Está en la página 1de 16

BAB I PENDAHULUAN

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dan cacing pada kebanyakan bagian di dunia ini. Istilah protozoa digunakan untuk merujuk pada organisme infeksius dari divisi binatang, yaitu parasit. Protozoa merupakan organisme uniseluler yang mampu memperbanyak diri dalam hospesnya (1). Amubiasis merupakan suatu infeksi Entamoeba histolytica pada manusia dapat terjadi secara akut dan kronik . Manusia merupakan penjamu dari beberapa spesies amuba, yaitu Entamoeba histolytica, A. coli, E. ginggivalis,

Dientamoeba frigilis, Endolimax nana, Iodamoeba butclii. Diantara beberapa spesies amuba, hanya satu spesies yaitu Entamoeba histolytica yang merupakan parasit patogen pada manusia. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per oral melalui kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia E. histolytica mengadakan invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam traktus intestinalis, misalnya ke dalam duodenum, gaster, esofagus atau ekstraintestinalis, yaitu hepar (terutama), paru, perikardium, peritonium, kulit dan otak (1,2). Pada amebiasis hati dapat terjadi abses hati. Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik. Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi

Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat (2).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etiologi Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga diduga ada 2 jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Ada 3 bentuk bentuk E. Histolytica, yaitu bentuk minuta, bentuk kista, dan bentuk ketiga yaitu bentuk histolytica merupakan bentuk vegetatif yang dapat menimbulkan penyakit. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda bedasarkan kemampuannya

menimbulkan lesi pada hati (2,4). E.histolytica di dalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia. Infeksi amoeba pada amubiasis terjadi melalui kista parasit yang tertelan yang mengkontaminasi makanan atau minuman. Sedangkan tertelannya bentuk tropozoit tidak menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung. Kista ini berukuran 10-18 m, berisi empat inti, dan resisten terhadap keadaan lingkungan seperti suhu rendah dan kadar klorin yang biasa digunakan pada pemurniaan air, parasit dapat dibunuh dengan pemanasan 55 Setelah penelanan, kista yang resisten terhadap asam lambung dan enzim pencernaan, masuk dan pecah dalam usus halus membentuk delapan tropozoit

yang bergerak aktif, merupakan koloni dalam lumen usus besar dan dapat menimbulkan invasi pada mukosa, pada keadaan yang belum diketahui saat ini (4). Trofozoit mempunyai diameter rata-rata 20 m. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering atau asam. Tropozoit besar sangat aktif bergerak dan mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan dekstruksi jaringan.

sitoplasmanya terdiri atas zona luar yang jernih dan endoplasma dalam yang granuler padat, mengandung inti yang berbentuk sferis yang mempunyai kariosom sentral yang kecil dan bahan kromatin granuler yang halus. Endoplasma juga berisi vakuola, dimana eritrosit dapat ditemukan pada kasus amubiasis invasif. Lima spesies Amoeba nonpatogen lain yang dapat menginfeksi saluran

pencernaan manusia; E. coli, E. hartmanni, E. gingivalis, E. moshkovskii, dan E. Polecki (4). Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif (4,5).

2.2. Siklus Hidup 2.2.1. Enkistasi Secara alami perubahan tropozoit menjadi bentuk kista tidak terjadi di dalam jaringan. Tropozoit yang ada di dalam lumen kolon akan berkondensasi menjadi benda berbentuk sferis, yakni prekista yang kemudian dindingnya relatif tipis dan halus dilepaskan sehingga terjadilah kista muda. Pada stadium ini terdapat dua macam inklusi pada kista muda dan kista matang, yaitu inklusi glikogen dengan tepi yang samar-samar dan bahan yang refraktil, disebut kromatoid, yaitu benda yang dapat berbentuk batang panjang atau dapat juga pendek, biasanya dengan ujung bundar (4). Ukuran kista ini bervariasi dari 5-20 m. Bentuk kistanya biasanya sferis. Kista yang matang berisi 2 inti yang akan membelah menjadi 4 inti yang kecil. Selama proses pematangan vakuola glikogen akan dikeluarkan dan benda kromatoid menjadi makin kabur dan akhirnya menghilang. Trofozoit dalam tinja yang cair tidak akan menjadi kista setelah dikeluarkan dari dalam usus. Kadangkadang dalam tinja yang agak cair mungkin ditemukan prekista, kista berisi 1, berinti 2 dan kadang-kadang kista dengan 3 atau 4 inti. Dalam tinja dapat ditemukan kista yang matang (4 inti). Kista inilah yang akan menjadi sumber penularan untuk orang lain. Kista E. histolytica peka terhadap pembusukan, pengawetan dan temperatur di atas 4oC, tetapi dapat hidup di dalam lemari es (48oC) untuk beberapa hari, dan di dalam air dingin dengan kontaminasi bakteri yang minimum untuk beberapa minggu (4).

