Está en la página 1de 13

TUGAS PRESENTASI KASUS NEURODERMATITIS SIKUMSKRIPTA

Tutor:

Tutor : dr. Ismiralda Oke Putranti Sp.KK

Disusun Oleh: KELOMPOK A3

Apsopela Sandivera G1A009007

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO

2012

I. PENDAHULUAN

Neurodermatitis Sirkumskripta atau juga dikenal sebagai Liken Simpleks Kronikus adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi merupakan pola yang terbentuk dari respon kutaneus akibat garukan dan gosokan yang berulang dalam waktu yang cukup lama. Likenifikasi timbul secara sekunder dan secara histologi memiliki karakteristik berupa akantosis dan hiperkeratosis, dan secara klinis tampak berupa penebalan kulit, dengan peningkatan garis permukaan kulit pada daerah yang terkena sehingga tampak serperti kulit batang kayu (Susan, 2008). Tidak ada kematian yang disebabkan oleh Liken Simpleks Kronis. Intensitas gatal pada Liken Simplek Kronis adalah ringan hingga sedang, namun gatal yang paroksismal dapat terjadi dan hal ini hanya dapat diatasi oleh pasien dengan garukan atau gosokan dengan intensitas sedang hingga berat. Gatal biasanya dikatakan lebih parah pada saat periode dimana pasien tidak ada aktivitas, seperti pada waktu tidur dan pada saat malam (Sularsito, S. A. dan Djuanda, S., 2006). Sentuhan dan stress emosional juga dapat memicu gatal. Gangguan secara langsung akibat lesi pada Liken Simpleks Kronis dirasa sedikit oleh pasien; pasien lebih mengeluhkan menurunnya kualitas tidur yang mempengaruhi fungsi motorik dan mental. Lesi pada Liken Simpleks Kronis dapat terinfeksi secara sekunder akibat ekskoriasi yang terjadi akibat garukan (Sularsito, 2006). Neurodermatitis Sirkumskripta berlangsung secara kronis dan secara epidemiologi lebih banyak menyerang kelompok dewasa yang berusia antara 3050 tahun. Namun pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita neurodermatitis sirkumskripta pada onset usia yang lebih muda, yaitu rata-rata 19 tahun. Selain itu, neurodermatitis sirkumskripta terjadi lebih sering pada wanita dibanding laki-laki dengan insidensi lebih banyak pada kelompok ras Asia dan kelompok ras asli Amerika (Odom, 2000).

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi Neurodermatitis Sirkumskripta atau dikenal sebagai Liken Simpleks Kronik adalah penebalan kulit dengan garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu (likenifikasi) yang timbul secara sekunder akibat garukan atau gosokan berulang dalam waktu yang cukup lama. Liken Simpleks Kronis bukan merupakan proses primer melainkan sekunder ketika seseorang mengalami sensasi gatal (pruritus) pada daerah kulit spesifik dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasari sehingga mengakibatkan trauma mekanis yang berakhir pada likenifikasi (Hogan et al., 2011).

B.

Etiologi dan Predisposisi 1. Etiologi Neurodermatitis Sirkumskripta atau dikenal sebagai Liken Simpleks Kronik adalah penebalan kulit dengan garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu (likenifikasi) yang timbul secara sekunder akibat garukan atau gosokan berulang dalam waktu yang cukup lama. Liken Simpleks Kronis bukan merupakan proses primer melainkan sekunder ketika seseorang mengalami sensasi gatal (pruritus) pada daerah kulit spesifik dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasari sehingga mengakibatkan trauma mekanis yang berakhir pada likenifikasi (Hogan et al., 2011) 2. Predisposisi a. Hipotesis mengenai pruritus sebagai faktor pencetus tingginya frekuensi menggaruk dan menggosok kulit dapat disebabkan oleh karena penyakit yang mendasari misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin,

hipertiroidia, dermatitis atopik, DKA, gigitan serangga, dan aspek psikologik serta tekanan emosi (Djuanda, et al., 2006).

b. Jenis kelamin Angka kejadian neurodermatitis sirkumkripta pada wanita lebih banyak dibanding pria (Siregar, 2004). c. Umur Angka kejadian neurodermatitis sirkumkripta pada dewasa lebih banyak dibanding anak anak (Siregar, 2004). d. Kebangsaan Orang berkebangsaan Asia lebih tinggi insidensi maupun prevalensinya dibanding orang Amerika (Siregar, 2004). e. Orang dengan ketegangan jiwa dan sedang mengalami tekanan emosional (Marwali, 2000) f. Gaya hidup Gaya hidup seperti perokok pasif, mendapat paparan alergen seperti debu, bahan- bahan pakaian yang dapat mengiritasi kulit, dan keadaan yang sering mengakibatkan berkeringat dapat menjadi pencetus dari penyakit neurodematitis

sirkumkripta (Susan, et al., 2008, Odom, et al., 2000).

