Está en la página 1de 11

ANALISIS EKONOMI KEGIATAN DAUR ULANG BOTOL KACA KEMASAN PRODUK UNTUK SEKTOR INFORMAL DAUR ULANG DI KOTA

BANDUNG ECONOMIC ANALYSIS OF GLASS PACKAGING WASTE RECYCLING FOR THE INFORMAL SECTOR IN BANDUNG
Annisa Indah Laksmintari1 dan Tri Padmi Damanhuri2 Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganesa 10 Bandung 1 annisa.laksmintari@gmail.com, 2tripadmi@ftsl.itb.ac.id
Abstrak: Salah satu jenis kemasan yang banyak dihasilkan dari kegiatan sehari-hari adalah sampah botol kaca kemasan produk. Di Kota Bandung, kegiatan daur ulang sampah botol kaca kemasan produk yang terjadi dimulai dari tingkat pemulung dan tukang loak hingga tingkat bandar. Wawancara dan observasi telah dilakukan dalam periode bulan Oktober Desember 2009 di Bandung terhadap 164 pelaku daur daur ulang. Sampah botol kaca kemasan produk umumnya dibagi menjadi 4 kategori : botol bir (termasuk juga botol arak, anggur, dll), botol sirup dan kecap, botol kecil (termasuk Orson dan Intisari), dan botol beling. Potensi ekonomi yang terdapat dalam usaha daur ulang sampah botol kaca kemasan produk pada tiap jenis botol berbeda-beda. Untuk botol bir, harga jual sebesar Rp 300-1.200/botol, untuk botol kecap dan sirup sebesar Rp75-400/botol, untuk botol kecil sebesar Rp 200-1.000/botol, dan untuk botol beling sebesar Rp50-500/kg. Selama ini potensi daur ulang sampah botol kaca kemasan produk tidak dimanfaatkan secara optimal, karena tidak dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan. Secara umum hambatan yang sering ditemui oleh para pelaku daur ulang botol kaca kemasan produk baik dari tingkat pemulung sampai bandar adalah rendahnya harga jual sampah botol kaca kemasan produk, keterbatasan tempat penyimpanan, beratnya sampah botol kaca kemasan produk, dan jatuhnya harga jual untuk botol kaca yang pecah. Kata Kunci: analisis ekonomi, botol kaca kemasan produk, daur ulang Abstract: One of the many types of packaging waste produced from daily activities is glass packaging waste. In Bandung, glass bottle packaging waste recycling activities occurs from the level of scavengers to dealers. Interviews and observation of 164 informal recycling actors has been done during the period of October-December 2009 in Bandung. Glass packaging waste is generally divided into 4 categories: beer bottles (including wine bottles, champagne bottles, etc.), syrup bottles and soy sauce, small bottles (including Orson and Intisari), and miscellaneous glass bottles. Economic potential for glass bottle packaging waste differ for each type of bottle. For beer bottles, the selling price range is Rp 300-1.200/bottle, for syrup and soy sauce bottles the selling price range is Rp75-400/bottle, for small bottles the selling price range is of Rp 200-1.000/bottle, and for miscellaneous glass bottles the selling price range is Rp50-500/kg. Recycling potential of the glass packaging waste has not been optimized, because it has not been considered as a profitable activity. Generally, the common difficulties in the recycling of glass packaging waste are the low selling price of glass packaging waste, storage limitations, the weight of glass packaging waste, and diminishing price for broken glass bottles. Key words : economic analysis, glass packaging, recycling

