Está en la página 1de 47

LAPORAN PENGAWASAN MUTU INDUSTRI TAHU SUSU LEMBANG

Makalah

Pendidik Pengampu: Puji Rahmawati, S.TP, M.Si

Disusun oleh Andari Sulfaj Anja Wulan Sari NIM. 1000748 NIM. 1005182

Firman Ryan Trianto NIM. 1000205 Hetty Restika Sari Tedy Tarudin Yatin Dwi Rahayu NIM. 1000497 NIM. 1000684 NIM.1006578

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tahu merupakan makanan yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya enak, mudah dibuat, dapat diolah menjadi berbagai bentuk masakan, harganya murah, serta mengandung protein tinggi. Tahu berasal dari Cina. Nama tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) yang secara harfiah berarti kedelai yang difermentasi. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An, seorang bangsawan yang merupakan cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang pendiri Dinasti Han. Dibawa para perantau Cina, makanan ini lalu menyebar ke Asia Timur, Asia Tenggara, dan akhirnya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Wikipedia, 2010). Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Proses pengolahan tahu melibatkan banyak bahan dan alat sehingga dibutuhkan suatu sistem penjaminan keamanan pangan yang disebut analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (hazard analysis critical control point/HACCP) serta di perlukannya SSOP dan GMP industri tahu.

B. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tahu Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu. Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai sebelum dimasak, sehingga cairan tahu yang sudah terpisah dari ampasnya.

Prosodur Kerja Pembuatan Tahu

1. 2. 3.

Timbang kedelai kuning sebanyak 1 kg Cuci dan rendam semalam Cuci lagi sambil diremas-remas sehingga kulit ari terlepas dan dipisahkan dari kedelai

4. 5. 6.

Hancurkan dengan penambahan air panas, dilakukan sampai 8 liter air panas Saring dengan kain saringuntuk mengekstraksi protein kedelai Ekstraksi yang diperoleh dididihkan selama 30 menit atau sampai bau languh ilang

7.

Didinginkan sampai suhu turun menjadi 85oC dan masukan salah satu bahan penggumpal asam cuka 4% , 100 mL/1liter susu kedelai, CaSO4 1%, 250 mL/1 liter susu kedelai

8. 9.

Aduk per lahan-lahan untuk menghomogenkan bahan penggumpal Setelah protein mulai menggumpal biarkan mengendap

10. Buang air biang, gumpalan protein dimasukan ke dalam ceta k a n tahu dilapisi kain kasa. Atur kain kasa dengan rapi untuk memudahkan pengepressan. Beri pemberat untuk memadatkan gumpalan protein tahu. 11. Setelah dingin, keluarkan tahu dari alat cetakan 12. Potong tahu yang dihasilkan sesuai dengan ukuran yang diinginkan 13. Rebus tahu yang dihasilkan (dapat ditambahkan kunyit/garam/pengawet yang dijinkan penggunaannya) kacang kedelai perendaman pengadukan / homognisasi pendinginan
ekstraksi dan pemasakan

pengendapan pengepresan pemotongan tahu


rebus tahu dengan BTM

pencucian
penghancuran dengan air panas

penyaringan

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tahu

Faktor faktor yang Menentukan Mutu Tahu yang baik adalah tahu yang berkualitas baik, bergizi dan tahan terhadap penyimpanan. Tahu yang baik adalah tahu yang tidak cepat mengalamikerusakan yang dapat menurunkan nilai gizi yang rendah bahkan sampai tahu tidak memenuhi syarat sebagai makanan, misalnya tahu cepat menjadi basi, tahu cepat menjadi bau yang tidak disenangi, tahu cepat ditumbuhi jamur yang dapat menghasilkan toksi/racun yang dapat mengganggu kesehatan tubuh bagi yang mengkonsumsinya. Faktor faktor yang menentukan mutu tahu : 1. Kwalitas kedelai yang digunakan 2. Proses pembuatan tahu 3. Pemakaian bahan bahan pembantu lainnya.

Kwalitas Kedelai yang Digunakan Tahu adalah ekstrak kedelai / sari kedelai yang diendapkan batu tahu (CaSo4) atau dapat juga dengan asam asetat (CH 3 COOH). Yang diendapkan adalah protein kedelai, sehingga kandungan protein dalam tahu di tentukan oleh kandungan protein dalam kedelai, kedelai yang biasa digunakan untuk pembuatan tahu adalah kwalitas kedelai kuning atau kedelai hijau. Kedelai kuning adalah kedelai yang bijinya berwarna kuning, putih, atau hijau dan bila dipotong melintang akan memperlihatkan warna kuning pada bidang irisa bijinya; tidak tercampur 10% kedelai kelas lain. Pada proses pembuatan tahu harus selalu dihindarkan penambahan ampas (residu) hasil pengolahan biji-bijian atau kacang-kacangan. Limbah Cair Industri tahu Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi meencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kenetal yang teerpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan uang disebut dadih atau whey.

Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Junlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida (1985) jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturutturut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebaian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebgaai bahan penggumpal. (Dhahiyat, 1990). Perincian penggunaan air dalam setia tahapa proses dapat dilihat pa tabel X.

Tabel X. Perkiraan kebutuhan air pada pengolahan tahu untuk setiap 3 kg kedelai Tahap Proses Pencucian Perendaman Penggilingan Pemasakan Pencucian Ampas Perebusan Jumlah Kebutuhan Air (Liter) 20 12 3 30 50 20 135

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam-assam amino (EMDI Bapedal, 1994) dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT, 1997a). Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi (Tay, 1990; BPPT, 1997a; dan Husin, 2003) yang apabila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran.

Karakteristik limbah cair industri Tahu Untuk limbah industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai 46 0C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawasenyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992). Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06

sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan.

Pengolahan limbah cair industri tahu Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan dikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan tersebut dapat digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu secara fisika, kimia maupun biologis. Cara fisika, merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam pengolahan limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain adalah filtrasi dan pengendapan (sedimentassi). Filtrasi (penyaringan) menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan tersuspens dar limba cair. Padatan tersuspensi yang lolos dari penyaringan selanjutnya disisihkan dalam nit sedimentasi dengan penambahan koagulan sehingga terbentuk flok. Proses ini termasuk proses kimia. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari aliran dengan

memanfaatkan gaya gravitasi. Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawasenyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia lainnya (MetCalf & Addy, 2003). Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya terasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Dalam proses koagulasi-flokulasi menurut Mysels (1959), partikel-partikel koloid hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini gaya-gaya Van der Waals