2.2.2. Ekskistasi Proses ini tidak dapat terjadi secara in-vitro, kecuali bila dalam suasana yang hampir mendekati keadaan dalam saluran cerna. Begitu kista masuk dalam mulut, akan terus masuk ke dalam lambung lalu usus kecil. Dalam lingkungan asam, kista tidak akan berubah tetapi bila lingkungan menjadi netral atau basa, amuba akan menjadi aktif. Juga karena pengaruh cairan lambung maka dinding kista menjadi lemah dan amuba dengan banyak intinya menjadi pusat metakista tropozoit. Dalam lingkungan yang tidak cocok untuk ekskistasi yaitu keluar di dalam usus kecil, kista akan dibawa ke usus besar dan kemudian dikeluarkan bersama tinja tanpa mengalami ekskistasi. Metakista tropozoit tidak akan berkembang biak dan menempel pada mukosa usus atau tersangkut di dalam kelenjar yang terdapat di dalam kripta usus. Bila amuba muda mulai tumbuh, mereka akan menjadi tropozoit yang normal dan lengkaplah siklus

perkembangannya (4).

2.3. Epidemiologi Prevalensi infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5% sampai 81% dengan frekuensi tertinggi terutama ada di daerah tropis yang mempunyai kondisi lingkungan yang buruk, sanitasi perorangan yang jelek, dan hidup dalam kemiskinan. Manusia adalah penjamu alamiah (natural host) dan reservoir utama E. histolytica, meskipun pernah dilaporkan terdapat juga pada anjing, kucing, babi dan ikan. Diduga bahwa 12% dari populasi seluruh dunia terinfeksi E. histolytica (sekitar 480 juta orang). Infeksi ini disertai dengan 50 juta

kasus penyakit simtomatik di seluruh dunia dan mortalitas 70.000-100.000 kematian per tahun; amubiasis adalah penyebab ketiga kematian karena infeksi parasit secara global. Disentri amuba yang disebabkan oleh invasi mukosa usus terjadi pada fraksi yang lebih kecil dan menetap dari individu yang terinfeksi dan jarang pada anak dibandingkan orang dewasa, demikian juga dengan penyebarannya. Disentri amuba terjadi kira-kira 1-17% dari subyek yang terinfeksi (4,6). Walaupun sangat endemik di Afrika, Amerika latin, India dan Asia Tengara, amubiasis tidak semata-mata terbatas pada daerah tropik. Di Amerika Serikat, amubiasis telah diperkirakan terjadi dengan prevalensi 1-4 % pada kelompok risiko tinggi tertentu, termasuk orang-orang yang diasramakan dengan lama (penyakit invasif jarang pada AIDS), anak dengan retardasi mental, pekerja yang berpindah-pindah, imigran (terutama Meksiko), laki-laki homoseksual dan kelompok sosioekonomi rendah di Amerika serikat selatan serta yang telah berpergian dari daerah endemik. Sebagian besar anak yang terinfeksi dengan E. histolytica masuk kedalam kelompok resiko ini (4). Pola infeksi bervariasi di berbagai bagian dunia. Misalnya, infeksi yang terdapat di India, Meksiko, atau Durban, Afrika Selatan tampak lebih virulen daripada infeksi dari lokasi lain. Namun definisi virulensi, strain geografis atau patogenisitas berbagai amuba tetap harus ditentukan. Makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan kista E. histolytica dan kontak langsung fekal-oral adalah cara infeksi yang paling sering. Air yang tidak diolah dan tinja manusia yang digunakan sebagai pupuk merupakan sumber infeksi penting. Pedagang

makanan yang mengidap kista amuba, dapat memainkan peran terhadap penyebaran infeksi. Kontak langsung dengan tinja yang terinfeksi juga dapat menyebabkan penularan dari orang ke orang (6).