SW3

PENDAHULUAN
Dalam kegiatan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari berbagai aktivitas yang pada akhirnya menghasilkan berbagai jenis sampah. Produk berkemasan yang dikonsumsi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia akan meninggalkan kemasan bekasnya sebagai sampah. Salah satu jenis sampah kemasan yang banyak dihasilkan dari kegiatan sehari-hari adalah sampah botol kaca kemasan produk. Kini, produk kebutuhan sehari-hari telah banyak tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat dengan harga yang relatif terjangkau dan mudah didapatkan. Produk yang dikemas dengan botol kaca antara lain selai, kecap, obat, parfum, minuman, bumbu masak, sirup, jus, madu, makanan bayi, dan lain-lain. Kegiatan daur ulang sampah kaca perlu dilakukan karena jenis sampah ini tidak terbakar, membusuk, maupun terurai. Cullet (pecahan kaca) mencakup bagian yang cukup besar dalam limbah domestik (Minko et al., 1999). Kegiatan daur ulang kaca menghemat biaya dari pengunaan bahan baku. Terdapat dua alasan dasar untuk melakukan daur ulang kaca, yaitu untuk mengurangi volume limbah padat dan untuk mengurangi konsumsi bahan baku baru (Cook, 1978). Keuntungan dari menggunakan botol kaca bekas dibandingkan dengan menggunakan bahan baku baru memiliki keuntungan bagi lingkungan, antara lain untuk pengurangan konsumsi energi untuk produksi kaca, pengurangan emisi berbahaya yang timbul dari transformasi bahan baku saat pembentukan kaca, dan tingkat konsumsi yang lebih rendah untuk bahan baku, yang menyebabkan konsumsi energi yang lebih rendah dan dampak lingkungan yang lebih ringan dari proses produksinya (Vellini et al., 2009). Indonesia tidak berorientasi daur ulang pada sistem pengelolaan sampahnya. Sehingga, pada sampahnya banyak terdapat material yang berpotensi baik dari segi lingkungan maupun ekonomi, jika dimanfaatkan kembali. Fenomena ini mengakibatkan timbulnya kehadiran pelaku daur ulang secara informal. Sektor informal daur ulang terbentuk di negara-negara berkembang karena tingkat perkembangan ekonomi yang rendah. Upah yang rendah serta harga rendah untuk barang dan jasa menciptakan margin keuntungan yang cukup layak dari pengumpulan dan penjualan bahan baku sekunder (Wilson et al., 2006). Kegiatan daur ulang juga memiliki keuntungan bagi TPA. Gabungan kegiatan daur ulang sektor formal dan informal terhitung sekitar 38% dari jumlah timbulan sampah total, sehingga, kegiatan daur ulang memiliki peran yang penting dalam pemanjangan masa hidup TPA (Suchada et al., 2003). Bandung sebagai salah satu kota wisata dan perdagangan memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Dalam 5 tahun terakhir, volume sampah di Bandung bertambah rata-rata 41% atau 462.430 m3 per tahun dan volume sampah yang diolah baru 10% dari total produksi sampah kota (Suyoto, 2008). Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi kapasitas TPA yang terbatas adalah dengan pengoptimalan daur ulang pada material-material (sampah) seperti plastik, kertas, kaca dan kaleng. Oleh karena itu, diperlukan sebuah infrastruktur daur ulang.

SW3

Terdapat potensi ekonomi yang cukup besar pada sektor usaha daur ulang kertas, plastik, logam, dll. Namun hingga saat ini belum banyak pihak yang mau berusaha dalam sektor ini. Dalam makalah ini disajikan analisis ekonomi yang telah berlangsung pada sektor informal daur ulang sampah, khususnya sampah botol kaca kemasan produk di Kota Bandung.