C.

Patogenesis Etiologi pasti neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui, namun diduga pruritus memainkan peranan karena pruritus berasal dari pelepasan mediator atau aktivitas enzim proteolitik. Disebutkan juga bahwa garukan dan gosokan mungkin respon terhadap stres emosional. Selain itu, faktor gaya hidup seperti perokok pasif, mendapat paparan alergen seperti debu, bahan- bahan pakaian yang dapat mengiritasi kulit, dan keadaan yang sering mengakibatkan berkeringat (Susan, et al., 2008, Odom, et al., 2000). Keadaan berisiko menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga penderita sering menggaruknya. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit. Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit (Susan, et al., 2008, Odom, et al., 2000).

Liken simpleks kronis ditemukan pada regio yang mudah dijangkau tangan untuk menggaruk. Sensasi gatal memicu keinginan untuk menggaruk atau menggosok yang dapat mengakibatkan lesi yang bernilai klinis, namun patofisiologi yang mendasarinya masih belum diketahui (Susan, et al., 2008, Odom, et al., 2000). Beberapa jenis kulit lebih rentan mengalami likenefikasi, contohnya kulit yang cenderung ekzematosa seperti dermatitis atopi dan diathesis atopi. Terdapat hubungan antara jaringan saraf perifer dan sentral dengan sel-sel inflamasi dan produknya dalam persepsi gatal dan perubahan yang terjadi pada liken simpleks kronis. Hubungan ini terutama dalam hal lesi primer, faktor fisik, dan intensitas gatal (Susan, et al., 2008, Odom, et al., 2000).

D.

Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis Keluhan dan gejala dapat mucul dalam waktu hitungan minggu sampai bertahun-tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal. Rasa gatal ini bila timbul pada malam hari dapat mengganggu tidur, namun rasa gatal ini memang tidak terjadi terus menerus. Selain serangan paroksismal, dapat juga terjadi secara terus menerus, atau spasmodik. Penderita merasa enak bila digaruk, setelah timbul luka, rasa gatal akan berubah menjadi nyeri. Tidak terdapat riwayat atopi dan penyakit ini sering dijumpai pada dewasa dan wanita. Keluhan rasa gatal ini timbul terutama karena stress emosional dan berkeringat (Siregar, 2004; Djuanda, et al., 2006; Steward, 2010). 2. Pemeriksaan Fisik Liken simpleks kronik memiliki efloresensi berupa

likenifikasi, papul, skuama, dan hiperpigmentasi. Pada lesi yang sudah lama, kulit akan menebal dan mengalami hipopigmentasi. Lesi berbatas tegas. Secara klinis, selain likenifikasi, bentuknya dapat pula berupa papula besar yang disebut Prurigo nodularis.

Lesi yang sudah lama akan mengalami hiperpigmentasi dan di tengahnya hipopigmentasi (Djuanda, et al., 2006). Biasanya, lesi dijumpai pada satu tempat namun bisa pula terjadi pada beberapa tempat. Area predileksi neurodermatitis sirkumskripta (Gambar 2.1) antara lain berada di tengkuk, occiput, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki dan punggung kaki, skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum dan vulva, juga diatas alis atau kelopak mata dan periauricle (Stewart, et al., 2010).

Gambar 2.1 Daerah predileksi Neurodermatitis Sirkumskripta (Stewart, 2010) Pada stadium awal kelainan kulit yang terjadi dapat berupa eritem dan edema atau kelompok papul, selanjutnya karena garukan berulang, bagian tengah menebal, kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi. Ukuran lesi lentikular sampai plakat, bentuk umum lonjong atau tidak beraturan. Kemudian lesi juga dapat berupa plak solid dengan likenifikasi, seringkali disertai papul kecil di tepi lesi, dan berskuama tipis. Kulit yang mengalami

likenifikasi teraba menebal, dengan garis-garis kulit yang tegas dan meninggi, serta dapat pula disertai eskoriasis. Warna lesi biasanya merah tua, kemudian menjadi coklat atau

hiperpigmentasi hitam. Distribusi lesi biasanya tunggal (Hogan, et al., 2011). Khusus pada pasien dengan etnis kulit hitam, likenifikassi dapat diasumsikan dengan tipe pola yang khusus, tidak ada plak solid, namun likenifikasinya terdiri atas papul-papul likenifikasi kecil dengan variasi ukuran 2 s.d 3mm.

