Está en la página 1de 33

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih (Dinar, 2009). Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease (Dorland, 2002). Gejala klinis yang timbul pada pasien disertai dengan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium dapat mengarah ke suatu kesimpulan diagnosis penyakit. Hal ini harus didasarkan pada mekanisme patogenesis dan patofisiologi penyakit tersebut, sehingga selanjutnya dapat ditentukan penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien dalam kasus (Dinar, 2009).

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar adrenal?
2. Bagaimana pengaruh hormon glukokortikoid bagi metabolisme tubuh?

3. Apa definisi dari Cushing Syndrome?

1|Cushing Syndrome

4. Bagaimana etiologi dari Cushing Syndrome? 5. Apa manifestasi klinis dari Cushing Syndrome? 6. Bagaimana patofisiologi dari Cushing Syndrome? 7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Cushing Syndrome? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari Cushing Syndrome? 9. Apa saja komplikasi dari Cushing Syndrome? 10. Bagaimana prognosis dari Cushing Syndrome? 11. Bagaimana woc (web of caution) dari Cushing Syndrome? 12. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Cushing Syndrome?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Cushing Syndrome.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. 2.

Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal. Mengetahui dan memahami pengaruh hormon glukokortikoid bagi

metabolisme tubuh.
3.

Mengetahui dan memahami definisi Cushing Syndrome.

4.Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Cushing Syndrome.


5. 6.

Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Cushing Syndrome. Mengetahui dan memahami patofisiologi Cushing Syndrome.
2|Cushing Syndrome

7.

Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Cushing

Syndrome.
8.

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Cushing

Syndrome.
9. 10. 11. 12.

Mengetahui dan memahami komplikasi dari Cushing Syndrome. Mengetahui dan memahami prognosis dari Cushing Syndrome. Mengetahui dan memahami WOC Cushing Syndrome. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Cushing Syndrome.

1.4 Manfaat Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan Cushing Syndrome, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

3|Cushing Syndrome

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelenjar Adrenal Pada mamalia, kelenjar adrenal (atau kelenjar suprarenalis) adalah kelenjar endokrin berbentuk segitiga yang terletak di atas ginjal (ad, "dekat" atau "di" + renes, "ginjal"). Kelenjar ini bertanggung jawab pada pengaturan respon stress pada sintesis kortikosteroid dan katekolamin, termasuk kortisol dan hormon adrenalin. Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di dalam tubuh, di sisi anteriosuperior (depanatas) ginjal. Pada manusia, kelenjar adrenal terletak sejajar dengan tulang punggung thorax ke12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis. Tiap kelenjar berbobot sekitar 4 gram. Secara histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks. Bagian korteks berbobot sekitar 90% [[massa] kelenjar, pada orang dewasa bagian ini diklasifikasi lebih lanjut menjadi tiga lapisan zona: zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Tiap zona menghasilkan hormon steroid masing-masing :

4|Cushing Syndrome

a. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel. b. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol, kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH). c. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi oleh hipofisis.

Gambar 1: Kelenjar Adrenal Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (mineral)
5|Cushing Syndrome

cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat (Guyton and Hall, 2007). Zona yang keempat disebut zona fetal yang terdapat hanya sepanjang masa tumbuh kembang. Oleh karena enzim 17-hydroxylase (CYP 17) tidak terdapat pada lapisan korteks terluar, hormon kortisol dan androgen tidak dapat disintesis pada bagian korteks. Steroid dan produk sampingan lain seperti lipid hidroperoksida dilepaskan ke dalam sirkulasi adrenal melalui pembuluh darah dan menghambat beberapa enzim penting sehingga, misalnya hormon aldosteron tidak dapat disintesis pada zona di bawah zona glomerulosa, dan 17-OH progesteron tidak dapat dikonversi menjadi kortisol pada zona retikularis, namun dibutuhkan untuk membentuk formasi androgen. Bagian dalam kelenjar disebut medula mengandung sel kromafin yang merupakan sumber penghasil hormon jenis katekolamin yaitu hormon adrenalin dan norepinefrin, dengan jenjang reaksi yang distimulasi kelenjar hipotalamus sbb: Tirosina DOPA dopamina norepinefrin adrenalin Hormon kortisol dari zona fasikulata yang menjadi medulla akan menstimulasi sintesis enzim phenylethanolamine-N-methyltransferase yang mempercepat konversi norepinefrin menjadi adrenalin (Wikipedia, 2011). 2.2 Hormon Glukokortikoid Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1) perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3) peningkatan
6|Cushing Syndrome