METODOLOGI
Metode yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan melakukan survey lapangan dalam bentuk observasi dan wawancara pada pelaku daur ulang di Kota Bandung. Data yang diambil meliputi kegiatan daur ulang sampah botol kaca kemasan produk di sektor informal daur ulang, yaitu pada tingkat pemulung hingga bandar. Survey ini dilakukan dalam periode bulan Oktober-Desember 2009 di Kota Bandung secara menyeluruh terhadap 164 pelaku daur ulang. Observasi dan wawancara yang dilakukan pada tiap pelaku daur ulang dilakukan dengan tujuan melihat kondisi eksisting kegiatan daur ulang di Kota Bandung. Survey dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi jenis dan jumlah botol kaca kemasan produk yang didaur ulang, pendapatan dari kegiatan jual-beli rongsokan berupa botol kaca kemasan produk, serta harga beli dan harga jualnya. Perhitungan dan pengolahan data meliputi pengolahan data primer hasil survey pelaku daur ulang mulai dari tingkatan pemulung dan tukang loak hingga tingkat bandar untuk mengetahui analisis ekonomi sampah botol kaca kemasan produk yang telah berlangsung di wilayah studi Kota Bandung.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Masyarakat mengkonsumsi berbagai produk dengan kemasan botol kaca, antara lain minuman, kecap, saos, selai, parfum, bumbu masak, sirup, madu, obat, jamu, makanan bayi, dan lain-lain, sehingga berpotensi menimbulkan sampah botol kaca yang cukup banyak. Sampah botol kaca kemasan produk merupakan sampah anorganik yang memiliki potensi tinggi untuk di daur ulang di Kota Bandung. Proses daur ulang sampah botol kaca kemasan produk di Kota Bandung didominasi oleh sektor informal yang terdiri dari pemulung, tukang loak, lapak serta bandar. Tidak semua pelaku daur ulang membeli atau menjual sampah botol kaca kemasan produk. Dari 52 pemulung, 52 tukang loak, 30 lapak dan 30 bandar yang disurvey, mayoritas mengumpulkan jenis sampah tersebut, namun selebihnya memilih untuk mengumpulkan rongsokan lainnya selain botol. Persentase kegiatan pengumpulan sampah botol kaca kemasan produk oleh pelaku daur ulang dapat dilihat pada Gambar 1.

SW3

ya 100% Persentase 80% 60% 40% 20% 0% pemulung 71 87 29 13

tidak 17

30

70

83

tukang loak

lapak

bandar

Pelaku Daur Ulang

Gambar 1. Kegiatan Pengumpulan Botol Kaca Kemasan Produk oleh Pelaku Daur Ulang (dalam persen)

Pemulung merupakan pelaku daur ulang yang mengambil sampah dari sumber maupun di TPS/TPA, kemudian menjualnya ke lapak atau bandar. Pemulung mengumpulkan (tidak membeli) barang-barang yang telah dianggap sebagai sampah dan dibuang oleh penghasilnya. Barang rongsokan yang diambil pemulung dari segala jenis material yang dianggap berpotensi untuk dikumpulkan kemudian dijual. Dari hasil survey, ditemukan bahwa tidak semua pemulung mengumpulkan sampah botol kaca kemasan produk, yang dapat dilihat pada Gambar 1. Hanya sebanyak 71% dari 52 pemulung yang disurvey di kota Bandung yang mengumpulkan, sedangkan 29% lainnya memilih untuk mengumpulkan jenis barang rongsokan lain selain botol kaca kemasan produk. Pemulung yang tidak mengumpulkan botol kaca kemasan produk mengungkapkan beberapa kendalanya, yaitu harga jual botol kaca yang relative rendah dan jarang menemukan di sumber sampah. Kendala lainnya adalah botol dari materi kaca relatif berat untuk dipikul, karena umumnya pemulung tidak mempunyai modal selain karung sebagai wadah pengumpulan barang rongsokannya. Tukang loak merupakan pelaku daur ulang yang membeli sampah dari sumber, kemudian menjualnya ke lapak atau bandar. Dari hasil survey, ditemukan bahwa tidak semua tukang loak mengumpulkan sampah botol kaca kemasan produk, yang dapat dilihat pada Gambar 1. Sebesar 87% dari 52 tukang loak yang disurvey di kota Bandung mengumpulkan sampah botol kaca kemasan produk, sedangkan 13% lainnya tidak. Persentase tukang loak yang mengumpulkan sampah botol kaca kemasan produk lebih besar daripada persentase pemulung. Hal ini dikarenakan tukang loak memiliki modal kecil untuk mengumpulkan barang rongsokannya, dan umumnya membawa gerobak sebagai wadah pengumpulannya, sehingga jumlah dan variasi jenis barang rongsokan yang diangkut lebih banyak. Lapak merupakan pelaku daur ulang yang membeli sampah dari pemulung dan tukang loak kemudian menjualnya kembali pada bandar. Jumlah sampah tidak terlalu besar, dan proses yang dilakukan adalah pemilahan dan pembersihan awal.