menarik ion-ion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan stern) mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh (stern) yang bermuatan positif menarik ion-ion negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua )lapisan difus). Kedua lapisan tersebut bersama-sama menyelimuti patrtikel-partikel koloid dan membuatnya menjadi stabil. Partikel-partikel koloid dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell (1991) cenderung tidak mau bergabung satu sama lainnya membentuk flok-flok berukuran lebih besar, sehingga tidak dapat dihilangkan dengan proses sedimentasi ataupun filtrasi. Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflokmikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami penggabungan menghasilkan makroflok (flokulasi), Sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi (Eckenfelder, 2000; Farooq dan Velioglu, 1989). Koagulan yang biasa digunakan antara lain polielektrolit, alumunium, kapur, dan garam-garam besi. Masalah dalam pengolahan limbah secara kimiawi adalah bayaknya endapan lumpur yang dihasilkan (Ramlho, 1983; Eckenfelder, 2000; MetCalf dan Eddy, 2003), sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut. Cara biolgi, dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme. Proses ini sangat peka tehadap faktor suhum pH, oksigen terlarut (DO) dan zat-zat inhibitor terutama zat-zat beracun. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa (Ritmann dan McCarty, 2001). Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat digunakan termasuk gulma air (aquatic weeds) (Lisnasari, 1995). Metode biologis lainnya juga telah dicoba diterapkan dalam penanganan limbah cair industri tahu, Tay (1990) mencoba menggunakan proses lumpur aktif unuk mendegradasi kandungan organik dlaam limbah cair tahu dan susu kedelai. Hasil

yang dicapai dilaporkan secara teknis cukup memuaskan, dimana diperoleh penurunan BOD terlarut, nitrogen dan fosfor berturut-turut sebesar 95%, 67% dan 57%. Akan tetapi melihat tingkat pengetahuan para pembuat tahu khususnya di Indonesia yang relatif minim dalam hal penanganan limbah dan faktor-faktor teknis lainnya, seperti biaya investasi dan operasi cukup tinggi, serta pengendalian proses yang relatif kompleks. Sehingga, penerapan metode ini khususnya di Indonesia kurang berdaya guna. Hal ini dapat dilihat, bahwa banyak di antara pembuat tahu membuang limbahnya ke perairan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu (Lisnasari, 1995).

B. GMP (Good Manufacturing Practices) GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1. Kaitan GMP dengan Sistem HACCP dan SSOP Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam industri pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Pre-requisite penerapan HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan. Diskripsi dari pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi GMP yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan. Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP (Standard Sanitation Operating Prosedure) adalah : GMP secara luas terfokus dan pada aspek operasi pelaksanaan tugas dalam pabriknya sendiri serta operasi personel. Sedang SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai

tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi aman dan tertib. 2. Sanitasi dan Higiene Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk

menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya kontaminasi silang. Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pengolahan makanan. 3. Prinsip Dasar Sanitasi Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi. Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan tanah yang mungkin menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah makanan. 4. Sumber Kontaminasi Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada industri pangan adalah : 1) Bahan baku mentah Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora. 2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval waktu agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang

memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba.

3) Peralatan untuk sterilisasi Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75 760C agar bakteri thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya. 4) Air untuk pengolahan makanan Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum. 5) Air pendingin kaleng Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan dengan air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup. Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5 1,0 ppm. 6) Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling equipment) Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar tidak terjadi rekontaminasi. 5. Persyaratan GMP GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP: mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman. 6. Tahap-Tahap Higiene dan Sanitasi Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Stamdar yang digunakan adalah : 1) Pre rinse atau langkah awal, yaitu : menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya. 2) Pembersihan : menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih efektif.

3) Pembilasan: membilas tanah dengan pembersih seperti sabun/deterjen dari permukaan 4) Pengecekan visual: memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat bersih 5) Penggunaan disinfektan: untuk membunuh mikroba. 6) Pembersihan akhir: bila diperlukan untuk membilas cairan disinfektan yang padat 7) Drain dry atau pembilasan kering: disinfektan atau final rinse dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.

7. Jenis Sanitizer Sanitasi adalah langkah pemberian sanitizer dalam kimia atau perlakuan fisik yang dapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan pabrik. Sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1) Panas a) Uap air panas (steam) mengalir dengan suhu dan waktu tertentu : 770C selama 15 menit, atau 930C selama 5 menit b) Untuk alat makan dan peralatan kecil (pisau dsb) 770C selama 2 menit, dan 770C selama 5 menit untuk peralatan pengolahan. c) 820C selama 20 menit untuk pengolahan pangan 2) Radiasi UV, waktu kontak harus lebih dari 2 menit, terutama digunakan untuk sanitasi wadah pengemas dan ruangan yaitu untuk membunuh mikroba termasuk virus. 3) Senyawa kimia (Disinfektan), disinfektan yang digunakan dalam industri pangan adalah : a) Senyawa khlorin b) Iodium dan kompleks iodium c) Senyawa amonium quartenair d) Kombinasi asam-anion

8. Sanitasi Kimiawi Meskipun panas dan sinar UV sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini industri pangan masih sangat bergantung pada disinfektan kimiawi. Disinfektan tersebut akan membasmi sebagian besar mikroba. Yang penting wajib dipertimbangkan bahwa spora mikroba bisa bertahan terhadap disinfektan. Jadi permukaan yang sudah diberi disinfektan adalah tidak steril. Sesudah sanitasi, jumlah mikroba berkurang banyak tetapi tidak steril. Steril berarti tidak ada mikroba sama sekali (sterilized). Peraturan GMP mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti petunjuk penggunaan disinfektan tersebut dari pabrik pembuatnya. Sangat tidak berguna untuk melakukan desinfeksi pada pernukaan alat yang kotor, karena disinfektannya akan bereaksi dengan kotoran sehingga tidak efektif. 9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Sanitizer Hidrogen peroksida (H2O2) dan ozon (O3) juga dapat digunakan sebagai disinfektan, tetapi karena beberapa kelemahan dalam sifat-sifatnya, maka keduanya jarang digunakan secara umum. H2O2 khusus digunakan untuk sterilisasi wadah pengemasan plastik, dan ozon khusus digunakan dalam pengawetan air mineral. Komponen fenol merupakan disinfektan yang kuat, tetapi tidak digunakan untuk sanitasi dalam industri pangan karena baunya yang keras dapat memprngaruhi flavor makanan yang diolah. Pemilihan jenis sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1) Kelompok/jenis mikroba yang menjadi target 2) Kondisi/sifat air yang digunakan 3) Obyek/bahan yang akan disanitasi 4) Sifat-sifat lain seperti stabilitas, harga dan sebagainya . C. SSOP Tahu adalah makanan yang dibuat dari

kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Industri tahu yang

menghasilkan produksi makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas harus dikelola dengan memperhatikan kaedah-kaedah hygiene sanitasi. Sehingga produk yang dihasilkan aman bagi kesehatan masyarakat. Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh permukaan setiap tangan atau alat. Dengan demikian sanitasi lingkungan sangat perlu diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau industri (Volk dan Wheeler, 1984). Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah cukup tinggi. Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat menempel pada wadah / alat tersebut. Demikian juga sisa-sisa makanan yang masih menempel pada alat / wadah dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang cukup tinggi. Mikroba yang mungkin tumbuh bisa kapang, khamir atau bakteri. Mutu makanan yang baik akan menurun nilainya apabila ditempatkan pada wadah yang kurang bersih. Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air biasanya digunakan detergen untuk membantu proses pembersihan. Penggunaan detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan lemak, mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan untuk mencuci alat/wadah dan alat pengolahan tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci dari permukaan (Volk dan Wheeler, 1984). Proses sanitasi alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh sebagian besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada permukaan. Sanitizer yang digunakan misalnya air panas, halogen (khlorin atau Iodine), turunan halogen dan komponen amonium quarternair (Gobel, 2008). Upaya Hygiene Sanitasi Industri Tahu

