Está en la página 1de 112

Pondok Ilmu Habitat Orang-orang Pengembang Ilmu

Search this

Home About Me TEKNIK STERILISASI KOMERSIAL DALAM INDUSTRI PANGAN

30 Dec

Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Biopestisida


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment PENDAHULUAN

Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak dipakai. Jenis-jenis Biopestisida Jenis-jenis biopestisida, antara lain : 1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)

Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewanhewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Sastroutomo, 1992). Pada saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan Bactospeine. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat (Sastroutomo, 1992). Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap (Sastroutomo, 1992). 2. Herbisida biologi (Bioherbisida) Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo, 1992). 3. Fungisida biologi (Biofungisida) Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah spora Trichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai. Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002). Biofungisida lainnya menurut Novizan (2002), yaitu Gliocladium spesies G. roseum dan G. virens. Produk komersialnya sudah dapat dijumpai di Indonesia dengan merek dagang Ganodium P yang direkomendasikan untuk mengendalikan busuk akar pada cabai akibat serangan jamur Sclerotium Rolfsii. Bacillus subtilis yang merupakan bakteri saprofit mampu mengendalikan serangan jamur Fusarium sp. pada tanaman tomat. Bakteri ini telah diproduksi secara masal dengan merek dagang Emva dan Harmoni BS (Novizan, 2002). Keuntungan biopestisida:

Menjaga kesehatan tanah dan mempertahankan hidupnya dengan meningkatkan bahan organik tanah.

Spesies tertentu yang digunakan aman baik sebagai musuh alami dan organisme non target. Biopestisida tidak terlalu beracun seperti pestisida kimia sehingga aman untuk lingkungan. Pestisida mikroba mengandalkan senyawa biokimia potensial yang disintesis oleh mikroba, hanya dibutuhkan dalam jumlah terbatas. Mudah membusuk sehingga dapat mengurangi pencemaran

Bacillus thuringiensis

a.

Klasifikasi Bacillus thuringiensis : : Eubacteria : Firmicutes : Bacilli : Bacillales : Bacillaceae : Bacillus : Bacillus thuringiensis

Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies b. Deskripsi

B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang membedakannya dengan spesies Bacillus lainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi III dan IV. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain. Selain endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis dapat membentuk beta-eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia dan insekta. Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga

memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami. Berbagai macam spesies B. thuringiensis telah diisolasi dari serangga golongan koleoptera, diptera, dan lepidoptera, baik yang sudah mati ataupun dalam kondisi sekarat. Bangkai serangga sering mengandung spora dan ICP B. thuringiensis dalam jumlah besar. Sebagian subspesies juga didapatkan dari tanah, permukaan daun, dan habitat lainnya. Pada lingkungan dengan kondisi yang baik dan nutrisi yang cukup, spora bakteri ini dapat terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya. B. thuringiensis dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan. c. Substansi aktif

Istilah substansi aktif yaitu bahan-bahan yang mempunyai aktivitas tertentu yang dihasilkan oleh makhluk hidup, dan bahan aktif ini biasanya dapat bersifat positif pada makhluknya sendiri akan tetapi dapat bersifat negatif atau positif pada makhluk hidup lain. Substansi aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme umumnya digolongkan menjadi dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Substansi aktif primer biasanya bersifat intraseluler atau terdapat didalam sel. Biasanya metabolit primer dihasilakn dalam jumlah yang relatif kecil. Substansi sekunder adalah hasil dari metabolisme didalam sel yang disekresikan keluar dari sel atau dikumpulkan dalam kantong-kantong khusus diantara sel atau jaringan didalam tubuhnya. Bacillus thuringiensis membentuk spora yang membentuk kristal protein-toksin. Kristal tersebut bersifat toksik terhadap serangga. Penelitian Heimpel (1967) diketahui bahwa B. thuringiensis menghasilkan beberapa jenis toksin, seperti (alfa), (beta), (gamma)eksotoksin, dan (delta)-endotoksin, serta faktor louse. Peneliti lain menginformasikan bahwa yang berperan penting sebagai insektisida adalah protein -eksotoksin dan -endotoksin. Berbagai macam B. thuringiensis : 1. Bacillus thuringiensis varietas tenebrionis menyerang kumbang kentang colorado dan larva kumbang daun. 2. Bacillus thuringiensis varietas kurstaki menyerang berbagai jenis ulat tanaman pertanian. 3. Bacillus thuringiensis varietas israelensis menyerang nyamuk dan lalat hitam. 4. Bacillus thuringiensis varietas aizawai menyerang larva ngengat dan berbagai ulat, terutama ulat ngengat diamondback. Bio-insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis

Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat daun, kumbang daun, dan kutu daun pada tanaman holtikultura. Bakteri B. thuringiensis cukup efektif untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari golongan lepidoptera, coleoptera, dan hemiptera. Senyawa toksin penting dalam upaya pengembangan produk bioinsektisida secara komersial. Karaterisasi kimia -eksotoksin pertama kali diaporkan oleh Mc. Connel dan Richard (1959). Peneliti tersebut mengatakan bahwa -eksotoksin terdiri dari komposisi senyawa asam nukleat, seperti adenine, ribose, glucose, dan asam alarik dengan ikatan kelompok fosfat. Selain itu, -eksotoksin diketahui bersifat termostabil, artinya bahwa senyawa tersebut tahan atau tidak rusak jika terkena suhu tinggi, maka digolongkan sebagai thermostabel eksotoksin, larut didalam air dan sangat beracun terhadap beberapa jenis ulat. Sementara -eksotoksin bersifat sebaliknya, tidak stabil jika terkena panas. Senyawa tersebut diketahui beracun bagi mencit dan ulat (Plutella xylostella). Reaksi toksisitas terhadap serangga dari -endotoksin dan strain B. thuringiensis terhadap serangga tampaknya juga sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heimpel dan rekannya (1959 dan 1967) terhadap serangga Lepidoptera menunjukkan adanya respon yang berbeda terhadap -endotoksin. Fenomena lain mekanisme kerja dari toksin bakteri B. thuringiensis yaitu, terjadinya mekanis intraseluler dari -eksotoksin, sebagai substansi protein aktif yang bersifat racun, senyawa ini akan menghambat sintesa asam ribonukleat, dengan cara menghentikan proses katalisa polimerasi oleh DNA-dependen RNA-polymersae. Mekanisme Patogenisitas

Kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim pencerna protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami lysis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati. Cara Isolasi Isolat Bacillus thuringiensis dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora B. thuringiensis menjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut dipanaskan pada suhu 80C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasi B. thuringiensis. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat B. thuringiensis. Penapisan Isolat yang Toksik

Tidak semua isolat Bt beracun terhadap serangga. Untuk itu perlu dilakukan penapisan daya racun dari isolat-isolat yang telah diisolasi. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk hal ini. Pertama dengan pendekatan molekular dan kedua dengan bioasai. Pendekatan molekular dilakukan dengan PCR menggunakan primer-primer yang dapat menggandakan bagian-bagian tertentu dari gen-gen penyandi protein kristal (gen cry). Hasil PCR ini dapat dipakai untuk memprediksi potensi racun dari suatu isolat tanpa terlebih dulu melakukan bioasai terhadap serangga target. Dengan demikian penapisan banyak isolat untuk kandungan gen-gen cry tertentu dapat dilakukan dengan cepat. Untuk menguji lebih lanjut daya beracun dari suatu isolat maka perlu dilakukan bioasai dengan mengumpankan isolat atau kristal protein dari isolat tersebut kepada serangga target. Dari bioasai ini dapat dibandingkan daya racun antar isolat. Dengan pendekatan seperti ini BB-Biogen telah mengidentifikasi beberapa isolat B. thuringiensis lokal yang mengandung gen cry1 dan beracun terhadap beberapa serangga. Cara Perbanyakan Perbanyakan bakteri B. thuringiensis dalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan sederhana. Karena yang kita perlukan sebagai bioinsektisida adalah protein kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media yang mengandung tryptose telah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasi B. thuringiensis. Dalam 25 hari B. thuringiensis akan bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada suhu 30C. Perbanyakan B. thuringiensis ini dapat pula dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan fermentor. Potensi sebagai Bioinsektisida Untuk bahan dasar bioinsektisida biasanya digunakan sel-sel spora atau protein kristal Bt dalam bentuk kering atau padatan. Padatan ini dapat diperoleh dari hasil fermentasi sel-sel Bt yang telah disaring atau diendapkan dan dikeringkan. Padatan spora dan protein kristal yang diperoleh dapat dicampur dengan bahan-bahan pembawa, pengemulsi, perekat, perata, dan lain-lain dalam formulasi bioinsektisida. Teknologi Produksi Biopestisida Skala Industri

Pengembangan industri umumnya dilakukan dengan menggunakan tahapan skala laboratorium, skala pilot plant, dan skala industri. Skala laboratorium merupakan tahap penyeleksian mikroba yang digunakan, skala pilot plant merupakan tahap penerapan kondisi operasi optimum dan skala industri merupakan tahap yang prosesnya akan dilaksanakan dengan pertimbangan perhitungan ekonomi. Penelitian skala laboratorium telah mendapatkan nisbah karbon dan nitrogen dengan media onggok tapioca dan urea optimum sebesar 7:1, pH dan suhu sebesar 6,90 + 0,10 dan 26,35 + 1,500 C serta laju agitasi dan laju optimum, yaitu 200 rpm dan wm. Translasi skala laboratorium ke skala pilot plant atau industri memerlukan patokan perhitungan yang tepat. Ada beberapa metode yang digunakan dalam penggandaan skala. Mengingat fermentasi bioinsektisida Bacillus thuringiensis bersifat aerobik, maka digunakan patokan penggandaan skala yang berhubungan dan mengacu pada perpindahan oksigen, yaitu tekanan parsial Oz atau Po. Ketersediaan oksigen sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan sintesis bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis. Parameter penting yang berpengaruh pada ketersediaan oksigen di dalam media adalah koefisien perpindahan oksigen volumetric dan kebutuhan tenaga per unit volume. Oleh karena itu, dalam tahap penggandaan skala dicoba dua patokan tersebut. Perhitungan penggandaan skala memerlukan data ciri reologi cairan fermentasi dan spesifikasi fermentor yang digunakan, yakni tipe pengaduk, jumlah pengaduk, diameter pengaduk, jumlah baji, tinggi fermentor, diameter tangki, dan volume tangki fermentor. Agar penyimpangan yang terjadi selama proses penggandaan skala dapat diminimumkan sehingga tidak menyebabkan kerugian, maka kajian penggandaan skala produksi bioinsektisida dilakukan dengan mempertahankan keasaman geometric fermentor, menggunakan komposisi media, suhu proses, pH awal, konsentrasi kelarutan oksigen, dan galur mikroorganisme yang sama. Langkah yang dilakukan, yaitu 1. Isolasi Mikroba

Cara untuk mendapatkan biakan murni disebut isolasi. Isolasi merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam industri. Isolat yang diperoleh dan bersifat unggul akan digunakan untuk memproduksi senyawa yang bernilai ekonomi. Sumber mikroba diberi perlakuan yang dapat merangsang pertumbuhan mikroba khusus yang diinginkan dan sekaligus menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan atau mikroba ditumbuhkan dalam medium yang bersifat selektif. Untuk mendapatkan kelompok mikroba khusus digunakan media yang diberi tambahan nutrisi khusus yang sesuai dengan habitat alami, yang disebut dengan media diperkaya. 2. Seleksi Mikroba Dari sejumlah isolat yang didapat, perlu dilakukan seleksi untuk memilih isolat terbaik atau unggul dalam produksi. Sifat-sifat yang harus dimiliki isolat terpilih adalah 1. 2. 3. 4. Murni, bebas dari segala kontaminan Dapat tumbuh dengan subur, fase adaptasi singkat atau tidak ada Dapat menghasilkan produk yang diinginkan (aktivitas spesifik) Mampu menghasilkan produk yang diinginkan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu singkat 5. Mudah disimpan dan dipelihara dalam jangka waktu lama 3. Karakterisasi dan Identifikasi Karakterisasi atau penentuan sifat fisiologis mikroba, merupakan dasar dalam identifikasi mikroba secara sistematik. Beberapa karakter yang perlu diketahui dari isolat, antara lain adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Morfologi dan struktur sel (spora, flagel) Sifat Gram Morfologi koloni pada media padat Sifat petumbuhan pada medium cair Kebutuhan oksigen Kebutuhan energi dan nutrient Suhu dan pH optimal untuk pertumbuhan Kurva pertumbuhan

Selanjutnya identifikasi isolat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain berdasarkan: 1. Reaksi enzimatik/tes biokimia, yaitu fermentasi gula, TSIA, Indol, Metilred, Vouges Pros kauer, Citrat, Urease, katalase, oksidase dan sebagainya. 2. Tes serologi, yakni reaksi antigen dengan antibodi 3. Sifat genetik, yakni dengan menentukan komposisi basa, urutan basa nukleotida dan hibridisasi DNA 4. Urutan asam amino, urutan asam amino yang menyusun protein adalah spesifik, karena merupakan refleksi dari urutan basa DNA, dan lain-lain. 4. Pemeliharaan Kultur

Pemeliharaan kultur bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan perubahan genetik serta untuk mempertahankan tingkat aktivitas dan viabilitas sel serta mutu genetik. Oleh karena itu, tahap ini merupakan tahap yang paling menentukan kelangsungan industri. Bila tidak dipertahankan, maka mutu dan jumlah produksi akhir juga tidak bisa dipertahankan. Mikroba mudah sekali mengalami mutasi secara spontan, sehingga mutu genetik kultur relatif sulit dipertahankan dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan dalam menghasilkan metabolit. 5. Propagasi Kultur dan Pembuatan Starter Propagasi kultur bertujuan untuk mendapatkan inokulum yang sehat dan aktif serta tersedia dalam jumlah mencukupi. Inokulum yang berupa kultur kerja tidak dapat langsung digunakan untuk fermentasi. Fermentasi dalam kapasitas besar memerlukan inokulum yang cukup banyak. Biasanya inokulum hasil propagasi tidak mencukupi sehingga perlu dibiakan kembali untuk mencapai jumlah yang diinginkan. Inokulum yang siap diinokulasikan ke fermentor disebut dengan starter (biakan aktif). Starter biasanya dibuat dalam fermentor kecil dengan kondisi medium terkendali menyerupai fermentor besar. 6. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses untuk menghasilkan produk dengan melibatkan aktivitas mikroba secara terkontrol, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Fermentasi dilakukan dalam fermentor yang berisi medium dengan kandungan nutrien yang cukup dan kondisi medium yang optimal untuk pertumbuhan dan sintesis produk yang diinginkan, baik suhu, pH, aerasi maupun homogenitas. Selanjutnya fermentor dihubungkan dengan monitor untuk mengatur parameter-parameter yang terkait dengan proses fermentasi. Prosedur perpindahan fermentasi dari skala laboratorium ke skala industri disebut juga dengan scale-up atau peningkatan proses. Scale-up perlu dilakukan karena selama fermentasi terjadi perubahan lingkungan internal fermentor, yang dapat mempengaruhi aktivitas dan produktivitas mikroba. Pada fermentasi skala laboratorium digunakan fermentor gelas 1-5 liter, skala pilot plan 300 3000 liter dan pada tahap industri digunakan fermentor 10.000 400.000 liter. 7. Pengembangan Mutan Mikroba yang berperan dalam industri perlu ditingkatkan aktivitas metabolismenya, sebab isolat alami hanya mampu menghasilkan produk dalam jumlah sedikit. Pengembangan mutan dapat dilakukan dengan transformasi lisogeni, rekombinasi dan pembuatan mutan auxotrof.

Sifat-sifat mutan yang diinginkan, yaitu waktu fermentasi lebih singkat, tidak memproduksi senyawa yang tidak diinginkan, dapat menggunakan substrat yang lebih murah, mampu menghasilkan produk dalam jumlah tinggi dan lain sebagainya. Selanjutnya mikroba dengan sifat-sifat yang menguntungkan tersebut digunakan dalam industri, untuk menghasilkan produk yang berkualitas dalam jumlah maksimal. Kajian Religius

Surat Al-Baqarah ayat 164 :

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Surat An Nahl ayat 13 :

Artinya : Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda(kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Kandungan yang terdapat diatas menjelaskan bahwa Allah menciptakan berbagai macam makhluk hidup yang mempunyai manfaat ataupun kerugian masing-masing. Salah satu contoh makhluk hidup yang diciptakan-Nya yaitu bakteri. Semua jenis bakteri berasal dari ciptaan Allah Maha Kuasa. Dan juga dari penggalan bukti ayat-ayat Al-quran tersebut telah jelas bahwa kita sebagai orang yang beriman, yang yakin akan adanya sang Khalik harus percaya bahwa seluruh makhluk baik di langit dan di bumi, baik berukuran besar maupun kecil, bahkan sampai mikroorganisme (jasad renik) yang tidak dapat terlihat dengan mata telanjang adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Sesungguhnya manusia hanyalah sedikit pengetahuannya, jika dibandingkan dengan ilmu Allah SWT yang maha luas dan tak terbatas. Selain itu dari makhluk-makhluk hidup yang sudah diciptakan mempunyai manfaat dalam kehidupan kita, salah satu contohnya yaitu bakteri Bacillus thuringiensis yang dimanfaatkan sebagai bioinsektisida atau pembasmi hama dalam bidang pertanian. KESIMPULAN 1. Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur).

2. Jenis-jenis biopestisida yaitu, insektisida biologi (Bioinsektisida) untuk mengendalikan serangga, herbisida biologi (Bioherbisida) untuk mengendalikan gulma, dan fungisida biologi (Biofungisida) untuk mengendalikan jamur. 3. Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. 4. Ketika lingkungan tidak mendukung, maka bakteri B. thuringiensis akan embentuk fase sporulasi. Pada saat sporulasi tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami. 5. Kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim pencerna protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami lysis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati. DAFTAR PUSTAKA Petunjuk Praktis Membuat Pestisida Organik. 2010. Jakarta : Agromedia Pustaka Suwahyono, untung. 2010. Biopestisida. Jakarta enebar Swadaya

http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/11/biopestisida/ diakses pada tanggal 13 November 2011 http://anekaplanta.wordpress.com/2008/04/22/biopestisida-sebagai-pengendali-hama-danpenyakit-tanaman-hias/ diakses pada tanggal 13 November 2011 http://youarestronger.wordpress.com/2011/04/14/bacillus-thuringiensis-bt-pada-air-cucianberas/ diakses pada tanggal 13 November 2011 http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/bioinsektisida-alternatif-bacillusthuringiensis-bt/ diakses pada tanggal 13 November 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/Biopestisida diakses pada tanggal 13 November 2011 http://biochronica.blogspot.com/p/bioteknologi.html diakses pada tanggal 13 November 2011 29 Dec

KEBUTUHAN DASAR NUTRISI MIKROBA


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. Untuk keperluan hidupnya, semua makhluk hidup

memerlukan bahan makanan. Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan energi. Demikian juga dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan bahan-bahan organik dan anorganik dari lingkungannya. Bahan-bahan tersebut disebut dengan nutrient (zat gizi), sedang proses penyerapanya disebut proses nutrisi (Suriawiria, 1985). Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi tidak bersih dan higienis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higienis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali (Anonymous, 2006).

