Está en la página 1de 11

Tugas Kelompok

BURUKNYA SISTEM DRAINASE DI PERKOTAAN

Disusun Oleh:

Kristian Hendrik Sartikawati Handre Putra

Program Pasca Sarjana Sosiologi Perkotaan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau 2012

PENDAHULUAN

Latar belakang Kota merupakan pusat segala aktifitas kehidupan. Oleh karenanya, kota harus menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung keberlangsungan aktifitas kehidupan tersebut, seperti prasarana perumahan, industri, perkantoran, pasar, jalan/terminal/ stasiun untuk transportasi dan sebagainya. Kondisi demikian maka diperlukan lahan yang cukup dan sarana prasarana pendukung yang memadai, termasuk didalamnya penyediaan air bersih, drainase, dan saluran pembuangan limbah. Ketiga hal ini menjadi satu kesatuan yang harus terintegrasi dalam sistem pengelolaan air di kota. Drainase (pematusan) kota yang buruk selama ini sering dijadikan penyebab terjadinya banjir (oleh air hujan) di kota, sehingga terkadang secara parsial, penanggulangan masalah banjir hanya tertumpu pada upaya memperbanyak saluransaluran drainase. Padahal perencanaan drainase kota saat ini tidak hanya menganut konsep pematusan atau pengaliran air saja, tapi juga menganut konsep konservasi air perkotaan. Persoalan genangan air (istilah populernya; Banjir) kota Pekanbaru, hingga detik ini masih menjadi permasalahan besar kota Bertuah. Miliaran rupiah dianggarkan untuk membenahi drainase perkotaan untuk setiap tahunnya. Tetapi apa kenyataan yang kita hadapi dari tahun ke tahun, tiada lain Kota Pekanbaru bukannya bebas dari banjir dan genangan, namun malahan sebaliknya. Banjir dan genangan tak pernah tuntas dapat diatasi, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain, bagaikan menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Sampai kapankah banjir dan genangan Kota ini dapat ditanggulangi? Meskipun Dinas Kimpraswil telah berulang-ulang mengklaim melalui media masa, bahwa dari puluhan titik banjir dan genangan hanya tinggal beberapa titik saja yang belum teratasi. Hingga akhir-akhir ini dinas kimpraswil juga mengadakan pembersihan anak-anak sungai dalam kota. Tetapi apa kenyataannya yang tampak, banjir semakin mengganas naik dan mengalir dengan derasnya dipermukaan jalan raya. Akibat kondisi sistem drainase yang buruk, air pun menjadi bingung mencari tempat yang lebih rendah, sampai-sampai median jalan raya pun terpaksa dibongkar untuk mencegah terjadinya banjir. Cukup mengherankan juga ya. Tanpa merasa berdosa kini, kasuddin kimpraswil pun meng-ekspos temuan berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Kimpraswil bekerjasama dengan Royal Haskoning, konsultan Belanda menemukan 104 titik

genangan baru di Kota Pekanbaru (itu pun masih ada ratusan titik yang belum ditemukan). Semoga identifikasi dan pembuatan peta drainase tidak sekedar identifikasi doang, lebih penting dari itu adalah realisasinya. Jadi, konsultan dari Belanda sekalipun tidak akan ada artinya, bila tidak ada penanganan yang nyata dan tuntas. Apa tidak terbalik, menurut saya bukan konsultan Belanda yang kita butuhkan, seharusnya manajemen realisasi (pelaksanaan yang nyata) nya dari Belanda-lah yang kita butuhkan. Debit banjir akan semakin bertambah besar dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, apalagi dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan pesatnya pembangunan berbagai bangunan fasilitas umum, jalan raya, gedung, ruko, mal, dan perumahan elit dan non elit, tanpa memperhitungan resiko kehilangan daerah resapan. Itulah yang menyebabkan koefisien aliran (run off) bertambah beberapa kali lipat dalam setahunnya, secara otomatis debit banjir juga akan bertambah beberapa kali lipatnya. Sementara itu, Dinas Kimpraswil pun sibuk membenahi titik-titik genangan secara parsial saja. Genangan satu teratasi tetapi tidak lama muncul lagi titik genangan baru, bagaikan gali lubang tutup lubang. Pembenahan lebih difokuskan kepada daerah genangan saja, bukan kepada sistem drainase secara menyeluruh sebagai satu kesatuan. Mulai dari tanggul-tanggul yang menjulang tinggi sebagai penghambat air masuk ke riol kota, drainase tersier, scunder, sampai kepada saluran induk (primer) harus ditangani sebagai satu kesatuan sistem drainase. Seiring dengan terus bertambahnya debit banjir kota ini, mau tak mau, senang atau pun tak senang, drainase induk yang ada harus segera dibenahi. Darinase induk (primer) yang ada harus segera diperbesar dimensinya, segera dikruk kalau memungkinkan ditambah lebarnya. Tetapi apa kenyataanya, sungai-sungai kota yang ada seperti Sungai Umban Sari, Sungai Air Hitam, Sungai Sibam, Sungai Setukul, Sungai Pengambang, Sungai Ukai, Sungai Sago, Sungai Senapelan, Sungai Limau dan Sungai Tampan, Sungai Sail dan sebagainya semakin hari semakin menyempit oleh endapan dan tumpukan sampah. Pemenahan sungai-sungai pembuang ini berkesan hanya sekedar mempercantik dinding dan tanggul salurannya saja, tanpa diperdalam apalagi diperlebar. Sungguh disayangkan, pembagunan gedung-gedung disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) drainase induk ini, nyata-nyata melanggar Perda Nomor 14 tahun 2000. Secara tegas Perda ini menyatakan bahwa; Garis Sempadan Sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar 5 (lima) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai. Apalagi untuk Garis Sempadan Sungai tidak bertanggul yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter ditetapkan 10 (sepuluh) meter, dihitung dari tepi jalur pengaman sungai pada waktu ditatapkan. Tetapi apa kenyataannya, banguan disekitar

