifikasikan menjadi tiga group berdasarkan aksinya pada korda: abduktor, adduktor, dan regulasi tegangan. Seluruh inervasi motorik dan sensorik pada otot-otot laring berasal dari dua cabang nervus vagus yaitu nervus superior dan rekuren laring.

15

d. Trakea
Trakea adalah sebuah struktur berbentuk tubulus yang mulai setinggi Cervikal 6 columna vertebaralis pada level kartilago tiroid. Trakea mendatar pada bagian posterior, panjang sekitar 10 15 cm, didukung oleh 16 20 tulang rawan yang berbentuk tapal kuda sampai bercabang menjadi dua atau bifurkasio menjadi bronkus kanan dan kiri pada thorakal 5 kolumna vertebaralis. Luas penampang melintang lebih besar dari glotis, antara 150 300 mm2. Beberapa tipe reseptor pada trakea, sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia. Penyesuaian lambat reseptor regang yang berlokasi pada otot-otot dinding posterior, membantu mengatur rate dan dalamnya pernafasan, tetapi jugamenimbulkan dilatasi pada bronkus melalui penurunan aktivitas afferen nervus vagus. Respon cepat resptor iritan yang berada pada seluruh permukaan trakea berfungsi sebagai reseptor batuk dan mengandung reflek bronkokontriksi.

LARINGEAL MASK AIRWAY Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya

pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat

16

untuk pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring. A. Desain dan Fungsi Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar.

17

B. Macam-Macam LMA LMA dapat dibagi menjadi 3: 1. Clasic LMA 2. Fastrach LMA 3. Proseal LMA 4. Flexible LMA

1. Clasic LMA Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukkan dengan tepat makatip LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping berada di fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar lidah. Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif dengan inflasi yang minimal dari lambung.

18

2. LMA Fastrach ( Intubating LMA ) LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung ( diameter internal 13 mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat epiglottic. Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-nya kaku, lebih pendek dan diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proximal ILMA terdapat metal handle yang berfungsi membantu insersi dan membantu intubasi, yang memungkinkan insersi dan manipulasi alat ini. Di ujung mask terdapat pengangkat epiglotis, yang merupakan batang semi rigid yang menempel pada mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan leher yang netral. Ukuran ILMA : 3 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 8,0 mm internal diameter. ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi pada ILMA bersifat blind intubation technique. Setelah intubasi direkomendasikan untuk memindahkan ILMA. Nyeri tenggorok dan suara serak biasanya ringan, namun lebih sering terjadi pada pemakaian ILMA dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan penting dalam managemen kesulitan intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical. Dan dapat dipakai selama resusitasi cardiopulmonal. Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi konvensional dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi ILMA dari belakang, depan atau dari samping pasien dan dengan posisi pasien supine, lateral

19

atau bahkan prone, yang berarti bahwa ILMA merupakan jalan nafas yang cocok untuk insersi selama mengeluarkan pasien yang terjebak.

3. LMA Proseal LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif. Pertama, tekanan jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekompresi lambung. PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai mangkuk yang lebih lunak dan lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube yang melintas dari ujung mask, melewati mangkuk untuk berjalan paralel dengan airway tube. Ketika posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang mengelilingi cricopharyngeal, dan mangkuk berada diatas jalan nafas. Lebih jauh lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara fungsi terpisah.

20

PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit dapat melalui suatu jalur rel melalui suatubougie yang dimasukkan kedalam esofagus. Tehnik ini paling invasif tetapi paling berhasil denganmisplacement yang kecil. Terdapat suatu teori yang baik dan bukti performa untuk mendukung gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA, berkurangnya kebocoran gas, berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi alat tersebut Harga PLMA kira-kira 10 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk 40 kali pemakaian Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan jalan nafas, ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan inflasi yang tinggi dan mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru,Proseal LMA telah dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang lebih besar dan tube drain yang memungkinkan insersi gastric tube. Versi ini sering lebih sulit untuk insersinya dan pabrik merekomendasikan dengan bantuan introduser kaku.