SW3

Dari hasil survey seperti yang digambarkan pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa tidak semua lapak menerima barang daur ulang berupa botol kaca kemasan produk dari pemulung dan tukang loak. Sebanyak 70% dari 30 lapak menerima, sedangkan sisanya sebanyak 30% tidak menerima. Kendala yang dihadapi oleh lapak adalah harga barang daur ulang yang fluktuatif serta keterbatasan tempat untuk mengumpulkan botol kaca kemasan produk. Selain itu, rapuhnya kaca dapat menyebabkan pecah saat pemindahan maupun penyimpanan, yang dapat menurunkan harganya secara drastis. Sebanyak 83% dari 30 bandar di kota Bandung mengumpulkan sampah botol kaca kemasan produk, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 dari hasil survey. Bandar umumnya memiliki modal yang lebih banyak dan tempat yang lebih luas untuk menampung sampahnya, sehingga jenis sampah yang ditampung lebih banyak jumlahnya dan lebih variatif daripada pelaku daur ulang lainnya. Kendala yang dihadapi adalah harga yang fluktuatif, serta harga jual botol kaca yang relatif rendah, sehingga kurang menguntungkan dibandingkan bahan daur ulang lainnya. Pada pelaku daur ulang, umumnya sampah botol kaca kemasan produk dapat dikategorikan sebagai berikut: Botol bir : merupakan botol besar wadah bir, arak, anggur. Botol jenis ini dijual satuan. Botol sirup dan kecap : merupakan botol bekas sirup, kecap, saos, dan beberapa jenis botol minuman beralkohol yang berasal dari luar negeri. Botol jenis ini dijual satuan. Botol kecil : merupakan botol wadah minuman beralkohol seperti Orson, Intisari, vodka, dll. Ukurannya lebih kecil dari botol bir. Botol ini dijual satuan. Beling : merupakan botol-botol kecil, botol-botol pecah, dan botol-botol yang tidak dijual satuan, melainkan per kilogram. Dari pelaku daur ulang botol kaca kemasan produk, didapatkan rata-rata jumlah botol kaca kemasan produk yang diperoleh setiap minggunya. Data untuk botol bir, botol sirup dan kecap, serta botol kecil didapatkan dalam satuan botol, sedangkan untuk beling didapatkan dalam satuan kilogram. Jumlah untuk setiap kategori botol untuk setiap pelaku daur ulang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Jumlah Botol Kaca Kemasan Produk Per Minggu yang Dikumpulkan oleh Pelaku Daur Ulang di Kota Bandung botol kaca kemasan produk per minggu (dari survey*) Pelaku daur botol bir, arak, botol sirup, botol kecil botol beling ulang anggur (botol) kecap (botol) (botol) (kg) pemulung 18 11 13 58 tukang loak 45 24 19 47 lapak 129 85 129 153 bandar 165 110 103 151 *Survey mewakili 164 pelaku daur ulang di Kota Bandung