Gambar 2.2. Pada regio cruris dextra, tampak plak hiperpigmentasi dan hipopigmentasi soliter, bentuk oval, batas tegas, permukaan likenifikasi, tepi permukaan ditutupi skuama sedang selapis warna putih. Menurut Djuanda, et al (2006), terdapat dua jenis liken simpleks kronik berdasarkan lesi dan area predileksi, antara lain a. Liken simpleks nukhe : di belakang leher, sering pada wanita bila stress dan digaruk b. Likenifikasi raksasa (Patruier) : sering terjadi pada orang tua. Garukan akan merangsang pembentukan satu atau lebih benjolan besar yang disertai gatal. Lokasinya adalah bokong, paha, dan ketiak. Tidak ditemukan di badan. Gatal tidak terus menerus, hanya bila ada stress emosional.

3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan histopatologi Perubahan histopatologi likenifikasi pada Neurodermatitis Sirkumskripta bervariasi tergantung dari lokasi dan durasinya. Paling sering ditemukan akantosis dan hiperkeratosis dengan berbagai tingkatan. Rete ridges tampak memanjang dengan semua komponen epidermis mengalami hiperplasia. Dermis bagian papil dan sub-epidermal mengalami fibrosis dan terdapat pula serbukan infiltrat radang kronis dan limfa histiosit di sekitar pembuluh darah. Pada lesi yang sudah sangat kronis, khususnya pada likenifikasi yang gigantik (sangat besar), akantosis dan hiperkeratosis dapat dilihat secara gross, dan rete ridges tampak ireguler namun tetap memanjang dan melebar (Burgin, S. 2008).

Gambar

2.3

Perubahan

histopatologi

pada

likenifikasi

Neurodermatitis Sirkumskripta (Hogan et al., 2011).

b. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%, dipanasi sebentar tidak sampai mendidih. Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan diagnosis diferensial yaitu tinea korporis. Jika ditemukan hifa, maka dapat disebut tinea korporis (Siregar, 2004; Djuanda et al., 2006).

c. Pemeriksaan eosinofil darah tepi dan imunoglobulin E seperti uji tempel, uji gores, dan uji tusuk. Pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan Prurigo nodularis dan Dermatitis Kontak Alergi (Siregar, 2004). d. Biopsi mungkin dapat bermanfaat dalam menemukan

gangguan pruritus primer yang telah menyebabkan timbulnya likenifikasi sekunder yang terjadi, seperti psoriasis (Hogan et al., 2011).

E.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer adalah menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-menerus. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memotong kuku pasien, memberikan antipruritus, glukokortikoid topikal atau intralesional, atau produk-produk tar, konsultasi psikiatrik, dan mengobati pasien dengan cryoterapi, cyproheptadine, atau capsaicin (Hunter, 2002). 1. Medikamentosa a. Kortikosteroid Kortikosteroid topikal sampai saat ini masih merupakan pilihan pengobatan. Pemberiannya akan lebih efektif jika diaplikasikan kemudian dibalut dengan perban oklusif kering. Yang menjadi pilihan adalah kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti Clobetassol Propionat, Diflorasone Diasetat, atau

bethamethason dipropionat. Pemberian kortikosteroid berupa Triamcinolone injeksi secara Intralesi, biasanya sangat efektif (3mg/ml). Namun harus sangat diperhatikan karena pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan atrophy (Hogan, et al., 2011; Siregar, 2004). b. Preparat Tar Kombinasi 5% crude coal tar dalam pasta zinc oxide ditambah kortikosteroid kelas II kemudian dibalut dengan perban oklusif

kering, akan efektif jika diaplikasikan pada daerah-daerah yang optimal misalnya lengan, dan kaki Siregar, 2004). c. Perban Oklusif Preparat kortikosteroid biasanya diberikan pertama, kemudian diikuti dengan perban oklusif. Jika diberikan perban oklusif saja (tanpa kortikosteroid), juga dapat bermanfaat untuk mencegah pasien menggaruk lesinya dan merupakan tindakan yang efektif mengingat kebiasan menggaruk pada pasien neurodermatitis sirkumskripta adalah tindakan reflex dan kebiasaan yang tidak disadari (Hogan, et al., 2011). d. Antihistamin Pemberian topikal, salep Doxepin 5%, krim capsaicin, atau salep tacrolimus dapat bersifat efektif dan signifikan pada beberapa pasien dan dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Namun penggunaan antihistamin topikal ini dapat menyebabkan efek samping ringan berupa sensasi pusing. Pemberian antihistamin oral secara luas digunakan untuk mengurangi keluhan pruritus namun peran dan keuntungannya dalam mengatasi pruritus lokal sangat rendah. 2. Non medikamentosa a. Menghindari garukan dan gosokan Terapi neurodermatitis sirkumskripta bertujuan untuk memutus itch-scratch cycle, karena pada dasarnya tindakan menggaruk lesi yang terasa gatal justru akan memperberat lesi, dan memperberat gatal yang dirasakan. Penyebab sistemik dari gatal harus diidentifikasi. Hal ini lah yang menyebabkan penatalaksanaan Dermatitis Sirkumskripta menjadi sangat sulit. Harus dijelaskan berkali-kali untuk tidak menggaruk atau menggosok lesi nya. (Hogan, et al., 2011;

