Está en la página 1de 12

PENGARUH PUPUK ORGANIK PADA PERTUMBUHAN BIBIT TEMBAKAU VIRGINIA DI PESEMAIAN MODEL TRAY Arlian Wahyu Wijaya *) Prof.

DR. Ir. Husni Thamrin Sebayang, MS **), Dr. Ir Agung Nugroho, MSc **) Ir. Anik Herwati, MP ***) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ABSTRACT
Tobacco (Nicotiana tabacum L.) is an important industrial plant in Indonesia. The growth of seed influence by plant media, and by using organic fertilizer as plant media can increase the quality of seed. Seedling with tray model can decrease the competition of seed growth. The objectives in this research are to study the kind of organic fertilizer on the seed growth of Nicotiana tabacum L. var Virginia and get the precise composition of organic fertilizer on the seed growth of Nicotiana tabacum L. var Virginia. The research was conducted from April 2008 till June 2008 in screen house at Tegalweru, Dau Malang. The tools used in the research are: tray box (35x55) cm, ruler, analytic scale, petri dish, germinator, leaf area meter and oven. The materials used in the research are: Nicotiana tabacum L. var Virginia plant seed, chicken manure, bokashi, compost, sand, soil, plastic and furadan. The research uses simple Randomized Group Design (RAK), consists of 7 treatments, replicated 3 times. The treatments are D0= Without organic fertilizer (as control), D1= Soil : Manure (1:1), D2= Soil : Bokashi (1:1), D3= Soil : Compost (1:1), D4= Soil : Manure : Bokashi (1:1:1), D5= Soil : Manure : Compost (1:1:1), D6= Soil : Bokashi : Compost (1:1:1). The result shown that using bokashi organic fertilizer with composition soil : bokashi (1:1), giving the highest in all of growth variables for Virginia tobacco seedling in tray model. Key word : Tobacco (Nicotiana tabacum L.), organic fertilizer.

ABSTRAK
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) ialah tanaman industri dengan nilai perekonomian yang cukup tinggi di Indonesia. Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh media tanam, dan dengan penggunaan pupuk organik sebagai media tanam dapat meningkatkan kualitas bibit. Pembibitan dengan menggunakan tray dapat mengurangi kompetisi pada pertumbuhan bibit. Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari dan mengetahui jenis pupuk organik yang tepat pada pertumbuhan bibit tembakau Virginia (Nicotiana tabacum L.) dan memperoleh komposisi pupuk organik yang paling tepat untuk pertumbuhan bibit tembakau Virginia (Nicotiana tabacum L.). Penelitian telah dilaksanakan mulai April 2008 hingga Juni 2008 di rumah plastik Desa Tegal Weru, Kecamatan Dau, Malang. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi: kotak semai model tray (35x55) cm, penggaris, timbangan analitik, cawan petri, germinator, leaf area meter dan oven. Bahan yang digunakan meliputi: benih tembakau Virginia, pupuk kandang ayam, bokashi, kompos, pasir, tanah, plastik dan furadan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dengan 7 perlakuan dan diulang 3 kali. Perlakuan tersebut antara lain: (D0)= tanah tanpa pupuk organik (sebagai perlakuan kontrol), D1= tanah : pupuk kandang ayam (1:1), D2= tanah: bokashi (1:1), D3= tanah : kompos (1:1), D4= tanah : pupuk kandang ayam : bokashi (1:1:1), D5= tanah : pupuk kandang ayam : kompos (1:1:1), D6= tanah : bokashi : kompos (1:1:1). Hasil dari penelitian ialah penggunaan pupuk organik bokashi dengan komposisi tanah : bokashi (1:1), memberikan pengaruh paling baik pada semua variabel pertumbuhan bibit tembakau Virginia di pesemaian model tray. Kata kunci : tembakau (Nicotiana tabacum L.), pupuk organik

*) Alumni Jur. BP. FP. UB., Malang **), Staf pengajar Jur. BP. FP. UB., Malang ***), Staf Balittas Malang

PENDAHULUAN Tembakau Virginia (Nicotiana tabacum L.) ialah tanaman industri dengan nilai perekonomian yang cukup tinggi di Indonesia. Tembakau selain sebagai sumber pendapatan petani, secara tidak langsung juga mampu menunjang penyerapan tenaga kerja dan sumber pemasukan negara melalui cukai produk rokok. Untuk memenuhi kebutuhan tembakau dalam negeri serta menguntungkan petani diperlukan tembakau yang berkualitas dan produktivitasnya tinggi. Berhasilnya pengelolaan tembakau berproduktivitas dan bermutu yang tinggi hingga pada panen dan prosesing tergantung pada banyak faktor, misalnya bibit yang sehat dan kuat, keseragaman pertanaman, iklim pada saat pengelolaan tanah maupun pemeliharaan tanaman (Ragapadmi, 1993). Willem (1994) menyatakan bahwa fase bibit sangat penting pada pertumbuhan tembakau. Usaha untuk memperoleh bibit tembakau yang berkualitas ialah dengan menggunakan sistem tray. Dengan sistem atau model tray, diusahakan tidak ada persaingan antar bibit, karena cadangan makanan sudah ada per lubang tanam. Di samping itu, resiko kekeringan akar dan kematian pada waktu transplanting ke lahan dapat ditekan. Karena waktu pencabutan, semua akar dapat tercabut dan dalam keadaan tanah masih menempel pada akarnya. Bibit yang kuat, sehat dan seragam diperlukan untuk menunjang pertumbuhan selanjutnya di lapang. Pertumbuhan bibit dalam lubang tray sangat dipengaruhi oleh media tumbuh. Unsur hara pada media tersebut haruslah seimbang untuk mendapatkan bibit yang berkualitas. Oleh karena itu, pupuk organik pada sistem pembibitan memegang peranan yang penting. Tanah ialah media pokok dalam pembibitan. Tanah diperlukan karena di dalamnya tersedia berbagai macam unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan tanaman. Sedangkan pasir