Untuk mencapai tujuan produk tahu yang sehat, maka perlu adanya upaya hygiene sanitasi yang mendasar pada 6 (enam) prinsip Sanitasi Makanan, yaitu : 1) Upaya pengamanan bahan baku pembuataan tahu 2) Upaya pengumpulan/penyimpanan bahan baku produk tahu 3) Upaya pengolahan bahan pembuatan tahu 4) Upaya pengangkutan produk tahu 5) Upaya penyimpanan produk tahu 6) Upaya penyajian produk tahu Kemutlakan adanya keenam Prinsip tersebut merupakan penting. Namun demikian, dalam penyelenggaraan upaya-upaya tersebut perlu adanya klasifikasi dan syarat penyelenggaraan/pengolahan pada produk tahu. 1. Pengamanan Bahan-bahan Pembuatan Tahu Mengamankan bahan baku pembuatan tahu adalah menjaga adanya kerusakan dan pencemaran baik yang terbawa oleh bahan makanan ataupun faktor-faktor lingkungan yang akan terkontaminasi dengan makanan.Penyebab kerusakan dan pencemaran terhadap produk terdiri dari beberapa jenis yaitu, kerusakan dan pencemaran mikrobiologi, mekanis, fisik biologis dan kimia. 2. Penyimpanan Bahan-bahan Pembuatan Produk Tahu Bahan-bahan yang penting dalam penyimpanan terutama bahan makanan yang rawan busuk/rusak Faktor yang sangat mempengaruhi dalam penyimpanan bahan pembuatan tahu adalah suhu dan kelembaban, sehingga dalam penyimpanan harus memperhatikan faktor-faktor berikut : (a) penyimpanan bahan mentah harus dilakukan dalam suhu sesuai dengan jenis bahan makanan (b) ketebalan bahan padat tidak lebih dari 10cm. (c) kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80-90% disamping memperhatikan faktor tersebut, perlu diperhatikan dalam hal sanitasi gudang yang dapat dilihat dari 2 hal pokok, yaitu: Segi pengaturan (arrangement) dan segi kesehatan (sanitation). 3. Pengolahan Tahu Pengolahan produk tahu menyangkut 4 aspek yaitu : (a) penjamah makanan (b) cara pengolahan (c) tempat pengolahan (d) perlengkapan/peralatan dalam pengolahan. Keempat aspek ini harus diperhatikan dengan seksama, karena

dari keempat aspek ini juga dapat menentukan tingkat kesehatan dari makanan yang diolah. Penjamah makanan, adalah seorang tenaga yang menjamah makanan, baik dalam mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam menyajikan. Pengetahuan, sikap dan perilaku seorang penjamah juga

mempengaruhi kualitas makanan, terutama penjamah yang bekerja di tempat pengolahan makanan untuk umum. Dari seorang penjamah makanan yang tidak sehat/baik dapat menyebarkan penyakit dan bahkan dapat mengakibatkan kematian terhadap masyarakat konsumen. Cara pengolahan, Kontaminasi terhadap makanan oleh peralatan, penjamah makanan, proses penanganannya maupun air, harus dihindari selama pengolahan makanan, baik dalam mencuci, meracik maupun memasak. Dalam mencuci bahan makanan harus memperhatikan hal-hal berikut : 1) Air pencuci harus memenuhi standar kesehatan yang berlaku. 2) Cara mencuci bahan-bahan sedemikian rupa sehingga semua kotoran, bahan kimia sisa penyemprotan dan bakteri yang tidak diharapkan, tidak ada lagi pada bahan makanan tersebut. 3) Peralatan yang digunakan bebas dari bahan-bahan yang berbahaya & bakteri yang tidak diharapkan Dari segi kesehatan/sanitasi produk tahu, maka cara pengolahan yang baik dititikberatkan pada hal-hal sebagai berikut : 1) Cara-cara penjamah makanan (tahu) yang baik. 2) Nilai nutrisi/gizi yang memenuhi syarat. 3) Teknik memasak yang menarik dan enak. 4) Cara pengolahan yang serba bersih. 5) Menerapkan dasar-dasar hygiene dan sanitasi makanan. 6) Menerapkan dasar-dasar hygiene perseorangan bagi para pengolahnya. 7) Melarang petugas/pekerja yang berpenyalit kulit atau yang mempunyai luka-luka pada tangan atau jari untuk bekerja sebagai penjamah makanan. Tempat pengolahan makanan (TPM), TPM dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan terolah ataupun makanan jadi biasanya disebut dapur,

memerlukan syarat sanitasi, baik dari konstruksinya, perlengkapan yang ada maupun tata letak perlengkapan yang lazim ada di dapur. Untuk konstruksi, halhal yang harus diperhatikan yaitu lantai, dinding, atap dan langit-langit, penerangan/pencahayaan, ventilasi, pembuangan asap persediaan air yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, tersedia tempat/bak pencuci tangan dan alat-alat dapur, perlindungan dari serangga ,tikus dan binatang perusak lainnya, barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan disimpan di dapur, tersedianya alat pemadam kebakaran. Hal-hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 712/MENKES/PER/IX/1986 tentang Persyaratan Kesehatan Jasaboga. Perlengkapan/peralatan dalam pengolahan produk tahu, prinsip dasar persyaratan/peralatan dalam pengolahan produk tahu adalah aman sebagai alat/perlengkapan pemroses. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan dan juga dari desain perlengkapan tersebut. 4. Pengangkutan Produk Tahu Tahu yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan untuk disimpan atau disajikan. Kemungkinan pengotoran pada produk tahu dapat terjadi sepanjang pengangkutan bila cara pengangkutannya kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya. Baik buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat/alat pengangkut, tenaga pengangkut dan teknik pengangkutan. 5. Penyimpanan Produk Tahu Kualitas tahu yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana terdapat titik-titik rawan perkembangan bakteri ptogen pada suhu yang sesuai dengan kondisinya dan jenis makanan yang cocok sebagai media

pertumbuhannya. Tujuan utama teknik penyimpanan makanan yaitu mencegah pertumbuhan perkembangan bakteri latent dan mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode penyimpanan yang harus mempertimbangkan kesesuaian antara suhu penyimpanan dengan jenis makanan yang akan disimpan. 6. Penyajian

Ruang lingkup penyajian Produk tahu meliputi tempat penyajian, alat-alat penyajian dan tenaga penyaji yang kesemuanya harus memenuhi dan menerapkan upaya hygiene sanitasi makanan.

D. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

HACCP adalah suatu pendekatan dalam pengendalian resiko terfokus pada proses pengolahan makanan (Depkes). Sedangkan secara umum, HACCP adalah suatu system yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut. Tujuan HACCP secara umum adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Kegunaan dari HACCP itu sendiri adalah mencegah penarikan makanan, meningkatkan jaminan food safety, pembenahan dan pembersihan unit pengolahan produksi, mencegah kehilangan konsumen, dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Proses penyusunannya HACCP mengikuti 7 prinsip, meliputi: 1. Prinsip 1: Analisis bahaya dan pencegahannya 2. Prinsip 2: Identifikasi Critical Control Points(CCPs) di dalam proses 3. Prinsip 3: Menetapkan batas kritis untuksetiap CCP 4. Prinsip 4: Menetapkan cara pemantauanCCP 5. Prinsip 5: Menetapkan tindakan koreksi 6. Prinsip 6: Menyusun prosedur verifikasi 7. Prinsip 7: Menetapkan prosedur pencatatan (dokumentasi) Analisis bahaya dilakukan dengan caramendaftarkan semua bahaya yang mungkin terdapat dalam bahan baku dan tahap proses. Bahaya-bahaya yang teridentifikasi kemudian ditabulasikan ke dalam sebuah tabel disertai sumber bahaya, tingkat resiko dan tindakan pencegahannya. Tingkat resiko ditentukan berdasarkan seberapa besar akibat yang akan ditimbulkan oleh suatu bahaya dan seberapa sering bahaya tersebut kemungkinan terjadi. Setiap bahan baku dan

tahap proses ditentukan termasuk CCP atau tidak melalui pertimbangan tingkat resiko dan berdasarkan jawaban atas pertanyaan dari CCP decision tree. Bahan baku dan tahap proses yang termasuk CCP berarti harus dikendalikan dengan baik supaya tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Tahap proses yang tidak termasuk CCP, dapat termasuk control point (CP) yang berarti tahapan tersebut apabila tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dari segi kualitas. Semua komponen yang mencakup tujuh prinsip sistem HACCP disajikan dalam bentuk matrik/tabel, yaitu: 1. Tabel analisa bahaya bahan baku dan tahap proses, serta penetapan tingkat resiko 2. Tabel penentuan Critical Control Point(CCP) 3. Matriks Critical Control Point (CCP), memuat proses yang termasuk CCP beserta titik kritis dan prosedur yang harus ditempuh untuk mengendalikannya 4. Matriks Control Point (CP), memuat prosesyang termasuk CP beserta titik kritis dan prosedur yang harus ditempuh untuk mengendalikannya Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait, Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan. Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP

harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.

Gambar x. Digram penerapan HACCP

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Industri Tahu Susu Lembang (TSL) a. Profil TSL Tahu Lembang merupakan kawasan wisata kuliner keluarga yang berada dalam corporate The big price cut Group. Dimana dalam menjalankan kegiatan operasional sehari-hari tahu lembang berjalan secara mandiri. Meskipun begitu tahu lembang tetap mendapatkan pengawasan dari pihak corporate. Tahu susu lembang berlokasi di Jalan Raya Lembang no. 177, Kabupaten Bandung Barat. Usaha ini didirikan pada awal Desember 2008 oleh Bapak Perry Tristianto. Sebelum merambah bisnis di dunia kuliner, beliau bergerak di dunia fashion dan telah membuka 6 Factory Outlet di Bandung. Sukses berbisnis dengan FO-nya, kemudian beliau membuka bisnis di bidang kuliner. Selain Tahu susu lembang, tempat kuliner lain yang juga milik Bapak Perry yaitu Rumah strawberi, Rumah Sosis, dan Kampung Bakso. b. Manajemen Tahu Susu Lembang Seperti sudah kita ketahui TSL merupakan kawasan wisata kuliner keluarga yang berada dalam corporate The big price cut Group. TSL memiliki struktur organigram yang bisa dilihat pada lampiran 1. Pabrik Tahu Susu Lembang memiliki 55 karyawan yang masing-masing memiliki bagiannya. Gaji karyawan perorang Rp. 800.000,-/bulan dengan uang makan karyawan Rp. 7.500,-/hari . Penghasilan kotor dari TSL Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 150.000.000.-/bulan. Untuk akhir pekan pabrik TSL biasanya memiliki buruh lepas untuk produksi TSL karena pada akhir pekan biasanya pengunjung TSL sangat banyak sehingga membutuhkan produksi yang banyak begitupun pekerjanya. Setiap hari, TSL memproduksi tahunya di tempat. Jumlah produksinya sangat relatif, antara 5 ribu (hari biasa) hingga 20 ribu (hari libur) tahu. Harga yang ditetapkan yaitu Rp 10 ribu untuk tahu goring/10 pcs, tahu bungkus, atau tahu bantal/5 pcs, dan Rp 15 ribu untuk tahu cetak atau takus/10 pcs. TSL mengemas produk mereka dalam bentuk kemasan kue brownies untuk tahu cetak dan besek

bambu untuk tahu bantal. Kemasan ini bertujuan agar menarik minat konsumen untuk membeli produk TSL. Tahu yang dibuat TSL memang berbeda dengan tahu lainnya, kepala produksi TSL mengakui bahwa standar TSL tidak sesuai dengan SNI ini disebabkan mereka menggunakan bahan penambah yaitu susu dan margarine. Kekurangan dari managemen TSL ini adalah tidak ada pengontrol kualitas tahu karena ratarata proses produksinya memakai filling (tidak memakai ukuran yang pasti) sehingga kualitas tahu tergantung filling pembuatnya. Apabila suasana pekerja tidak baik maka tahu yang dihasilkannya juga mungkin tidak bagus. Hal tersebut bisa menyebabkan rasa, tekstur, seta aroma yang berbeda-beda nantinya. Karakteristik TSL itu sendiri adalah lembut dan ketika setelah digoreng menghasilkan tahu yang krispi dan tidak berair berbeda dnegan tahu yang lainnya. Sebaiknya TSL memiliki pengontrol kualitas, agar kualitas tahu terjamin dan kualitas TSL itu sendiri sama tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan pengontrol kualitas akan mempertahankan kualitas tahu dan mempunyai standar tahu untuk TSL itu sendiri.