Gambar : Mikroba ( Sumber : trianda.herisonsurbakti.com)

Menurut Waluyo (2005), peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. Selain itu, secara umum nutrient dalam media pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik oranisme baru (Jawetz, 2001). Pertumbuhan mikoorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-bahan yang terlarut dalam air, yang digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi, adalaah bahan makanan. Tuntutan berbagai mikroorganisme yang menyangkt susunan larutan makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat berbedabeda. Oleh sebab itu diperkenalkan banyak resep untuk membuat media biak untuk mikroorganisme. Pada dasarnya sesuatu larutan biak sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat berikut. Di dalamnya harus tersedia semua unsur yang ikut serta pada pembentukan bahan sel dalam bentuk berbagai senyawa yang dapat dioloah (Schlegel, 1994).

Peran Nutrisi Sebagai Dasar Kehidupan Pada Mikroba

Sumber : Juno Biotechcers Mayoritas komponen seluler adalah karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosfor dan elemen ini merupakan penyusun utama membran, protein, asam nukleat dan struktur seluler lainnya. Elemen ini diperlukan paling banyak oleh mikroba untuk menyusun komponen selulernya. Oleh karena itu disebut makronutrien. Elemen lainnya yang sedikit diperlukan oleh mikroba untuk menyusun komponen selulernya disebut mikronutrien. Elemen lainnya yang sangat sedikit (bahkan tidak terukur) diperlukan sel untuk menyusun komponen seluler, tetapi harus hadir dalam nutrisinya disebut trace elemen. Semua elemen yang diperlukan oleh mikroba dipaparkan dalam bab selanjutnya. Faktor pertumbuhan merupakan molekul organik yang penting bagi pertumbuhan tetapi tidak mampu disintesis oleh mikroba sendiri seperti vitamin dan asam amino. ( Arudewangga, 2010) Semua organisme memerlukan karbon, energi dan elektron untuk aktivitas metabolismenya, dan bakteri telah dikelompokkan berdasarkan metode memperoleh dan mengunakan ketiga komponen tersebut. Karbon merupakan komponen utama dan penting bagi sistem hidup khususnya sebagai kerangka makromolekul seluler. Mikroba yang memperoleh karbon dari karbon dioksida disebut autotrof, sedangkan mikroba yang memperoleh karbon dari molekul organik disebut heterotrof. Energi untuk keberlangsungan reaksi seluler dapat berasal dari konversi cahaya atau reaksi oksidasi senyawa organik maupun anorganik. Mikroba fototrofik mampu mengkonversi cahaya menjadi energi kimia, sedangkan kemotrofik memperoleh energi dari oksidasi kimiawi baik organik maupun anorganik. Dalam memperoleh energi diperlukan sumber elektron. Mikroba yang memperoleh elektron dari senyawa organik, disebut organotrof, sedangkan yang memperoleh elektron dari senyawa anorganik disebut litotrof. ( Arudewangga, 2010) Jenis-jenis nutrisi yang diperlukan mikroba Mikroorganisme teramat khusus dalam hal sifat-sifat faali. Berkenaan dengan hal tersebut persyaratan zat gizinya pun juga bersifat khusus. Ribuan macam medium dianjurkan untuk pembiakannya. Penentuan medium biakan harus berdasarkan persyaratan nutrisi bagi mikroorganisme yang bersangkutan. Persyaratan nutrisi dalam bentuk zat-zat kimia diperlukan untuk pertmbuhan dan fungsi normal. Berikut ini persyaratan nutrisi bagi mikroorganisme:

Semua organisme hidup membutuhkan sumber energi

Beberapa bentuk kehidupan, seperti tumbuhan hijau dapat menggunakan energi cahaya, hal tersebut dinamakan dengan fototrof. Sedangkan yang lain, seperti hewan berantung pada oksidasi senyawa-senyawa kimia untuk memperoleh energinya. Makhluk-makhluk semacam yang disebutkan terakhir disebut dengan kemotrof. Semua organism hidup terbagi menjadi fototrof dan kemotrof.

Semua oganisme hidup membutuhkan karbon

Sejumlah organisme membutuhkan sejumlah karbon dalam bentuk senyawa karbon dioksida, tetapi kebanyakan diantarannya juga membutuhkan beberapa senyawa karbon organik, seperti gula dan karbohidrat. Tumbuhan, alga, dan beberapa kuman berklorofil membutuhkan karbon dioksida dan mengubahnya menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis. Ditinjau dari segi nutrisi, semua organisme yang disebutkan diatas adalah organism ototrof. Bila mereka memperoleh energinya dari cahaya maka disebut organisme fotoototrof, dan bila memperoleh energinya dengan cara mengoksidasi senyawa kimia, maka disebut organisme kemoototrof. Mikroorganisme yang lain tidak dapat menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon dan hidupnya bergantung pada organisme ototrof untuk memproduksi karbohidrat dan senyawa-senyawa organik lain yang digunakan sebagai makanan. Organisme yang membutuhkan senyawa-senyawa organik lain sebagai sumber karbonnya disebut organissme heterotrof . ( Lud Waluyo, 2004) Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidasi, CO2, sebagai satusatunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi unsur pokok sel organik adalah proses reduktif, yang memerlukan pemasukan bersih energi. Karena itu, di dalam golongan faali ini, sebagian besar dari energi yang berasal dari cahaya atau dari oksidasi senyawa anorganik yang tereduksi harus dikeluarkan untuk reduksi CO2 sampai kepada tingkat zat organik. Semua organisme lain memperoleh karbonnya terutama dari zat gizi organik. Karena kebanyakan substrat organik adalah setingkat dengan oksidasi umum sebagai unsur pokok sel organik, zat-zat itu biasanya tidak usah menjalani reduksi pertama yang berguna sebagai sumber karbon sel. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, maka substrat organik harus memberikan keperluan energetik untuk sel itu. Akibatnya sebagian besar daripada karbon yang terdapat pada substrat organik memasuki lintasan lintasan metabolisme yang menghasilkan energi dan akhirnya dikeluarkan lagi dari sel, sebagai CO2 (hasil utama dalam metabolisme pernapasan yang menghasilkan energi atau sebagai campuran CO2 dan senyawa organik). Jadi, substrat organik biasanya mempunyai peran gizi yang lengkap. Pada waktu yang bersamaan, berguna sebagai sumber karbon dan sumber energi. Banyak mikroorganisme dapat menggunakan senyawa senyawa organik tunggal untuk memenuhi keperluan kedua zat gizi tersebut seluruhnya. Akan tetapi, yang lain tidak dapat tumbuh bila hanya diberi satu senyawa organik dan mereka memerlukan bermacam-macam jumlah senyawa tambahan sebagai zat gizi. Tambahan zat gizi organik ini mempunyai fungsi biosintetik semata-mata, yang diperlukan sebagai pelopor unsur-unsur pokok sel organik tertentu yang tidak dapat disintesis oleh organisme tersebut. Zat itu disebut faktor tumbuh. (Anonymous, 2010) Mikroorganisme teramat beragam baik dalam hal macam maupun jumlah senyawa organik yang dapat mereka gunakan sebagai sumber utama karbon dan energi. Keanekaragaman ini

diperlihatkan secara nyata bahwa tidak ada senyawa organik yang dihasilkan secara alamiah yang tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa mikroorganisme. Karena itu, tidaklah mungkin untuk memberikan secara singkat sifat-sifat kimiawi sumber karbon organik untuk mikroorganisme. Variasi yang luar biasa mengenai keperluan akan karbon adalah salah satu segi fisiologis yang paling menarik dalam mikrobiologi. Kebanyakan organisme yang bergantung pada sumber-sumber karbon organik memerlukan CO2 pula sebagai zat gizi dalam jumlah yang sangat kecil, karena senyawa ini digunakan dalam beberapa reaksi biosentitik. Akan tetapi, karena CO2 biasanya dihasilkan dalam jumlah banyak oleh organisme yang menggunakan senyawa organik, persyaratan biosintetik dapat terpenuhi melalui metabolisme sumber karbon organik dan energi. Sekalipun demikian, peniadaan CO2 sama sekali sering kali menangguhkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media organik, dan beberapa bakteri dan cendawan memerlukan konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di dalam atmosfer (5-10 %) untuk pertumbuhan yang memadai dalam media organik.

Semua organisme hidup membutuhkan nitrogen

Tumbuhan menggunakan nitrogen dalam bentuk garam nitrogen anorganik seperti kalium nitrat, sedangkan hewan membutuhkan senyawa nitrogen organik, seperti protein dan produk perurainnya, yakni peptida dan asm-asam amino tertentu. Beberapa kuman sangat beragam terhadap kebutuhan nitrogen; beberapa menggunakan nitrogen atmosferik, beberapa tumbuh pada senyawa nitrogen anorganik, dan yang lain membutuhkan nitrogen dalam bentuk senyawa nitrogen organik. (Suriawiria, 1999)

Semua organisme hidup membutuhkan belerang (sulfur) dan fosfor

Persyaratan akan zat sulfur pada hewan secara khas dipenuhi oleh senyawa-senyawa sulfur organik. Sedangkan persayaratan akan sulfur pada tumbuhan secara khas dipenuhi melalui senyawa-senyawa anorganik. Fosfor biasanya diberikan sebagai fosfat yaitu garam-garam fosfat. Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan oleh tumbuhan atau hewan. Namun, beberapa bakteri autotropik dapat mengoksidasinya menjadi sulfat (SO42-). Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan sulfat sebagai sumber belerang, mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida (H2S). Beberapa mikroorganisme dapat mengasimilasi H2S secara langsung dari medium pertumbuhan tetapi senyawa ini dapat menjadi racun bagi banyak organisme.

Semua organisme hidup membutuhkan beberapa unsure logam. Natrium, kalium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga, dan kobalt

Berbagai unsur tersebut digunakan untuk pertumbuhan yang normal, tidak terkecuali kuman. Jumlah yang dibutuhkan biasanya amat kecil dan diukur dalam satuan ppm (part per million = persejuta).

Semua organisme hidup membutuhkan vitamin

Vitamin adalah senyawa organik khusus yang penting untuk pertumbuhan. Kebanyakan vitamin berfungsi membentuk subsansi yangmengaktifkan enzim. Dalam aspek nutrisi akan vitamin pada bakteri menunjukkan pola yang beragam. Meskipun bakteri membutuhkan vitamin didalam proses metaboliknya yang normal, beberapa mikroba mampu mensintesis seluruh kebutuhan vitaminnya.

Semua organisme hidup membutuhkan air

Air pada organisme berfungsi untuk membantu fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya. Untuk mikroorganisme, semua nutrient harus dalam bentuk larutan sebelum dapat memasuki selnya. ( Lud Waluyo, 2004) Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion ferrum (Fe2+) juga ditemukan pada turunan porfirin yaitu: magnesium dalam molekul klorofil, dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase. Mg2+ dan K+ keduanya sangat penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom. Ca2+ dibutuhkan sebagai komponen dinding sel gram positif, meskipun ion tersebut bebas untuk bakteri gram negatif. Banyak dari organisme laut membutuhkan Na+ untuk pertumbuhannya. Dalam memformulasikan medium untuk pembiakan kebanyakan mikroorganisme, sangatlah penting untuk menyediakan sumber potassium, magnesium, kalsium, dan besi, biasanya dalam bentuk ion-ion (K+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+). Banyak mineral lainnya seperti: Mn2+, Mo2+, Co2+, Cu2+, dan Zn2+ dibutuhkan, dan mineral ini kerapkali terdapat dalam air kran atau sebagai kontaminan dari kandungan medium lainnya.

Semua organisme hidup membutuhkan oksigen

Untuk sel, oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO2 dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banyak organisme yang tergantung dari oksigen molekul (O2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon digunakan metana atau hidrokarbon aromatik yang berantai panjang. Menilik hubungannya dengan oksigen dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga kelompok organisme, organisme aerob obligat yang mampu menghasilkan energi hanya melalui respirasi dan dengan demikian tergantung pada oksigen. Organisme anaerob obligat hanya dapat hidup dalam lingkungan bekas oksigen. Untuk organisme ini O2 bersifat toksik. Mikroorganisme anaerob fakultatif tumbuh dengan adanya O2 udara, jadi bersifat aerotoleran; tetapi organisme ini tidak dapat memanfaatkan O2, tetapi memperoleh energi semata-mata dari peragian. Jenis bakteri anaerob fakultatif lain (Enterobacteriaceae) dan banyak ragi dapat beralih dari peroleh energi dengan respirasi (dengan adanya O2) ke peragian (tanpa O2). Tabel Kebutuhan Oksigen Pada Mikoorganisme Tipe Sumber energi untuk Sumber karbon pertumbuhan untuk pertumbuhan Contoh genus

Fototrof

Fotoautotrof Fotoheterotrof Kemotrof kemoautotrof

Cahaya Cahaya

Co2

Chromatium

Senyawa organik Rhodopseumdomonas

Oksidasi senyawa organik Oksidasi senyawa organik

Co2

Thiobacillus esherich

kemoheterotrof

Senyawa organik

Jenis Nutrisi Nutrien dalam media perbenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik organisme baru. Nutrient diklasifikasikan berdasarkan elemen yang mereka suplai. Sumber Karbon Tumbuhan-tumbuhan dan beberapa bakteri mampu mengunakan energi fotosintetik untuk mereduksi karbondioksida pada penggunaan air. Organisme ini termasuk kelompok autotrof, makhluk hidup yang tidak membutuhkan nutrient organik untuk pertumbuhannya. Autotrof lain adalah khemolitotrof, organisme yang menggunakan substrat anorganik seperti hidrogen atau thiosulfat sebagai reduktan dan karbondioksida sebagai sumber karbon. Heterotrof membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya, dan karbon organik tersebut harus dalam bentuk yang dapat diasimilasi. Contohnya, naphthalene dapat menyediakan semua karbon dan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan respirasi heterotropik, tetapi sangat sedikit organisme yang memiliki jalur metabolik yang perlu untuk asimilasi naphthalene. Sebaliknya, glukosa, dapat membantu pertumbuhan fermentatif atau respirasi dari banyak organisme. Adalah penting bahwa substrat pertumbuhan disuplai pada tingkatan yang cocok untuk galur mikroba yang akan ditumbuhkan. Karbondioksida dibutuhkan pada sejumlah reaksi biosintesis. Banyak organisme respiratif menghasilkan lebih dari cukup karbondioksida untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi yang lain membutuhkan sumber karbondioksida pada medium pertumbuhannya (Jawetz, 2001). Keperluan akan Zat Karbon Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidas, CO2, sebagai satusatunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi unsur pokok sel organik adalah proses reduktif, yang memerlukan pemasukan bersih energi. Karena itu, di dalam golongan faali ini, sebagian besar dari energi yang berasal dari cahaya atau dari oksidasi senyawa anorganik yang tereduksi harus dikeluarkan untuk reduksi CO2 sampai kepada tingkat zat organik.

Semua organisme lain memperoleh karbonnya terutama dari zat gizi organik. Karena kebanyakan substrat organik adalah setingkat dengan oksidasi umum sebagai unsur pokok sel organik, zat-zat itu biasanya tidak usah menjalani reduksi pertama yang berguna sebagai sumber karbon sel. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, maka substrat organik harus memberikan keperluan energetik untuk sel itu. Akibatnya sebagian besar daripada karbon yang terdapat pada substrat organik memasuki lintasan lintasan metabolisme yang menghasilkan energi dan akhirnya dikeluarkan lagi dari sel, sebagai CO2 (hasil utama dalam metabolisme pernapasan yang menghasilkan energi atau sebagai campuran CO2 dan senyawa organik). Jadi, substrat organik biasanya mempunyai peran gizi yang lengkap. Pada waktu yang bersamaan berguna sebagai sumber karbon dan sumber energi. Banyak mikroorganisme dapat menggunakan senyawa senyawa organik tunggal untuk memenuhi keperluan kedua zat gizi tersebut seluruhnya. Akan tetapi, yang lain tidak dapat tumbuh bila hanya diberi satu senyawa organik dan mereka memerlukan bermacam-macam jumlah senyawa tambahan sebagai zat gizi. Tambahan zat gizi organik ini mempunyai fungsi biosintetik semata-mata, yang diperlukan sebagai pelopor unsur-unsur pokok sel organik tertentu yang tidak dapat disintesis oleh organisme tersebut. Zat itu disebut faktor tumbuh. Mikroorganisme teramat beragam baik dalam hal macam maupun jumlah senyawa organik yang dapat mereka gunakan sebagai sumber utama karbon dan energi. Keanekaragaman ini diperlihatkan secara nyata bahwa tidak ada senyawa organik yang dihasilkan secara alamiah yang tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa mikroorganisme. Karena itu, tidaklah mungkin untuk memberikan secara singkat sifat-sifat kimiawi sumber karbon organik untuk mikroorganisme. Variasi yang luar biasa mengenai keperluan akan karbon adalah salah satu segi fisiologis yang paling menarik dalam mikrobiologi. Bila keperluan karbon organik mikroorganisme tersendiri dipelajari, beberapa memperlihatkan tingkatan serbaguna yang tinggi, sedangkan yang lain teramat khusus. Bakteri tertentu dari golongan Pseudomonas misalnya, dapat menggunakan setiap salah satu diantara lebih dari 90 macam senyawa organik sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Pada ujung lain dalam spektrum terdapat bakteri yang mengoksidasi metan, yang hanya dapat menggunakan dua substrat organik, metan dan methanol, dan bakteri pengurai selulose tertentu hanya dapat menggunakan selulose. Kebanyakan (dan barangkali semua) organisme yang bergantung pada sumber-sumber karbon organik memerlukan CO2 pula sebagai zat gizi dalam jumlah yang sangat kecil, karena senyawa ini digunakan dalam beberapa reaksi biosentitik. Akan tetapi, karena CO2 biasanya dihasilkan dalam jumlah banyak oleh organisme yang menggunakan senyawa organik, persyaratan biosintetik dapat terpenuhi melalui metabolisme sumber karbon organik dan energi. Sekalipun demikian, peniadaan CO2 sama sekali sering kali menangguhkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media organik, dan beberapa bakteri dan cendawan memerlukan konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di dalam atmosfer (5-10 %) untuk pertumbuhan yang memadai dalam media organik. Sumber Nitrogen dan Belerang Nitrogen merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang 10 persen dari berat kering sel bakteri. Nitrogen mungkin disuplai dalam bentuk yang berbeda, dan mikroorganisme beragam kemampuannya untuk mengasimilasi nitrogen. Hasil