kadar glukosa darah dan Diabetes Adrenal dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik. Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah moon face, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya. Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak, menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas. Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1) hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna urutan DNA
7|Cushing Syndrome

pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis. Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis. ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal (Guyton and Hall, 2007). Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli; selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal (Gunawan et.al, 2007). 2.3 Definisi Cushing Syndrome Cushing Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan oleh paparan berkepanjangan akibat hormone kotisol yang tinggi. Gangguan ini juga sering disebut dengan hypercortisolism. Sindrom cushing relatif langka dan paling sering mempengaruhi orang dewasa berusia 20 tahun sampai 50 tahun. Orang yang gemuk dan menderita penyakit diabetes tipe 2 dengan hipertensi dan memiliki control buruk akan kadar gula darah, memiliki peningkatan risiko yang lebih besar pada gangguan tersebut (Sylvia, 2006). Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari produksi berlebihan pada kelenjar adrenal. 1. Sindrom cushing biasanya diakibatkan dari tumor yang menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan kortikosteroid berlebihan.

8|Cushing Syndrome

2. Orang dengan sindrom cushing biasanya menghasilkan lemak berlebihan melalui torso dan mempunyai bentuk wajah yang besar. Sindrom cushing bisa terjadi juga pada orang yang harus menggunakan kortikosteroid dosis tinggi karena keadaan medis serius. Mereka yang harus mengggunakan dosis tinggi memiliki gejala yang sama dengan mereka yang menghasilkan terlalu banyak hormon tersebut. Gejala-gejalanya bisa kadangkala terjadi bahkan jika kortikosteroid dihirup, seperti untuk asma, atau digunakan khususnya untuk sebuah kondisi kulit (Sylvia, 2006). Sindrom cushing dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu dependen ACTH dan independen ACTH. Pada jenis dependen ACTH, hormon kortisol yang diproduksi secara berlebih oleh korteks adrenal disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan berlebihan. Keadaan ini juga disebut sebagai penyakit cushing (Harvey Cushing, 1932). Pada 80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang menyekresi ACTH. Sedangkan 20% sisanya terdapat bukti-bukti histology hyperplasia hipofisis kortikotrop. Pada kasus lain didapatkan kelebihan sekresi ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH dan berkurangnya sensitivitas sistem control umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah (Sylvia, 2006). Adanya sindrom cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik pada pasien, Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang abnormal dalam darah dan urine. Berbagai macam tes spesifik dapat menentukan ada tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan meanisme pengaturan umpan balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkadian atau hilangnya kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan cirri sindrom cushing (Sylvia, 2006). Klasifikasi sindrom cushing. ACTH, Adrenocorticotropic hormone. Hiperfungsi korteks adrenal nontumor Dependen ACTH Sindrom ACTH ektropik

Adenoma Independen ACTH Hiperfungsi korteks adrenal tumor


9|Cushing Syndrome

Karsinoma

Hiperplasia korteks adrenal autonom

2.4 Etiologi Cushing Syndrome Sindrom cushing disebabkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamushipofisis-adrenal (spontan). Sindrom cushing terjadi ketika jaringan tubuh yang terkena tingkat tinggi kortisol terlalu lama. Banyak orang mengembangkan sindrom cushing karena mereka mengambil hormon glukokortikoid-steroid yang secara kimiawi mirip dengan kortisol yang diproduksi secara alami seperti prednisone untuk asma, rheumatoid arthritis, lupus, dan penyakit inflamasi lainnya. Bahan tersebut juga digunakan untuk menekan sistem kekebalan tubuh setelah transplantasi untuk menjaga tubuh dari menolak organ baru atau jaringan. Orang lain mengembangkan sindrom cushing karena tubuh mereka memproduksi terlalu banyak hormon kortisol.