DAS ini ada yang dibangun dengan jarak 0 (nol) meter dari tanggul sungai. Bahkan anehnya ada juga bangunan yang dibangunan bukan dengan jarak nol meter, tetapi minus (bangunan di atas drainase). Salah satu penyakit yang memperlambat aliran air pada drainase induk di kota Pekanbaru, adalah penyempitan-penyempitan pada box culvert sebagai crossing jalan.Untuk apa saluran induk yang lebar tetapi pada crossing jalan mengecil, sehingga dengan sendirinya akan memperkecil debit aliran. Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarurlarut, box culvert yang ada pun harus segera dibenahi atau ditambah box culvert baru yang terletak berdampingan dengan box cuvert yang ada. Coba kita ingat-ingat, apakah kimpraswil pernah memperbesar (memenahi) box culvert sungai dalam kota lima tahun terakhir ini? Jawabannya singkat dan jelas dan tidak bertele-tele; tidak .

Permasalahan Masalah dalam makalah ini adalah: 1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadi banjir dikota pekanbaru? 2. Bagaimana mengatasi masalah drainase yang buruk dengan manajemen penaggulangan bajir yang terjadi akibat drainase yang buruk.?

Tujuan Makalah 1. Menjelaskan bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan banjir dikota Pekanbaru dari buruknya sisitem drainase yang ada. 2. Menjelaskan bagaimana mengatasi drainase yang buruk dengan melakukan evaluasi manajemen penanggulangan banjir dengan memperbaiki sistem drainase tersebut.

TINAJUAN PUSTAKA

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Berikut beberapa pengertian drainase : Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1) Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain : Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir. Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan.

Pengklasifikasian Saluran Drainase Macam saluran untuk pembuangan air dapat dibedakan menjadi : 1. Saluran Air Tertutup a. Drainase Bawah Tanah Tertutup, yaitu saluran yang menerima air limpasan dari daerah yang diperkeras maupun yang tidak diperkeras dan membawanya ke sebuah pipa keluar di sisi tapak (saluran permukaan atau sungai), ke sistem drainase kota. b. Drainase Bawah Tanah Tertutup dengan tempat penampungan pada tapak, dimana drainase ini mampu menampung air limpasan dengan volume dan kecepatan yang meningkat tanpa menyebabkan erosi dan kerusakan pada tapak. 2. Saluran Air Terbuka Merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran air terbuka ini jika ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Menurut asalnya, saluran dibedakan menjadi : a. Saluran Alam (natural), meliputi selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai saluran terbuka alamiah. b. Saluran Buatan (artificial), seperti saluran pelayaran, irigasi, parit pembuangan, dan lain-lain. Saluran terbuka buatan mempunyai istilah yang berbeda-beda antara lain : Saluran (canal) : biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu/tidak atau beton, semen, kayu maupu aspal. Talang (flume) : merupakan selokan dari kayu, logam, beton/pasangan batu, biasanya disangga/terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekan. Got miring (chute) : selokan yang curam. Terjunan (drop) : seperti got miring dimana perubahan tinggi air terjadi dalam jangka pendek.

Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. Terowongan Air Terbuka (open-flow tunnel) : selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit/gundukan tanah.