2.4. Patogenesis Amubiasis dimulai dengan tertelannya bahan yang mengandung kista E. histolytica, kolonisasi oleh tropozoit terjadi di seluruh kolon, terutama di sekum dan kolon asendens, tetapi kurang pada rektosigmoid. Kolon transversum dan kolon desendens terkena bila semua kolon terkena infeksi. Sesudah periode waktu yang bervariasi dari beberapa hari sampai 30 tahun dapat terbentuk tropozoit yang berukuran 50 mm. Lesi pertama biasanya merupakan ulkus kecil dengan diameter 1 mm, yang meluas hanya pada mukosa muskularis. Stadium berikutnya ialah pembentukan ulkus yang lebih dalam, dapat berdiameter sampai 1 cm dan meluas ke submukosa. Kadang-kadang terjadi perforasi melalui serosa dengan akibat terjadinya peritonitis. Nekrosis dapat meluas tetapi biasanya sedikit sekali peradangan. Edema lebih intensif, tetapi mukosa di antara ulkus relatif normal, dan ini kontas terhadap enteritis karena bakteri dengan respons peradangan yang mencolok. Jika ulserasi lebih ekstensif, maka edema di sekeliling ulkus menjadi bersatu (confluent) dan mukosa menyerupai gelatin. Dapat terjadi suatu respons peradangan berbentuk jaringan granulasi tanpa fibrosis yang disebut ameboma. Kadang-kadang ameboma akan mengisi lumen menimbulkan striktura atau obstruksi (2,4,8).

Patogenisitas E. histolytica diyakini tergantung pada dua mekanisme yaitu kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung kontak oleh tropozoit, meliputi perlengketan (adherence), sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifikgalaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon. Juga telah dirumuskan bahwa amuba dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada membran sel-sasaran hospes. Bila tropozoit E. histolytica mengivasi sel mukosa usus, mereka menyebabkan penghancuran jaringan (tukak) dengan sedikit respon radang lokal karena kapasitas sitolitik organisme. Organisme memperbanyak diri dan menyebar ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada sekum, kolon transversum, dan kolon sigmoid (2,4). E. Histolytica kadang-kadang menyebar ke tempat-tempat ekstraintestinal lain seperti paru dan otak. Amuba dapat menghasilkan lesi litik yang serupa jika mereka mencapai hati. Amuba menyebar ke hati yang terjadi pada 50% kasus amubiasis fulminan. Abses amuba hati terjadi lebih sering pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 16:1. Ini lebih sering terjadi pada orang dewasa, tetapi pernah dilaporkan terjadi pada anak umur 4 bulan. Abses bervariasi dari lesi mikroskopik sampai nekrosis yang masif pada 90% bagian hati. Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste, berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial,

cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Abses selalu bebas dari kontaminasi bakteri. Tidak ada sel radang, jadi cairan tidak dapat disebut sebagai pus. Cairan bersifat asam dengan pH bervariasi antara 5,2-6,7. Amuba didapatkan pada dinding abses dan jarang didapatkan pada cairan abses sehingga evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar (2,4). Lobus hati bagian kanan terkena abses amuba 6 kali lebih sering daripada lobus kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Abses pada lobus bagian kanan dapat mengalami perforasi dan menyerang diafragma atau rongga toraks. Abses pada lobus kiri dapat menimbulkan efusi perikardial yang lebih jarang dari pada efusi pleura (4).

2.5. Manifestasi Klinis Ada 2 bentuk penampilan yaitu ada yang akut dan ada pula yang kronik. Umumnya penderita akan mengeluh nyeri perut sebelah kanan yang terasa seperti ditusuk-tusuk. Panderita akan membungkuk sambil memegang daerah yang nyeri. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke daerah kanan bawah bila disertai iritasi

diafragma. Bila terjadi perforasi abses ke paru, penderita akan mengeluh batuk dengan dahak yang berwarna coklat. Kadang-kadang disertai diare, sedangkan panas hampir selalu menyertai penyakit ini. Terdapat tanda khusus, yaitu nyeri tekan di daerah interkostal bawah lateral bila ditekan oleh 1 jari (disebut tanda ludwig) (2). Abses amuba hati merupakan manifestasi yang sangat serius dari infeksi yang meluas dan merupakan amubiasis invasif kedua terbanyak yang terjadi pada 1-7% kasus anak dengan amubiasis invasif. Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri dan demam. Nyeri biasanya terlokalisir di kuadran kanan atas, tapi mungkin dapat juga di daerah epigastrium. Pada keadaan akut, gejala dapat timbul kurang dari 10 hari sejak terinfeksi disertai demam yang tinggi sedangkan yang kronik dapat beberapa minggu sampai bulan, dengan demam yang tidak begitu tinggi. Banyak penderita yang mengalami ikterus ringan dan ada beberapa yang disertai asites (4).