B. Produksi dan Operasional Tahu Susu Lembang Awalnya, ide pembuatan tahu susu lembang ini bermula dari sebuah pemikiran Bpk. Perry tentang tahu. Tahu merupakan makanan yang banyak disukai orang, akan tetapi tahu yang dijual memiliki rasa dan bentuk yang sama dan seperti itu-itu saja. Selain itu, seperti yang kita tahu juga bahwa lembang merupakan tempat penghasil susu murni di daerah Bandung. Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi tahu susu lembang untuk membuat suatu inovasi baru untuk tahu. Dengan mencapurkan susu murni dalam pembuatan tahu , maka jadilah tahu susu yang memiliki tekstur lebih lembut dan memiliki nilai gizi tinggi. Meski dicampur susu, bahan dasar tahu ini tetaplah kacang kedelai, keduanya diolah bersama mentega, sehingga bisa menghasilkan susu dengan tekstur yang lebih halus dan lembut, serta mengandung protein yang sangat tinggi. a. Produksi Tahu Susu Lembang

Pada umumnya tahu hanya terbuat dari bahan dasar kedelai, TSL menambahkan campuran susu sapi murni dalam proses pembuatan tahu. Kedua bahan tersebut lalu diolah bersama mentega. Penambahan susu sapi murni dan mentega ternyata menciptakan tahu yang lebih lembut serta mengandung protein yang lebih tinggi. Bahan baku yang digunakan merupakan susu murni dan margarine tanpa menggunakan bahan pengawet. Sehingga kesehatannya dapat terjamin. Untuk supply bahan baku, TSL bekerja sama dengan KPSBU (Koperasi Peternak Susu Bandung Utara) yang berada di Lembang. Peralatan yang digunakan dalam produksi, yaitu tong pencucian kedelai; mesin giling; tunku perebusan kedelai; tong kayu; saringan besar dan kecil; serok cetak; cetakan; kayu pengaduk; tangok; kain saringan; kain cetakan, dan tampir. Bahan-bahan yang digunakan, yaitu kacang kedelai; susu sapi; mentega; garam; bawang putih; kunyit; air dan bumbu lain. Tahapan proses produksi dari tahu susu Lembang sebagai berikut: 1. Kacang kedelai direndam selama kurang lebih 4 jam; 2. Kemudian dicuci hingga bersih; 3. Setelah itu digiling hingga lembut; 4. Perebusan kacang kedelai yang sudah digilin kurang lebih 1 jam sambil diaduk-aduk. 5. Kacang kedelai disaring, dipisahkan antara ampas dan sari kedelai. 6. Sari kedelai dicampur susu murni, mentega, garam, serta biang. 7. Setelah mengental sari kedelai dimasukkan ke dalam cetakan kayu lalu di pres. 8. Setelah di cetak tahu susu dipotong-potong sesuai ukuran. 9. Tahu yang sudah di potong-potong lalu di rebus kembali sambil diberi bumbu. 10. Tahu didiamkan sampai dingin kemudian tahu dibungkus, dan siap diolah untuk konsumsi langsung.

b. Operasional

Seperti yang kita tahu, dalam suatu proses produksi pasti akan meninggalkan limbah produksi. Begitu pula dengan TSL. Dalam proses pembuatan tahu susu ini, ada 2 jenis limbah yaitu limbah kering dan limbah cair. untuk limbah kering yang merupakan ampas kedelai ini TSL bekerja sama dengan peternak sapi, ampas ini diberikan kepada peternak untuk dijadikan pakan sapi agar sapi tersebut dapat terus menghasilkan susu murni yang merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan tahu susu. Sedangkan untuk limbah cairnya, TSL membuat sumur resapan agar limbah ini tidak mencemari lingkungan sekitar. Selain cara penanggulangan seperti itu, TSL juga pernah menjalin kerjasama dengan ITB untuk mengolah limbah tersebut menjadi makanan seperti abon dan nata de coco. Dengan demikian TSL tidak mengalami kesulitan dalam penanganan limbah produksinya.

C. GMP GMP ( Good Manufactuirng Procces) ditujukan untuk mengembangkan sistem mutu yang dapat dinilai agar dapat dipastikan bahwa produk makanan aman dan sehat. Setiap industri diharapkan untuk menerapkan GMP ini. Persyaratan GMP sendiri sebenarnya sebenarnya merupakan regulasi atau peraturan sistem mutu (Quality System Regulation) yang diumumkan secara resmi dalam Peraturan Pemerintah Federal Amerika Serikat No. 520 (Section 520 of Food, Drug and Cosmetics (FD&C) Act). Peraturan sistem mutu ini termuat dalam Title 21 Part 820 of the Code of Federal Regulation), (21CFR820),tahun 1970 dan telah direvisi tahun 1980. Di Indonesia GMP ini dikenal dengan istilah Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) yang diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah. 10 prinsip dasar GMP bagi sebuah Industri khusunya disini yang kami bahas ialah Industri Tahu Lembang: 1. Desain fasilitas yang tepat dari awal Bermula dari kunjungan kami ke lokasi industri pabrik tahu lembang yang berada di lembang, kami dapat melihat langsung dan memperhatikan lokasi industrinya. Dimana lokasi untuk produksi tahunya sendiri terlihat sangat rapi, berdasar hasil obrolan dengan penanggung jawab produksinya,

kami menemukan jawaban bahwa denah untuk produksi memang direncanakan dan disusun dari awal sedemikian rupa, agar memudahkan proses produksi. Hal tersebut juga bertujuan agar menghilangkan system lalu-lalang karyawan, yaitu berkurangnya karyawan yang bolak-balik mengangkut produksinya. 2. Proses validasi Proses validasi ini ialah untuk memastikan bahwa proses produksi bisa dikendalikan. Pendesainan denah produksi yang baik juga sangat membantu untuk pelaksanaan validasi ini, dimana pengontrolan terhadap proses produksi dapat dilihat dari satu titik. Hal ini ditujukan untuk menstabilkan proses produksi. 3. Mengimplementasikan prosedur GMP Implementasi prosedur GMP dalam produksi tahu ini sangat vital, karena hal ini menunjang memudahkannya proses produksi dan keamanan selama melakukan produksi bagi pelakunya. Dari yang terlihat berdasar kunjungan kami, di awal tempat produksi tepatnya didekat proses pembersihan kacang kedele, terdapat papan tulis yang isinya ialah bahanbahan dan langkah-langkah produksi dari pembuatan tahu itu sendiri. Ini membuktikan bahwa tahu lembang ini sendiri tidak mau kecolongan dalam proses pembuatan tahunya. Dimana mereka sering menerima mahasiswa atau siswa magang yang bisa dikatakan minim pengalaman dalam pembuatan tahu lembang itu sendiri. Berhubung ini merupakan produksi tahu, jadi alat yang digunakanpun tidak terlalu bergantung pada alat berat yang berbahaya, dan rata-rata penggunaan alatpun tidak begitu sulit, dimana yang berat disini yaitu pada proses perebusannya saja yang mungkin bisa menimbulkan bahaya, namun bukan dari alat bahayanya berasal. 4. Mengidentifikasi siapa melakukan apa Hal ini dilaksanakan cukup baik oleh industri tahu lembang ini, dimana mereka menerapkan shift kerja yang baik, dimana setiap shiftnya dipegang bahan, makanya disusun berurut langkah-langkah