b. Menghindari faktor pencetus Faktor pencetus yang banyak mempengaruhi pruritus dan dapat memperparah likenifikasi antara lain : 1) Tekanan emosional dan stress (Marwali, 2000). Hal ini dapat dikurangi dengan meningkatkan keterbukaan dengan lingkungan dan merilekskan diri. 2) Gaya hidup seperti perokok pasif, mendapat paparan alergen seperti debu, bahan- bahan pakaian yang dapat mengiritasi kulit, dan keadaan yang sering mengakibatkan berkeringat dapat menjadi pencetus dari penyakit

neurodematitis sirkumkripta (Susan, et al., 2008, Odom, et al., 2000). 3) Gigitan serangga (Siregar, 2004) Mencegah gigitan serangga dengan memakai baju panjang dan perlindungan diri terutama saat berkebun.

F.

Prognosis Secara umum prognosis penyakit ini baik namun bergantung pada stres psikis dan faktor pencetus seperti udara panas, kelembaban, maupun iritasi kulit atau alergi (Djuanda, et al., 2006).

G.

Komplikasi Neurodermatitis sirkumskripta dapat menjadi lesi yang persisten dan bersifat berulang. Eksaserbasi dapat terjadi bila dipicu adanya respon terhadap stres emosional (Marwali, 2000).

III.

KESIMPULAN

1.

Neurodermatitis sirkumkripta (Likens Simple Kronik) merupakan suatu dermatitis dengan penebalan kulit dari jaringan tanduk (likenifikasi) karena garukan atau gosokan yang berulang.

2.

Efloresensi lain yang nampak adalah papula miliar, hiperpigmentasi, dan kadang kadang ekskoriasi. Kebanyakan lesi hanya terdapat pada satu tempat namun dapat juga terjadi pada beberapa tempat Lokasi predileksi antara lain punggung, leher, ekstremitas, pergelangan tangan dan kaki, serta bokong

3.

Etiologi penyakit ini masih belum diketahui secara pasti namun terdapat beberapa hipotesis yaitu dikarenakan oleh pruritus sebagai faktor pencetus tingginya frekuensi menggaruk dan menggosok kulit di mana sensasi gatal dapat disebabkan oleh adanya penyakit yang mendasari misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, dermatitis atopik, DKA, gigitan serangga, dan aspek psikologik serta tekanan emosi.

4.

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan terutama untuk menyingkirkan diagnosis diferensial, antara lain pemeriksaan kerokan KOH 10%, biopsi kulit, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan imunoglobulin E, dan pemeriksaan eosinophil.

5.

Terapi yang diberikan kepada penderita neurodermatitis sirkumkripta terdiri atas terapi medikamentosa dan non medikamentosa di mana keseluruhannya bertujuan untuk menurunkan rasa gatal (pruritus) sehingga garukan dan gosokan dapat diminamilisir.

6.

Secara keseluruhan prognosis baik namun tetap bergantung pada penyabab pruritus yang mendasari dan status psikologik penderita

dan memanjang Fibrosis vertikal dan kolagen pada papila dermis

IV.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta Hogan D J, Mason S H. Lichen Simplex Chronicus. Diakses dari www.emedicine.com 17 Desember 2012 pukul 16.00 WIB. Marwali, Harahap. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta Odom RB, James WD, Berger TG. 2000. Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. WB Sounders : Philadelphia Rajalakshmi R, Thappa DM, Jaisankar TJ, et al. 2011. Lichen simplex chronicus of anogenital region: A clinico-etiological study. Indian J Dermatol Venereol Leprol; 77(1):28-36. Saputra, Ade. 2011. Neurodermatitis Sirkumskripta. Fakultas Kedokteran Unsri : Palembang Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi Kedua. EGC : Jakarta Stewart KM. 2010. Clinical care of vulvar pruritus, with emphasis on one common cause, lichen simplex chronicus. 28(4):669-80. Sularsito SA, Djuanda Suria. Neurodermatitis sirkumskripta. Dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2006:147-148 Susan Burgin, MD. 2008. Dermatology in general medicine, 7th ed. Mc Graw Hill: New York

También podría gustarte