akhir dari seluruh jenis asimilasi nitrogen adalah bentuk paling tereduksi yaitu ion ammonium (NH4+). Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mengasimilasi nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) secara reduksi dengan mengubahnya menjadi amoniak (NH3). Jalur asimilasi ini berbeda dengan jalur dissimilasi nitrat dan nitrit. Jalur dissimilasi digunakan oleh organisme yang menggunakan ion ini sebagai elektron penerima terminal dalam respirasi, proses ini dikenal sebagai denitrifikasi, dan hasilnya adalah gas nitrogen (N2), yang dikeluarkan ke atmosfer. Kemampuan untuk mengasimilasi N2 secara reduksi melalui NH3, yang disebut fiksasi nitrogen, adalah sifat untuk prokariota, dan relatif sedikit bakteri yang memiliki kemampuan metabolisme ini. Proses tersebut membutuhkan sejumlah besar energi metabolik dan tidak dapat aktif dengan adanya oksigen. Kemampuan fiksasi nitrogen ditemukan pada beragam bakteri yang berevolusi sangat berbeda dalam strategi biokimia untuk melindungi enzim fixing-nitrogen nya dari oksigen. Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan NH4+ sebagai sumber nitrogen utama, dan banyak organisme memiliki kemampuan untuk menghasilkan NH4+ dari amina (R-NH2) atau dari asam amino (RCHNH2COOH). Produksi amoniak dari deaminasi asam amino disebut ammonifikasi. Amoniak dimasukkan ke dalam bahan organik melalui jalur biokomia yang melibatkan glutamat dan glutamine. Seperti nitrogen, belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan oleh tumbuhan atau hewan. Namun, beberapa bakteri autotropik dapat mengoksidasinya menjadi sulfat (SO42-). Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan sulfat sebagai sumber belerang, mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida (H2S). Beberapa mikroorganisme dapat mengasimilasi H2S secara langsung dari medium pertumbuhan tetapi senyawa ini dapat menjadi racun bagi banyak organisme. Kedua unsur ini yaitu belerang dan nitrogen terdapat dalam sel dalam bentuk tereduksi, sebagai gugus sulfhidril dan amino. Sebagian besar mikroorganisme mampu menampung unsur-unsur ini dalam bentuk oksida dan mereduksi sulfat dan juga nitrat. Sumber nitrogen yang paling lazim untuk mikroorganisme adalah garam-garam ammonium. Beberapa prokariot mampu mereduksi nitrogen molekul (N2 atau dinitrogen). Mikroorganisme lain memerlukan asam-asam amino sebagai sumber nitrogen, jadi yang mengandung nitrogen organik. Tidak semua mikroorganisme mampu mereduksi sulfat, beberapa diantaranya memerukan H2S atau sistein sebagai sumber S. Keperluan Akan Nitrogen dan Belerang Nitrogen dan belerang terdapat pada senyawa organik sel terutama dalam bentuk yang terinduksi masing-masing sebagai gugus amino dan sulfhidril. Kebanyakan organisme fotosintetik mengasimilasi kedua unsur ini dalam keadaan anorganik yang teoksidasi, sebagai nitrat dan sulfat, jadi penggunaan biosintetiknya meliputi reduksi pendahuluan. Banyak bakteri nonfotosintetik dan cendawan dapat juga memenuhi keperluannya akan nitrogen dan belerang dari nitrat dan sulfat. Beberapa mikroorganisme tidak dapat mengadakan reduksi salah satu atau kedua anion ini dan harus diberikan unsur dalam bentuk tereduksi. Keperluan

akan sumber nitrogen yang tereduksi agak umum dan dapat dipenuhi oleh persediaan nitrogen sebagai garam-garam ammonium. Keperluan akan belerang tereduksi lebih jarang, bahan itu dipenuhi dari persediaan sulfida atau dari senyawa organik yang mengandung satu gugus sulfhidril (misalnya sisteine). Persyaratan akan nitrogen dan belerang sering kali juga dapat diperoleh dari zat gizi organik yang mengandung kedua unsur ini dalam kombinasi organik yang tereduksi (asam amino atau hasil penguraian protein yang lebih kompleks, seperti pepton). Tentu saja, senyawa-senyawa seperti itu dapat menyediakan sumber karbon organik dan energi, sekaligus memenuhi keperluan selular akan karbon, nitrogen, belerang, dan energi. Beberapa bakteri dapat juga memanfaatkan sumber nitrogen alam yang paling banyak, yaitu N2. Proses asimilasi nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen dan meliputi reduksi permulaan N2 menjadi amino. Sumber Phospor Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak metabolit, lipid (fosfolipid, lipid A), komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida kapsul dan beberapa protein adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi). Sumber Mineral Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion ferrum (Fe2+) juga ditemukan pada turunan porfirin yaitu: magnesium dalam molekul klorofil, dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase. Mg2+ dan K+ keduanya sangat penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom. Ca2+ dibutuhkansebagai komponen dinding sel gram positif, meskipun ion tersebut bebas untuk bakteri gram negatif. Banyak dari organisme laut membutuhkan Na+ untuk pertumbuhannya. Dalam memformulasikan medium untuk pembiakan kebanyakan mikroorganisme, sangatlah penting untuk menyediakan sumber potassium, magnesium, kalsium, dan besi, biasanya dalam bentuk ion-ion (K+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+). Banyak mineral lainnya (seperti Mn2+, Mo2+, Co2+, Cu2+, dan Zn2+) dibutuhkan: mineral ini kerapkali terdapat dalam air kran atau sebagai kontaminan dari kandungan medium lainnya. Pengambilan besi dalam bentuk hidroksida yang tak larut pada pH netral, difasilitasi pada banyak bakteri dan fungi dengan produksi senyawa siderofor yang mengikat besi dan mendukung trasnportasinya sebagai kompleks terlarut. Semua ini meliputi hydroxymates (CONH2OH) yang disebut sideramines, dan turunan catechol (seperti 2,3dihydroxybenzolyserine). Siderofor yang dibentuk plasmid memainkan peranan utama dalam sifat invasi beberapa bakteri patogen. Sumber Oksigen Untuk sel oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO2 dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banya organisme yang tergantung dari oksigen molekul (O2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon digunakan metana atau hidrokarbon aromatic yang berantai panjang. Menilik hubungannya dengan oksigen dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga kelompok organisme: organisme aerob obligat yang mampu menghasilkan energi hanya melalui respirasi dan dengan demikian tergantung pada

oksigen. Organisme anaerob obligat hanya dapat hidup dalam lingkungan bekas oksigen. Untuk organisme ini O2 bersifat toksik. Mikroorganisme anaerob fakultatif tumbuh dengan adanya O2 udara, jadi bersifat aerotoleran; tetapi organisme ini tidak dapat memanfaatkan O2, tetapi memperoleh energi semata-mata dari peragian. Jenis bakteri anaerob fakultatif lain (Enterobacteriaceae) dan banyak ragi dapat beralih dari peroleh energi dengan respirasi (dengan adanya O2) ke peragian (tanpa O2). Banyak, kalau tidak sebagian besar, jenis bakteri aerob, bersifat mikroaerofil, artinya mereka memang memerlukan O2 untuk mendapatkan energi, tetapi tidak tahan terhadap tekana parsial udara (0,20 bar), tetapi hanya tahan terhadap tekanan parsial 0,01 sampai 0,03 bar. Air Air merupakan komponen utama sel mikroba dan medium. Funsi air adalah sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme. Sumber energi Ada beberapa sumber energi untuk mikroba yaitu senyawa organik atau anorganik yang dapat dioksidasi dan cahaya terutama cahaya matahari. Sumber aseptor elektron Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan elektron dari substrat. Karena elektron dalam sel tidak berada dalam bentuk bebas, maka harus ada suatu zat yang dapat menangkap elektron tersebut. Penangkap elektron ini disebut aseptor elektron. Aseptor elektron ialah agensia pengoksidasi. Pada mikrobia yang dapat berfungsi sebagai aseptor elektron ialah O2, senyawa organik, NO3-, NO2-, N2O, SO4 =, CO2, dan Fe3+. Faktor tumbuh Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak dapat disintesis dari sumber karbon yang sederhana. Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah sangat sedikit. Berdasarkan struktur dan fungsinya dalam metabolisme, faktor tumbuh digolongkan menjadi asam amino, sebagai penyusun protein; base purin dan pirimidin, sebagai penyusun asam nukleat; dan vitamin sebagai gugus prostetis atau bagian aktif dari enzim. Fungsi Unsur Nutrisi untuk Mikroba

Gambar : Contoh Mikroba Pengurai Setiap unsur nutrisi mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel unsur tersebut di berikan kepada medium sebagai kation garam anornagilk yang jumlahnya berbeda-beda tergantung pada keperluannya. Beberapa golongan mikroba misalnya diatomae dan alga tertentu memerlukan silika (Si) yang biasanya diberikan dalam bentuk silikat untuk menyusun dinding sel. Fungsi dan kebutuhan natrium (Na) untuk beberapa jasad belum diketahui jumlahnya. Natrium dalam kadar yang agak tinggi diperlukan oleh bakteri tertentu yang hidup di laut, algae hijau biru, dan bakteri fotosintetik. Natrium tersebut tidak dapat digantikan oleh kation monovalen yang lain. Jasad hidup yang dapat menggunakan sumber nutrient dalam bentuk padat tergolong dalam tipe holozoik, sedang yang menggunakan nutrient didalam bentuk cairan tergolong ke dalam tipe holofitik. Jasad holofitik dapat pula menggunakan sumber nutrient dalam bentuk padat, tetapi bahan tersebut harus diencerkan terlebih dahulu diluar sel dengan pertolongan enzim ekstraseluler. Unsur utama, sumber dan fungsi mereka dalam sel bakteri

Gambar : Bakteri Pelarut Fosfat (Sumber : pupuk hayati.co.id)

Elemen Karbon

% dari berat kering 50

Sumber Kompleks organik atau

Fungsi material Utama dari bahan selular

CO

Oksigen

20

Nitrogen Hidrogen Fosfor

+14 8 3

Belerang Kalium Magnesium

1 1 0.5 0,5

Kalsium

0.5 0,5

Besi

0.2 0,2

Konstituen dari sel dan sel bahan air; O 2 adalah menerima elektron dalam respirasi aerobik Konstituen dari asam amino, asam NH 3, NO 3, Kompleks nukleik nucleotides, dan organik, N 2 coenzymes H 2 O, Kompleks Utama dari organik memanjang organik, H 2 dan sel air Konstituen dari asam nukleik, anorganik Fosfat (PO 4) nucleotides, phospholipids, LPS, teichoic asam Konstituen dari cysteine, o, SO 4, H 2 S, S belerang methionine, glutathione, beberapa organik memanjang coenzymes Utama selular anorganik gigih dan Kalium GARAM dapur cofactor untuk enzim tertentu Anorganik selular dengan gigih, Magnesium GARAM cofactor tertentu untuk reaksi dapur enzimatis Anorganik selular dengan gigih, Kalsium GARAM dapur cofactor untuk enzim tertentu dan komponen endospores Komponen tertentu cytochromes dan nonheme-besi dan protein GARAM dapur besi yang cofactor untuk beberapa reaksi enzimatis H 2 O, Kompleks organik, CO 2, dan O 2

Penggolongan Mikroba Berdasarkan Nutrisi Dan Oksigen 1. Berdasarkan sumber karbon Berdasarkan atas kebutuhan karbon jasad dibedakan menjadi jasad ototrof dan heterotrof. Jasad ototrof ialah jasad yang memerlukan sumber karbon dalam bentuk anorganik, misalnya CO2 dan senyawa karbonat. Jasad heterotrof ialah jasad yang memerlukan sumber karbon dalam bentuk senyawa organik. Jasad heterotrof dibedakan lagi menjadi jasad saprofit dan parasit. Jasad saprofit ialah jasad yang dapat menggunakan bahan organik yang berasal dari sisa jasad hidup atau sisa jasad yang telah mati. Jasad parasit ialah jasad yang hidup di dalam jasad hidup lain dan menggunakan bahan dari jasad inang (hospes)-nya. Jasad parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada inangnya disebut jasad patogen.

Gambar : Bakteri Patogen (Sumber : biobakteri.wordpress.com) 2. Berdasarkan sumber energi Berdasarkan atas sumber energi jasad dibedakan menjadi jasad fototrof, jika menggunakan energi cahaya; dan khemotrof, jika menggunakan energi dari reaksi kimia. Jika didasarkan atas sumber energi dan karbonnya, maka dikenal jasad fotoototrof, fotoheterotrof, khemoototrof dan khemoheterotrof. Perbedaan dari keempat jasad tersebut sbb: Jasad Fotoototrof Fotoheterotrof Khemotrof khemoheterotrof Sumber Karbon Zat anorganik Zat organik Zat anorganik Zat organik Sumber Energi Cahaya matahari Cahaya matahari Oksidasi zat anorganik Oksidasi zat organik

3. Berdasarkan sumber donor elektron Berdasarkan atas sumber donor elektron jasad digolongkan manjadi jasad litotrof dan organotrof. Jasad litotrof ialah jasad yang dapat menggunakan donor elektron dalam bentuk senyawa anorganik seperti H2, NH3, H2S, dan S. jasad organotrof ialah jasad yang menggunakan donor elektron dalam bentuk senyawa organik. 4. Berdasarkan sumber energi dan donor elektron Berdasarkan atas sumber energi dan sumber donor elektron jasad dapat digolongkan menjadi jasad fotolitotrof, fotoorganotrof, khemolitotrof, dan khemoorganotrof. Perbedaan keempat golongan jasad tersebut sbb: Jasad Fotolitotrof Fotoorganotrof Khemolitotrof Sumber Energi Cahaya Cahaya Oksidasi zat Sumber Donor Elektron Zat anorganik Zat organik Zat anorganik Bakteri belerang fotosintetik Contoh Tumbuhan tingkat tinggi, alga

Khemoorganotrof

anorganik Oksidasi zat organik

Zat organik

Bakteri besi, bakteri hidrogen, bakteri nitrifikasi Jasad heterotrof

5. Berdasarkan kebutuhan oksigen Berdasarkan akan kebutuhan oksigen, jasad dapat digolongkan dalam jasad aerob, anaerob, mikroaerob, anaerob fakultatif, dan kapnofil. Pertumbuhan mikroba di dalam media cair dapat menunjukkan sifat berdasarkan kebutuhan oksigen. Obligat aerob Fakultatif anaerob Obligat anaerob Aerotoleran/Anaerob Mikroaerofil Jasad aerob ialah jasad yang menggunakan oksigen bebas (O2) sebagai satusatunya aseptor hidrogen yang terakhir dalam proses respirasinya. Jasa anaerob, sering disebut anaerob obligat atau anaerob 100% ialah jasad yang tidak dapat menggunakan oksigen bebas sebagai aseptor hidrogen terakhir dalam proses respirasinya. Jasad mikroaerob ialah jasad yang hanya memerlukan oksigen dalam jumlah yang sangat sedikit. Jasad aerob fakultatif ialah jasad yang dapat hidup dalam keadaan anaerob maupun aerob. Jasad ini juga bersifat anaerob toleran. Jasad kapnofil ialah jasad yang memerlukan kadar oksigen rendah dan kadar CO2 tinggi. Interaksi Antar Jasad Dalam Menggunakan Nutrien Jika dua atau lebih jasad yang berbeda ditumbuhkan bersama-sama dalam suatu medium, maka aktivitas metabolismenya secara kualitatif maupun kuantitatif akan berbeda jika dibandingkan dengan jumlah aktivitas masing-masing jasad yang ditumbuhkan dalam medium yang sama tetapi terpisah. Fenomena ini merupakan hasil interaksi metabolisme atau interaksi dalam penggunaan nutrisi yang dikenal sebagai sintropik atau sintropisme atau sinergitik. Sebagai contoh ialah bakteri penghasil metan yang anaerob obligat tidak dapat menggunakan glukosa sebagai substrat, tetapi bakteri tersebut akan segera tumbuh oleh adanya hasil metabolisme bakteri anaerob lain yang dapat menggunakan glukosa. Contoh lain ialah biakan campuran yang terdiri atas dua jenis mikroba atau lebih sering tidak memerlukan faktor tumbuh untuk pertumbuhannya. Mikroba yang dapat mensintesis bahan selnya dari senyawa organik sederhana dalam medium, akan mengekskresikan berbagai vitamin atau asam amino yang sangat penting untuk mikroba lainnya. Adanya ekskresi tersebut memungkinkan tumbuhnya mikroba lain. Kenyataan ini dapat menimbulkan koloni satelit yang dapat dilihat pada medium padat. Koloni satelit hanya dapat tumbuh kalau ada ekskresi dari mikroba lain yang menghasilkan faktor tumbuh esensiil bagi mikroba tersebut. Bentuk interaksi lain adalah cross feeding yang merupakan bentuk sederhana dari simbiose mutualistik. Dalam interaksi ini pertumbuhan jasad yang satu tergantung pada pertumbuhan jasad lainnya, karena kedua jasad tersebut saling memerlukanm faktor tumbuh esensiil yang diekskresikan oleh masing-masing jasad. Media Sebagai Sumber Nutrisi Mikroba Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang di perlukan mikroorganisme untuk pertumbuhan.

Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-melekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolate mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komponen media pertumbuhannya. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Untuk menumbuhkan mikroorganisme yang kita inginkan, yang pertama harus dilakukan adalah memahami kebutuhan dasarnya kemudian memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan. Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri terdapat dalam bentuk padat, semi-padat dan cair. Media biakan harus berisi zat hara dan mempunyai keadaan fisik yang sesuai pertumbuhan bakteri. Nutrisi yang berbeda di dalam media biakan di gunakan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Pada umumnya nutrisi atau kandungan unsure dalam media biakan yang dibutuhkan oleh bakteri adalah sumber energi, karbon, nitrogen, sulfur, fasfor, unsur-unsur logam, vitamin dan air. Bahan-bahan media biakan 1. Bahan dasar a. Air (H2O) sebagai pelarut

b. Agar (dari rumput laut) yang berfungsi sebagai pemadat media. Agar sulit di degradasi oleh mikroorganisme pada umunya dan mencair pada suhu 450C. c. Glatin juga memiliki fungsi yang sama seperti agar. Glatin adalah polimer asam aminio yang diproduksi dari kologen. Kekurangannya adalah lebih banyak jemis mikroba yang mampu menguraikan dibandingkan agar. d. Silica gel, yaitu bahan yang mengandung natrium silikat. Fungsinya juga sebagai pemadat media. Silica gel khususnya digunakan untuk memadatkan media bagi mikroorganisme autotrof abligat. 2. Nutrisi atau zat makanan a. Media harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk metabolisme sel yaitu berupa unsur malro seperti C, H, O, N, P; unsur mikro seperti Fe, Mg dan unsur pelekat/trace element. b. Sumber karbon dan energi yang dapat di peroleh berupa semyawa organic atau anorganik sesuai dengan sifat mikrobanya. Jasad heterotrof memerlukan sumber karbon organik antara lain dari karbohidrat, lemak, protein, dan asam organic. c. Smber nitrogen mencakup asam amino, protein atau senyawa bernitrogen lain. Sejumalah mikroba dapat menggunakan sumber N anorganik seperti urea. d. Vitamin-vitamin.