oleh seorang penanggung jawab yang bertanggung jawab akan produksi tahu. Penerapan shift inilah yang membuat tim yang ia bentuk berjalan dengan baik dalam proses produksi tahu. Setiap pekerjanya tahu apa yang harus ia lakukan dan tahu dimana saja ia harus berada selama proses produksi berlangsung. Bukti juga penerapan baiknya ialah disaat penambahan shift kerja bagi pembuat tahu bantal yang hanya memproduksi tahu pada hari libur membuat tidak terjadinya tumpang tindih saat proses produksi, dimana pembuat tahu bantal tidak bengong saat pembuat tahu kotak, diamna siklusnya mereka selalu bekerja hingga waktu istirahat dating, sehingga bisa dikatakan proses produksinya sangat efektif. 5. Menyimpan catatan yang baik Pencatatan bahan baku yang masuk, baik itu kacang kedele, kotak pembungkusnya, dll sangat perlu dilakukan dalam proses GMP ini. Dari yang kami dapat di industri tahu lembang, dimana management pencatatan bahan baku yang masuk, keluar dan yang lain-lainnya dilakukandengan baik oleh orang yang dipercaya, dimana setiap beres produksi harian dilakukan pelaporan yang berguna untuk siklus persiapan bahan baku yang selalu siap sedia, apalagi menghadapi hari libur. 6. Pelatihan dan pemahaman GMP Menurut pengakuan dari penanggung jawab produksi, mereka tidak ada pelatihan khusus bagi pekerjanya karena menurut mereka dengan adanya pekerja yang magang seperti siswa dan mahasiswa membuat penerapan hal in tidak perlu dilakukan. 7. Higienetas yang baik Higeinetas dari industri tahu lembang ini sendiri terlihat cukup baik, lokasi produksi yang langsung berbatasan dengan tempat penjualan dan konsumenpun jika menginginkan juga bisa masuk kedalam tempat produksi. Namun, pembersihan lokasi produksi masih berjalan dengan baik dan tempat produksipun bisa terjaga dari sampah dan lain-lainnya. Namun dari hasil obrolan dengan penanggung jawab produksi tahu

lembang tersebut kami mendapatkan bahwa peralatan yang digunakan seperti pemotong tahu dan pencetak tahu tidak selalu dibersihkan setelah dipakai, namun terkadang dibersihkan sesaat akan dipakai saja. 8. Memelihara fasilitas dan peralatan Pemeliharaan fasilitas dan peralatan dari industri tahu ini cukup bak dimana semuanya diatur dan berada pada satu orang penanggung jawab sehingga asilitas dan peralatan produksi dikategorikan bersih dan sesuai untuk standar produksi. 9. Menjaga kualitas Penjagaan kualitas tahu di industri tahu lembang ini sangat baik, dimana selalu dikontrol hasil produksinya dan sejauh ini penjagaan tempat produksi dari hal-hal yang mungkin bisa menurunkan kualitas tahu sangat terjaga dari semua pekerjanya. 10. Audit rutin Tak jauh berbeda dari point nomer 6, dimana audit rutin tidak dilaksanakan di industri ini.

Point yang menjadi perhatian kami dari industri tahu lembang ini ialah point no 6 dan 10, yaitu tentang pelatihan dan pemahaman GMP dan audit rutin. Bagi industri skala besar sangat dibutuhkan 2 point ini dalam menerapkan GMP yang baik dan sesuai anjuran UU, disesuaikan dengan yang terjadi di industri tahu lembang yang menurut kami industri ini bisa digolongkan ke industri menengah keatas, dimana pelatihan dan pemahaman GMP dan audit rutin GMP ini sangat perlu diperhatikan dan diterapkan di industri ini. Hal yang menjadi pertimbangan disini ialah, tahu lembang dikonsumsi bukan hanya oleh orang sekitaran Bandung saja, tapi juga dari luar daerah. Penyebaran tahu yang luas membuat berbagai kalangan akan menjadi konsumen dari tahu ini, sehingga semakin jauh para konsumen yang sehat akan mulai mempertanyakan berbagai hal mengenai industri ini, hingga akhirnya sampai kebagian point no 6 dan 10. Mungkin secara kasat mata akan terlihat para pekerja di industri ini telah memahami GMP, namun selama ini hal tersebut

berasal dari kebiasaan pekerjanya saja yang terus dilakukan, sementara pembelajaran yang mengikatnya tidak pernah dirasakan oleh para pekerjanya. Mungkin bagi para pekerja yaitu siswa atau mahasiswa yang magang mereka sudah pernah mendapatkannya di masa pembelajaran di kampus atau sekolahnya, tapi itu hanya secara umum, sehingga yang benar-benar dalam industri tahu mereka hanya menyesuaikan. Solusinya ialah, dimulainya pelatihan dan penerapan GMP produksi tahu tersebut yaitu pelatihan setiap bulannya mengenai GMP dan untuk mengatasi kemungkinan dari mahasiswa dan siswa magang, dilakukan coaching penanggung jawab shift produksi saat ia bertugas. Sementara untuk audit, industri tahu lembang ini buuh untuk dilakukan ialah pada saat hari senin, karena menurut kami itu adalah hari yang mana intensitas konsumen mulai menurun setelah week end sehingga cukup banyak waktu. Hal ini dipilih karena tahu lembang tidak memiliki hari libur, karena liburan mereka selalu buka. dari

D. SSOP TSL yang bisa digolongkan industri tahu menengah keatas ini belum memiliki SSOP. Sanitasi yang mereka jalankan hanya meliputi pembersihan alat dan tempat produksi yang tidak standar-standar untuk sanitasi. APD yang mereka gunakan hanyalah celemek dan seragam TSL. Sanitasi pada industri tahu susu lembang meliputi alat produksi dibersihkan setiap hari pada saat selesai produksi untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan memudahkan proses produksi selanjutnya dan kualitas alat serta produk yang dihasilkan baik. Lantai produksi dibersihkan 1-2 kali dalam satu minggu, tergantung tingkat kotoran yang ada pada lantai. Tujuanya adalah menciptakan suasana nyaman karena bersih dan menghindari adanya kotoran atau semacamnya yang dapat mencemari produk tahu pada saat proses produksi. Limbah diolah dan dibuang pada saluran pipa yang dialirkan ke spiteng yang berjumlah 6 disekeliling belakang industri tahu untuk dialirkan dan ada juga

yang diolah dengan sistem anaerobik untuk memperoleh air jernih yang dapat digunakan untuk menyiram tanaman atau sebagai pengairan pada kolam ikan. Pekerja bagian produksi sebaiknya menggunakan sepatu but, sarung tangan, tutup kepala, dan masker agar produk yang dihasilkan tidak terkontaminan oleh rambut pegawai, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi turunya kualitas produk tahu. Yang menjalankan tugas sanitasi alat produksi adalah pegawai yang bertanggung jawab atas alat yang digunakan atau sesuai alat yang dipegang agar memudahkan dalam sistem pembagianya dan lebih bertanggungjawab dalam kebersihan alat yang dipegang masing-masing.