diperlukan untuk mengatur porositas tanah, oksigen dan air yang tersedia. Agar tanah tetap remah dan gembur dipakai pupuk organik. Komposisi yang dipergunakan dalam pembibitan tembakau biasanya tanah : pasir : pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (Suwarso, 1995). Tetapi upaya untuk mengembangkan komposisi media pembibitan tembakau yang ideal masih terus diusahakan, misalnya dengan menambah pupuk atau bahan organiknya. Apalagi dengan memakai variasi bahan organik misalnya pupuk kandang ayam, kompos, dan bokashi atau jenis yang umum yang mudah ditemui di masyarakat. Sesuai dengan usaha pembangunan pertanian berwawasan lingkungan, penggunaan bahan atau pupuk organik tersebut dapat mensuplai unsur hara yang dianjurkan. Penggunaan pupuk organik pada media pembibitan tembakau secara fisik berarti membantu media menjadi gembur sehingga akar tumbuhan dapat tumbuh dengan leluasa. Di samping itu komposisi yang ada pada bahan atau pupuk organik tentunya akan mampu meningkatkan pertumbuhan bibit tembakau. Dengan mengetahui pengaruh pupuk organik dan dosis yang tepat dalam pembibitan tembakau di pesemaian tray diharapkan akan menjadikan dasar bagi peningkatan penyediaan bibit tembakau yang berkualitas. Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah : 1) Mempelajari dan mengetahui jenis pupuk organik yang tepat pada pertumbuhan bibit tembakau Virginia (Nicotiana tabacum L.), 2) Memperoleh komposisi pupuk organik yang paling tepat untuk pertumbuhan bibit tembakau Virginia (Nicotiana tabacum L.). Hipotesis yang diajukan ialah : 1) Penggunaan pupuk organik yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan bibit tembakau (Nicotiana tabacum L.) dan 2) Penggunaan komposisi pupuk organik bokashi dan tanah dengan perbandingan (1:1) memberikan hasil yang paling baik pada

pertumbuhan bibit tembakau (Nicotiana tabacum L.).

Virginia

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Desa Tegal Weru, Kecamatan Dau, Malang sejak bulan April hingga bulan Juni 2008. Bahan tanam yang digunakan ialah benih tembakau var. Virginia. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana yang diulang 3 kali, dan 7 (tujuh) kombinasi perlakuan: (D0) = tanah (sebagai perlakuan kontrol), (D1) = tanah: pupuk kandang ayam (1:1), (D2) = tanah : bokashi (1:1), (D3) = tanah: kompos (1:1), (D4) = tanah: pupuk kandang ayam: bokashi (1:1:1), (D5) = tanah : pupuk kandang ayam : kompos (1:1:1) dan (D6) = tanah: bokashi: kompos (1:1:1). Pengamatan secara destruktif dilakukan dengan mengambil tiga tanaman contoh untuk setiap kombinasi perlakuan dengan variabel tinggi bibit, luas daun, panjang akar, bobot basah bibit dan bobot kering bibit, dan yang dilakukan pada hari ke 21, 27, 33, 39 dan 45. Pengamatan secara non-destruktif meliputi jumlah daun, panjang daun dan lebar daun. Selain itu juga dilakukan pengamatan penunjang meliputi analisis pupuk organik, analisis tanah awal dan analisis media akhir. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Bila terdapat interaksi atau pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji perbandingan diantara perlakuan dengan menggunakan uji BNT pada p= 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Variabel pengamatan yang diamati secara non-destruktif 1.1 Jumlah daun Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh tidak nyata pada jumlah daun bibit tembakau, pada hari ke - 21, ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45.

1.2 Panjang daun Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada panjang daun bibit tembakau, pada hari ke - 21 , ke - 27, ke - 33, ke - 39 dan ke - 45. Rata-rata panjang daun akibat pengaruh jenis dan komposisi pupuk organik pada berbagai umur pengamatan disajikan dalam tabel 1. Pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa perlakuan D0, D2, D3, D4, D5 dan D6 nyata meningkatkan panjang daun dibandingkan dengan perlakuan D1. Perlakuan D2 menghasilkan panjang daun terpanjang dibandingkan dengan perlakuan D0, D3, D4, D5 dan D6. Pada hari ke 21 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan panjang daun 0.97 cm dan 1.57 cm, nyata menurun sebesar 58.4% dan 32.6% dibandingkan dengan perlakuan D0. Perlakuan D4 menghasilkan panjang daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 panjang daunnya 2.93 cm, 3.03 cm dan 5.03 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 25.8%, 30% dan 115.9% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan panjang daun 1.27 cm dan 2.40 cm, nyata menurun sebesar 66% dan 35.7% dibandingkan dengan perlakuan D0. Perlakuan D4 menghasilkan panjang daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D6, D3 dan D2 panjang daunnya 4.53 cm, 4.67 cm dan 8.83 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 21.4%, 25.2% dan 136.7% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan panjang daun 1.80 cm dan 3.47 cm, nyata menurun sebesar 61.7% dan 26.2% dibandingkan dengan perlakuan D0. Perlakuan D4 menghasilkan panjang daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 panjang daunnya 6.53 cm, 6.73 cm dan 12.17 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 38.9%, 43.2% dan 158.9% dibandingkan dengan perlakuan D0.