3. Bahan tambahan Bahan-bahan tambahan yaitu bahan yang ditambahkan ke dalam medium dengan tujuan tertentu, msalnya phenol red (indicator asam basa) ditambahkan untuk indicator perbahan pH akibat produksi asam organic hasil metabolisme. Bahan yang sering digunakan dalam pembuatan media a. Agar, dapat diperoleh dalam bentuk batangan, granula atau bubuk dan terbuat dari rumput laut. Kegunaannya adalah sebagai pemadat (gelling). Jika dicampur dengan air dingin, agar tidak akan larut, untuk melarutkannya harus diasuk dan dipanasi. b. Peptone, adalah produk hidrolisis protein hewani aau nabati seperti otot, liver, darah, susu, kasein, laktobumin, gelatin, dan kedelai. c. Meat extract, mengandung basa organic terbuat dari otak, limpa, plasenta, dan daging sapi. d. Yeast extract, terbuat dari ragi pengembang roti atau pembuat alcohol. Yeast extract mengandung asam amino yang lengkap dan vitamin (B complex). Karbohidrat, ditambahkan untuk memperkaya asam amino dan gas dari karbohidrat. Jenis karbohidrat yang umumnya digunakan adalah amilum, glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, manitol, dan lain-lain. Konsentrasi yang ditambahkan untuk analisis fermentasi adalah 0,51%. Macam-macam media pertumbuhan: 1). Berdasarkan konsistensi ataupun kepadatannya, medium terbagi tiga bagian, yaitu : 1. Medium cair/broth/liquid yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose Broth). 2. Medium setengah padat (semi solid medium) yaitu media yang mengandung agar 0,30,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan di bawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan mudah hancur. Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi oksigen, misalnya pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit oksigen meningkatkan metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan tumbuh merata diseluruh media. 3. Medium padat (solid medium) yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin media menjadi padat.. Contoh : endo agar, PDA, Nutrient agar 2). Medium berdasarkan komposisi

a) Medium sintesis yaitu media yang komposisi zat kimianya diketahui jenis dan takarannya secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar. b) Medium semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui secara pasti, misanya PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung agar, dekstrosa dan ekstrak kentang. Untuk bahan ekstrak kentang, kita tidak dapat mengetahui secara detail tentang komposisi senyawa penyusunnya. c) Medium non sintesis yaitu media yang dibuat dengan komposisi yang tidak dapat diketahui secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan dasarnya, misalnya Tomato Juice Agar, Brain Heart Infusion Agar, Pancreatic Extract. 3). Media berdasarkan tujuan

a) Medium umum, yaitu medium yang dapat ditumbuhi berbagai jenis mikroorganisme. Contoh : NA (nutrient agar) umum untuk bakteri, PDA (potato dextrose agar) dan toge umum untuk jamur. b) Medium diferensial, yaitu medium yang hanya ditumbuhi berbagai jenis mikroba, salah satu jenis memberikan cirri yang khas sehingga dapat segera diketahui berbeda dari yang lain. Contoh : Blood Agar, EMB agar, dll. c) Medium pengaya, yaitu medium yang kaya akan nutrient tertentu sehingga dapat menumbuhkan dan memperbanyak sel dengan cepat. Contoh: medium Tetrathionat Broth, dll. d) Media diperkaya (Enrichment media), merupakan media yang mengandung komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah komponen kompleks seperti darah, serum, kunuing telur.Media diperkaya juga bersifat selektif untuk mikroba tertentu. Bakteri yang ditambah dalam media initidak hanya membutuhkan nutrisi sederhana untuk berkembang biak, tetapi membutuhkan komponenkompleks, misalnya Blood Tellurite Agar , Blle Agar, Serum Agar, dll. Media Selektif/penghambat merupakan media yang selain mengandung nutrisi juga ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Misalnya Luria Bertani Medium yang ditambah Amphisilin untuk merangsang E .coli resisten antibiotik dan menghambat kontaminan yang peka, Ampicilline.Salt Broth yang ditambah NaCl 4% untuk membunuh streptococcus agalactioe yang toleran terhadap garam. Adapun beberapa definisi tentang media diperkaya/selektif diantaranya :

Media diperkaya ( Enrichment media) merupakan media yang diperlukan untuk oganismeyang memerlukan makanan tambahan. Media diperkaya digunakan untuk memperbanyak bakteribaik di dalam Specimen maupun koloni-koloni yang kecil. Media diperkaya Eksklusif digunakan segolongan bakteri yang lain termasuk dalam media iniantaralain Azide Broth, Selenite Broth. Media Selektif merupakan media yang digunakan untuk membedakan golongan sehinggadapat dipilih, koloni bakteri yang ada. Contoh : Endo Plate.

Medium untuk menumbuhkan mikroorganisme ada berbagai macam. Mikroorganisme dapat tumbuh sesuai dengan medium yang digunakan. Berikut adalah berbagai medium yang sering digunakan : Nutrien Agar(NA)

Sumber : (wikipedia.org/wiki/Nutrient_agar) Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Pada pembuatan medium NA ini ditambahkan pepton agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2 (Dwidjoseputro, 1994). Agar yang digunakan dalam proses ini untuk mengentalkan medium sama halnya dengan yang digunakan pada medium PDA yang juga berperan sebagai media tumbuh yang ideal bagi mikroba (Schlegel, 1993). Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan. Dalam percobaan warna NA sebelum dilarutkan dalam aquades adalah coklat, dan setelah dilarutkan dalam aquades berubah menjadi kekuning-kuningan dan terdapat endapan. Jadi untuk menghilangkan endapan tersebut maka dipanaskan dalam penangas air dengan tabung Erlenmeyer disumbat dengan alat penyumbat. Setelah sterilisasi warna medium menjadi agak coklat

Potato Dextrose Agar (PDA)

Gambar : Fusarium roseum on Potato Dextrose Agar (PDA) (Sumber : forestryimages.org) PDA digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang. Dapat juga digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau produk makanan. PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. Cara membuat PDA adalah mensuspensikan 39 g media dalam 1 liter air yang telah didestilasi. Tetapi pada praktikum kali ini PDA dilarutkan pada 50mL air dengan perhitungan :

3950 = 1000x x= x = 1,95gr jadi PDA yang digunakan untuk 50 ml aquades adalah 1,95gr. Serbuk PDA berwarna kuning karena merupakan ekstrak kentang yang pada dasarnya berarna kuning. serbuk dicampur dan dipanaskan serta aduk. Didihkan selama 1 menit untuk melarutkan media secara sempurna. Sterilisasi pada suhu 121C selama 15 menit. setelah disterilisasi dalam autoklaf medium berwarna kecoklatan dan didapat endapan berwarna putih. Dinginkan hingga suhu 40-45C dan tuang dalam cawan petri dengan pH akhir 5,6+0,2.). Setelah didinginkan, medium dapat ditanami bakteri (Schegel, 1993)

Plate Count Agar (PCA)

Gambar : Listeria monocytogenes pada PCA (Sumber: mikrobiyoloji.org) PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan inokulasi di atas permukaan. PCA dibuat dengan melarutkan semua bahan (casein enzymic hydrolisate, yeast extract,

dextrose, agar) hingga membentuk suspensi 22,5 g/L kemudian disterilisasi pada autoklaf (15 menit pada suhu 121C). Media PCA ini baik untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba) karena di dalamnya mengandung komposisi casein enzymic hydrolisate yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya serta ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks. Selain medium di atas masih terdapat medium lain yang juga memiliki fungsi untuk menumbuhkan kultur mikroorganisme, yaitu :

Lactose Broth

Gambar : Kaldu hasil laktosa (Sumber: marietta.edu) Lactose broth digunakan sebagai media untuk mendeteksi kehadiran koliform dalam air, makanan, dan produk susu, sebagai kaldu pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk Salmonellae dan dalam mempelajari fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya. Pepton dan ekstrak beef menyediakan nutrien esensial untuk memetabolisme bakteri. Laktosa menyediakan sumber karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme koliform. Pertumbuhan dengan pembentukan gas adalah presumptive test untuk koliform. Lactose broth dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak beef; 0,5% pepton; dan 0,5% laktosa.

Fermentasi laktosa menyebabkan produksi asam dan perubahan dalam indikator pH ke warna kuning. Jika laktosa tidak difermentasi media tetap merah. Produksi gas ditunjukkan oleh akumulasi dalam tabung Durham (panah). Nutrient Broth (NB)

Gambar : media nutrient agar (NA) yang telah ditanam dari biakan media nutrient broth (NB) Sumber: mulyadiveterinary.wordpress.com

Nutrient broth merupakan media untuk mikroorganisme yang berbentuk cair. Intinya sama dengan nutrient agar. Nutrient broth dibuat dengan cara sebagai berikut. 1. Larutkan 5 g pepton dalam 850 ml air distilasi/akuades. 2. Larutkan 3 g ekstrak daging dalam larutan yang dibuat pada langkah pertama. 3. Atur pH sampai 7,0. 4. Beri air distilasi sebanyak 1.000 ml. 5. Sterilisasi dengan autoklaf EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)

Media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya eosin dan metilen blue membantu mempertajam perbedaan tersebut. Namun demikian, jika media ini digunakan pada tahap awal karena kuman lain juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli. Agar EMB (levine) merupakan media padat yang dapat digunakan untuk menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung. EMB yang menggunakan eosin dan metilin bklue sebagai indikator memberikan perbedaan yang nyata antara koloni yang meragikan laktosa dan yang tidak. Medium tersebut mengandung sukrosa karena kemempuan bakteri koli yang lebih cepat meragikan sukrosa daripada laktosa. Untuk mengetahui jumlah bakteri coli umumnya digunakan tabel Hopkins yang lebih dikenal dengan nama MPN (most probable number) atau tabel JPT (jumlah perkiraan terdekat), tabel tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri coli dalam 100 ml dan 0,1 ml contoh air.

Gambar : Salmonella enteritidis tumbuh di EMB Agar (Sumber : microbiologyatlas.kvl.dk)

MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar) MRSA merupakan media yang diperkenalkan oleh De Mann, Rogosa, dan Shape (1960) untuk memperkaya, menumbuhkan, dan mengisolasi jenis Lactobacillus dari seluruh jenis bahan. MRS agar mengandung polysorbat, asetat, magnesium, dan mangan yang diketahui untuk beraksi/bertindak sebagai faktor pertumbuhan bagi Lactobacillus, sebaik nutrien diperkaya MRS agar tidak sangat selektif, sehingga ada kemungkinan Pediococcus dan jenis Leuconostoc serta jenis bakteri lain dapat tumbuh. MRS agar mengandung: 1. Protein dari kasein 10 g/L 2. Ekstrak daging 8,0 g/L 3. Ekstrak ragi 4,0 g/L 4. D (+) glukosa 20 g/L 5. Magnesium sulfat 0,2 g/L 6. Agar-agar 14 g/L 7. dipotassium hidrogen phosphate 2 g/L 8. Tween 80 1,0 g/L 9. Diamonium hidrogen sitrat 2 g/L 10. Natrium asetat 5 g/L 11. Mangan sulfat 0,04 g/L MRSB merupakan media yang serupa dengan MRSA yang berbentuk cair/broth

Trypticase Soy Broth (TSB)

(Sumber : totallyfreeimages.com) Setelah 24 jam, menunjukkan pertumbuhan kolonial kasar, dan halus pada bakteri Enterobacter cloacae.

TSB adalah media broth diperkaya untuk tujuan umum, untuk isolasi, dan penumbuhan bermacam mikroorganisme. Media ini banyak digunakan untuk isolasi bakteri dari spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen. Media TSB mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam mikroorganisme. Dekstrosa adalah sumber energi dan natrium klorida mempertahankan kesetimbangan osmotik. Dikalium fosfat ditambahkan sebagai buffer untuk mempertahankan pH. APDA Media APDA berfungsi untuk menumbuhkan dan menghitung jumlah khamir dan yeast yang terdapat dalam suatu sampel. Khamir dan yeast akan tumbuh dengan optimal pada media yang sesuai. Adanya asam tartarat dan pH rendah maka pertumbuhan bakteri terhambat. APDA dibuat dengan merebus kentang selama 1 jam/45 menit, agar dilelehkan dalam 500 ml air. Campurkan ekstrak kentang dalam agar lalu ditambahkan glukosa dan diaduk rata. Pada APDA jadi ini juga ditambah asam tartarat. VRBA (Violet Red Bile Agar) VRBA dapat digunakan untuk perhitungan kelompok bakteri Enterobactericeae. Agar VRBA mengandung violet kristal yang bersifat basa, sedangkan sel mikroba bersifat asam. Bila kondisi terlalu basa maka sel akan mati. Dengan VRBA dapat dihitung jumlah bakteri E.coli. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat VRBA adalah yeast ekstrak, pepton, NaCl, empedu, glukosa, neutral red, kristal violet, agar). Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur

dengan 1 liter air yang telah didestilasi. Panaskan hingga mendidih sampai larut sempurna. Dinginkan hingga 50-60C. Pindahkan dalam tabung sesuai kebutuhan, pH akhir adalah 7,4. Campuran garam bile dan kristal violet menghambat bakteri gram positif. Yeast ekstrak menyediakan vitamin B-kompleks yang mendukung pertumbuhan bakteri. Laktosa merupakan sumber karbohidrat. Neutral red sebagai indikator pH. Agar merupakan agen pemadat. PGYA Media ini berfungsi untuk isolasi, enumerasi, dan menumbuhkan sel khamir. Dengan adanya dekstrosa yang terkandung dalam media ini, PGYA dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroba terutama sel khamir. Untuk membuatnya, semua bahan dicampur dengan ditambah CaCO3 terlebih dahulu sebanyak 0,5 g lalu dilarutkan dengan akuades. Kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan disumbat dengan kapas lalu disterilisasi pada suhu 121C selama 15 menit.

Kajian Religius Tentang Peran dan Fungsi Nutrisi Pada Mikroba Didalam Al-Quran allah telah berfirman pentingnya penyerapan nutrisi bagi makhluk ciptaanya, termasuk golongan mikroorganisme. Meskipun makhluk yang sangat kecil, tapi mikroorganisme juga merupakan makhluk ciptaan allah. Hal ini tercantum dalam beberapa surat didalam Al-Quran diantaranya adalah: QS. Al-Furqan: 2 Artinya: Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya(Qs. Al-Furqan:2). Maksud dari ayat tersebut adalah Bahwa allah lah pemilik dari segela sesuatu yang ada di bumi, dan segala sesuatu itu telah ditentukan batasan-batasannya dengan sangat detail dan seadil-adilnya. QS. Al-Ankabut : 60 Arinya: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Ankabut : 60) Maksud dari ayat diatas dalah bahwa allah yang mengurusi segala sesuatu (termasuk rezeki) baik benda mati maupun benda hidup, karena Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.

QS. Al-Hijr : 20 Artinya : Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya. QS. Al-Maidah : 88 Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

QS. An-Nahl : 114 Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dari beberapa ayat diatas dapat kita ketahui bahwa Allah SWT sangat menganjurkan makan makanan yang bergizi dimana dengan makanan atau nutrient yang bergizi, akan terjadi proses nutrisi yang juga bagus kepada semua mahluknya termasuk kepada mikoorganisme, namun semua mahluknya tidak boleh khwatir akan kekurangan bahan makanan karena Allah SWT yang akan menjamin makanan atau rezeki yang diberikan kepada mereka termasuk juga akan menjamin sember daya makanan kepada mikroorganisme, makhluk terkecil yang Allah SWT ciptakan.

DAFTAR PUSTAKA Adam,M. 2000. Mikro Biologi Dasar. Jakarta : Erlangga Buckle.2007.Mikrobiologi Terapan. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta Framesti.2010. Dasar-Dasae Mikrobiologi. Jakarta: Jantaran Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. Hadiutomo. 1990.Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga Plezar.2006. Dasar-Dasar-Mikrobiologi. Jakarta : UI Press Rusdimin.2003. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Pt Gramedia.

Schlegel, Hans. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Stanier Roger, Edward Alderberg dan John Ingraham. 1982. Dunia Mikroba 1. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Suriawiria, unus. 1999. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Aksara. Tryana, S.T. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Prees. Malang. Fizahazny. 2008. Pengantar Temtamg Bakteri html. http// wordpress.com/ (Diakses tanggal 25 Nopember 2011) Rizky.2008.http://ngecat bakteri makulrizki.blogspot.com/2008/02/materi kuliah html. (Diakses tanggal 24 Nopember 2011) Anonymous. 2006. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba. (Online). (http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhanmikroba/) (Diakses Tanggal 5 Desember 2011) Anonymous. 2008. http//.id Wikipedia. Org/wiki.pewarnaan, gram. Anonymous. 2011. Html pewarnann makalh dan skripsi. http//www. blogspot.com/2010/26 pewarnaan. (Diakses tanggal 1 Desember 2011) Anonymous.2010. Jenis-Jenis Pemindahan Mikroba http:// www.scrib.com./ doc/403051141 (Diakses tanggal 25 Nopember 2011) Anonymous. 2007. Morfologi Koloni Bakteri http://www.scrib.com/doc/ 15546953(diakses tanggal 25 Nopember 2011)

29 Dec

MIKROORGANISME SEBAGAI INDIKATOR BAIK BURUKNYA KUALITAS LINGKUNGAN ALAM


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan

aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada.