Tabel 1: Etiologi Cushing Syndrome


10 | C u s h i n g S y n d r o m e

Penyebab paling umum dari sindrom Cushing adalah pemberian glukokortikoid eksogen ditentukan oleh seorang praktisi kesehatan untuk mengobati penyakit lain (disebut sindrom cushing iatrogenik's). Hal ini dapat menjadi efek pengobatan steroid dari berbagai gangguan seperti asma dan rheumatoid arthritis, atau dalam imunosupresi setelah transplantasi organ. Penambahan ACTH sintetik juga mungkin, tapi ACTH kurang sering diresepkan karena biaya dan kegunaan yang lebih rendah. Meskipun jarang, Sindrom Cushing juga dapat disebabkan penggunaan medroksiprogesteron. Selain itu, beberapa kekacauan sistem tubuh sendiri akan merespon untuk mensekresi kortisol. Biasanya, ACTH dilepaskan dari kelenjar pituitari bila diperlukan untuk merangsang pelepasan kortisol dari kelenjar adrenal. Dalam pituitari Cushing, seorang adenoma jinak mengeluarkan ACTH hipofisis. Ini juga dikenal sebagai penyakit Cushing dan bertanggung jawab atas 70% dari sindrom Cushing endogen's. Sindrom Cushing juga disebabkan oleh tumor hipofisis atau tumor yang melepaskan ACTH (Niemen, 2005). Pada tumor korteks adrenal dapat terjadi tanpa bergantung pada kontrol ACTH yang dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing yang jinak (adenoma) atau yang ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindrom cushing berat, namun biasanya berkembang secara lamba dan gejala dapat timbul bertahun-tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adreokortikal berkembang secara cepat dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian (Niemen, 2005). 2.5 Manifestasi Cushing Syndrome Gejala sindrom cushing salah satunya adalah terjadi peningkatan berat badan yang cepat, terutama dari badan dan wajah dari anggota badan (obesitas sentral). Tanda umum lainnya adalah pertumbuhan bantalan lemak di sepanjang tulang leher dan di bagian belakang leher (punuk kerbau) dan wajah bulat sering disebut sebagai moon face. Gejala lain termasuk hiperhidrosis (keringat berlebihan), telangiectasia (pelebaran kapiler), penipisan kulit yang menyebabkan mudah memar dan kekeringan, khususnya tangan dan selaput lendir, ungu atau merah striae. Berat badan pada sindrom cushing akan meregangkan kulit yang tipis dan lemah hingga menyebabkan perdarahan pada pantat, lengan, kaki atau payudara. Selain itu, kelemahan otot proksimal (pinggul, bahu), dan hirsutisme (wajah laki-pola pertumbuhan
11 | C u s h i n g S y n d r o m e

rambut), kebotakan dan atau menyebabkan rambut menjadi sangat kering dan rapuh. Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom cushing dapat menyebabkan hiperkalsemia, yang dapat menyebabkan nekrosis kulit. Kelebihan kortisol juga dapat mempengaruhi sistem endokrin lainnya dan menyebabkan insomnia, menghambat aromatase, libido berkurang, impotensi, amenorea / oligomenore dan infertilitas akibat peningkatan di androgen (Govindan, 2006). Pasien dengan sindrom cushing akan sering mengalami gangguan psikologis, mulai dari euforia ke psikosis. Depresi dan kecemasan juga umum. Perubahan kulit lainnya mencolok yang mungkin muncul dalam sindrom Cushing termasuk jerawat, kerentanan terhadap infeksi dermatofit dan malassezia dangkal, dan karakteristik keunguan, striae atrofi pada perut. Tanda-tanda lainnya termasuk poliuria, hipertensi persisten (karena peningkatan kortisol tentang efek vasoconstrictive epinefrin) dan resistensi insulin (terutama umum dalam produksi ACTH ektopik), menyebabkan hiperglikemia (gula darah tinggi) dan resistensi insulin yang dapat menyebabkan diabetes mellitus. Resistensi insulin ini disertai dengan perubahan kulit seperti nigricans acanthosis di ketiak dan di sekitar leher, serta tanda kulit di ketiak. Sindrom Cushing yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit jantung dan kematian meningkat. Sindrom Cushing karena kelebihan ACTH juga dapat mengakibatkan hiperpigmentasi, Hal ini disebabkan produksi hormon yang merangsang melanosit sebagai produk sampingan dari sintesis ACTH dan dari Pro-opiomelanocortin (POMC). Kortisol juga dapat menunjukkan aktivitas mineralcorticoid dalam konsentrasi tinggi, memperburuk hipertensi dan menyebabkan hipokalemia (umum di sekresi ACTH ektopik). Selanjutnya, gangguan pencernaan, infeksi oportunistik dan gangguan penyembuhan luka (kortisol adalah hormon stres, sehingga menekan respon imun dan inflamasi). Osteoporosis juga merupakan masalah dalam sindrom Cushing karena, sebagaimana disebutkan sebelumnya, membangkitkan respon stres kortisol seperti. Akibatnya, perawatan tulang (dan jaringan lainnya) menjadi sekunder untuk pemeliharaan respon stres. Selain itu, Cushing dapat menyebabkan sakit sendi, terutama di pinggul, bahu, dan punggung bawah (Govindan, 2006).