Tabel 1. Rata-rata panjang daun (cm) akibat pengaruh pupuk organik pada berbagai umur pengamatan.
Panjang daun pada Hari ke 21 27 33 39 45 D0 (tanah) 2.33 c 3.73 c 4.70 c 6.50 c 7.57 c D1 (tanah : pupuk kandang = 1:1) 0.97 a 1.27 a 1.80 a 3.43 a 4.63 a D2 (tanah : bokashi = 1:1) 5.03 e 8.83 e 12.17 e 13.27 e 15.40 e D3 (tanah : kompos = 1:1) 2.93 d 4.67 d 6.53 d 9.53 d 11.63 d D4 (tanah : pupuk kandang : bokashi = 1:1:1) 2.33 c 3.77 c 4.77 c 6.50 c 7.53 c D5 (tanah : pupuk kandang : kompos = 1:1:1) 1.57 b 2.40 b 3.47 b 4.97 b 5.50 b D6 (tanah : bokashi : kompos = 1:1:1) 3.03 d 4.53 d 6.73 d 9.67 d 11.73 d BNT 5% 0.29 0.63 0.28 0.36 0.32 Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%. Perlakuan

Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan panjang daun 3.43 cm dan 4.97cm, nyata menurun sebesar 47.2% dan 23.5% dibandingkan dengan perlakuan D0. Perlakuan D4 menghasilkan panjang daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 panjang daunnya 9.53 cm, 9.67 cm dan 13.27 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 46.6%, 48.8% dan 104.2% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan panjang daun 4.63 cm dan 5.5 cm, nyata menurun sebesar 38.8% dan 27.3% dibandingkan dengan perlakuan D0. Perlakuan D4 menghasilkan panjang daun yang tidak

berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 panjang daunnya 11.63 cm, 11.73 cm dan 15.4 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 53.6%, 55% dan 103.4% dibandingkan dengan perlakuan D0. 1.3 Lebar daun Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada lebar daun bibit tembakau, pada hari ke 21 , ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45. Rata-rata lebar daun akibat pengaruh jenis dan komposisi pupuk organik pada berbagai umur pengamatan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata lebar daun (cm) akibat pengaruh pupuk organik pada berbagai umur pengamatan.
Lebar daun pada Hari ke 21 27 33 39 45 D0 (tanah) 1.47 b 2.50 c 3.27 c 4.37 c 5.27 c D1 (tanah : pupuk kandang = 1:1) 0.77 a 1.27 a 1.73 a 2.23 a 2.73 a D2 (tanah : bokashi = 1:1) 3.10 d 5.37 e 6.33 e 6.97 e 7.80 e D3 (tanah : kompos = 1:1) 2.00 c 3.60 d 4.23 d 5.47 d 6.20 d D4 (tanah : pupuk kandang : bokashi = 1:1:1) 1.47 b 2.47 c 3.27 c 4.40 c 5.33 c D5 (tanah : pupuk kandang : kompos = 1:1:1) 1.23 b 1.77 b 2.70 b 3.33 b 3.47 b D6 (tanah : bokashi : kompos = 1:1:1) 2.03 c 3.67 d 4.37 d 5.47 d 6.17 d BNT 5% 0.27 0.32 0.32 0.40 0.29 Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%. Perlakuan

Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perlakuan D0, D2, D3, D4, D5 dan D6

nyata meningkatkan dibandingkan dengan

lebar daun perlakuan D1.

Perlakuan D2 menghasilkan lebar daun terlebar dibandingkan dengan perlakuan D0, D3, D4, D5 dan D6. Pada hari ke 21 perlakuan D1 menghasilkan lebar daun 0.77 cm nyata menurun sebesar 47.62% dibandingkan dengan perlakuan D0 (1.47 cm). Perlakuan D4 dan D5 menghasilkan lebar daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 lebar daunnya 2.00 cm, 2.03 cm,dan 3.10 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 36.05%, 38.10% dan 110.88% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan lebar daun 1.27 cm dan 1.77 cm, nyata menurun sebesar 49.20% dan 29.20% dibandingkan dengan perlakuan D0 (2.50 cm). Perlakuan D4 menghasilkan lebar daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 lebar daunnya 3.60 cm, 3.67 cm dan 5.37 cm, nyata meningkat masingmasing sebesar 44.00%, 46.80% dan 114.80% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan lebar daun 1.73 cm dan 2.70 cm, nyata menurun sebesar 47.10% dan 17.43% dibandingkan dengan perlakuan D0 (3.27 cm). Perlakuan D4 menghasilkan lebar daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 lebar daunnya 4.23 cm, 4.37 cm dan 6.33 cm, nyata meningkat masingmasing sebesar 29.36%, 33.64% dan 93.58% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan lebar daun 2.23 cm dan 3.33 cm, nyata menurun sebesar 48.97% dan 23.80% dibandingkan dengan perlakuan D0 (4.37 cm). Perlakuan D4 menghasilkan lebar daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 lebar daunnya 5.47 cm, 5.47 cm dan 6.97 cm, nyata meningkat masingmasing sebesar 25.17%, 25.17% dan 59.50% dibandingkan dengan perlakuan D0.

Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan lebar daun 2.73 cm dan 3.47 cm, nyata menurun sebesar 48.20% dan 34.16% dibandingkan dengan perlakuan D0 (5.27 cm). Perlakuan D4 menghasilkan lebar daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D6, D3 dan D2 lebar daunnya 6.17 cm, 6.20 cm dan 7.80 cm, nyata meningkat masingmasing sebesar 17.08%, 17.65% dan 48.01% dibandingkan dengan perlakuan D0. 2. Variabel pengamatan yang diamati secara destruktif 2.1 Tinggi bibit Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada tinggi bibit tembakau, pada hari ke - 21 , ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45. Perlakuan D0, D2, D3, D4, D5 dan D6 nyata meningkatkan tinggi bibit dibandingkan dengan perlakuan D1. Perlakuan D2 menghasilkan tinggi bibit tertinggi dibandingkan dengan perlakuan D0, D3, D4, D5 dan D6. Pada hari ke 21 perlakuan D1 menghasilkan tinggi bibit 0.30 cm nyata menurun sebesar 30.23% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.43 cm). Perlakuan D4, D5, D3, dan D6 menghasilkan panjang daun yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D2 tinggi bibitnya 0.77 cm, nyata meningkat sebesar 79.07% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D1, D4 dan D5 menghasilkan tinggi bibit 0.37 cm, 0.50 cm dan 0.70 cm, nyata menurun masing-masing sebesar 58.89%, 44.44% dan 22.22% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.90 cm). Perlakuan D3 dan D6 menghasilkan tinggi bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D2 tinggi bibitnya 1.83 cm, nyata meningkat sebesar 103.33% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D1, D4 dan D5 menghasilkan tinggi bibit 0.50 cm, 0.80 cm dan 0.83 cm, nyata menurun masing-masing sebesar 68.75%, 50.00% dan 48.13% dibandingkan

dengan perlakuan D0 (1.60 cm). Perlakuan D3 menghasilkan tinggi bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D6 dan D2 tinggi bibitnya 2.23 cm dan 2.97 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 39.38% dan 85.63% dibandingkan dengan perlakuan D0 Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D1 menghasilkan tinggi bibit 0.93 cm, nyata menurun sebesar 55.71% dibandingkan dengan perlakuan D0 (2.10 cm). Perlakuan D4 dan D5 menghasilkan tinggi bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 panjang daunnya 2.83 cm, 3.70 cm dan 4.97 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 34.76%, 76.19% dan 136.67% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D1 menghasilkan tinggi bibit

1.20 cm, nyata menurun sebesar 57.14% dibandingkan dengan perlakuan D0 (2.80 cm). Perlakuan D5 dan D4 menghasilkan tinggi bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 panjang daunnya 3.73 cm, 4.50 cm dan 6.00 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 33.21%, 60.71% dan 114.29% dibandingkan dengan perlakuan D0. 2.2 Luas daun Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada luas daun bibit tembakau, pada hari ke 21, ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45. Rata-rata luas daun akibat pengaruh jenis dan komposisi pupuk organik pada berbagai umur pengamatan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata luas daun (cm2) akibat pengaruh pupuk organik pada berbagai umur pengamatan.
Perlakuan 21 2.33 ab 1.33 a 9.67 e 4.00 c 45 D0 (tanah) 73.67 d D1 (tanah : pupuk kandang = 1:1) 22.67 a D2 (tanah : bokashi = 1:1) 182.33 g D3 (tanah : kompos = 1:1) 93.67 e D4 (tanah : pupuk kandang : bokashi = 1:1:1) 3.33 bc 7.67 b 17.67 b 43.00 c 65.00 c D5 (tanah : pupuk kandang : kompos = 1:1:1) 2.33 ab 6.33 b 14.67 b 33.00 b 47.67 b D6 (tanah : bokashi : kompos = 1:1:1) 5.33 d 35.00 e 74.33 e 104.67 f 125.67 f BNT 5% 1.12 1.86 3.41 3.12 2.31 Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%. luas daun pada Hari ke 27 33 39 14.33 c 28.67 c 56.33 d 2.33 a 6.33 a 16.33 a 53.00 f 145.00 f 164.00 g 20.00 d 43.33 d 77.33 e

Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D1. D5 dan D4 menghasilkan luas daun 2.33 cm2, 6.33 cm2 dan 7.67 cm2, nyata menurun sebesar 83.74%, 55.83% dan 46.48% dibandingkan dengan perlakuan D0 (14.33 cm2). Perlakuan D3, D6 dan D2 luas daunnya 20.00 cm, 35.00 cm2 dan 53.00 cm2, nyata meningkat masing-masing sebesar 39.57%, 144.24% dan 269.85% dibandingkan dengan perlakuan D0.

Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D1, D5 dan D4 menghasilkan luas daun 6.33 cm2, 14.67 cm2 dan 17.67 cm2, nyata menurun sebesar 77.92%, 48.83% dan 38.37% dibandingkan dengan perlakuan D0 (28.67 cm2). Perlakuan D3, D6 dan D2 luas daunnya 43.33 cm2, 74.33 cm2 dan 145.00 cm2, nyata meningkat masing-masing sebesar 51.13%, 159.26% dan 405.76% dibandingkan dengan perlakuan D0

Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D1, D5 dan D4 menghasilkan luas daun 16.33 cm2, 33.00 cm2 dan 43.00 cm2, nyata menurun sebesar 71.01%, 41.42% dan 23.66% dibandingkan dengan perlakuan D0 (56.33 cm2). Perlakuan D3, D6 dan D2 luas daunnya 77.33 cm2, 104.67 cm2 dan 164.00 cm2, nyata meningkat masing-masing sebesar 37.28%, 85.82% dan 191.14% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D1, D5 dan D4 menghasilkan luas daun 22.67 cm2, 47.67 cm2 dan 65.00 cm2, nyata menurun sebesar 69.23%, 35.29% dan 11.77% dibandingkan dengan perlakuan D0

(73.67 cm2). Perlakuan D3, D6 dan D2 luas daunnya 93.67 cm2, 125.67 cm2 dan 182.33 cm2, nyata meningkat masingmasing sebesar 27,15%, 70.59% dan 147.50% dibandingkan dengan perlakuan D0. 2.3 Panjang akar Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada panjang akar bibit tembakau, pada hari ke 21 , ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45. Rata-rata panjang akar bibit akibat pengaruh jenis dan komposisi pupuk organik pada berbagai umur pengamatan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata panjang akar bibit (cm) akibat pengaruh pupuk organik pada berbagai umur pengamatan.
Panjang akar bibit pada Hari ke 21 27 33 39 45 D0 (tanah) 1.80 a 4.07a 7.33 a 9.40 ab 10.73 b D1 (tanah : pupuk kandang = 1:1) 2.27 ab 5.50 b 8.87 b 9.77 b 12.10 c D2 (tanah : bokashi = 1:1) 4.03 d 7.23 d 12.40 d 15.00 e 17.97 e D3 (tanah : kompos = 1:1) 3.47 c 6.17c 10.47 c 12.73 d 13.50 d D4 (tanah : pupuk kandang : bokashi = 1:1:1) 3.43 c 6.50 c 8.67 b 10.33 bc 12.07 c D5 (tanah : pupuk kandang : kompos= 1:1:1) 1.77 a 4.53 a 7.20 a 8.53 a 9.70 a D6 (tanah : bokashi : kompos = 1:1:1) 2.77 b 5.63 b 8.27 b 10.73 c 13.50 d BNT 5% 0.47 0.48 0.72 0.93 0.72 Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%. Perlakuan

Pada Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa perlakuan D1, D2, D3, D4, dan D6 nyata meningkatkan panjang akar dibandingkan dengan perlakuan D0, dan D5. Perlakuan D2 menghasilkan panjang akar terpanjang dibandingkan dengan perlakuan D1, D3, D4, dan D6. Pada hari ke 21 perlakuan D5 dan D1 menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda dengan perlakuan D0 (1.80 cm). Perlakuan D6, D4, D3 dan D2 panjang akarnya 2.77 cm, 3.43 cm, 3.47 cm dan 4.03 cm, nyata meningkat masingmasing sebesar 53.89%, 90.56%, 92.78% dan 123.89% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D5 menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda dengan perlakuan D0 (4.07 cm). Perlakuan D1, D6, D3, D4 dan D2

panjang akarnya 5.50 cm, 5.63 cm, 6.17 cm, 6.50 cm dan 7.23 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 35.14%, 38.33%, 51.60%, 59.71% dan 77.64% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D5 menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda dengan perlakuan D0 (7.33 cm). Perlakuan D6, D4, D1, D3 dan D2 panjang akarnya 8.27 cm, 8.67 cm, 8.87 cm, 10.47cm dan 12.40 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 12.82%, 18.28%, 21.01%, 42.84% dan 69.17% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D5 menghasilkan panjang akar 8.53 cm, nyata menurun sebesar 9.26% dibandingkan dengan perlakuan D0 (9.40 cm). Perlakuan D1 dan D4 menghasilkan

panjang akar yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D6, D3 dan D2 panjang akarnya 10.73 cm12.73 cm dan 15.00 cm, nyata meningkat masing-masing sebesar 14.15%, 35.43% dan 59.57% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D5 menghasilkan panjang akar 9.70 cm, nyata menurun sebesar 9.60% dibandingkan dengan perlakuan D0 (10.73 cm). Perlakuan D4, D1, D3, D6 dan D2 panjang akarnya 12.07 cm, 12.10 cm, 13.50 cm, 13.50 cm dan 17.97 cm, nyata

meningkat masing-masing sebesar 12.49%, 12.77%, 25.82% dan 67.47% dibandingkan dengan perlakuan D0. 2.4 Bobot basah Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada bobot basah bibit tembakau, pada hari ke 21 , ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45. Rata-rata bobot basah akibat pengaruh jenis dan komposisi pupuk organik pada berbagai umur pengamatan disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata bobot basah bibit (g tan-1) akibat pengaruh pupuk organik pada berbagai umur pengamatan.
Bobot basah pada Hari ke 21 27 33 39 45 D0 (tanah) 0.04 b 0.40 c 0.69 c 1.34 c 2.89 b D1 (tanah : pupuk kandang = 1:1) 0.01 a 0.08 a 0.19 a 0.59 a 0.89 a D2 (tanah : bokashi = 1:1) 0.26 d 1.37 e 2.60 e 4.75 e 6.61 d D3 (tanah : kompos = 1:1) 0.12 c 0.57 d 1.81 d 2.50 d 4.22 c D4 (tanah : pupuk kandang : bokashi = 1:1:1) 0.05 b 0.50 cd 0.69 c 1.33 bc 2.86 b D5 (tanah : pupuk kandang : kompos= 1:1:1) 0.03 ab 0.24 b 0.55 b 1.29 b 2.81 b D6 (tanah : bokashi : kompos = 1:1:1) 0.12 c 0.55 d 1.83 d 2.50 d 4.26 c BNT 5% 2.02 0.12 9.94 4.07 8.34 Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%. Perlakuan