Gambar 1.1 Mikroorganisme Sumber: bakteri-m-tb.jpg.dweeza.blogspot.com Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat (Darkuni, 2001). Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroorganisme memiliki banyak peranan dalam kehidupan, baik peranan yang menguntungkan maupun peranan yang merugikan. Salah satu peranannya yang merugikan adalah karena beberapa jenis mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit dan menimbulkan pencemaran. Sedangkan peranan yang menguntungkan adalah peranannya dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui fiksasi

nitrogen, bioremediasi, produksi antibodi, dan lain-lain. Mikroorganisme dalam lingkungan alamiah jarang terdapat sebaga biakanmurni. Berbagai spesimen tanah atau air boleh jadi mengandung bermacam-macamspesies cendawan, protozoa, algae, bakteri, dan virus. Karena itu konsep kultur murniyang diterapkan terdahulu harus dinilai kembali didalam penelaahan ekosistem mikroba.Teknik-teknik biakan murni diperlukan untuk dapat mengidentifikasi berbagai spesiesdalam suatu habitat tertentu. Namun, transformasi kimiawi yang diwujudkan olehkumpulan mikroorganisme ini tidak dapat ditentukan hanya dengan sematamatamenghimpun sifat-sifat biokimiawi setiap spesies sebagaimana ditentukan dalam biakanmurni. Dalam hal ini, jumlah sifat tiap bagian tidak selalu sama dengan keseluruhannya.Hal ini disebabkan karena beberapa macam interaksi dapat terjadi diantara spesies,mengakibatkan diperolehnya suatu hasil akhir yang berbeda dari yang dihasilkan olehspesies masing-masing individu didalam biakan murni. Dipandang dari segi ekosistemmikroba alamiah, biakan murni merupakan suatu keadaan artifisial (tidak asli). Sedangkan mikroorganisme indikator adalah sekelompok mikroorganisme yang digunakan sebagai petunjuk kualitas air. Mikroorganisme indikator telah digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kontaminasi tinja di air, makanan, dan sampel lainnya. Kualitas Lingkungan Kualitas lingkungan yang baik merupakan salah satu modal dasar penting bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Kualitas lingkungan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat lokal, penduduk yang bekerja serta yang berkunjung ke daerah tersebut. Banyak aktivitas manusia yang memiliki dampak buruk terhadap kualitas lingkungan karena pengelolaan sampah dan limbah yang kurang baik, kepedulian masyarakat yang rendah terhadap kebersihan lingkungan, penggunaan yang semakin meningkat bahan-bahan yang tidak mampu didegradasi oleh alam serta bahan xenobiotik lain yang berdampak serius terhadap kualitas lingkungan. Peningkatan jumlah dan penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan yang tidak laik jalan serta operasi industri yang berpengelolaan buruk merupakan penyebab penting lain menurunnya kualitas lingkungan. Perencanaan tata ruang dan wilayah yang tidak mempedulikan kaidah pelestarian lingkungan, kelemahan birokrasi, penegakan hukum dan kelembagaan juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi kualitas lingkungan. Pencemaran Air Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbedabeda yaitu meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi, sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air

yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem, industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air, seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai.

Gambar 1.2 Pencemaran Air Sungai Sumber : alendrompis.wordpress.com Ciri-ciri Pencemaran Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia atau mineral terutama oleh zat-zat atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan.

Gambar 1.3 Grafik pencemaran air Sumber: biologigonz.blogspot.com Adapun beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar adalah sebagai berikut: a. Adanya perubahan suhu air. Air yang panas apabila langsung dibuang ke lingkungan akan mengganggu kehidupan hewan air dan mikroorganisme lainnya.

b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai berkisar pH berkisar antara 6,5 7,5. c. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. Air dalam keadaan normal dan bersih pada umumnya tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih, tetapi hal itu tidak berlaku mutlak, seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya pencemaran. Apabila air memiliki rasa berarti telah terjadi penambahan material pada air dan mengubah konsentrasi ion Hidrogen dan pH air. d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. Bahan buangan yang berbentuk padat, sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air besama koloidal, sehingga menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan fotosintesis. e. Adanya mikroorganisme. Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari limbah industri ataupun domestik. Bila bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, maka mikroorganisme akan ikut berkembangbiak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembangbiak pula. f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Zat radioaktif dari berbagai kegiatan dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik efek langsung maupun efek tertunda. Dampak Pencemaran Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurunb. b. Kecepatan reaksi kimia meningkat c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan matiKandungan bahan kimia yang terdapat di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghasilkan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih, selain itu akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan beracun. Adapun pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurangb. b. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air.

c. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu kehidupan burung air, karena burung-burung yang berenang dan menyelam bulu- bulunya akan ditutupi oleh minyak sehingga menjadi lengket satu sama lain. d. Penetrasi sinar dan oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu kehidupan tanaman-tanaman Dampak yang ditimbulkan terhadap organisme adalah kematian, atau akan mengalami kelainan genetik, menderita kanker dan sebagainya. (pengertian pencemaran, arianto, 2008) 1.1 Syarat Mikroorganisme Sebagai Indikator Untuk digunakan sebagai mikroorganisme indikator, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh mikroorganisme tersebut, kendati demikian, persyaratan ini tidak mutlak untuk dipenuhi seluruhnya, tergantung kondisi yang ada. Syaratnya antara lain:

Dapat digunakan untuk berbagai jenis air Mikroorganisme harus muncul bila patogen enterik dan sumber polusi muncul Tidak ada di air yang terpolusi Mudah diisolasi, murah, mudah diidentifikasi, dan mudah dihitung Lebih banyak jumlahnya dan lebih tahan dibanding patogen Bukan merupakan patogen Tidak berkembang biak di air Merespon perlakuan dan kondisi lingkungan Kepadatan indikator harus berkaitan langsung dengan derajat polusi Menjadi bagian dari mikroflora dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas

Teknik-teknik Meminimalisir Pencemaran Air dengan Mikroorganisme Alam memiliki mekanisme pengolahan limbah secara alami. Namun, karena kerusakan ekologis yang disebabkan pencemaran, pengolahan alami tersebut tidak bisa berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, selain dukungan sanitasi yang memadai, perlu pengolahan limbah untuk memudahkan alam memproses limbah tersebut secara tuntas. Salah satu teknik untuk meminimalisir pencemaran air adalah kolam oksidasi. Kolam oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah mengalami proses pendahuluan. Fungsi utamanya adalah untuk penurunan kandungan bakteri yang ada dalam air limbah setelah pengolahan.

Gambar 1.4 Rancangan Kolam Oksidasi Sumber : aguskrisnoblog.wordpress.com

Bentuk Kolam Oksidasi : 1. Aerobik Pond, Merupakan bentuk pengolahan secara biologis yang paling sederhana.

Bentuk pengolahan ini membutuhkan area yang luas dan kedalaman yang dangkal. Kondisi aerobik akan terpelihara dengan adanya algae dan bakteri.Ada 2 tipe, yaitu :

a. Tipe High Rate : - dengan kedalaman 15-45 cm - memaksimalkan produksi algae b. Oxidation atau Stabilisation Pond - dengan kedalaman 1,5 m - memaksimalkan konsentrasi oksigen dengan diaduk secara periodik dengan pompa atau surface aeration.

Prinsip pengolahan yaitu bahan organic antara lain dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatis dengan menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh alga.

1. Aerated Lagoon Merupakan pengembangan aerobic pond yaitu dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organic yang tinggi. Proses pada prinsipnya hampir sama dengan lumpur aktif, perbedaannya pada kedalaman yang lebih dangkal. Semua zat padat dipertahankan dalam keadaan tersuspensi. Tidak ada resikkulasi sludge. Diikuti dengan tanki pengendapan yang besar. 1. Fakultatif Pond, dengan kedalaman 1-2,5 m.Kedalaman terbagi menjadi 3 zona, yaitu : aerobik, fakultatif, dan anaerobik. Sistem kolam (pola sistem) atau sering disebut juga kolam oksidasi merupakan salah satu jenis teknologi pengolahan air limbah biologis aerobik. Teknologi tersebut berbentuk reaktor pengolahan air limbah secara biologis aerobik yang paling sederhana dan tertua serta merupakan perkembangan dari cara pembuangan limbah cair secara langsung ke badan air. Reaktor ini berbentuk kolam biasa, dari tanah yang digali dan air limbah dimasukkan ke dalamnya dengan suatu waktu tinggal tertentu (sekitar 7-10 hari. Kedalaman kolam tidak lebih dari 1,0 m (0,4 1,0 m). Sebagian besar limbah cair dapat ditangani dengan mudah dengan sistem biologis karena polutan utamanya berupa bahan organik, seperti contohnya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut. Prinsip pengolahan secara aerobik yang dimaksud adalah menguraikan secara sempurna senyawa organik yang berasal dari buangan dalam periode waktu yang relatif singkat. Penguraian dilakukan terutama dilakukan oleh bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh jumlah sumber nutrien dan jumlah oksigen. Pemenuhan oksigen dapat diperoleh dari absorpsi ke permukaan air di kolam melalui proses difusi, adanya mixing atau pengadukan pada permukaan kolam akibat pengaruh angin dan permukaan kolam yang cukup luas dan fotosintesa dari keberadaan alga.

Gambar 1.5 Kolam oksidasi dan mekanisme perobakan bahan organik dalam sistem kolam. Sumber : aguskrisnoblog.wordpress.com Kolam Oksidasi juga dikenal sebagai kolam stabilisasi atau laguna. Dalam oksidasi sebuah kolam heterotrofik bakteri mendegradasi bahan organik dalam kotoran yang menyebabkan produksi bahan selular dan mineral. Produksi ini mendukung pertumbuhan alga di kolam oksidasi. Pertumbuhan populasi alga memungkinkan furthur dekomposisi dari bahan organik dengan memproduksi oksigen. Produksi oksigen ini mengisi ulang oksigen yang digunakan oleh bakteri heterotrofik.. Biasanya kolam oksidasi harus kurang dari 10 meter untuk mendukung pertumbuhan alga.. Selain itu penggunaan kolam oksidasi sebagian besar terbatas pada daerah iklim hangat karena mereka sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman. Kolam oksidasi juga cenderung untuk mengisi, karena pengendapan sel bakteri dan alga terbentuk selama dekomposisi limbah tersebut. Penggunaan kolam oksidasi sebagian besar terbatas pada daerah iklim hangat karena mereka sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman. Kolam oksidasi juga cenderung untuk mengisi, karena pengendapan sel bakteri dan alga terbentuk selama dekomposisi limbah tersebut. Berbagai jenis mikroorganisme berperan dalam proses perombakan, tidak terbatas mikroorganisme jenis aerobik, tetapi juga mikroorganisme anaerobik. Organisme heterotrof aerobik dan aerobik berperan dalam proses konversi bahan organik; organisme autotrof (fitoplankton, alga, tanaman air) mengambil bahan anorganik (nitrat dan fosfat) melalui proses fotosintetsis. Karena lamanya waktu tinggal limbah cair, maka organisme dengan waktu generasi tinggi (zooplankton, larva insekta, kutu air, ikan kecil) juga dapat tumbuh dan berkembang dalam sistem kolam. Organisme tersebut hidup aktif di dalam air atau pada dasar kolam. Komposisi organisme sangat tergantung pada temperature udara, suplai oksigen, sinar matahari, jenis dan konsentrasi substrat. Faktor pembatas sistem kolam adalah suplai oksigen. Sistem kolam umumnya dirancang untuk tingkat pembebanan rendah sehingga laju pasokan oksigen dari atmosfir mencukupi kebutuhan oksigen bakteri, dan paling tidak bagian permukaan atas kolam selalu pada kondisi aerobik, karena suplai oksigen merupakan faktor pembatas, pembebanan sistem serine didasarkan pada luas permukaan kolam dan dinyatakan dalam P- BOD/m dan tidak didasarkan pada volume kolam atau jumlah biomassa. Sistem kolam umumnya dirancang dewan kedalaman maksimum 1,0 1,5 m, sehingga pencahayaan dan pengadukan oleh angin

CALIP. Waktu tinggal hidrolik dalam kolam sekitar 20 hari. Dianjurkan untuk membagi kolam menjadi tiga bagian, sehingga dalam tiap bagian organisme dapat tumbuh secara optimum dan proses perombakan berlangsung lebih cepat. Pemenuhan oksigen dapat diperoleh dari : Absorpsi ke permukaan air di kolam melalui proses difusi, Adanya mixing/pengadukan pada permukaan kolam akibat pengaruh angin dan permukaan kolam yang cukup luas, fotosintesa dari keberadaan alga.

Jenis Mikroorganisme Indikator


Mikroorganisme indikator dapat dibedakan menjadi indikator bakteri, indikator virus, dan indikator protozoa. A. Indikator Bakteri Terdapat lima bakteri yang umum digunakan sebagai indikator:

1. Koliform Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting bagi kualitas air minum. Kelompok bakteri coliform, antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri di dalam air minum itu menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Keberadaan bakteri ini juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya, Shigella, yang menyebabkan diare hing muntaber. Materi fekal yang masuk ke dalam badan air, selain membawa bakteri patogen juga akan membawa bakteri pencemar yang merupakan flora normal saluran pencernaan manusia, misalnya E. coli. Kehadiran bakteri ini dapat digunakan sebagi indicator pencemaran air oleh materi fekal.

Gambar 1.6 Bakteri E.Coli Sumber: fondriest.com Sumber: ifixh2o.com

Bakteri coliform timbul karena buangan kotoran manusia dan laundry dari rumah tangga yang merembes dari sungai-sungai dan juga disebabkan oleh pencemaran mata air atau air baku, lemahnya sistem filterisasi. Oleh karena itu, air minum harus bebas dari semua jenis coliform. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. E. coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat membahayakan kesehatan. Menurut Pelczar & Chan (2008) walaupun E. coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroeritris taraf sedang hingga parah pada manusia dan hewan. Grafik Perbandingan Jumlah Kandungan Bakteri E.Coli dan Total Coliform ada beberapa Lokasi :

Sumber : erwinazizijayadipraja.com Salah satu contoh bakteri patogen-yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah panas adalah Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, deman, kram perut, dan muntah-muntah. Jenis bakteri coliform tertentu, misalnya E coli O:157:H7, bersifat patogen dan juga dapat menyebabkan diare atau diare berdarah, kram perut, mual, dan rasa tidak enak badan. Conoh mikroba Shigella:

Gambar 1.7 bakteri koliform Sumber: pathmicro.med.sc.edu Bakteri coliform ini menghasilkan zat ethionine yang pada penelitian menyebabkan kanker. Bakteri-bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun seperti Indole, skatole yang dapat menimbulkan penyakit bila berlebih didalam tubuh. E. coli dapat menyebabkan diare dengan metode 1) produksi enterotoksin yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kehilangan cairan

2) invasi yang sebenarnya lapisan epitelium dinding usus yang menyebabkan peradangan dan kehilangan cairan. Pada keadaan normal, koliform terdapat di air dalam jumlah standar dan dapat diukur, namun bila terjadi pencemaran air, jumlah koliform akan menjadi banyak dan dapat melebihi jumlah bakteri patogen lain. Oleh karena itu, koliform dapat digunakan sebagai indikator pencemaran air. Jika terdapat bakteri koliform dalam air, belum tentu bakteri patogen juga ada di air tersebut, namun jika bakteri koliform terdapat dalam jumlah besar maka perlu diperiksa kembali keberadaan bakteri patogen lain. Pencemaran air yang disebabkan oleh kontaminasi tinja adalah masalah serius karena potensi untuk tertular penyakit dari patogen (organisme diseasecausing). Sering, konsentrasi patogen dari kontaminasi tinja kecil, dan jumlah patogen yang mungkin berbeda adalah besar. Akibatnya, tidak praktis untuk menguji untuk patogen dalam setiap sampel air yang dikumpulkan. Sebaliknya, kehadiran patogen ditentukan dengan bukti tidak langsung dengan tes organisme indikator seperti bakteri koliform. Coliform berasal dari sumber yang sama sebagai organisme patogen. Coliform relatif mudah untuk mengidentifikasi, biasanya hadir dalam jumlah lebih besar dari patogen lebih berbahaya, dan merespon lingkungan, pengolahan air limbah, dan pengolahan air sama dengan patogen banyak. Akibatnya, pengujian untuk bakteri coliform bisa menjadi indikasi yang masuk akal dari apakah bakteri patogen lain yang hadir. Jumlah total koliform menghitung memberikan indikasi umum kondisi sanitasi pasokan air. 1. Coliform total termasuk bakteri yang ditemukan di dalam tanah, dalam air yang telah dipengaruhi oleh air permukaan, dan dalam kotoran manusia atau hewan. 2. Coliform tinja adalah kelompok dari total coliform dianggap hadir khusus di usus dan kotoran hewan berdarah panas. Karena asal-usul koliform tinja lebih spesifik daripada asal-usul dari kelompok coliform lebih umum total bakteri, coliform fecal dianggap sebagai indikasi lebih akurat dari hewan atau limbah manusia dari coliform total. 3. Escherichia coli (E. coli) adalah spesies utama dalam kelompok koliform tinja. Dari lima kelompok umum bakteri yang terdiri dari coliform total, hanya E. coli umumnya tidak ditemukan tumbuh dan berkembang biak dalam lingkungan. Akibatnya, E. coli dianggap spesies bakteri koliform yang merupakan indikator terbaik dari polusi kotoran dan kemungkinan adanya patogen. Ketika coliform telah terdeteksi, perbaikan atau modifikasi dari sistem air mungkin diperlukan. Merebus air sampai disarankan desinfeksi dan tes ulang dapat memastikan bahwa kontaminasi telah dieliminasi. Sebuah cacat juga sering menjadi penyebab ketika bakteri coliform yang ditemukan dalam air sumur.

2. Koliform tinja Sebuah koliform tinja (feses kadang koliform) adalah fakultatif anaerob- , berbentuk batang , gram negatif , non-bersporulasi bakteri . Koliform fekal mampu tumbuh di hadapan garam empedu atau agen permukaan yang serupa, adalah oksidase negatif , dan menghasilkan asam dan gas dari laktosa dalam waktu 48 jam di 44 0,5 C . Bakteri koliform termasuk genus yang berasal dari feses (misalnya Escherichia ) serta tidak berasal

dari genera tinja (misalnya Enterobacter , Klebsiella , Citrobacter ). Uji ini dimaksudkan untuk menjadi indikator kontaminasi tinja lebih spesifik dari E.coli yang merupakan mikroorganisme indikator lain patogen yang mungkin hadir dalam tinja. Kehadiran koliform tinja dalam air mungkin tidak secara langsung membahayakan dan tidak selalu menunjukkan adanya feses. Secara umum peningkatan kadar coloform feca memberikan peringatan kegagalan dalam pengolahan air, istirahat dalam integritas sistem distribusi, atau mungkin kontaminasi dengan patogen. Ketika kadar tinggi mungkin ada peningkatan risiko ditularkan melalui air gastroenteritis . Pengujian bakteri yang murah, dapat diandalkan dan cepat (1-hari inkubasi). Kehadiran koliform tinja di lingkungan perairan dapat menunjukkan bahwa air telah terkontaminasi dengan feces manusia atau hewan lain. Fecal coliform dapat masuk k sungai melalui debit langsung limbah dari mamalia dan burung, pertanian dan limpasan badai,dan dari limbah manusia. Namun, kehadiran mereka juga dapat hasil dari bahan tanaman, dan pulp atau pabrik kertaslimbah .