12 | C u s h i n g S y n d r o m e

Gambar 2: Penderita Cushing Syndrome Kadar kortikosteroid tinggi setiap waktu meningkatkan tekanan darah, melemahkan tulang (osteoporosis), dan mengurangi perlawanan terhadap infeksi. Resiko terbentuknya batu ginjal dan diabetes meningkat, dan gangguan mental, termasuk depresi dan halusinasi, bisa terjadi. Wanita biasanya memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Anak dengan sindrom cushing lambat tumbuh dan tetap pandek. Pada beberapa orang, kelenjar adrenal juga menghasilkan androgen dalam jumlah besar (testosteron dan hormon sejenisnya), menyebabkan moon face dan bulu rambut tubuh pada wanita dan kebotakan (Govindan, 2006).

Gambar 3: Striae, memar dan moon face 2.6 Patofisiologi Cushing Syndrome Penyebab cushing sindrom adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu
13 | C u s h i n g S y n d r o m e

membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid. Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon: a. Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron, c. Androgen d. Estrogen Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini: 1. Metabolisme protein dan karbohidrat. Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang. Secara klinis dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka- luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan merangsang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM. 2. Distribusi jaringan adiposa. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh Obesitas Wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
14 | C u s h i n g S y n d r o m e

3. Elektrolit Efek minimal pada elektrolit serum. Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolic . 4. Sistem kekebalan Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusatpusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini: Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag. Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten. Produksi anti bodi. Reaksi peradangan. Menekan reaksi hipersensitifitas lambat. 5. Sekresi lambung Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak. 6. Fungsi otak Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat. 7. Eritropoesis Involusi jaringan limfosit, rangsangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler,
15 | C u s h i n g S y n d r o m e

menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menekan fagositosis. Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi. Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091). 2.7 Pemeriksaan Penunjang Cushing Syndrome 1. Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil antara 10.000 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm pada 10 % kasus) dan hipokalemia. 2. Pemeriksaan laboratorik diagnostik. Pemeriksaan kadar kortisol dan overnight dexamethasone suppression test yaitu memberikan 1 mg dexametason pada jam 11 malam, esok harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam urin 24 jam (hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam. 3. Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma : a. Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxikostikosteroid dalam urin 24 jam, kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma. b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17 hidroxikortikosteroid dalam urine. c. Pengukuran kadar ACTH plasma. d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 3 kali, pada kasinoma tidak ada kenaikan (Mansjoer, 2007).
Tanda Klinik

16 | C u s h i n g S y n d r o m e Osteoporosis, Diabetes MIlitus, Hipertensi Diastolik, Adipositas sentral, Hirsutisme dan aminore

Tes Skrining Kortisol Plasma pada jam 08.00 > 140 nmol/L (5gr/dL) setelah 1 mg deksametason pada tengah malam: kortisol bebas urine > 275 nmol/L (100 g/hari)

Tes Supresi Deksametason Respon kortisol pada hari ke-2 menjadi 0,5 mg per 6 jam

Respon normal

Respon Abnormal Cushing Syndrome


Respon kortisol pada hari ke-2 supresi deksametason (2mg/6jam)

Tidak ada respon Hiperplasia adrenal sekunder terhadap tumor yang menghasilkan ACTH Neoplasma adrenal

Supresi Hiperplasi adrenal sekunder tehadap sekresi ACTH hipofisis

ACTH plasma

ACTH tinggi Hiperplasia adrenal sekunder terhadap tumor yang menghasilkan ACTH
Pencitraan pituitary dan atau pengambilan sampel darah vena yang s selektif