Pada suatu penelitian, ProSeal LMA juga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang ( 40 jam ) tanpa menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kerusakan mukosa hypopharing. Laporan terakhir, satu kasus injury nervus lingual telah dilaporkan saat

21

pemakaian ProSeal LMA. Sementara juga dilaporkan terjadi hypoglossal palsies oleh karena pemakaian clasic LMA. Meskipun begitu komplikasi tadi sangat jarang terjadi, frekwensi injury pada nervus cranialis dapat dikurangi dengan cara menghindari trauma saat dilakukan insersi, menggunakan ukuran yang sesuai dan meminimalisir volume cuff. Disarankan untuk membatasi tekanan jalan nafas kurang dari 20 cmH2O selama inflasi paru dan untuk menggunakan volume tidal yang kecil ( 6 10 ml/kgBB ). Ketika ProSeal LMA digunakan untuk periode memanjang, fungsi respirasi harus dimonitor secara ketat dan tekanan intracuff harus diperiksa secara periodik dan dipertahankan lebih rendah dari 60 cmH2O. Akhirnya resiko terjadinya inflasi lambung harus secara aktif disingkirkan dengan mendengarkan daerah leher dan abdomen dengan menggunakan stetoskop.

4. Flexible LMA Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuktons ilektom y. Airway tube fLMA lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of breathing. Ukuran fLMA : 2 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway tube. Mask dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke belakang. Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk digunakan 40 kali.

22

C. Teknik Anestesi LMA Indikasi:

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untukairway


management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET

menjadi suatu indikasi. b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan. c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri. Kontraindikasi: a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency adalah pengecualian ). b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karenaseal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung.

Tekanainspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung. c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama. d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yangintack karena insersi dapat memicu terjadinya laryngospasme.
Efek Samping : Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama adalah aspirasi.

23

Tehnik Induksi dan Insersi :

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan selama pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering membuat posisi mask yang tidak sempurna Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak ber respon dengan mandibula yang relaksasi dan tidak ber-respon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot. Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh otot. Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex proteksi yang di tumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma yang berhubungan dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver jaw thrust tidak dilakukan Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya gerakan. Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding pharing akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung. Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian induksi thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi atau dengan penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset cepat ( seperti fentanyl atau alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat di insersi dibawah anestesi topikal. Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (Sniffing Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust

24

oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff cLMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan insersi. Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini akan menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing. Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu tangan men-stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang cLMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA berhenti selama insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk meyakinkan titik akhir teridentifikasi.

25

Insersi LMA

Cuff harus diinflasi sebeum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan.Lima test sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA: 1. 1.End point yang jelas dirasakan selama insersi. 2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi. 3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi. 4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah. 5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut. Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari pembuat LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk dicatat bahwa volume yang direkomendasikan adalah volume yang maksimum.Biasanya tidak lebih dari setengah volume ini yang dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat bertekanan rendah dengan jalan nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60 cmH2O. Inflasi yang berlebihan akan meningkatkan resiko komplikasi pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf ( glossopharyngeal, hypoglossal, lingual dan laryngeal recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas. Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan

26

membuat perbedaan kecil terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan perubahan pada tekanan intra cuff dan sekat jalan nafas. N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff sama dengan tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang berlebihan dapat dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada pilot ballon. Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging dengan lembut. Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat bertekanan rendah sekitar laryng dan tekanan jalan nafas diatas sekat ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan lembut, ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya suara ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya kebocoran yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi terjadi maka cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang. Pemakaian LMA sendiri dapat juga menimbulkan obstruksi. Untuk itu diperlukan suatu algoritme untuk memfasilitasi diagnosis dan penatalaksanaan obstruksi jalan nafas dengan LMA :

27

Algoritma LMA cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya migrasi keluar. Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat sirkuit tadi tidak menarik cLMA yang dapat menyebabkan pergeseran. Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek dengan capnograf, auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah pada posisi yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA untuk menutupi laring dan penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa kondisi dengan peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi, resiko regurgitasi faring rendah.

28

Maintenance ( Pemeliharaan ) Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas 20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari cLMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi. Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anakanak secara umum mempunyai paru-paru dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan, sambungkan kembali ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan nafas.

29

Tehnik Extubasi Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat
menelan sekret tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik dalam. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih dalam, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme.

Komplikasi Pemakaian LMA cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasienpasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese. Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %13 dimana insidensi ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 % - 30 % ( Wakeling et al ), 28,5 % dan sampai 42 % Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET .Namun clasic LMA mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah ( rata-rata 18 20 cmH2O ) sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan
30

nafas akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi pembiusan. ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 % dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari jalan nafas. Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.

OBAT OBATAN YANG DIPAKAI :

PROPOFOL Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Safol. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8. Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.

31

Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas. Efek pada sistem kardiovaskuler Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari : o Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali o Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara bolus o Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung Efek pada sistem pernafasan Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut: o Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.