3. Saluran Air Kombinasi, dimana limpasan air terbuka dikumpulkan pada saluran drainase permukaan, sementara limpasan dari daerah yang diperkeras dikumpulkan pada saluran drainase tertutup. Pola Jaringan Drainase
Pola jaringan drainase terdiri dari enam macam, antara lain: 1. Siku Digunakan pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota. 2. Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri. 3. Grid iron Digunakan untuk daerah dengan sungai yang terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul. 4. Alamiah Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar. 5. Radial Digunakan untuk daerah berbukit, sehingga pola saluan memencar ke segala arah. 6. Jaring-jaring Mepunyai saluran-saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar. Pola jaring-jaring terbagi lagi menjadi 4 jenis : 1. Pola perpendicular. Adalah pola jaringan penyaluran air buangan yang dapat digunakan untuk sistem terpisah dan tercampur sehingga banyak diperlukan banyak bangunan pengolahan. 2. 2. Pola interceptor dan pola zone.Adalah pola jaringan yang digunkan untuk sistem tercampur. 3. 3. Pola fan Adalah pola jaringan dengan dua sambungan saluran / cabang yang dapat lebih dari dua saluran menjadi satu menuju ke sautu banguan pengolahan. Biasanya digunakan untuk sistem terpisah. 4. Pola radial Adalah pola jaringan yang pengalirannya menuju ke segala arah dimulai dari tengah kota sehingga ada kemungkinan diperlukan banyak bangunan pengolahan.

PERMBAHASAN

Belum Adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase Sampai dengan saat ini belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (grey water). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat. Pengaturan Fungsi Lahan Basah Belum adanya produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (wet land) misalnya bebas rawa, situ-situ, embung dan lain-lain. Seharusnya di atur apabila akan mengembangkan daerah-daerah tersebut, harus digantikan di daerah tangkapan air yang sama, sehingga tidak menambah aliran permukaan (run off). Pengendalian Debit Puncak Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampungan-penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atapatap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap. Kelengkapan Perangkat Peraturan Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah: Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan daerah resapan air, termasuk sanksi yang diterapkan. Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing. Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan daerah.

Penanganan Drainase Belum Terpadu Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya saja. UPAYA PENANGANAN MASALAH Upaya untuk mengatasi masalah-masalah drainase seperti tersebut diatas, adalah dengan upaya menangkal penyebab banjir yang ada seperti tersebut diatas dan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua hal utama, yaitu: Menerapkan Teknis Hidraulik Yang Benar Penerapan aspek hidraulik ini merupakan upaya untuk menangani masalah drainase yang diakibatkan karena keadaan alam yang ada. Penerapan teknik hidraulik dimaksud antara lain meliputi : 1. Kegiatan perencanaan agar selalu berpedoman pada kriteria hidrologi, kriteria hidraulika dan kriteria struktur yang ada. 2. Kegiatan pelaksanaan pembangunan, agar selalu berpedoman pada peraturan-peraturan pelaksanaan, spesifikasi administrasi, spesifikasi teknik dan gambar-gambar perencanaan yang ada. 3. Kegiatan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan agar selalu berpedoman pada criteria sistim drainase perkotaan dan peraturan-peraturan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang ada. Pembenahan Aspek Non Struktural Pembenahan aspek non struktural ini merupakan upaya penanganan pada permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia dalam pembangunan sistim drainase perkotaan. Pembenahan aspek dimaksud diantaranya meliputi: 1. Pemantapan perundangan dengan persampahan, perumahan, peil banjir, masterplan drainase, dan lain-lain. 2. Pemantapan organisasi pengelola yang ada, secara berkesinambungan. 3. Penyediaan dana yang mencukupi, baik untuk pembangunan maupun untuk biaya operasi dan pemeliharaan. 4. Peningkatan peranserta masyarakat dan peranserta swasta dalam penanganan drainase perkotaan, Dan lain-lain

PENUTUP

Sebagai penutup uraian tentang pengetahuan dasar tentang drainase perkotaan dan permasalahannya ini, maka perlu ditekankan bahwa permasalahan-permasalahan drainase yang diuraikan di atas akan sangat menentukan keberhasilan dalam penanganan drainase perkotaan Tekad untuk menangani permasalahan drainase tersebut di atas haruslah dilandasi oleh indikasi bahwa tingkat kebutuhan drainase perkotaan sudah sangat tinggi terutama pada kota-kota yang pesat perkembangannya, sehingga pada musim hujan tidak terjadi musibah banjir yang menimbulkan kerugian moril dan materil yang sangat besar dan tidak menimbulkan putusnya hubungan lalu lintas yang dengan sendirinya mengancam perputaran roda perekonomian kota tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Urban Drainase guidelines and technical Design standars, WSWCF 092/020 2. Tata cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan, SK SNI T071990F 3. Tata Cara Teknik Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, SK SNI T061990F 4. Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, SK SNI S14 1990-F

También podría gustarte