ACTH rendah Neoplasia adrenal


17-KS-urine atau DHEA sulfat serum CT scan abdomen

Tinggi (> 6cm) Karsinoma adrenal

Normal-rendah (<3 cm) Adenoma adrenal

Positif Adenoma hipofisis

Negatif Tumor ektopik

17 | C u s h i n g S y n d r o m e

Tabel 2: Alur diagnostic untuk mengevaluasi pasien tersangka menderita Cushing Syndrome 2.8 Penatalaksanaan Cushing Syndrome Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik. a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida. b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis. c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik. d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan. e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide yang bisa mensekresikan kortisol (Silvia A. Price ; Patofisiologi Edisi 4 hal 1093). 2.9 Komplikasi Cushing Syndrome a. b. c. Osteoporosis Diabetes Melitus Hipertensi

2.10 Prognosis Cushing Syndrome Sindrom Cushing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena gangguan kardiovaskular dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskular irreversible. Pengobatan substitusi permanent memberikan resiko pada waktu pasien mengalami stress dan diperlukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena kakeksia dan/atau metastasis.

18 | C u s h i n g S y n d r o m e

19 | C u s h i n g S y n d r o m e

Iatrogenik Aktivitas korteks yg berlebih Tumor korteks adrenal (Adenoma & karsinoma) Hiperplasia korteks adrenal Tumor di luar hipofisis Metabolism e Karbohidra t Glukoneogenesis Menggang gu kerja insulin pada sel2 perifer MK: PK Hiperglikemi Distribusi jar. adiposa Terakumul asi di sentral tubuh Fossa supraklavi kula memadat dan tonjolan servikodo rsal

Stress

Cyrcadian Rhythem CRH ACTH Kortisol Cushing Syndrome Androgen Jerawat, hirsutis, amenore Hipotalamus Anterior Pituitary Korteks Adrenal

Ganggua n di Korteks Adrenal Aldosteron Aldoteronis me

Metabolism e Protein

Elektrolit

Sistem Kekebalan

Sekresi lambung

Fungsi Otak Ketidaksta bilan emosional, euphoria, insomnia, episode depresi singkat MK: Perubaha n proses pikir

Eritopoiesis Involusi jar. limfoid Rangsanga n pelepasan neutrifil eritopoiesis

Efek katabolik sintesis protein Kehilangan protein pada jaringan (kulit, otot, pembuluh darah, tulang)

Retensi Na, pembuanga n kalium

Menghamb at respon kekebalan Menggangg u pembentuka n Ab. Humoral & menhambat ploriferasi pusat2 germinal limpa & jar. limfoid

Sekresi as. Hidroklorid a & Pepsin Faktor protektif mukosa diubah oleh steroid

Edema, hipokalemia , alkalosis metabolik

20 | C u s h i n g S y n d r o m e

Atropi kulit & mudah rusak, luka sulit sembuh. Ruptur serabut2 elastis kulit Protein matriks tulang mjd. rapuh Penipisan dinding pembuluh& melemahn ya jar. Penyokong perivaskule r Striae Osteoporosis nyeri punggung, fraktur patologis, pengurangan tinggi badan Luka memar petekiae/ ekimosis pada lengan atas

Obesitas trunkus dg pengurang an ekstremita s atas & bwh karna atropi Moon face Punguk bison Chusingoid MK: Gangguan citra tubuh

MK: Kerusakan integritas kulit MK: Kelebihan volume cairan MK: PK Hipertensi

Menghamba Pengenalan antigen o/ monosit makrofag Induksi & proliferasi limfosit immunoko mpeten Produksi antibody Reaksi peradanga n

Pembentuk an tukak

MK: Intoleransi aktivitas MK: Gangguan citra tubuh MK: Resiko cedera MK : Nyeri MK: Defisit perawatan diri 21 | C u s h i n g S y n d r o m e