SW3

Dari hasil survey sejumlah 164 pelaku daur ulang di kota Bandung yang terdiri atas 52 pemulung, 52 tukang loak, 30 lapak, dan 30 bandar, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa jumlah botol dari tingkat pemulung dan tukang loak semakin meningkat pada tingkat lapak dan bandar. Untuk jenis botol yang dijual satuan, umumnya botol bir, arak, anggur merupakan jenis botol kaca kemasan produk yang paling banyak terdapat pada setiap tingkatan pelaku daur ulang. Kisaran harga beli dan jual untuk sampah botol kaca kemasan produk pada setiap pelaku daur ulang ditunjukkan pada Tabel 2. Harga jual dan beli botol tergantung pada jenis botol, namun tidak ada ketentuan tertentu untuk pembagian jenis botol. Perbedaan dapat saja terjadi dari satu pelaku daur ulang dengan pelaku daur ulang lain dalam pengkategorian botol, sehingga terjadi perbedaan dalam pemberian harga terhadap botol tersebut. Kisaran harga jual dan beli untuk botol bir dan botol kecil umumnya meningkat dari pemulung-tukang loak-lapak-bandar. Untuk botol sirup dan kecap serta botol-botol yang masuk kategori beling, harga beli dan jualnya dari satu pelaku daur ulang ke pelaku daur ulang yang lain tidak terjadi peningkatan harga yang signifikan. Rata-rata dari harga beli dan jual untuk sampah botol kaca kemasan produk pada setiap pelaku daur ulang disajikan pada Tabel 3. Diantara keempat jenis botol, botol bir termasuk jenis botol yang harga beli dan jualnya paling tinggi. Hal ini karena permintaan dari pabrik asalnya yang juga tinggi. Perbandingan harga beli rata-rata untuk botol kaca kemasan produk dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan harga jual rata-rata untuk botol kaca kemasan produk dapat dilihat pada Gambar 3. Keuntungan merupakan perbedaan antara harga jual dan harga beli. Dari setiap pelaku daur ulang, dapat dihitung keuntungan yang didapatkan dari kegiatan pembelian dan penjualan sampah botol kaca kemasan produk. Keuntungan untuk setiap kategori botol dapat dilihat pada Tabel 4. Secara umum, keuntungan yang didapatkan dari alur pemulung-tukang loak-lapak-bandar semakin menurun. Pemulung memiliki keuntungan yang paling besar, karena tidak memerlukan modal awal dalam pencarian barang rongsokan. Keuntungan yang diperoleh pada tahap selanjutnya, yaitu pada tingkat tukang loak, lapak, dan bandar tidak jauh karena harga jual botol yang tidak jauh berbeda dibandingkan satu tingkat ke tingkat pelaku daur ulang lainnya. Faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga rongsokan dari pabrik adalah faktor permintaan konsumen akan barang olahan pabrik tersebut. Jika permintaan konsumen sedang tinggi, pabrik memerlukan banyak rongsokan untuk diolah menjadi bahan baku yang selanjutnya diolah menjadi botol kaca baru untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, sehingga harga rongsokan bisa naik. Sebaliknya, jika permintaan konsumen turun, pabrik jadi tidak memerlukan banyak rongsokan, sehingga harga turun.

SW3

Tabel 2. Kisaran Harga Beli dan Jual untuk Sampah Botol Kaca Kemasan Produk pada Pelaku Daur Ulang di Kota Bandung (dari survey*) botol bir, arak, anggur botol sirup, kecap botol kecil (Rp/botol) botol beling (Rp/kg) Pelaku daur (Rp/botol) (Rp/botol) ulang harga beli harga jual harga beli harga jual harga beli harga jual harga beli harga jual pemulung 0 300-1.000 0 100-400 0 200-700 0 50-250 tukang loak 300-1.000 500-1.250 50-300 100-400 200-500 400-900 50-200 100-250 lapak 500-1.000 800-1.400 50-200 100-250 150-700 400-1.000 50-200 100-500 bandar 500-1.000 1.000-1.200 50-200 75-300 100-800 150-1.000 75-250 150-350 *Survey mewakili 164 pelaku daur ulang di Kota Bandung