Masalah yang dihasilkan dari kontaminasi tinja air: 1. Bahaya kesehatan manusia
Jumlah besar bakteri koliform tinja dalam air tidak berbahaya menurut beberapa pihak berwenang, tetapi mungkin menunjukkan risiko lebih tinggi patogen yang hadir di dalam air. [2] Beberapa penyakit patogen ditularkan melalui air yang mungkin bertepatan dengan kontaminasi koliform tinja termasuk infeksi telinga, disentri , demam tifoid , gastroenteritis virus dan bakteri, dan hepatitis A . Kehadiran koliform tinja manusia cenderung mempengaruhi lebih dari itu tidak makhluk air, meskipun tidak secara eksklusif. 2. Dampak terhadap lingkungan Diobati bahan organik yang mengandung koliform tinja dapat berbahaya bagi lingkungan. dekomposisi aerobik bahan ini dapat mengurangi oksigen terlarut kadar jika dibuang ke sungai atau saluran air.Hal ini dapat mengurangi tingkat oksigen yang cukup untuk membunuh ikan dan kehidupan air lainnya. Pengurangan koliform tinja dalam air limbah mungkin memerlukan penggunaan klorin dandesinfektan bahan kimia. Bahan tersebut dapat membunuh bakteri coliform fecal dan penyakit. Mereka juga membunuh bakteri penting untuk keseimbangan yang tepat dari lingkungan air, membahayakan kelangsungan hidup spesies bakteri tergantung pada mereka. Jadi tingkat yang lebih tinggi coliform fecal membutuhkan tingkat lebih tinggi klorin, mengancam organisme akuati. 3. Streptococcus Tinja Enterococcus Merupakan mikrobiota pada manusia dan hewan. Contoh Streptococcus pada manusia adalah S. faecalis dan S. Faecium.

Gambar 1.8 Pertumbuhan S.faecalis

S. faecalis bakteri ini terdapat di feses dengan jumlah yang bervariasi, tetapi biasaanya ada jumlah lebih sedikit dari pada E.Coli, tetapi lebih cepat dari bakteri koliform lainnya. Apabila pada suatu sampelditemukan S. Faecalis merupakan bukti penguat bahwa sampel tersebut telah tercemar kotoran atau feses. 4. Clostridium Merupakan mikrobiota pada hewan berdarah panas dan limbah. Sifatnya lebih stabil dibanding patogen dan memiliki spora sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi polusi yang terjadi di waktu lampau. Limbah buangan dari bangungan laut seringkali menghasilkan beberapa bakteri yang berperan dalam proses korosi. Dengan menggunakan media air laut buatan dan rumusan penghitungan laju korosi sesuai standar ASTM, yang divariasikan terhadap 3 jenis bakteri, yaitu : Escherichia coli, Pseudomonas fluorescens dan Thiobacillus ferroxidans. Hasil analisa menunjukkan laju korosi maksimal yang terjadi mencapai 1,321 mm/year atau meningkat 89,79 % dari laju korosi maksimal tanpa penambahan bakteri, yaitu 0,696 mm/year.

Gambar 1.9 Pertumbuhan S.faecalis Sumber: news.bbc.

Bakteri yang menimbulkan korosi paling besar adalah Thiobacillus ferrooxidans pada lingkungan laut salinitas 33%. Dan terdapat keterkaitan antara masa inkubasi bakteri terhadap laju korosi dari suatu material baja di lingkungan laut. Secara umum, material baja ASTM A106 lebih tahan korosi akibat bakteri daripada material baja ASTM A53 pada kondisi di lingkungan laut. Sehingga material baja ASTM A106 lebih cocok digunakan sebagai material pembuatan kapal. 5. Pseudomonas Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.

Gambar 1.11 Pseudomonas Sp. Sumber: archive.microbelibrary.org Sebagai indikator kolam renang selain Staphylococcus aureus. Memiliki sifat tahan terhadap desinfeksi kimiawi. Berpigmen pyocyanin dan dapat berpendar. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur (Todar, 2002) sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan Nasetilglukosamin. (Boyd, 1980).

Grafik 1.12 Pertumbuhan Pseudomona sp. Dalam air Sumber : scielo.cl Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar. (Boyd, 1980; Schlegel, 1994).

Gambar 1.13 Staphylococcus sp. Sumber: en.wikipedia.org Sumber: nyupid.blogspot.com

Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 9,8 dengan pH optimum 7,0 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein. (Supardi dan Sukamto, 1999). 1. Bacteroides spp. dan Bifidobacteria spp.

Bacteroides adalah genus dari Gram-negatif , basil bakteri Bacteroides spesies non-. Endospora -membentuk, anaerob , dan dapat berupa motil atau non-motil, tergantung pada spesies. Komposisi dasar DNA adalah 40-48% GC. Biasa dalam organisme bakteri, membran Bacteroides mengandung sphingolipids . Mereka juga mengandung asam mesodiaminopimelic dalam mereka lapisan peptidoglikan .

Gambar 1.14 Bacteroides spp. dan Bifidobacteria spp. Sumber: pemburumikroba.blogspot.com Bacteroides biasanya mutualistik , yang membentuk bagian paling besar dari mamalia tumbuhan pencernaan , di mana mereka memainkan peran mendasar dalam pengolahan molekul kompleks untuk yang sederhana di usus tuan. Seperti banyak sebagai 10 10 -10 11 sel per gram kotoran manusia telah dilaporkan. Mereka dapat menggunakan gula sederhana bila tersedia, namun sumber utama energi untuk spesies Bacteroides dalam usus yang kompleks host yang berasal dan tanaman glycans . Banyak ditemukan di feses 100 kali dibanding yang lain. Kedua bakteri ini sulit dideteksi karena bersifat sangat anaerob dan dapat musnah bila terkena oksigen, sehingga untuk mendeteksi perlu kondisi yang sangat anaerob pula. Beberapa jenis Bacteroides spesifik pada manusia.

B.

Indikator Virus

Terdapat empat kandidat mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator virus.

Kolifage, yaitu baktriofage yang menginfeksi E.coli dan bakteri koliform lainnya. Bakteri yang diinfeksi tidak memiliki fili sehingga virus menempel langsung pada dinding selnya. Sifatnya tidak spesifik pada feses dan deteksi bergantung pada inangnya. Contohnya adalah myoviridae, podoviridae, dan siphoviridae. Kolifage jantan, yaitu colifage yang menginfeksi E.coli jantan (yang memilliki strain F+) sehingga dapat menghasilkan fili dan penempelan terjadi melalui reseptor fili. Bersifat spesifik pada feses. Contohnya adalah leviviridae Fage Bacteroides fragilis, bersifat spesifik feses manusia. Namun konsentrasinya sangat rendah sehingga belum dapat ditunjukkan spesifitasnya Fage Salmonella, terdapat pada feses manusia dan hewan. Digunakan untuk mengindikasi banyaknya bakteri Salmonella, namun konsentrasinya juga terlalu rendah.

C.

Indikator Protozoa

Sesungguhnya tidak ada indikator yang berlaku secara universal bagi parasit protozoa. Indikator bergantung pada sumber air yang dugunakan pada suatu daerah tertentu. Contoh yang telah diidentifikasi adalah indikasi menggunakan spora Clostridium dan bakteri aerob termostabil.

Kelemahan

Tidak ada indikator yang ideal untuk semua lingkungan dan memenuhi semua persyaratan. tidak ada suatu indikator yang dapat mencangkup semua jenis indikator. Hal ini disebabkan karena tidak semua bakteri dapat dijadikan indikator bagi patogen. Virus dan protozoa

memiliki perbedaan ukuran, respon terhadapat tekanan lingkungan, dan perlakuan. Media dan kondisi yang berbeda-beda juga membuat tidak ada indikator yang benar-benar cocok untuk kundisi tertentu. Karena itu dibuat suatu kriteria untuk mentoleransi ketidaksempurnaan tersebut. Setiap negara, setiap daerah memiliki kriteria yang berbeda-beda.Contohnya di Indonesia dilakukan pengelolaa kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Air digolongkan berdasarkan kriteria mutu mejadi kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas IV. Untuk air minum kadar koliform tinja maksimal 2000 dan kadar total koliform maksimal 10000.

Indikator Makanan
Mikroorganisme yang menjadi indikator makanan merupakan kelompok bakteri yang keberadaannya di makanan di atas batasan jumlah tertentu, yang dapat menjadi indikator suatu kondisi yang terekspos yang dapat mengintroduksi organisme berbahaya dan menyebabkan proliferasi spesies patogen ataupun toksigen. Misalnya E. coli tipe I, koliform dan fekal streptococci digunakan sebagai indikator penanganan pangan secara tidak higienis, termasuk keberadaan patogen tertentu. Mikroorganisme indikator ini sering digunakan sebagai indaktor kualitas mikrobiologi pada pangan dan air. Dampak Pencemaran Lingkungan 1. Punahnya Spesies Sebagaimana telah diuraikan, polutan berbahaya bagi biota air dan darat. Berbagai jenis hewan mengelami keracunan, kemudian mati. Berbagai spesies hewan memiliki kekebalan yang tidak sama. Ada yang peka, ada pula yang tahan. Hewan muda, larva merupakan hewan yang peka terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang dapat beradaptasi sehingga kebal terhadap bahan pencemar., adpula yang tidak. Meskipun hewan beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan ada batasnya. Bila batas tersebut terlampui, hewan tersebut akan mati. 1. Peledakan Hama Penggunaan insektisida dapat pula mematikan predator. Karena predator punah, maka serangga hama akan berkembang tanpa kendali. 1. Gangguan Keseimbangan Lingkungan Punahnya spasies tertentu dapat mengibah pola interaksi di dalam suatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan lairan energi menjadiberubah. Akibatnya, keseimbangan lingkngan terganggu. Daur materi dan daur biogeokimia menjadi terganggu. 1. Kesuburan Tanah Berkurang Penggunaan insektisida mematikan fauna tanah. Hal ini dapat menurunkan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapat menyebabkan tanah Kajian islam: Surat Ar Rum [30] ayat 41-42

Artinnya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Artinnya: Katakanlah: Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah). Penjelasan isi kandungan dari Surat Ar Rum [30] ayat 41-42: Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam semesta. Allah telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan kesejahteraan semua makhluk-Nya, khususnya manusia. Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir, kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya. Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya yang bisa dilakukan, misalnya rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup. Surah Al Araf [7] Ayat 56-58 Artinnya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Artinnya: Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Artinnya: Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. Penjelasan isi kandungan surah Al Araf [7] Ayat 56-58:

Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak dan dibinasakan Hanya saja ada sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak sesuatu yang berupa materi atau benda, melainkan juga berupa sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut sering kali mereka menganggap diri mereka sebagai kaum yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang berbuat kerusakan di muka bumi. Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi karena Dia telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan ini mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu penghidupan dan sumbersumber penghidupan orang lain. Allah menegasakan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada hamba-Nya ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat-Nya. Angin yang membawa awan tebal, dihalau ke negeri yang kering dan telah rusak tanamannya karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada hujan, dan kepada penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu Dia menurunkan hujan yang lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati tersebut menjadi subur kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, Dia telah menghidupkan penduduk tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-tanaman yang berlimpah ruah. DAFTAR PUSTAKA Anonymous,2010.http://cupacupa91.blogspot.com/2010/03/ciri-ciri-airtercemar.htmls,diakses tanggal 7 November 2011 Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/Bakteri%20yang%20menguntungkan%20%C2%AB %20tugaspti140110100062.html. diakses tanggal 7 November 2011 Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/Beberapa%20Penyakit%20yang%20disebabkan%20 oleh%20Bakteri.html, diakses tanggal 7 November 2011 Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/Bakteri.htmVVVV.diakses tanggal 7 November 2011Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/mikrobiologi-lingkungan.html. diakses tanggal 7 November 2011 Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/Mikroorganisme_indikator.html. diakses tanggal 7 November 2011 Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/preview.php.html. diakses tanggal 7 November 2011 Anonymous,2010.http:///D:/Dokumenku/Peran%20Mikroorganisme%20dlm%20Kehidupan %20%C2%AB%20I%20q%20b%20a%20l%20A%20l%20i%20.%20c%20o%20m.html. diakses tanggal 7 November 2011

28 Dec

PEMANFAATAN MIKROBIOLOGI DI BIDANG FARMASI DAN PRODUKNYA


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment

PEMANFAATAN MIKROBIOLOGI DI BIDANG FARMASI DAN PRODUKNYA Mikrobiologi farmasi modern berkembang setelah perang dunia ke II dengan dimulainya oleh mikroorganismeproduksi antibiotik. Suplai produk farmasi dunia termauk antibiotik, steroid, vitamin, vaksin, asam amino, enzim, dan hormon manusia yang diproduksi oleh mikroorganisme. Streptomyces hydroscopius memiliki strain yang berbeda untuk membuat berbagai macam antibiotik yang berbeda. Antibiotik pada dasarnya dibuat dalam skala industri dengan dengan cara menginokulasikan spora dari kapang atau Streptomycetes dalam suatu media pertumbuhan dan mengikubasinya dengan aerasi yaang baik. Vaksin yang diproduksi oleh industri mikrobiologi. Vaksin antivirus yang merupakan produksi besar-besaran dari pemanfaaatan telur ayam atau kultur sel. Produksi vaksin untuk penyakit infeksi bakteri umumnya membutuhkan pertumbuhan bakteri dalam jumlah yang besar. Steroid merupakan kelompok bahan kimia yang meliputi kortison yang digunakan sebagai obat anti-alfamasi, dan esterogen serta progesteron yang digunakan sebagai kontrasepsi oral. Streptomyces dapat mensintesis steroid dari sterol, yaitu dengan cara menambahkan satu gugus hidroksil pada karbon nomor 11, dan proses sintesis secara kimia. Produksi antibiotik Produksi Pinisilin menggunakan media bernutrisi yang mengandung gula asam fenilasetat ditambahkan secara kontinu. Asam fenilasetat ini digunakan untuk membuat rantai samping benzil pada pinisilin G. Untuk membuat pinisilin semisintetik pinisilin G dicampur dengan bakteri yang mensekresi enzim asilase. Enzim ini akan melepas gugus benzil dari pinisilin G dan mengubahnya menjadi 6-aminopenicillaic acid (6-APA), yang digunakan untuk membuat pinisilin jenis lain. Sefalosporin C yang diproduksi oleh Cephalosporium acremonium. Molekul sefalosporin C dapat ditransformasi dengan melepas rantai samping -aminoapidic acid dan menambahkan gugus baru pada inti 7--aminocephalosporanic acid, dan menghasilkan antibiotik baru yang memiliki kisaran antibakteri yang lebih luas. Strain Streptomyces griseus dan Actinomycetes lainnya menghasilkan streptomisin dan berbagai antibiotik lainnya. Spora S.griseus diinokulasi ke dalam media untuk mendapatkan kultur pertumbuhan dengan biomassa miselia yang tinggi sebelum dimasukkan ke dalam tangki inokulum. Media dasar untuk memproduksi streptomisin mengandung pati kedelai sebagai sumber nitrogen, glukosa sebagai sumber karbon, dan NaCl. Temperatur optimum untuk proses fermentasi ini berkisar pada 28C, dengan kecepatan maksimal produksi

Streptomisin diperoleh paada kisaran pH 7,6-8,0. Kecepatan pengadukan dan aerasi yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan produksi Streptomisin yang maksimal. Beberapa contoh antibiotik yang diproduksi adalah: Pinicilin dihasilkan selam pertumbuhan dan metabolisme kapang tertentu yaitu Pinicillium natotum dan Pinicillium chrysogenum. Kultur yang sama dapat menghasilkan beberapa macam molekul pinicillin antara lain Pinicillin G dan V (Husain, 1982). Menurut Poerwodhiredjo (1983) pembuatan biosintetik dan semisintetik pinicillin alamiah dilakukan untuk mengatasi beberapa kekurangan yang dimiliki oleh pinicillin, antara lain: 1. Sifat tahan asam, sehingga tidak efektif pada pemberian oral. 2. Pinicillin G mudah dipecah oleh enzim beta laktamase. 3. Daya kerja pinicillium G yang berspektrum sempit. Pinicillium alamiah diinaktifkan oleh panas, sistein, natrium hidroksida, pinicilinase dan asam hidroklorat, seperti yang terdapat dalam lambung (Husein, 1982). Zat lain yang dapat merusak pinicillin antara lain adalah logam berat seperti Cu, Hg, Fe, dan Zn (Poerwodiredjo, 1983 Sefalosporin, Sefalosporin merupakan sekelompok antibiotik yang dihasilkan oleh suatu spesies kapang laut, yaitu Cephalosporium acremonium. Semua sefalosporin alam sekarang tidak dipakai lagi secara klinis, oleh karena daya antibakterinya sangat lemah, terlalu toksik atau tidak dihasilkan secara cukup (Poerwodiredjo, 1983). Steptomisin dihasilkan oleh Strepomyces griseus, menurut Poerwodiredjo (1983) streptomicin adalah suatu kristal yang berwarna putih dan mempunyai rasa seperti garam. Zat ini sangat larut dalam air. Streptomisin dapat dianggap sangat stabil. Serbuk murni yang kering dapat tahan sekurang-kurangnya selama dua tahun pada suhu kamar. Streptomisin pada umunnya di berikan secara parental. Pemberian per oral tidak menghasilkan absorbsi yang cukup, sehingga hanya dipakai untuk pengobatan infeksi lokal pada saluran pencernaan, streptomisin efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif, dan juga terhadap leptospira. Pada hewan, penyakit penyakit yang dapat diobati oleh streptomisin, adalah dirhea (scour)bpada babi dan sapi oleh E. Coli dan salmonella, demam transport oleh Pasteurella, mastitis oleh E.coli dan Staphylococci, abortus sapi oleh Vibrio foetus, aktinimikosis dan leptospirosis (Husein, 1982).