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian pada klien dengan Cusing Sindroma Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riwayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri. Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien dengan sindrom cushing mencakup: 1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluaraga yang menderita penyakit yang sama. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) tingkat kesetresan wanita lebih besar dibandingkan pria sters berkepanjangan merangsang hormon ACTH meningkat dan menghasilkan kortisol dan glukokortikoid. Vertilisasi akibat dari produksi androgen yang berlebihann dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun. 2. a. b. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti : Pola makan : anorexia, gejala setres yang berkepanjangan. Pola tidur : lebih banyak tidur akibat kelelahan yang abnormal. Aldosteron yang

meningkat mengakibatkan hipokalemia dan mencegah transmisi action potensial dan menjadikan otot lemah hingga paralisis c. 3. Pola aktivitas : mudah lelah dengan aktivitas yang sedikit, hipokalemi. Keluhan utama klien,mencakup gangguan pada berbagai system tubuh ; a. B1 (Breating) : sesak jika melakukan aktifitas ringan, apakah mempunyai riwayat asma mempunyai riwayat asma. Kelemahan diakibatkan menurunnya kemampuan selsel pembentuk protein untuk mensitesis protein, mengakibatkan kehilangan pada jaringan otot. Etiologi dari pemberian obat asma yang berlebihan b. B2 (Blood) : hipertensi dan edema. Hipertensi disebabkan bila aldosteron

meningkat denag kadar yang lama dan kronis mengakibatkan kerusakan pada ginjal dan
22 | C u s h i n g S y n d r o m e

funfsi ekskresi terganggu menjadikan hipertensi. Edema dikarenakan efek minimal pada elektrolit serum, bila diberikan dalam kadar yang terlalu tinggi dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. c. B3 (Brain) : mudah marah, dan tersinggung, nyeri kepala. Akibat dari

meningkatnya hormone ACTH mengakibatkan hipersensivitas. Nyeri kepala diakibatkan oleh hipertensi yaitu mengecilnya aliran pembuluh darah oksigen keotak
d. B4 (Bladder) : poliuria, fungsi seksual organ reproduksi yang menurun pada

wanita: amenore. Glukokortikoid berlebihan mengakibatkan kerja insulin terganggu hingga berkurang kerja tubulus ginjal untuk mengabsorbsi air juga berkurang mengakibatkan poliuria. Pubertas menagkibatkan aminore. e. B5 (Bowel) : nyeri pada lambung,dan adanya garis-garis seperti orang terjadi karena kenaikan sekresi hormone Gonadotropin oleh hipofisis, jika hipofisis terganggu, gonadotropin anak menurun dan

melahirkan pada perut. Distribusi jaringan diposa yang terakumulasi disentral tubuh menyebabkan obesistas trunkus dengan ekstermitas atas dan bawah kurus karena antropi f. B6 (Bone) : mudah lelah jika melakukan kegiatan ringan sehari-

hari,nyeri pada punggung, kelemahan pada otot. Glukokortikoid mempunyai efek katabolic dan anabolik. Pada protein menyebabkan anabolik. Pada protein menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein, mengakibatkan kehilangan protein pada jaringan kulit, otot, tulang dan pembuluh darah. Matriks protein tulang mudah rapuh dan menyebabkan osteoforosis 4. Pemeriksaan fisik mencakup :
a. Penampilan secara umum : amati wajah klien terhadap banyak jerawat dan wajah

mooface seperti wajah bulan, Obesitas batang tubuh dengan fosa supraklavikula yang terisi penuh, punuk kerbau (buffalo hump) b. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar dan edema. Luka sukar sembuh, penipisan pada kulit, Striae pada kulit. Glukokortikoid mempunyai efek
23 | C u s h i n g S y n d r o m e

katabolic dan anabolik. Pada protein menyebabkan anabolik. Pada protein menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein, mengakibatkan kehilangan protein pada jaringan kulit, otot, tulang dan pembuluh darah. Matriks protein tulang mudah rapuh dan menyebabkan osteoforosis. Penipisan dinding pembuluh dan melemahnya jaringan penyongkong mudah timbul luka memar. c. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respon terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi. Perubahan emosi mudah marah atau kelabilan emosi d. Penipisan rambut kepala disertai jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh seperti layaknya pria) kelebihan hormone androgen pada wanita mengakibatkan timbulnya cirri-ciri klitoris membesar, antrofi payudara, tumbuh bulu-bulu wajah belebihan. 5. Pemeriksaan penunjang mencakup :