2.6. Diagnosis Dari anamnesis ditemukan keluhan terutama di daerah hipokondrium kanan. Suhu meningkat dan sering disertai kenaikan hitung lekosit (10.00020.000/mm3). Pendertita berjalan khas, membungkuk dengan tangan memegang bagian yang sakit. Pada pemeriksaan fisik, dapat teraba hepar yang lembut di kuadran kanan atas abdomen. Hati biasanya teraba pada amubiasis kronik, tapi hanya 1/3 atau kurang pada kasus akut. Lebih kurang 50% dari kasus didapatkan pemeriksaan fisik yang abnormal pada dasar paru kanan, seperti peningkatan batas

diafragma kanan dan atelektasis pada lobus kanan bawah atau efusi pleura dapat juga terjadi. Pada beberapa penderita dapat terjadi abses pada lobus kiri hati, pada pemeriksaan fisis teraba hepar yang lembut dan nyeri epigastrium dan kelainan di dasar paru kiri (2,4). Uji faal hati menunjukkan nilai yang berada dalam batas normal, tetapi pada keadaan yang berat dapat disertai penurunan kadar albumin dan peninggian kadar globulin. Kadang-kadang disertai dengan diare dan tinja berdarah. Pada amebiasis hati, E. Histolytica ditemukan sekitar 40% di dalam tinja. Pemeriksaan radiologis menunjukkan peninggian diafragma kanan dan terlambat dalam pergerakkan, kecuali bila abses berada di lobus kiri. Pemeriksaan liver scanning dengan mempergunakan bahan radioaktif akan memperlihatkan daerah

pengosongan filling defect. Dengan pemeriksaan ultrasonografi akan ditemukan daerah kosong (sinolusen) (2). Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler (8): 1. Pembesaran hati yang disertai nyeri tekan. 2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba. 3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis. 4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong. 5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi. 6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect". 7. "Amoeba Hemaglutination" test positif

2.7. Diagnosis Banding Hepatitis infeksiosa, biasanya suhu tidak sangat tinggi dan tidak ada leukositosis, tanda ludwig negatif dan pada pemeriksaan radiologis tidak ditemukan peninggian diafragma (2). Pneumonia dan empiema, biasanya tidak disertai pembesaran hati. Abses piogenik, sering disertai leukositosis yang sangat tinggi. Neoplasma hepar yang dapat diketahui dengan pemeriksaan USG (2,4).

2.8. Penatalaksanaan Sebaiknya penderita abses hati dirawat. Metronidazol merupakan obat pilihan, digunakan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, biasanya diberikan selama 10 hari. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadang-kadang dapat terjadi (2). Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami

komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon

yang resisten.Pengobatan dengan dehidroemetin sekarang sudah jarang dipakai, karena obat ini toksik terhadap otot jantung (2,4). Bila dengan pemberian obat-obatan ini belum ada perbaikan, hendaknya dipertimbangkan untuk melakukan aspirasi abses dengan jarum panjang yang berdiameter 1-2 mm. Aspirasi dengan pembedahan dilakukan pada abses multipel (2).

2.9. Prognosis Abses amuba hati terjadi pada 1% kasus amubiasis usus dan case fatality rate (CFR) nya sebesar 10-15%, bila terjadi ruptur ke dalam rongga pleura maka angka kematian menjadi 120%. Pada kasus abses amuba hati dapat terjadi penyulit perikarditis amuba (0,2-2,8% dengan CFR 40%) (4).

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Amebiasis hati merupakan komplikasi ekstraintestinal investasi parasit Entamoeba histolytica. Pada amebiasis hati dapat terjadi abses hati dimana cairan abses bersifat steril dan tidak berbau. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, hepatomegali, dan ikterus. Diagnosis yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Terapi yang diberikan adalah antiamoeba, aspirasi cairan abses, drainase, laparatomi dan hepatektomi. Abses hepar dapat disembuhkan bila ditangani dengan cara yang tepat dalam waktu yang secepatnya, oleh karenanya sangatlah penting untuk dapat mendiagnosanya sedini mungkin.

Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Infomedika, 2007. 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006. 3. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2004 4. Christophers Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company. 1960; 797-799 5. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar: www.ejournal.unud.ac.id. 6. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008. 7. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com 8. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id. 9. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane: www.pubmedcentral.nih.gov 2005

También podría gustarte