Hormon steroid sangat penting peraanannya dalam dunia kesehatan. Karena dapat diketahui untuk menyebuhkan sakit dan mengurangi bengkak. Hormon steroid juga digunakan pada kontrasepsi oral daan untuk mengobati ketidakseimbangan hormonal. Contohnya, fungi Rhizopus arrhius menghidroksilasi progesteron membentuk steroid lain dengan mengintroduksi oksigen pada posisi nomor 11 dan menghasilkan 11- hidroksiprogesteron. Fungi Cunninghamella blaksleeana juga dapat menghidroksilasi steroid kortekloson untuk membentuk hidrokortison dengan mengintroduksi oksigen pada posisi nomor 11. Bentuk transformasi lain dari inti steroid dilakukan oleh mikroorganisme melalui proses hidrogenasi, epoksidasi, serta penambahan serta penghilangan rantai samping

Produksi vaksin sangat penting untuk mencegah berbagai penyakit. Pengembangan dan produksi vaksin merupakan hal penting bagi industri farmasi. Vaksin diproduksi oleh strain mutan patogen atau melalui atenuasi atau inaktivasi patogen virulen tanpa menghilangkan antigen yang diperlukan untuk menimbulkan respon imun. Untuk menghasilkan vaksin terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus, strain virus ditumbuhkan dengan menggunakan telur ayam bertunas. Vaksin virus juga dapat diproduksi melalui kultur jaringan. Misalnya, vaksin rabies tradisional diproduksi pada telur bebek bertunas dan memiliki efek samping yang sangat menyakitkan. Vaksin ini digantikan oleh produksivaksin melalui kultur jaringan fibroblas melalui kultur jaringan fibroblas manusia. Produksi vaksin yang efektif dalam mencegah infeksi oleh bakteri, fungi, dan protozoa melibatkan pertumbuhan strain mikroorganisme pada media artifisial yang menimbulkan gangguan berupa respon alergi. Produksi vitamin dan asam amino Vitamin B12 dapat diproduksi sebagai produk samping pada fermentasi antibiotik oleh Streptomyces. Garam cobalt larut air ditambahkan pada reaksi fermentasi sebagai perkusor vitamin B12. Vitamin B12 dalam jumlah tinggi terakumulasi pada media dalam konsentrasi yang tidak toksik bagi Streptomyces. Vitamin B12 juga diperoleh dari fermentasi Propionibacterium shermanii atau Paracoccus denitrificans. Produksi Ribovlavin dapat dihasilkan dari fermentasi berbagai macam mikroorganisme, misalnya bakteri Clostridium dan fungi Eremothecium ashbyi atau Ashbya gossypii. Lisin diproduksi melalui fermentasi mikroorganisme, sehingga dapat digunakan untuk suplemen makanan bagi manusia dan sebagai bahan tambahan pada sereal. Metionin juga diproduksi melalui sintesis kimia yang digunakan sebagai suplemen makanan. Produksi insulin sekarang ini sudah dapat berkembang. Inilah sebagai bukti bahwa asam amino mampu menghasilkan insulin dalam produksi mikrobiologi farmasi secara industri. Contohnya Hormon petumbuhan TNF digunakan untuk mengobati penyakit dwarfisme (cebol) akibat kekurangan hormon ini. IL-2, TNF dan IFN merupakan komponen penting respon imunitas alami manusia, dan produksinya terbukti berguna untuk mengobati berbagai penyakit. Misalnya IFN penting dalam pertahanan terhadap infeksi virus dan pengobatan akibat infeksi virus. TNF adalah substansi alami yang dihasilkan tubuh dalam jumlah kecil oleh sel darah putih tertentu yang disebut makrofag, berfungsi menbunuh beberapa sel kangker dan mikroorganisme infeksius tanpa mempengaruhi sel-sel nomal. Produk rekombiana lainnya adalah aktifator plasminogen jaringa ( alteplase) yang merupakn protein yang tersusun atas 527 asam amino yang digunakan untuk mengobati penderita serangan jantung. Asam glutamat dimanfaatkan sebagai monosodium glutamat (MSG). Asam L-glutamatdan MSG dapat diproduksi melalui fermentasi strain Brevibacterium, Arthrobacter, dan Corynebacterium. Kultur Corynebacterium glutamicum dan Brevibacterium flavum digunakan untuk memproduksi MSG dengan skala besar. Proses fermentasi memerlukan media glukosa-garam mineral dengan menambahkan urea secara periodik sebagai sumber nitrogen selama proses fermentasi. Nilai pH dijaga berkisar 6-8, dan temperatur berkisar 30C. Produksi asam organik Asam glukonat diproduksi oleh berbagai bakteri termasuk spesies Acetobacter dan oleh beberapa fungi seperti Pinicillium dan Aspergillus. Aspergillus niger mengoksidasi glukosa

menjadi asam glukonat dalam reaksi enzimatik tunggal oleh enzim glukosa oksidase. Asam glukonat memiliki beberapa fungsi antara lain:

Kalsium glukonat digunakan sebagai produk farmasi untuk menyuplai kalsium dalam tubuh Ferrous gluconate digunakan sebagai asupan besi untuk mengobati anemia Asam glukonat pada detergen pencuci piring, mencegah noda pada permukan kaca akibat presipitasi garam kalsium dan magnesium

Produksi asam glukonat juga dapat menggunakan Aerobasididum pullulans. Medium Yeast malt extract agar (YME) diinokulasi dengan Aureobasidium pullulans dan inkubasi 2 3hari kemudian disimpan pada suhu 40C. Inokulum (10%) dibuat dengan memindahkan sel dri agar plate ke dalam erlenmeyer 500 ml yang mengandung (g/l): Glucosa, 30 g/l, NH4Cl 3 g/l, KH2PO4 1.4 g/l, MgSO4. 7H2O 0.35 g/l, MnSO4.4H2O 5 mM, FeSO4.7H2O 1 mM, CuSO4 x 5 H2O 4 M (1 mg/l), ZnSO4.7H2O 0.01 g/l, CoSO4.7H2O 4 mg/l, H3BO3 0.04 g/l, CaCl2 0.1 g/l, NaCl 0.1 g/l, citric acid 2.5 g/l, Na2MoO4.2H2O 0.2 mg/l, thiamine-HCl 2 mg/l, biotin 0.25 g/l, pyridoxine-HCl 0.625 mg/l, Ca-D-pantothenate 0.625 mg/l, nicotinic acid 0.5 mg/l. medium ii juga digunakan untuk kondisi kultur di fermentor. Fermentasi berlangsung pada suhu 300C dan pH 6,5 yang diatur dengan menambahkan NaOH 45%. Medium fermentasi secara kontinyu dimasukkan dalam fermentor. Anti buih diberikan tiap 1,5 jam. Fermentor bekerja berdasar prinsip kemostat dengan pengaturan suhu, suplai oksigen dan pengeluaran gas. Asam sitrat diproduksi oleh Aspergillus niger dengan molasses sebagai substrat fermentasimya. Asam sitrat digunakan untuk bahan tambahan pada makanan. Transformasi asam sitrat oleh Aspergillus terreus dapat digunakan untuk memproduksi asam itakonat dalam dua langkah reaksi yaitu perubahan asam sitrat menjadi asam cisakonat melalui proses hidroksilasi, dan langkah kedua merupakan langkah karboksilasi asam cis-akoniat menjadi asam itakonat. Proses fermentasi memerlukan pH berkisar pada 2,2. Pada kisaran pH lebih tinggi, A. Terreus akan mendegradasi asam itakonat. Asam laktat diproduksi oleh Lactobacillus delbruecki, asam laktat digunakan untuk mengawetkan makanan pada industri penyamaan kulit dan industri tekstil. Media yang digunakan dalam asam laktat ini memerlukan glukosa 10-15%, kalsium karbonat 10% untuk menetralisasi asam laktat yang dihasilkan, amonium fosfat, dan sejumlah kecil sumber nitrogen. Temperatur inkubasi berkisar 45-50C dengan Ph berkisar antara 5,5-6,5. Setelah proses fermentasi selam 5-7 hari, kurang lebih 90% gula telah diubah menjadi asam laktat, kalsium karbonat kemudian ditambahkan untuk menaikkan Ph hingga 10, kemudian media fermentasi dipanaskan dan disaring. Prosedur ini akan membunuh bakteri, mengkoagulasi protein, menghilangkan sisa kalsium karbonat, dan mendekomposisi residu karbohidrat. Produksi Enzim Terdapat empat enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme. Enzim-enzim tersebut adalah protease, amilase, glukosa isomerase, dan renin. Protease adalah enzim yang menyerang ikatan peptida molekul protein dan membentuk fragmen kecil peptida. Strain rekombinan Bacillus sp. GX6644 mensekresikan alkalin protease yang sangat efektif terhadap protein kasein susu, denngan aktifitas tertinggi pada Ph 11 dan temperatur 40-55C. Strain rekombinan yang lain yaitu Bacillus sp. GX6638 mensekresi beberapa alkalin protease yang aktif pada kisaran Ph yang cukup (8-12). Fungi yang memproduksi protease adalah spesies

Aspergillus. Protease yang dihasilkan oleh fungi memiliki kisaran Ph yang lebih luas dibandingkan protease yang diproduksi oleh bakteri. Amilase digunakan dalam detergen dan industri pembuatan bir. Misalnya - amilase yang digunakan untuk mengubah pati menjadi oligosakarida dan maltosa, - amilase yang digunakan untuk mengubah pati menjadi maltosa dan dekstrin, serta glukamilase yang mengubah pati menjadi glukosa. Ketiga enzim tersebut digunakan untuk memproduksi sirup dan dekstrosa dari pati. Produksi amilase menggunakan fungi Aspergillus sp. Aspergillus oryzae digunakan untuk memproduksi amilase dari gandum pada kultur stationer. Bacillus subtilis dan Bacillus diasticus digunakan untuk memproduksi amilase bakteri. Glukosa isomerase mengubah glukosa menjadi fruktosa yang lebih manis dibandingkan sukrosa dan lebih manis dari glukosa. Fruktosa merupakan bahan pemanis pada industri makanan dan minuman. Enzim ini diproduksi oleh Bacillus coagulans, Streptomyces sp. dan Nocardia sp. Renin digunakan dalam industri pembuatan keju karena dapat menggumpalkan susu yang mengkatalis koagulasi susu. Enzim ini diproduksi oleh Mucor pussilus dan Mucor meihei. Enzim mikroorganisme juga digunakan dalam produksi polimer sintetik. Industri plastik membutuhkan metode kimia untuk memproduksi alkene oxide dari mikroorganisme melibaktkan aksi tiga enzim yaitu piranose-2-oksidase dari fungi Oudmansiella mucida, enzim haloperoksidase dari fungi Caldariomyces sp. dan enzim epoxidase dari Falvobacterium sp. KAJIAN ISLAM TENTANG MIKROBIOLOGI FARMASI Al- Quran Surat Asy- Syuaraa Artinya: dan bila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Maknanya:apabila manusia yang ada di dunia ini mengalami sakit, dialah yang Maha menyembuhkan. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan cobaan, diluar batas kemampuan umatnya. Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Maknanya: Allah Maha kuasa, dia telah menciptakan kehidupan. Menciptakan berbagai mahkluk hidup serapi mungkin, sehingga diharapkan dapat berguna dalam kehidupan. Dalam hal ini, dalam Al-Quran Allah telah bersabda, bahwa di dunia ini, Allah telah menciptakan mahkluk organisme yang sangat berguna bagi pengobatan berbagai macam penyakit. Sebagai contohnya Aspergillus niger mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dalam reaksi enzimatik tunggal oleh enzim glukosa oksidase. Asam glukonat memiliki beberapa fungsi antara lain:

Kalsium glukonat digunakan sebagai produk farmasi untuk menyuplai kalsium dalam tubuh Ferrous gluconate digunakan sebagai asupan besi untuk mengobati anemia Asam glukonat pada detergen pencuci piring, mencegah noda pada permukan kaca akibat presipitasi garam kalsium dan magnesium.

Dari uraian diatas, Aspergillus niger, mampu menghasilkan berbagai senyawa yang berguna dalam kehidupan. Digunakan untuk pembersih berbagai macam perabot rumah tangga, Allah sangat mencintai kebersihan. Diharapkan dengan adaya mikrooraganisme ini, mahkluk yang ada di dunia mampu menjaga kebersihan sesuai kedudukannya sebagai khalifah di bumi. Dan Allah juga bersabda, bahwa Dia akan memberikan kesembuhan bagi berbagai macam penyakit, asalkan kita mau berusaha. Allah telah menyediakan segala sesuatu dengan sebaikbaiknya dan serapi-rapinya. QS. Yunus: 57 Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman. Dari Ibnu Masud radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan AlHakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan hadits ini dalam Zawa`id-nya. Dari ayat tersebut, jelas bahw allah akan menyembuhkan berbagai macam penyakit, melalui mahkluknya. Termasuk mikroorganisme yang jumlahnya sangat banyak. Mikroorganisme tersebut dapat membawa kesembuhan bagi khalifah di bumi.

DAFTAR PUSTAKA Pratiwi T Sylvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. Husein, T.T.A. 1982. Pengendalian Mikroorganisme. Di dalam R.S. Hadivetomo Dasar-dasar Mikrobiologi. Dept. Botani. Fakultas Pertanian IPB. Bogor (ed).

Muljono J, Aziz Abdul D, Gumbira E. 1992. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press: Jakarta. 28 Dec

PEMANFAATAN MIKROBIOLOGI DI BIDANG FARMASI DAN PRODUKNYA


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment 28 Dec

PEMANFAATAN MIKROBIOLOGI DI BIDANG FARMASI DAN PRODUKNYA


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment 28 Dec

PEMANFAATAN MIKROBIOLOGI DI BIDANG FARMASI DAN PRODUKNYA


Posted by aguskrisno in Uncategorized. 1 Comment 27 Dec

Peranan Jamur Ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai fermentasi roti


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment

Jamur Ragi Saccharomyces cerevisiae Taksonomi Saccharomyces cerevisiae : Eukaryota : Fungi : Dikarya : Ascomycota

Domain Kingdom Subkingdom Phylum

Subphylum Class Order Family Genus Specific descriptor Scientific name

: Saccharomycotina : Saccharomycetes : Saccharomycetales : Saccharomycetaceae : Saccharomyces : cerevisiae : - Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidak mampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces. Saccharomyces memproduksi ascospores, khususnya bila tumbuh di V-8 media, asetat ascospor agar, atau Gorodkowa media. Ascospores ini adalah bundar dan terletak di asci. Setiap ascus berisi 1-4 ascospores. Asci tidak menimbulkan perpecahan pada saat jatuh tempo. Ascospores yang berwarna dengan Kinyoun noda dan ascospore noda. Bila dikotori dengan noda Gram, ascospores adalah gram-negatif sedangkan sel vegetatif adalah gram positif. Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia. Seiring dengan berkembangnya genetika molekuler, S. cerevisiae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang rekayasa genetika. S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai super jamur telah menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern. S. cerevisiae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat milestones dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan (sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman (sebagai jamur fermentasi bir dan anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia, Mesopotamia, dan Sumeria). Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita sendiri menggunakannya dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti tempe, tape, dan tuak.

Saccharomyces cereviciae yang penting dalam pembuatan roti memiliki sifat dapat memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast), memperbaiki sifat osmotolesance (sweet dough yeast), rapid fermentation kinetics, freeze dan thaw tolerance, dan memiliki kemampuan memetabolisme substrat. Pemakaian ragi dalam adonan sangat berguna untuk mengembangkan adonan karena terjadi proses peragian terhadap gula, memberi aroma (alkohol). Saccharomyces cerevisiae juga telah digunakan dalam beberapa industri lainnya, seperti industri roti (bakery), industri flavour, (menggunakan ektrak ragi/yeast extracts), industri pembuatan alcohol (farmasi) dan industri pakan ternak.

Macam-macam Bentuk Ragi

a) Ragi cair (liquid yeast) diproduksi dari yeast cream yang berlangsung pada tahap proses industri (mengandung 15 20% materi kering). Ragi cair ini terutama digunakan oleh bakery skala industri dengan proses otomatis. Pengukuran secara otomatis membutuhkan peralatan tambahan khusus dan untuk penyimpanan dibutuhkan suhu 4o 6oC dengan umur simpan hanya 2 minggu. b) Ragi basah (compressed atau fresh yeast) adalah yeast cream yang dikeringkan dan dipadatkan sehingga mengandung 28-35% materi kering, berbentuk blok-blok persegi, dan harus disimpan pada suhu 2-6 oC, dengan umur kadaluarsa hanya 2-3 minggu saja. Produk ini hanya mengandung 70% air, oleh karena itu ragi harus disimpan pada temperatur rendah dan merata untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Kelebihan penggunaan ragi basah adalah harganya relatif murah (karena sebagian besar terdiri dari air saja), dan dapat dipergunakan dalam banyak aplikasi (resep) .Sedangkan kekurangannya adalah sensitif terhadap kelembaban (humidity): suhu dan cuaca hangat seperti negara Indonesia yang tropis. Ragi ini juga memerlukan kondisi peyimpanan pada suhu rendah (26oC), yang menyebabkan kesulitan dalam pendistribusiannya, akan tetapi, ragi bisa tahan 48 jam pada suhu ruang. c) Ragi kering aktif (active dry yeast, ADY) adalah ragi yang terbuat dari yeast cream yang dipanaskan dan dikeringkan hingga didapatkan 92-93% bahan kering. Ragi ini berbentuk butiran kering (granular form). Dalam aplikasi penggunaannya harus dilarutkan dengan air hangat (dehidrated) sebelum dicampurkan dengan tepung terigu dan bahan lainnya ke dalam mixer. Penyimpanannya bisa dalam suhu ruang (selama jauh dari panas dan lembab). Umur kedaluarsanya mencapai 2 tahun dalam kemasannya. Pengeringannya dengan temperatur tinggi akan mematikan sekitar 25% lapisan luar sel ragi, sehingga membentuk lapisan sel pelindung yang dapat melindungi sel aktif. Kelebihan menggunakan ragi kering aktif adalah meringankan biaya transportasi, dan penyimpanannya tidak sulit (suhu ruang). Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan proses rehidrasi dengan air hangat (35o 38oC) dan proses tersebut memerlukan waktu sekitar 15 menit. Faktor konversinya adalah 1 kg ragi kering aktif sama dengan 2,5 3 kg ragi basah dengan ditambah air 1,5 liter. d) Ragi kering instan (instantdry yeast IDY). Dibuat dari ragi yang dipanaskan dan lalu dikeringkan hingga mengandung 94% 95% materi kering dengan jumlah sel ragi 105-107 pergram ragi, berbentuk vermicelli (seperti potongan pasta yang sangat pendek), mendekati butiran kecil yang halus. Di negara-negara tropis lebih aman memakai ragi instan. Aplikasinya tanpa dilarutkan terlebih dahulu, dapat langsung dicampurkan dalam tepung, dikemas dalam kemasan tanpa udara (vacuum packed) dan memiliki umur kadaluarsa 2 tahun dalam kemasannya. Kelebihan lain dari pada ragi instan ini adalah menghasilkan fermentasi yang lebih konsisten, dan penyimpanan yang sangat mudah (pada suhu ruang normal).