Pada Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa perlakuan D0, D2, D3, D4, D5 dan D6 nyata meningkatkan bobot basah bibit dibandingkan dengan perlakuan D1. Perlakuan D2 menghasilkan bobot basah bibit tertinggi dibandingkan dengan perlakuan D0, D3, D4, D5 dan D6. Pada hari ke 21 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot basah bibit 0.01 g tan-1 dan 0.03 g tan-1, nyata menurun sebesar 75.00% dan 25.00% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.04 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot basah bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot basah bibitnya 0.12 g tan-1, 0.12 g tan-1 dan 0.26 g tan-1, nyata meningkat masing-masing sebesar 200%, 200% dan 550% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot basah bibit 0.08 g tan-1 dan 0.24 g tan-1,

nyata menurun sebesar 80% dan 40% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.40 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot basah bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D6, D3 dan D2 bobot basah bibitnya 0.55 g tan-1, 0.57 g tan-1 dan 1.37 g tan-1, nyata meningkat masing-masing sebesar 37.50%, 42.50% dan 242.50% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot basah bibit 0.19 g tan-1 dan 0.55 g tan-1, nyata menurun sebesar 72.46% dan 20.29% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.69 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot basah bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot basah bibitnya 1.81 g tan-1, 1.83 g tan-1 dan 2.60 g tan-1, nyata meningkat masing-masing sebesar

162.32%, 165.22% dan 276.81% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot basah bibit 0.59 g tan-1 dan 1.29 g tan-1, nyata menurun sebesar 55.97% dan 3.73% dibandingkan dengan perlakuan D0 (1.34 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot basah bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot basah bibitnya 2.50 g tan-1, 2.50 g tan-1 dan 4.75 g tan-1, nyata meningkat masing-masing sebesar 86.57%, 86.57% dan 254.48% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D1 bobot basah bibit 0.89 g tan-1, nyata menurun sebesar 69.20% dibandingkan dengan perlakuan D0 (2.89 g tan-1). Perlakuan D5 dan D4 menghasilkan bobot basah bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot basah bibitnya 4.22 g tan-1, 4.26 g tan-1 dan 6.61 g tan-1, nyata meningkat masing-masing sebesar 46.02%, 47.40% dan 128.72% dibandingkan dengan perlakuan D0. 2.5 Bobot kering Aplikasi berbagai macam pupuk organik memberikan pengaruh nyata pada bobot kering bibit tembakau, pada hari ke 21 , ke - 27, ke - 33, ke - 39, dan ke - 45. Perlakuan D0, D2, D3, D4, D5 dan D6 nyata meningkatkan bobot kering bibit dibandingkan dengan perlakuan D1. Perlakuan D2 menghasilkan bobot kering bibit tertinggi dibandingkan dengan perlakuan D0, D3, D4, D5 dan D6. Pada hari ke 21 perlakuan D1 menghasilkan bobot kering bibit 0.0023 g tan-1, nyata menurun sebesar 70.13% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.0077 g tan-1). Perlakuan D5 dan D4 menghasilkan bobot kering bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D6, D3 dan D2 bobot kering bibitnya 0.0260 g tan-1, 0.0267 g tan-1 dan 0.0513 g tan-1, nyata meningkat masingmasing sebesar 237.66%, 246.75% dan 566.23% dibandingkan dengan perlakuan D0.

Selanjutnya pada hari ke 27 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot kering bibit 0.0077 g tan-1 dan 0.0477 g tan-1, nyata menurun sebesar 90.49% dan 41,11% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.0810 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot kering bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot kering bibitnya 0.1433 g tan-1, 0.1567 g tan-1 dan 0.2467 g tan-1, nyata meningkat masingmasing sebesar 76.91%, 93.46% dan 2204.57% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 33 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot kering bibit 0.0323 g tan-1 dan 0.1133 g tan-1, nyata menurun sebesar 76.37% dan 17.12% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.1367 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot kering bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot kering bibitnya 0.3600 g tan-1, 0.3667 g tan-1 dan 0.5200 g tan-1, nyata meningkat masingmasing sebesar 163.35%, 168.25% dan 280.40% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 39 perlakuan D1 menghasilkan bobot kering bibit 0.1187 g tan-1, nyata menurun sebesar 55.49% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.2667 g tan-1). Perlakuan D5 menghasilkan bobot kering bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D4, D3, D6 dan D2 bobot kering bibitnya 0.3180 g tan-1, 0.5013 g tan-1, 0.5250 g tan-1 dan 0.9467 g tan-1, nyata meningkat masing-masing sebesar 19.24%, 87.96%, 96.85% dan 254.97% dibandingkan dengan perlakuan D0. Selanjutnya pada hari ke 45 perlakuan D1 dan D5 menghasilkan bobot kering bibit 0.1773 g tan-1 dan 0.4533 g tan-1, nyata menurun sebesar 69.31% dan 21.53% dibandingkan dengan perlakuan D0 (0.5777 g tan-1). Perlakuan D4 menghasilkan bobot kering bibit yang tidak berbeda dengan perlakuan D0. Perlakuan D3, D6 dan D2 bobot kering