Tes supresi dexamethason 1) Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipofisis atau adrenal 2) Untuk menentukan kadar kortisol
a. Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 uL Normal b. Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl Sindrom Cushing c. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam

d. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor) e. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma f. CT SCAN , USG, dan MRI 6. Penatalaksanan 1) Terapi Operatif
a. Hipofisektomi b. Adrenalektomi terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer

2) Terapi Medis Preparat (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol)


24 | C u s h i n g S y n d r o m e

3.2 Diagnose keperawatan Cushing Sindroma Diagnosa keperawatan umum yang dapat dijumpai pada klien dengan sindrom Cushing adalah sebagai berikut : a. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan dan perubahan metabolisme protein. b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema. c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik. d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan suasana hati, mudah tersinggung dan depresi. e. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung. f. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intak in adekuat. g. Potensial komplikasi: Hiperglikemia.

3.3 Intervensi Keperawatan Cushing Sindroma a. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan dan perubahan metabolisme protein. Tujuan: Menurunkan resiko cedera Kriteria hasil: 1) Klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur 2) Klien bebas dari area ekimotik 3) Klien tidak mengalami kenaikan suhu tubuh, kemerahan, nyeri, atau tanda-tanda infeksi dan inflamasi lainnya Intervensi a. Kaji tanda-tanda ringan infeksi Rasional a. Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi dan infeksi.
25 | C u s h i n g S y n d r o m e

b. Ciptakan lingkungan yang protektif.

b. Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak.

c. Bantu klien ambulasi

c. Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture yang tajam d. Meminimalkan penipisan massa otot dan

d. Kolaborasi. Berikan diet tinggi protein,

osteoporosis

kalsium, dan vitamin D

b.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema. Tujuan: Menurunkan resiko terjadinya lesi atau penurunan integritas pad kulit. Kriteria hasil: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit. Intervensi Rasional
a. Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.

yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.

b. Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi

berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
c. Jaringan edema lebih cenderung

c. Inspeksi area tergantung edema.

rusak/robek.
d. Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk

d. Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krim. e. Anjurkan menggunakan pakaian katun

menghilangkan kering, robekan kulit.


e. Mencegah iritasi dermal langsung dan

meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

26 | C u s h i n g S y n d r o m e

longgar. f. Kolaborasi dalam pemberian matras busa.

f. Menurunkan tekanan lama pada jaringan.

c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik. Tujuan: Klien dapat menrima situasi dirinya. Kriteria hasil: Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif tentang perubahan penampilan, fungsi seksualitas, dan tingkat aktivitas. Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri. Intervensi a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan. b. Diskusikan arti perubahan pada pasien. Rasional
a. Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya

intervensi.
b. Beberapa pasien memandang situasi sebagai

tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan control tubuh c. Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang cacat. d. e. Rujuk ke perawatan kesehatan. Contoh: kelompok pendukung. sendiri.
c. Menyampaikan harapan bahwa pasien

mampu untuk mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan tujuan hidup.
d. Memberikan bantuan tambahan untuk

manajemen jangka panjang dari perubahan pola hidup.


27 | C u s h i n g S y n d r o m e

d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan suasana hati, mudah tersinggung dan depresi. Keriteria hasil: Klien mampu mempertahankan tingkat orientasi realita sehari-hari, mengenali perubahan pada pemikiran dan tingkah laku Intervensi a. Evaluasi tingkat stress individu dan hadapi dengan tepat Rasional
a. Tingkat stress mungkin dapat meningkat

dnegan pesat karena perubahan yang baru, sedang atau telah terjadi.

b. Panggil pasien dengan namanya. c. Catat perubahan siklik dalam mental/tingkah laku. Ikutsertakan dalam latihan rutin dan program aktivitas.

b. Untuk menolong mempertahankan orientasi.


c. Penelitian menunjukkan bahwa penarikan diri

dan pasien yang tidak aktif memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami kebingungan
d. Pilihan merupakan komponen yang

d. Dukung keikutsertaan pasien dalam perawatan diri sendiri.