32

Dosis dan penggunaan o Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV. o Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infus o Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect), bolus iv 25-50mg. o Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain. o Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2% o Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. Efek Samping Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada

33

anak-anak akibat pemberian propofol. Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.

OPIOID Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping. Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g). Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. Efek pada sistem kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.

34

Efek pada sistem pernafasan Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun . PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. Efek pada sistem gastrointestinal Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat. Efek pada endokrin Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

Peringatan Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial Fentanil Digunakan sebagai analgesic dan anastesia Dosis : Analgesic : iv/im 1-3 g Induksi : iv 5-40 g/ kg BB Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB

35

Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB : iv dalam 30 detik, im < 8 menit : iv 30-60 menit, im 1-2 jam

Awitan aksi Lama aksi

Efek samping obat : Bradikardi, hipotensi Depresi saluran pernapasan, apnea Pusing, penglihatan kabur, kejang Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat Miosis 4

BENZODIAZEPIN Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam

didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. 1,2 Efek pada sistem saraf pusat Dapat menimbulkan amnesia,anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada,menurunkan aliran darah otak dan laju

36

metabolisme1,2

Efek pada sistem kardiovaskuler Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid Efek pada sistem pernafasan Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental. EFek pada sistem saraf otot Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka. a. Diazepam Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2 Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panic. 1,2 Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit, oral 15 menit-1 jam Lama aksi Dosis : Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4

37

Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari

b. Midazolam Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam. Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus. 2 Dosis : Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg Sedasi : iv 0,02-0,05 mg Induksi : iv 50-350 g/kg 4

Efek samping obat : Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi Euphoria, agitasi, hiperaktivitas Salvasi, muntah, rasa asam Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

RELAKSAN Atrakurium merupakan pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) dengan durasi aksi intermediet berikatan dengan reseptor nikotinik kkolinergik tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, obat ini hanya menghalangi asetilkolin menempatinya sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

38

Atrakurium merupakan histamin release. Keuntungan memakai atrakurium adalah aman untuk hepar dan ginjal, sehingga pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati aman digunakan. Dosis awal atrakurium 0,5- 0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg.kgBB.Onset of action terjadi dalam 3 menit, dan duration of action dari atrakurium adalah 20-45 menit. Pelumpuh otot depolarisasi seperti suksinilkolin tidak digunakan karena memiliki efek samping yang banyak, seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nyeri otot pasca pemberian Peningkatan tekanan intraokuler Peningkatan tekanan intrakranial Peningkatan tekanan intragastrik Peningkatan kadar kalium plasma Aritmia jantung Salivasi alergi, anafilaksis

Pelumpuh otot depolarisasi bekerjanya seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sinap, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai dengan fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik.

MAINTANANCE ANESTESIA Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar. Keuntungan penggunaannya adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih cepat. Isofluran pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen tetapi meninggikan

39

aliran darah dan tekanan intrakranial. Hal ini dapat dicegah dengan tekhinik anestesi hiperventilasi. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi tekhnik hipotensi. Dosis induksi 3 3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O : O2 . Dosis rumatan 0,5 3%. Isofluran dipilih karena : Halotan pada dosis besar dapat menyebabkan depresi nafas, menurunnya tonus simpatis, terjadinya hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi baroreseptor. Halotan juga menghambat pelepasan insulin sehingga meninggikan kadar gula darah. Enfluran dapat menyebabkan gangguan fungsi hepar pada EEG menunjukkan tanda- tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia. Efek depresi nafas lebih kuat dibanding halotan dan lebih iritatif. Desfluran lebih mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Desfluran merangsang jalan nafas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.

PENATALAKSANAAN NYERI PASCA BEDAH Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three Step Analgesik Ladder. Tiga langkah tangga analgesik menurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri dari : a. Langkah pertama, menggunakan obat analgesik non opioid, b. Bila masih tetap nyeri naik ke langkah kedua, yaitu ditambah obat opioid lemah,

40

c. Bila belum reda atau menetap, maka langkah ke tiga, digunakan opioid keras yaitu morfin. Pada kasus ini dipakai analgesik non narkotik yaitu Tramadol Tramadol Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam. Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan. Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun : Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 6 jam. Dosis maksimum 400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam. Efek samping

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis, berkeringat, kulit

41

kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.