bibitnya 0.8460 g tan-1, 0.8507 g tan-1 dan 1.3207 g tan-1, nyata meningkat masingmasing sebesar 46.44%, 47.26% dan 128.61% dibandingkan dengan perlakuan D0. Tabel 6. Hasil analisis pupuk organik.
pH 1:1 No. Lab. Kode H2O KCL 1N

3. Hasil analisa pupuk organik Hasil analisa dari pupuk organik yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6.

C.organik

N.total

C/N

Bahan Organik

HNO3 + HClO4

%........ PPK 35 PPK 36 PPK 37 PK Ayam Bokashi Kompos 6.8 7.8 7.9 6.5 7.6 7.8 20.24 12.65 16.88 0.47 2.56 1.34 43 5 13 39.68 18.27 27.74

.%........ 34 21 17 0.001 2.64 0.86

Keterangan : Terhadap kering oven 105C.

Berdasarkan Tabel 6, dapat diuraikan bahwa pupuk kandang ayam yang digunakan memiliki C organik yang sedang, N total rendah, nilai C/N tinggi, nilai unsur P tinggi dan unsur K yang rendah. Hasil analisa bokashi yang digunakan memiliki C organik yang rendah, N total tinggi, nilai C/N rendah, serta nilai unsur P dan K yang tinggi. Sedangkan hasil analisa untuk kompos yang digunakan memiliki C organik yang sedang, N total sedang, nilai C/N sedang, serta nilai unsur P tinggi dan unsur K yang sedang. Nilai C/N biasa digunakan sebagai PEMBAHASAN

indikator kemudahan bahan pelapukan bahan organik, semakin tinggi nilai C/N maka semakin sukar bahan organik dilapuk. Dan dari hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa pupuk kandang ayam sulit lapuk, sehingga saat aplikasi 7 hari sebelum tanam bahan organik belum terdekomposisi secara sempurna. Sedangkan untuk bokashi memiliki sifat mudah lapuk, sehingga aplikasinya 7 hari sebelum tanam, agar bahan organik dapat terdekomposisi dengan baik dan dapat tersedia bagi tanaman tepat pada waktunya.

Penampilan suatu tanaman merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, dimana lingkungan yang baik ialah lingkungan yang mampu menyediakan unsur hara yang berimbang bagi tanaman. Pada umumnya bibit tembakau ditanam dengan teknik konvensional sehingga keberhasilan bibit yang hidup saat transplanting menjadi rendah. Karena saat transplanting bibit apabila ditanam dengan teknik konvensional, akar bibit tembakau akan mudah terputus atau rusak. Oleh karena itu, supaya tingkat

keberhasilan bibit yang hidup menjadi tinggi selama pembibitannya dan memperoleh hasil yang lebih baik, maka teknik floating atau dengan mempergunakan pesemaian model tray dan aplikasi pupuk organik sangat diperlukan. Keuntungan lain mempergunakan sistem ini apabila dibandingkan dengan sistem konvensional ialah : pemeliharaan bibit akan lebih mudah, frekuensi dan jumlah air untuk penyiraman lebih sedikit, bibit tumbuh seragam dengan perakaran yang sempurna, bibit tidak mengalami stagnasi setelah dipindah ke lapang, dan bibit dapat dipindah relatif

lebih cepat, hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Rachman (1997).
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilaporkan bahwa secara umum perlakuan tanah : bokashi dengan perbandingan 1 : 1 menunjukkan pertumbuhan bibit yang baik pada variabel panjang daun, lebar daun, tinggi bibit, luas daun panjang akar bibit, bobot basah bibit dan bobot kering bibit pada semua umur pengamatan. Hal ini disebabkan karena pupuk organik bokashi memiliki rasio C/N yang rendah (Tabel 6), sehingga proses dekomposisi bahan organik lebih cepat dan mampu menyediakan unsur hara yang lebih cepat untuk tanaman seperti yang dijelaskan oleh Novizan (2002). Jika hasil dekomposisi bahan organik memiliki kandungan N.total yang tinggi maka mikro organisme yang terlibat dalam proses dekomposisi tidak akan kesulitan memperoleh nitrogen yang tersedia di sekitarnya, sehingga tidak akan menyebabkan persaingan N bagi ketersediaan bibit tembakau, hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Djuarnani (2006). Karena bokashi memiliki kandungan nitrogen yang tinggi (Tabel 6), maka hal ini sangat menunjang untuk pertumbuhan bibit tembakau yang sedang mengalami fase vegetatif seperti yang dilaporkan oleh Suriatna (1992). Dari hasil analisis tanah akhir pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan tanah : bokashi dengan perbandingan 1 : 1 banyak mengandung bahan organik (6.23%) sehingga hasil dekomposisi bahan organik oleh sejumlah mikroorganisme untuk dibentuk senyawa yang lebih sederhana yang dapat diserap oleh tanaman juga semakin banyak, seperti yang dilaporkan oleh Dwiatmini (1996). Perlakuan tanah : pupuk kandang ayam dengan perbandingan 1 : 1 menunjukkan pertumbuhan bibit yang terendah pada variabel pengamatan panjang daun, lebar daun, tinggi bibit, luas daun panjang akar bibit, bobot basah bibit dan bobot kering bibit pada semua umur pengamatan. Hal ini diduga karena kandungan N.total pupuk organik kandang ayam rendah (Tabel 6), maka