E. HACCP a. Pembentukan Tim HACCP Pembentukan tim HACCP merupakan langkah awal dari studi HACCP. Tim HACCP terbentuk dari berbagai mulitidisiplin, mulai dari Manager, Produksi, qualiti control, quality assurance, dan supervisor produksi. Apabilia konsultan tidak tersedia maka diperlukan konsultan dari luar. Tim HACCP yang kami bentuk masih dalam lingkup kecil yaitu Yatin Dwi Rahayu sebagai ketua Tim yang beranggotakan 5 personil, yaitu Anda, Anja, Firman, Hetty, dan Teddy. Anggota dari tim memiliki tugas untuk melaksanakan pemantauan semua aspek produksi mulai dari penerimaan barang sampai produk akhir dan distribusi kepada konsumen.

b. Deskripsi Produk Nama Produk Komposisi : Tahu Susu Lembang : Kacang kedelai, mentega, susu murni, garam, bawang putih, air Penyimpanan Pengemasan Daya Tahan : Suhu ruang, suhu dingin : Besek, wadah plastic : 4 hari

Pendistribusian Tujuan Distribusi

: Mobil pengiriman : Daerah sekitar Bandung

c.

Identifikasi Konsumen Identifikasi konsumen produk bertujuan untuk mengetahui siapa yang

mengkonsumsi produk. Konsumen produk tahu susu lembang ini adalah kalangan umum termasuk bayi. Cara penyajiannya bisa direbus, dikukus, atau digoreng.

d. Diagram Proses Diagram alir proses merupakan suatu urutan tahapan kerja dalam proses produksi. Diagram alir proses penting untuk menentukan tahap operasional yang akan dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, sehingga akan mempermudah pemantauan selama proses produksi tahu (Gambar x).

Gambar x. Diagram Proses Pembuatan Tahu Susu

e. Analisis Bahaya Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah menganalisis setiap bahaya yang muncul dari setiap proses produksi. Penganalisissan bahaya inibertujuan utuk melakukan pencegahan terhadap bahaya yang timbul dari setiap line produksi. Bahaya yang umumnya timbul dari setiap tahapan proses adalah disebabkan dari kontaminasi dengan air, alat, dak pekerja. Bahaya pertama, kontaminasi bahan baku dengan air ditunjukkan pada tahap perendaman dan pencucian. Air disini dapat mengkontaminasi bahan baku jika air yang digunakan tidak memenuhi standar, air yang digunakan untuk merendam tidak diganti secara berkala. Pencegahan dari kontaminasai air ini adalah menggunakan air yang sesuai standar air (bebas cemaran, mengganti air perendaman berkala dan saat

pencucian bahan baku dicuci dibawah air mengalir tujuaannya agar sisa kulit yag masih ada dapat ikut mengalir. Bahaya dengan kontaminasi alat umumnya muncul pada setiap proses, jika sanitasi alat tidak dijaga maka akan menurunkan kualitas produk. Alat yang harus benar-benar dijaga higiennya adalah saat proses penggilingan, mesin giling yang digunakan terbuat dari besi jika alat ini kotor atau berkarat maka akan mengurangi mutu produk. Cara pencegahan bahaya yang bersumber dari kontaminasi alat adalah dengan melakukan sanitasi alat sebelum dan sesudah dipakai. Bahaya dengan kontaminasai pekerja, bisa timbul juga disetiap kegiatan proses produks. Ketika APD pekerja tidak diperhatikan kemungkinan besar kontaminasi pekerja dengan produk akan mempengaruhi kualitas produk. cara pencegahannya adalah dengan membekali pekerja dengan APD yang lengkap, mulai dari sarung tangan, tutup kepala, baju produksi. Sumber bahaya lainnya adalah saat pencampuran bahan-bahan yang tidak sesuai dengan takaran, pencegahannya adalah dengan melakukan penakaran dalam setiap pencampuran bahan dan melakukan pengontrolan. Saat pemasakan juga behaya yang timbul bisa dari waktu dan sushu pemasakan yang terlalu tinggi dan laman, pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mengukur suhu dan lamanya pemasakan dengan thermometer dan pengukuran waktu. Penyimpanan tahu pada TSL ini disimpan diruang produksi yang terbuka tidak ada pengaturan suhu untuk penyimpanan TSL sehingga dapat menyebabkan tahu mudah terkontaminasi dari udara. Namun, karena produksi TSL tidak berjumlah banyak sehingga tahu yang disimpanpun tidak banyak karena langsung dipasarkan dan diolah kembali di kawasan TSL itu sendiri.

Tabel Sumber Bahaya Proses Produksi Tahu Tahap Bahan Baku (Kedelai) Perendaman Bahaya F: Kontaminasi bahan baku lain B: Kontaminasi Sumber Bahaya Kerikil, pasir, bijibijian lain Air yang dipakai Cara Pencegahan Melakukan sortasi Pekerja dibekali APD

air perendaman dan pekerja

merendam tidak memenuhi standar kualitas air Mengganti air rendaman kedelai secara teratur

B : Kontaminasi air pencuci danpekerja Pencucian F: masih ada benda asaing yang tersisa saat perendaman F : Kontaminasi Penggilingan dari alat yang digunakan

Air yang dipakai mencuci tidak memenuhi standar kualitas air

Pekerja dibekali APD Penggantian air pencucian kedelai secara teratur

Kulit kedelai, kerikil Alat yang digunakan untuk menggiling kotor atau terdapat korosi

Pencucian dilaukan dibawah air mengalir

Melakukan perawatan pada mesin giling

Pekerja menggunakan Sanitasi pekerja yang B : Kontaminasi pekerja Pemasakan F : pemasakan yang meliebihi standar Suhu dan waktu yang dipakai memasak terlalu lama Menggunakan thermometer dan mengatur waktu pemasakan Alat penyaring yang Penyaringan F : Kontaminasi alat dan pekerja digunakan terkontaminasi misalnya kotor berdebu Melakukan perawatan pada alat penyaring kurang baik alat pelindung diri, seperti sarung tangan, tutup kepala