Tabel 3. Rata-rata Harga Beli dan Jual untuk Sampah Botol Kaca Kemasan Produk pada Pelaku Daur Ulang di Kota Bandung (dari survey*) botol bir, arak, anggur botol sirup, kecap botol kecil (Rp/botol) botol beling (Rp/kg) Pelaku daur (Rp/botol) (Rp/botol) ulang harga beli harga jual harga beli harga jual harga beli harga jual harga beli harga jual pemulung 0 724 0 220 0 500 0 146 tukang loak 536 897 139 250 300 570 91 182 lapak 777 1.075 110 177 441 709 138 242 bandar 843 1.074 115 175 365 546 145 218 *Survey mewakili 164 pelaku daur ulang di Kota Bandung

SW3

1000
843

Harga Beli (Rp)

800 600 400 200 0 0


536

777

pemulung
441 365 300 139 110 115 91 138 145

tukang loak lapak 0 bandar

botol bir, arak, botol sirup, botol kecil (per botol beling (per anggur (per kecap (per botol) botol) kg) botol) Jenis Botol

Gambar 2. Harga Beli Rata-rata Sampah Botol Kaca Kemasan Produk pada Pelaku Daur Ulang di Kota Bandung

1200 Harga Jual (Rp) 1000 800 600 400 200 0


724 897

1075 1074

709 500 220 250 177 175 570 546

pemulung tukang loak


146 182 242 218

lapak bandar

botol bir, arak, botol sirup, kecap anggur (per botol) (per botol)

botol kecil (per botol)

botol beling (per kg)

Jenis Botol

Gambar 3. Rata-rata Harga Jual Sampah Botol Kaca Kemasan Produk pada Pelaku Daur Ulang di Kota Bandung

Tabel 4. Rata-rata Keuntungan dari Kegiatan Beli-Jual Sampah Botol Kaca Kemasan Produk pada Pelaku Daur Ulang di Kota Bandung botol kaca kemasan produk per minggu (dari survey*) botol bir, arak, botol sirup, botol kecil botol beling anggur kecap (Rp/botol) (Rp/kg) (Rp/botol) (Rp/botol) pemulung 724 220 500 146 tukang loak 400 83 200 100 lapak 298 67 246 104 bandar 230 60 181 73 *Survey mewakili 164 pelaku daur ulang di Kota Bandung Pelaku daur ulang Para pelaku daur ulang umumnya menganggap pendapatan dari botol kaca sangat sedikit dibandingkan dengan material daur ulang lainnya oleh. Secara

SW3

umum, pendapatan per bulan yang diperoleh bandar lebih tinggi bila dibandingkan dengan pendapatan per hari dari bandar dan lapak. Bandar memiliki omzet penjualan yang lebih besar dibandingkan dengan pelaku daur ulang lainnya, karena sumber penerimaan bandar lebih banyak jenis dan jumlahnya. Tingkatan harga barang pun semakin tinggi seiring dengan meningkatnya tingkatan pelaku daur ulang.
3%