OBAT- OBAT LAIN


1. Antibiotik

Sefriakson Sefriakson merupakan sefalosporin generasi ketiga yang aktif terhadap kuman gram positif tetapi kurang aktif dibandingkan sefalosporin generasi pertama. Waktu paruh mencapai 8 jam. Jumlah sefriakson yang terikat pada protein plasma umumnya sekitar 80-96%. Dosis yang digunakan untuk dewasa adalah 1-2 g/6-12 jam. 2. Antiemetik

Ondansetron Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif. Penggunaan Ondansetron adalah mencegah dan mengobati mual dan muntah pasca bedah. Diberikan dengan cara IV secara lambat, 4 mg, tanpa diencerkan dalam 1-5 menit. Jika perlu dosis dapat diulang. Awitan aksi terjadi dalam waktu <30 menit, dengan lama aksi 12-24 jam.

42

BAB III

DISKUSI KASUS

Pada pasien dengan diagnose apendisitis akut ini dilakukan anestesi umum intravena dengan LMA dengan alasan : Durasi operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup baik (ASA I) Lambung dalam keadaan kosong Tidak adanya manipulasi posisi kepala Posisi pasien terlentang

Urutan tindakan : 1. Pasien dibaringkan diatas meja operasi, kemudian dipasang monitor EKG dan manset sfignomanometer. Lalu kita lakukan pemeriksaan tanda vital dan pemasangan infus RL ini dikarenakan agar pasien tidak kekurangan cairan. 2. Kemudian premedikasi masukan obat sedative Midazolam 2,5 mg agar pasien merasa nyaman, serta obat analgetik Fentanyl 100 mcg yang berguna untuk menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan. 3. Masukkan propofol 100 mg sebagai obat induksi yanrg membuat pasien dari keadaan sadar menjadi tidak sadar. 4. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika stadium

43

anestesi sudah cukup dalam, reflek bulu mata hilang, nasal canule dipasang dengan aliran oksigen 4 liter. 5. Selama operasi perhatikan tanda-tanda vital. 6. Operasi berlangung 45 menit, tanda vital dan Saturasi O2 baik selama operasi. 7. Pada saat pasien sudah berada di recovery room oksigenasi dengan O2 tetap diberikan, kemudian dilakukan fungsi vital menurut Aldrettes score Kesadaran Pernafasan Warna kulit Aktivitas Tekanan darah Nadi Pada pasien ini : Kesadaran Warna kulit Aktivitas Respirasi Tekanan darah :2 :2 :2 :2 :2 :10 : orientasi baik, dapat dibangunkan : spontan, pasien dapat bernafas dalam : merah muda, tanpa oksigen Sat O2 > 98% : 2 ekstrimitas bergerak : 128/79 mmHg : 65 x/mnt

Jumlah pulih sadar Kesimpulan Obat-obatan 1. Midazolam 2,5 mg

: pasien diperbolehkan ke ruang perawatan

Konsentrasinya 5mg/ml Merupakan obat sedative, hipnotik, amnestic

44

Dosis : 0,02 0,07 mg/kg BB iv 2. Fentanyl 100 mcg Konsentrasinya 50 mcg/ml Merupakan analgestic opioid Dosis : 1-2 mcg/kg BB iv 3. Propofol 100 mg Konsentrasi 10mg/mL Merupakan obat induksi sedatif Dosis : 2-2.5 mg/kgBB iv Dosis pemeliharaan : 100-150mcg/kgBB/menit 4. Tramadol 100 mg Konsentrasi 50mg/mL Merupakan obat analgesik post operatif Dosis : IM/IV inj dalam 2-3 min/IV infus: 50-100 mg diberi setiap 4-6 jam.

KESIMPULAN
1. Pada kasus ini pasien dengan diagnosa apendisitis akut dilakukan apendiktomi dengan anestesi umum intravena dengan LMA dikarenakan : Durasinya operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah Keadaan umum pasien baik (ASA I)

2. Selama anestesi dan operasi barlangsung tidak didapati kendali/masalah. 3. Setelah operasi berhasil pasien segera dipindahkan ke ruang pulih sadar. Dan berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan penilaian pulih sadar dengan nilai 10, yang bermakna pasien dapat langusng dipindahkan ke dalam ruang perawatan.
45

DAFTAR PUSTAKA

1.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru ; 2007

2.

Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta : Universitas Udayana Indeks ; 2010

3.

Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. ANAESTHESIA AND INTENSIVE CARE MEDICINE 9:4. Diunduh dari :

http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/ivanaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf

4.

Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

5.

Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran, Cetakan keenam 2007 : Media Aesculapius FK UI

http//ascf.en.enzl.com/ACM619_multi_functional_anasthesia_machine

6.

Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007

46

7.

Collage of anaesthesiologist Academy of Medicine Malaysia. Total Intravenous Anaesthesiologist using target controlled infusion. A pocket reference 1st edition. 2012.

47

También podría gustarte