mikroorganisme yang terlibat dalam proses dekomposisi akan sulit memperoleh nitrogen dan akan mengambil N yang tersedia disekitarnya seperti yang dilaporkan oleh Djuarnani (2006). Sehingga akan menyebabkan adanya persaingan N yang mengakibatkan ketersediaan N bagi tanaman berkurang. Oleh karena itu pertumbuhan bibit tembakau dengan perlakuan pupuk kandang ayam menjadi terhambat. Permasalahan lain hasil yang ditunjukkan oleh bibit tembakau yang kurang optimun ialah karena ketersediaan unsur hara yang sangat lambat (slow release) seperti yang dilaporkan oleh Tola et al., (2007). Hal di atas tidak terjadi pada parameter jumlah daun. Variabel jumlah daun pada semua umur pengamatan memperlihatkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan faktor genetik bibit tembakau untuk variabel jumlah daun tidak dipengaruhi oleh pupuk organik yang diberikan. Berdasarkan analisis pupuk organik awal, (Tabel 6) diketahui bahwa jumlah kandungan C organik, C/N, dan bahan organik mengalami pertambahan dibanding saat panen. Hal tersebut diduga bahwa bahan organik terus mengalami proses dekomposisi sehingga diperkirakan bahwa N organik mungkin dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hasil analisis tanah akhir juga menunjukkan bahwa perlakuan tanah : bokashi dengan perbandingan 1 : 1 memiliki kandungan N.total (4.6%), P (101.42 mg kg-1) dan K (5.16 me/100g) lebih tinggi daripada pupuk kandang ayam N.total (0.12%), P (73.4 mg kg-1) dan K (0.19 me/100g), kompos N.total (0.34%), P (98.18 mg kg-1) dan K (2.87 me/100g) maupun perlakuan kontrol N.total (0.14%), P (7.61 mg kg-1) dan K (0.92 me/100g). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tanah : bokashi = 1:1 memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan bibit tembakau, karena kandungan nitrogen yang tinggi sangat membantu pertumbuhan tembakau pada fase vegetatif, hal ini sesuai dengan

pendapat Hawks (1983). Sedangkan kandungan unsur P dan K yang tinggi juga dapat meningkatkan perkembangan akar seperti yang dijelaskan oleh Salisbury dan Ross (1995), serta ketahanan terhadap hama dan penyakit tanaman seperti yang dilaporkan oleh Murdiyati (1997). KESIMPULAN 1. Penggunaan pupuk organik bokashi memberikan pengaruh paling baik pada pertumbuhan bibit tembakau Virginia di pesemaian model tray. Pertumbuhan bibit tembakau Virginia yang paling baik dihasilkan oleh komposisi tanah : bokashi dengan perbandingan 1 : 1, dan pertumbuhan terendah dihasilkan oleh komposisi tanah : pupuk kandang ayam 1 : 1. SARAN Penambahan pupuk organik bokashi sebagai campuran media tanam dapat meningkatkan pertumbuhan bibit tembakau Virginia di pesemaian tray disarankan menggunakan perbandingan tanah : bokashi 1 : 1. Perlu dilakukan penelitian tentang hasil setelah bibit tembakau ditransplanting ke lahan. DAFTAR PUSTAKA Djuarnani, N., Kristina, Setiawan, B. S. 2006. Cara cara cepat membuat kompos. Penerbit Bhatara Karya Aksara. Jakarta. p 49 - 65 Dwiatmini, K., T. Sutarter dan D. H. Goenadi. 1996. Media tanam krisan dengan kompos dari lima

2.

macam limbah. J. Hort. 5 (5) : 99 105 Hawks, J. dan Collins, W. K. 1983. Principles of flu-cured tobacco production. State University. p. 203 Murdiyati, A. S. 1997. Hara dan pemupukan tembakau virginia. Monograf Balittas. Malang. 1 (3) : 50 60 Novizan. 2002. Petunjuk pemupukan yang efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp 114 Rachman, A., Kartamidjaja, M. A. Dan Machfudz. 1997. Budidaya tembakau virginia. Monograf Balittas. 1 (3) : 35 Ragapatmi, P. 1993. Pengaruh bahan naungan terhadap pertumbuhan bibit tembakau. Buletin Littri. 3 (5) : 4 -8 Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. ITB. Bandung. p 142-145 Suwarso dan Hariadi, B. 1995. Pengujian tembakau virginia di Lombok Nusa Tenggara Barat. Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 10 (1) : 1 7 Tola, H. F., Dahlan, dan Kaharuuddin. Pengaruh penggunaan dosis pupuk bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Jurnal Agrisistem. 1 (3) : 7 Willem, D., Murdiyoso dan M. Sholeh. 1994. Analisis peluang curah hujan rantai markov untuk penetapan waktu tanam tembakau virginia di daerah Bojonegoro, Jawa Timur. Buletin Agrometeorogi. 1 (2) : 100 - 108

También podría gustarte