11%

16%

0-20 20-40 40-100 100-200 >200


Ket: dalam ribuan rupiah

40%

30%

Gambar 4. Pendapatan pemulung dari penjualan botol kaca kemasan produk


0-20 18% 16% 20-40 40-100 13% 31% 22% 100-200 >200
Ket: dalam ribuan rupiah

Gambar 5. Pendapatan tukang loak dari penjualan botol kaca kemasan produk

18%

9% 9% 0- 40 40-80 80-200 200-400 >400


Ket: dalam ribuan rupiah

23% 41%

Gambar 6. Pendapatan lapak dari penjualan botol kaca kemasan produk

SW3

8% 16% 40% 16% 20%

0-80 80-160 160-400 400-800 >800


Ket: dalam ribuan rupiah

Gambar 7. Pendapatan bandar dari penjualan botol kaca kemasan produk Dari hasil survey, umumnya pemulung yang mengumpulkan botol kaca kemasan produk meraup pendapatan kurang dari Rp 100.000 dari penjualannya per bulan. Hanya 14% dari pemulung yang disurvey yang menerima pendapatan lebih dari jumlah tersebut, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Untuk tukang loak, secara umum pendapatan dari penjualan botol kaca kemasan produk sedikit lebih tinggi dari pemulung, yang ditunjukkan pada Gambar 5. Hal ini karena tukang loak memiliki modal kecil untuk membeli barang rongsokannya, sehingga harga jual botol juga sedikit lebih tinggi. Sebanyak 41% lapak yang menerima botol kaca kemasan produk meraih pendapatan sebesar Rp 80.000 sampai Rp 200.000. Lapak yang menerima pendapatan kurang dari Rp 80.000 dari botol kaca kemasan produk hanya sebanyak 18%, sehingga menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima pada tahap lapak cukup besar. Pendapatan untuk lapak dapat dilihat pada Gambar 6. Di bandar, pendapatan yang didapat dari penjualan botol kaca kemasan produk cukup beragam. Gambar 7 menggambarkan sebanyak 40% dari bandar yang melakukan kegiatan jual-beli botol kaca kemasan produk memiliki pendapatan lebih dari Rp 800.000. Hal ini terjadi karena pada tahap bandar, kegiatan jual-beli botol kaca kemasan produk yang terjadi lebih banyak jenis dan jumlahnya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari observasi dan wawancara terhadap 164 pelaku daur ulang, maka dapat disimpulkan bahwa di Bandung terdapat potensi ekonomi daur ulang botol kaca kemasan produk bagi sektor informal daur ulang. Aliran daur ulang sampah botol kaca kemasan produk di sektor informal daur ulang adalah pemulung/tukang loak-lapak-bandar. Tidak semua pelaku daur ulang berpartisipasi dalam kegiatan daur ulang botol kaca kemasan produk. Sebesar 71% pemulung, 87% tukang loak, 70% lapak, dan 83% bandar yang melaksanakan kegiatan jual-beli sampah botol kaca kemasan produk. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan daur ulang botol kaca kemasan produk antara lain harga jual botol kaca yang relatif rendah, keterbatasan tempat penyimpanan, beratnya botol kaca, serta harga botol yang jatuh jika botol pecah atau retak. Sampah botol kaca kemasan produk dapat dikategorikan sebagai botol bir, botol sirup dan kecap, botol kecil, atau botol beling. Dari keempat kategori botol, botol bir memiliki harga beli dan harga jual paling tinggi. Keuntungan yang didapatkan dari kategori botol bir juga lebih tinggi daripada kategori botol lainnya. Secara umum, keuntungan yang didapatkan dari alur pemulung/tukang loak-lapak-bandar semakin menurun, yang disebabkan oleh harga jual botol yang tidak jauh berbeda

SW3

dibandingkan satu tingkat ke tingkat pelaku daur ulang lainnya. Pendapatan yang diraih oleh bandar paling besar dibandingkan pelaku daur ulang lainnya, karena kegiatan jual-beli botol kaca kemasan produk lebih banyak jenis dan jumlahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Cook, R.F. 1978. The Collection and Recycling of Waste Glass (Cullet) in Glass Container Manufacture. Conservation & Recycling, Vol. 2, Issue 1, 59-69. Minko, N.I., Bolotin, V.N., dan Zhernovaya, N.F. 1999. Technological, Energy, and Environmental Aspects of Collecting and Recycling of Cullet. Glass and Ceramics, Vol. 56, 131-133. Suchada, P., Trankler, J., Cholada, K., dan Scholl, W. 2003. The Role of Formal and Informal Sectors in Solid Waste Management of Developing Countries. Ninth International Waste Management and Landfill Symposium. Suyoto, Bagong. 2008. Fenomena Gerakan Mengolah Sampah. Jakarta: PT. Prima Infosarana Media. Vellini, M., dan Savioli, M. 2009. Energy and Environmental Analysis of Glass Container Production and Recycling. Energy, Volume 34, Issue 12, 21372143. Wilson, D.C., Velis, C., dan Cheeseman, C. 2006. Role of Informal Sector Recycling in Waste Management in Developing Countries. Habitat International 30, 797-808.

SW3

También podría gustarte