Pekerja menggunakan Sanitasi pekerja yang kurang higine Terlalu banyak bumbu yang ditambhakan Human error pekerja sarung tangan dan tutup kepala Menggunakan alat ukur untuk penambahan bahan pengendap Debu, Melakukan perawatan pada alat pencetak Menggunakan ruangan Udara khusus dengan suhu yang diatur

Pencampuran bumbu

pencetakan

Kontaminasi alat

Penyimpanan

Kontaminasi dengan udara

f. Penentuan CCP Penetapan CCP untuk setiap proses produksi ini berdasarkan sebuah pohon keputusan. Pohon Keputusan CCP berisi pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan apakah suatu titik kendali merupakan CCP atau bukan. Hasil dari pohon keputusan, tahap-tahap yang bukan termasuk CCP adalah pada proses penanganan bahan baku, perendaman, pencucian, penggilingan, penyaringan, pencetakan dan penambahan bumbu. Proses-proses tersebut hanya merupakan proses pengolahan biasa yang tidak dapat mencegah atau mengurangi bahaya. Sehingga untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka kebersihan alat, ruang produksi dan pekerja perlu diperhatikan. Proses produksi yang menunjukkan CCP adala saat proses pemasakan da penyimpanan. Proses pemasakan dimaksud untuk menghilangkan bahaya, sehingga diperlukan pengawasan khusus agar segala jenis mikroba dapat mati dip proses ini. Pengendalian yang dilakukan saat proses ini adalah dengan pengontrolan suhu dan waktu pemasakan, pemantauan dengan cara mencatatt suhu dan waktu pemasakan.

Gmbar x. Pohon Keputusan CCP

Tabel x. Tabel Penetapan CCP Pada Proses Produksi Tahu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tahapan Proses Penangananan bahan baku Perendaman Pencucian Penggilingan Perebusan Penyaringan Pencampuran bumbu Pencetakan Pemotongan Penyimpanan Q1 Ya ya Ya Ya ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Q2 Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Q3 Ya Ya Ya Tidak Tidak Q4 Ya Ya Ya Keputusan CP CP CP CP CCP CP CP CP Tidak Ya Tidak CCP

g.

Penentuan Batas-Batas CCP Tabel x. CP Pada Proses Pembuatan Tahu Tahap CP No. 1 Jenis Bahaya fisik Merendam kedelai denagn air Setiap proses Mengganti air rendaman untuk kedelai Batas Kritis Monitoring Metode Frekuensi Setiap saat Tindakan Koreksi

Penanganan Bahan Baku

perendaman

Biologi

4 jam

yang memilki kualitas standar Melakukan

Melakukan Setiap proses pencucian dibawah air mengalir Megontrol

pencucian

Biologi

pencucian dengan air besrsih

Penggilingan

Fisik

Memasukan

kedelai ke alat penggiling Ukuran penyaringan 4 Kimia bahan tersaring Bahan tercampur Pencampuran 5 Kimia dan sesuai takaran pencetakan Pemotongan 6 Fisik Ukuran tahu 5 x 5 Pemeriksaan secara visulal

alat dan bahan gilingan Memeprkecil ukuran diameter penyaring

Menakar bahan-bahan yang akan dicampur Pemrikasaan visual

Tabel y. CCP Pada Proses Pembuatan Tahu Tahap CCP No. Jenis Bahaya Batas Kritis Monitoring Metode Frekuensi Tindakan Koreksi Menggunakan thermometer untuk Memasak bubur kedelai dengan cara mengaduknya sering mengukur suhu pemasakan lamanya pemasakan dan stopwatch untuk

Biologi Perebusan 1 fisik

Sampai suhu ?, selama ?

mengukur Penyimpanan

h. Tahap Pemantauan Pemantauan berfungsi untuk menetapkan prosedur tindakan untuk memantau CCP, batas kritis dan orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pemantauan. Tindakan pencegahan yang telah dianalisisi kemudian harus

dipantau langsung untuk pelaksanaanya. Kegiatan pemantauan dilakukan secara berkala, mulai dari proses produksi awal sampai tahap akhir (penyimpanan). Frekuensi pemantauantindakan pencegahan tergantung tahapan proses, jenis bahayanya dan tindakan pencegahan yang dilakukan.

i.

Tindakan Koreksi Tindakan koreksi dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya

penyimpangan batas kritis. Tindakan koreksi harus memastikan bahwa CCP telah berada pada titik kendali. Tindakan koreksi ini berupa melakukan pembersihan alat sebelum digunakan, melakukan penakaran pada bumbu tambahan tahu, penarikan produk ketika sudah melebihi batas penyimpanan, belum beres

j. Verivikasi Tindakan verifikasi (pengkajian ulang) dilakukan terhadap hasil pemantauan yang menunjukkan bahwa titik kendali kritis tidak terkendali. Dengan demikian, data hasil pemantauan harus diperiksa secara sistimatis untuk menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi harus dilakukan. Bila terjadi penyimpangan, perlu diperbaiki dan dikembalikan ke proses yang sebenarnya. Produk yang telah dihasilkan pada saat terjadi penyimpangan perlu diidentifikasi. Tujuan dari pengkajian ulang ini adalah memperbaiki sistem HACCP. Namun, untuk kali ini kita hanya mengverifikasi hanya dalam laporan ini saja tidak menverifikasi langsung ke industri TSL karena keterbatasan waktu dan tempat.

k. Dokumentasi dan Pencatatan Kegiatan dokumentasi dan pencatatan dilakukan untuk mempermudah tim HACCP memperbaiki setiap program studi HACCP. Dokumentasi dan pencatatan berisi data-data teknis hasil studi HACCP, yaitu : a. Resiko bahaya pada setiap proses b. Pengambilan keputusan untuk CCP c. Penyimpangan dan perbaikan yang terjadi pada proses produksi d. Tindakan koreksi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Winarno, F.G. dan Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik, Bogor : M-Brio Press Oginawati, Katharina. 2008. Diktat Sanitasi Makanan dan Minuman. Bandung : Penerbit ITB SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Thaheer, Hermawan. 2008. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta : Bumi Aksara

LAMPIRAN 1 Foto Kunjungan Industri Tahu Susu Lembang

Foto Bahan, Alat dan Limbah Produksi Tahu Susu Lembang

LAMPIRAN 2 Struktur Organigram Tahu Susu Lembang

LAMPIRAN 3 Denah Lokasi Tahu Susu Lembang

K J I

Keterangan: A: Perendaman B: Pencucian C: Penggilingan D: Pemasakan E: Penyaringan dan


F E D I I H

Pencampuran F: Pencetakan G: Pemotongan

C B

A G L

H: Pengemasan I: Penyimpanan J: Tempat Bahan Tambahan K: Limbah L: Pemasaran

También podría gustarte