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

e. Nyeri berhubungan dengan terjadinya perlukaan pada mukosa lambung. Keriteria hasil : Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang, menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur dengan tepat Intervensi a. Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10) b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan Rasional a. Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien
b. Membantudalam membuat diagnosa dan 28 | C u s h i n g S y n d r o m e

dan menurunkan nyeri c. Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien

kebutuhan terapi.
c. Makanan mempunyai efek penetralisir asam,

juga menghancurkan kandungan gaster. Makanan sedikit mencegah distensi dan haluaran gaster.

d. Berikan obat sesuai indikasi. Mis, antasida.

d. Menurunkan keasaman gaster dengan

absorbsi atau dengan menetralisir kimia

f. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intak in adekuat Keriteria hasil : Mempertahankan berat badan stabil, bebas dari tanda malnutrisi. Intervensi a. Kaji riwayat nutrisi Rasional
a. Mengidentifikasi defisiensi, menduga

kemungkinan intervensi b. Catat berat badan b. Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi/keefektifan terapi.
c. Dapat maningkatkan masukan,

c. Diskusikan makanan yang disukai oleh pasien dan masukan dalam diet murni d. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering

meningkatkan rasa partisipasi d. makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.

e. Rujuk ke ahli gizi.

e. Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi

29 | C u s h i n g S y n d r o m e

g. Potensial komplikasi: Hiperglikemia Keriteria hasil: Tidak terjadi hiperglikemi Intervensi a. Observasi tanda-tanda hipeglikemi b. Berikan suntik insulin menurut sleding scale c. Awasi pemeriksaan laboratorium terutama GDS Rasional
a. Membantu dalam menentukan intervensi

selanjutnya
b. Mengupayakan agar gula darah dalam

keadaan normal c. Gula darah yang tinggi merupakan indicator terjadi hiperglikemi

3.4 Evaluasi Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data subyek, Obyek, Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).

30 | C u s h i n g S y n d r o m e

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan Cushing Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan oleh paparan berkepanjangan dari jaringan tubuh untuk tingkat tinggi hormon kortisol. Gangguan ini juga sering disebut dengan hypercortisolism. Sindrom cushing relatif langka dan paling sering mempengaruhi orang dewasa berusia 20 tahu sampai 50 tahun. Orang yang gemuk dan menderit penyakit diabetes tipe 2 dengan hipertensi dan memiliki control buruk akan kadar gula darah, memiliki peningkatan risiko yang lebih besar pada gangguan tersebut (Sylvia, 2006). Penyebab Cushuing Syndrome antara lain Glukokortikoid yang berlebih , Aktifitas korteks adrenal yang berlebih, Hiperplasia korteks adrenal, Pemberian kortikosteroid yang berlebih, Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol, Tumor-tumor non hipofisis, Adenoma hipofisis, Tumor adrenal.

31 | C u s h i n g S y n d r o m e

Gejala yang dapat muncul pada Cushing Syndrome antara lain Amenorea, Jerawat, Nyeri punggung, Kelemahan otot, Moonface, Nyeri kepala, Hiperpigmentasi, Luka sukar sembuh, Penipisan kulit, Hipertensi, Petechie, Miopati, Ekimosis, Osteoporosis, Striae, Pembesaran klitoris, Hirsutisme (pertumbuhan bulu diwajah), Obesitas, Punuk kerbau pada posterior leher . Hipokalemia, Psikosis . Perubahan emosi

DAFTAR PUSTAKA

Ben gray. 2010. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/. diakses pada tanggal 2 maret 2010 pukul 13.15 WIB De belto, Dasto. 2010. Askep Cushing Sindrom. http://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/judulskripsi.html . diakses pada tanggal 4 maret 2010 pukul 20.30 WIB Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC Govindan R, N Page, Morgensztern D, et al. Mengubah epidemiologi kanker paru sel kecil di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir: analisis epidemiologi, pengawasan, dan hasil akhir database. Jurnal Onkologi Klinik. 2006; 24:4539-4544. Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Nieman LK, Ilias I. Evaluasi dan perawatan dari sindrom Cushing. Jurnal Kedokteran Amerika. 2005; 118 (12) :1340-1346 Phatoelisme. 2010. Askep Sindrom Cushing. http://baioe.wordpress.com/about. html. diakses pada tanggal 4 maret pukul 20.30 WIB Susanne C. Smeltzer. 1999 . Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart. Jakarta: EGC

32 | C u s h i n g S y n d r o m e

Sudoyo, Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Sylvia, P. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit vol.2 edisi 6. Jakarta : EGC

33 | C u s h i n g S y n d r o m e

También podría gustarte