Ragi yang sudah rusak tidak layak untuk digunakan dalam pembuatan makanan karena sudah tidak dapat berfermentasi lagi. Agar kondisinya tetap baik, ragi harus disimpan pada suhu 4,50C. Kondisi ragi akan semakin buruk apabila disimpan pada udara yang panas karena akan meyerap panas dan kemudian akan beremah. Adanya remah merupakan pertanda bahwa dalam diri ragi telah terjadi fermentasi yang dikenal dengan istilah autolysis yang disebabkan oleh enzim dari ragi itu sendiri. Pada akhirnya ragi akan berubah wujud menjadi massa yang sedikit lengket, berbau tidak enak, berwarna gelap dan tidak bermanfaat lagi. Ragi tidak boleh dicampur dengan garam, gula, atau larutan garam maupun gula yang pekat. Pada saat membuat adonan, sebaiknya ragi tidak langsung dicampur dengan kedua unsur tersebut (garam dan gula). Persentase rata-rata dari komposisi ragi adalah sebagai berikut: - Air - Protein - Fat : 68% 73% : 12% 14% : 0,6% 0,8 %

- Karbohidrat : 9% 11% - Mineral

: 1,7% 2%

Persyaratan Gizi

Semua strain S. cerevisiae dapat tumbuh secara aerobik pada glukosa, maltosa , dan trehalosa dan lambat tumbuh pada laktosa dan selobiosa. Hal ini menunjukkan bahwa galaktosa dan fruktosa adalah dua dari gula fermentasi terbaik. Kemampuan ragi untuk menggunakan gula yang berbeda dapat berbeda tergantung pada apakah mereka tumbuh aerobik atau anaerobik. Beberapa strain tidak dapat tumbuh secara anaerobik pada sukrosa dan trehalosa. Semua strain S. cerevisiae dapat memanfaatkan amonia dan urea sebagai satu-satunya sumber nitrogen, tetapi tidak dapat memanfaatkan nitrat, karena mereka tidak toleran terhadap ion ammonium. Mereka juga dapat memanfaatkan sebagian besar asam amino, peptida rantai pendek, dan basa nitrogen sebagai sumber nitrogen. Histidin, glisin, sistin, dan lisin merupakan asam amino yang tidak mereka butuhkan. S. cerevisiae tidak mengeluarkan protease sehingga protein ekstraseluler tidak dapat dimetabolisme.

Fermentasi

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh

produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni. Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii. Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. mikrobia 2. bahan dasar 3. sifat-sifat proses 4. pilot-plant 5. faktor sosial ekonomi Dalam Industri Roti: Menggunakan enzim amilase dan protease untuk mempercepat proses fermentasi, meningkatkan volume adonan, memperbaiki kelunakan dan tekstur. Enzim bersumber dari jamur dan bakteri.

Fermentor

Fermentor yang digunakan dalam produksi etanol tergantung pada bahan baku yang digunakan. untuk penggunaan dengan bahan baku gula dapat langsung dengan fermentor anaerob, sedang jika akan digunakan dengan bahan baku dari pati atau karbohidrat lain harus ada proses sakarifikasi sehingga minimal ada dua fermentor. Fermentor adalah tempat berlangsungnya fermentasi dapat berupa alat dengan kerja anaerob ataupun anaerob.

Fermentasi dalam Pengolahan Roti

Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama. Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian yang porus dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi adonan yang frothy (porus seperti busa). Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa, sehingga aliran panas ke dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking. Panas yang masuk ke dalam adonan akan menyebabkan gas dan uap air terdesak ke luar dari adonan, sementara terjadi proses gelatinisasi pati sehingga terbentuk struktur frothy.

Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metobolis dari khamir dan bakteri asam laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan menghasilkan metabolit fungsional yang penting pada pembentukkan adonan. Dengan mengendalikan parameter proses fermentasi dan metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dan enzim untuk menghasilkan adonan roti yang dikehendaki seperti volume, konsistensi, dan pembentukkan.

Peraanan khamir dalam pembuatan roti

Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (food-gradeorganism). Dengan karakteristik tersebut, S. Cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir ini sering disebut dengan bakers yeast atau ragi roti.

Pengembangan Adonan. Penggunaan mikroorganisme dalam pengembangan adonan masih menjadi fenomena yang asing bagi masyarakat yang tidak familiar dengan pabrik roti. Udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada saat pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan mendesak lapisan yang elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan (penambahan volume) adonan.

Asidifikasi. Selama proses fermentasi selain dihasilkan gas CO2 juga dihasilkan asam-asam organik yang menyebabkan penurunan pH adonan. Karena tingginya kapasitas penyangga (buffer capacity) protein di dalam adonan, maka tingkat keasaman dapat ditentukan dengan menentukan total asam adonan. Proses asidifikasi ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa fermentasi adonan berjalan dengan baik. Dengan demikian pengukuran pH mutlak diperlukan dalam pengendalian proses.

Produksi Flavor. Terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya secara langsung akan berperan sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Akibat proses fermentasi tersebut dapat menghasilkan roti dengan mutu organoleptik yang tinggi.

Tahapan Pembuatan Roti

Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan bahan penyusun lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan dipanggang. Pembuatan roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan menentukan mutu hasil akhir. 1. Proses pembuatan adonan

Berbagai metode fermentasi adonan berkembang untuk memperoleh hasil sesuai dengan karakteristik berbagai jenis produk bakery. Walaupun berbagai metode dikembangkan, namun secara umum terjadi kecenderungan untuk menyederhanakan, memperpendek dan automatisasi proses fermentasi. Proses biologis yang kompleks selama fermentasi perlu dikendalikan untuk menghasilkan adonan sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu, pengendalian haruslah dilakukan selama periode fermentasi. Semua faktor seperti suhu, mutu dan jumlah sel, serta laju pertumbuhan harus terkendali, sehingga terbentuk gas di dalam adonan.

Proses pembuatan adonan roti dimulai dengan mencampur bahan kering, kecuali garam. Karena garam dilarang bertemu dengan ragi sejak awal. Ragi akan mati bila dicampur bersamaan. Jadi mulailah mencampur tepung, gula, dan ragi, termasuk susu bubuk dan bread emulsifier, aduk rata. Kemudian tuangkan telur dan air secara bertahap sambil diuleni hingga adonan bergumpal-gumpal, atau setengah kalis. Baru kemudian masukkan mentega dan garam, uleni terus hingga adonan licin, kalis, elastis. Tanda paling mudah dikenali pada adonan kalis adalah, bila dibulatkan adonan tampak licin permukaannya. Bila masih geradakan dan tidak licin, pasti adonan belum kalis sempurna. Jaminan utama bila adonan licin sempurna, roti pasti akan jadi sempurna pula, karena tugas selanjutnya hanyalah memlakukan proses pembentukan roti, pengisian dan fermentasi. Adonan yang frothy dapat dihasilkan dengan terbentuknya atau terdispersinya gelembunggelembung gas di dalam adonan. Gas yang dibutuhkan untuk terbentuknya adonan dapat dihasilkan melalui proses biologis, kimia, maupun fisik. Gas yang dihasilkan terdispersi ke dalam adonan dalam bentuk gelembung untuk menghasilkan pori yang halus seperti gabus. Gas yang terbentuk merupakan gas CO2. Kehalusan pori yang terbentuk selama proses pengadonan tergantung pada karakteristik tepung yang digunakan seperti viskoelastisitas dari gluten dan daya ikat air (water-binding capacity) pentosan. Pori yang halus bisa juga terbentuk oleh karena udara massuk ke dalam adonan dan terdispersi dalam bentuk gelembung yang halus ketika tepung dan air dicampur dan diulen. Gelembung udara yang terperangkap berperan sebagai inti yang menyerap gas CO2 yang terbentuk akan membuat adonan mengembang membentuk struktur spon. Pengembangan adonan dapat melebihi 1:6 karena gas CO2 terbentuk selama fermentasi. Pembentukan gas selama fermentasi diikuti oleh reaksi-reaksi fermentatif lainnya seperti terbentuknya metabolit-metabolit intermediet yang berpengaruh pada konsistensi adonan dan terbentuknya senyawa-senyawa volatil yang merupakan prekursor aroma. Gas yang terdispersi dan terperangkap di dalam adonan dalam bentuk gelembung dibutuhkan untuk pembentukan pori. Terbentuknya dinding pori yang elastis (extensible) tergantung pada kandungan protein yang spesifik yang dapat membentuk film yang elastis. Karakteristik semacam ini diperlihatkan oleh gluten (gliadin dan glutenin) yang merupakan jenis protein yang terkandung di dalam tepung gandum. Ketika tepung gandum dicampur dengan air, gluten akan membentuk massa viskoelastis yang mengikat semua bahan adonan terutama pati menjadi suatu jaringan. Lapisan film yang terbentuk bersifat impermiabel terhadap gas, sehingga dapat memerangkap gas dan membentuk pori. Selanjutnya pada saat proses pemanggangan (baking) terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang dapat membentuk crumb dan tekstur yang lembut. Lama penyiapan dan fermentasi adonan sangat bervariasi yang harus dapat dikendalikan dengan baik. Penggunaan proporsi khamir yang tinggi akan menyebabkan pembentukkan gas yang cepat. Hal ini dapat menyulitkan dalam pengaturan waktu fermentasi dan penyiapan adonan. Untuk itu, penjadwalan yang ketat dibutuhkan saat penyiapan adonan karena pengembangan volume adonan terjadi dengan cepat. Pengakhiran proses fermentasi sangat mempengaruhi volume dan bentuk akhir produk bakery. Pembuatan adonan meliputi proses pengadukan bahan dan pengembangan adonan (dough development) sampai proses fermentasinya. Proses pengadukan bahan baku roti erat kaitannya dengan pebentukan zat gluten, sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari aktivitas fermentasi. Prinsipnya proses pengaduan ini adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat gluten sehingga struktur spiralnya akan berubah manjadi sejajar satu dengan

lainnya. Jika struktur ini tercapai maka permukaan adonan akan terlihat mengkilap dan tidak lengkat serta adonan akan mengembang pada titik optimum dimana zat gluten dapat ditarik atau dikerutkan. Sistem pembentukan adonan dalam pembuatan roti yaitu : Boiled Dough, sponge and dough, straight dough and no time dough. Boiled Dough, ada 3 tahap dalam pembuatan boiled dough, pertama membuat pre-dough, yaitu campuran antara air panas dan tepung terigu, lalu didinginkan. Kedua, membuat adonan biang (sponge) yang merupakan campuran dari tepung terigu, ragi, air, dan gula pasir yang diuleni, diistirahatkan selama sekitar 90 menit. Dan, yang terakhir pembuatan adonan utama atau dough-nya yang terdiri dari gula pasir halus, garam, mentega, bread improver, telur, serpihan es, terigu protein protein tinggi, susu bubuk full cream, madu, dan air es. Cara pembuatan: Masukkan pre-dough ke dalam sponge dough, kemudian ditambahkan bahan-bahan utama dan diuleni hingga adonan menjadi kalis, lalu diistirahatkan sekitar 5 menit, selanjutnya proofing (pembentukan adonan), istirahatkan kembali untuk penyempurnaan pengembangan adonan (30-45 menit). Dan terakhir, siap dipanggang. Karakteristik: Roti lebih lembut, ringan, dan tahan lama Sistem sponge and dough terdiri dari 2 langkah pengadukan yaitu pembuatan sponge dan pembuatan dough. Cara pembuatan: Pertama pembuatan adonan biang (komposisi seperti pada boiled dough), kemudian istirahatkan (resting) sekitar 2 jam atau semalaman (untuk over night sponge dough), kemudian biang dicampurkan ke dalam adonan utama (dough) dan uleni hingga kalis, selanjutnya timbang, proofing dan panggang. Karakteristik: Hasil akhir volume roti besar, lembut dan tahan lama. Sedangkan sistem straight dough (cara langsung) adalah proses dimana bahan-bahan diaduk bersama-sama dalam satu langkah. Straight Dough, cara pembuatan: Semua bahan utama diuleni, resting selama sekitar 15 menit, tekan adonan untuk membuang gas, kemudian timbang, resting kembali sekitar 10 menit, kemudian proofing, dan panggang. Sistem no time dough adalah proses langsung juga dengan waktu fermentasi yang sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali. Proses pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara sinkron antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang terbentuk sebagai hasil fermentasi dan protein larut, lemak dan karbohidrat yang juga mengembang dan membentuk film tipis. Dalam proses ini terlihat dua kelompok daya yaitu daya poduksi gas dan daya penahan gas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya produksi gas adalah konsentrasi ragi roti, gula, malt, makanan ragi dan susu selama berlangsungnya fermentasi. Yeast (ragi) memfermentasikan adonan sehingga menghasilkan gas karbondioksida yang akan mengembangkan adonan. Jika proses fermentasi terkendali dengan baik, maka akan menghasilkan produk bakery seperti roti dan donat yang baik, dalam arti mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang enak. Selama proses fermentasi akan terbentuk CO2 dan ethyl alkohol. Gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa digunakan sebagai substrat penghasil CO2. Gas CO2 yang terbentuk menyebabkan adonan roti mengembang dan alkohol berkontribusi dalam membentuk aroma roti. Proses fermentasi oleh ragi juga berhubungan dengan aktivitas enzim yang terdapat pada ragi. Enzim yang terdapat pada ragi adalah invertase, maltase dan zymase. Gula pasir atau sukrosa tidak difermentasi secara langsung oleh ragi.

Invertase mengubah sukrosa menjadi invert sugar (glukosa dan fruktosa) yang difermentasi secara langsung oleh ragi. Sukrosa dalam adonan akan diubah menjadi glukosa pada tahap akhir mixing. Reaksi yang terjadi adalah:

Sukrosa + air gula invert


C12H22O11 + H2O invertase 2 C6H12O6

Maltase mengubah malt sugar atau maltosa yang ada pada malt syrup menjadi dekstrosa. Dekstrosa difermentasi secara langsung oleh ragi. Zymase mengubah invert sugar dan dekstrosa menjadi gas karbondioksida yang akan menyebabkan adonan menjadi mengembang dan terbentuk alkohol. Enzim zimase merupakan biokatalis yang digunakan dalam proses pembuatan roti. Kompleks enzim zimase ini dapat mengubah glukosa dan fruktosa menjadi CO2 dan alkohol. Penambahan enzim zimase dilakukan pada proses peragian pengembangan adonan roti (dough fermentation/rounding). Ragi/bakers yeast di tambahkan ke dalam adonan roti sehingga glukosa dalam adonan roti akan terurai menjadi etil alkohol dan karbon dioksida. Proses penguraian ini berlangsung dengan bantuan enzim zimase yang dihasilkan oleh ragi/bakers yeast. Berikut ini reaksi penguraian yang terjadi akibat adanya penambahan enzim zimase dalam adonan roti : C6H12O6 zimase 2 C2H5OH + 2 CO2

etil alkohol + karbondioksida

Pada proses ini, gas karbon dioksida berfungsi sebagai gas yang mengembangkan adonan roti. Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan. Pengkondisian dari gluten ini akan memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya, membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi. Proses yang paling penting dan mendasar dalam pembuatan roti adalah proses biologis yang disebut dengan proses fermentai yang dilakukan oleh ragi roti. Khamir sendiri tidak dapat mengawali pembentukan gas dalam adonan, namun dalam tahapan selanjutnya khamir merupakan satu komponen utama yang berfungsi mengembangkan, mematangkan, memproduksi senyawa-senyawa gas dan aroma adonan melalui fermentasi yang dilakukan. Suhu optimum fermentasi adoan adalah 27o C. Proses proffing adalah proses fermentasi akhir seteleh adonan dibentuk, ditimbang dan dimasukkan ke dalam loyang, sebelum akhirnya adonan dipanggang dalam oven. Pada tahap ini gluten menjadi halus dan meluas serta penampakan proffing volume adonan menjadi dua kali lipat. Suhu proffing yang baik adalah antara 32-38o C dengan kelembaban relatif (RH) 80-85 % selama 15 45 menit. 2. Proses pembakaran

Proses pembakaran adonan merupakan tahap akhir yang menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembuatan roti. Untuk memperoleh hasil yang baik dan berwarna coklat dibutuhkan pemanasan sekitar 150-200oC. Sedangkan lama pembakaran roti secara tepat tergantung pada ukuran atau bentuk roti, jumlah gula yang digunakan dalam formula dan jenis roti yang dibakar. Pada saat awal proses pemanggangan adonan roti (baking) terjadi penurunan tingkat viskositas suatu adonan roti disamping itu juga akan terjadi peningkatan aktivitas enzim yang berperanan aktif dalam pengembangan adoanan roti. Ketika suhu pemanggangan mencapai suhu 56C maka akan terjadi proses gelatinisasi pati dan memudahkan terjadinya reaksi hidrolisis amilosa dalam molekul pati atau amilolisis. Hidrolisis molekul pati yang mulai tergelatinisasi akan membentuk senyawa dextrin dan senyawa gula sederhana lainnya, dan pada saat yang bersamaan akan terjadi proses pelepasan air (dehidrasi). Hal ini akan berkontribusi secara lanjut terhadap kelengketan adonan roti (crumb stickiness) yang dihasilkan dan meningkatnya intensitas warna kulit roti (crust color). Pada saat pemangangan terjadi perubagan warna kulit roti menjadi coklat yang merupakan hasil reaksi Maillard. Peningkatan konsentrasi senyawa gula sederhana akan mempengaruhi intensitas warna kulit roti. retrogradasi. Pengerasan dapat pula terjadi karena adanya ikatan silang pati-protein.

Bagan Proses Pembuatan Roti Bahan Tambahan Gula Shortening Malt/susu

Bahan utama Tepung Air Ragi I _______________________I Pencampuran dan pengadukan adonan Peragian/ fermentasi

Penyeragaman bentuk ( pembentukan dan penimbangan) Profing(pengembanagan adonana) Pembakaran/baking Kajian Reliji Di dalam Al-Quran secara tersirat Allah SWT telah menyiratkan akan pentingnya pengaruh lingkungan bagi kehidupan makhluk hidup yang ia ciptakan termasuk mikroorganisme yang juga merupakan salah satu contoh makhluk hidup ciptaan Allah SWT, hal ini tersirat dalam beberapa ayat di dalam Al-Quran diantaranya dalam : Q.S. Al-Furqon: 61

Artinya: Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya Q. S. Al-Baqoroh: 164

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Allah telah memberikan kemudahan bagi kita untuk memanfaatkan atau mengelola binatangbinatang ternak untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan manusia. Dapat untuk dimakan dan

untuk menghasilkan suatu produk olahan.Pada bimatang-binatang ternak tersebut terdapat manfaat yang banyak bagi kita, jika kita mau memikirkannya. Kesimpulan :

Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling umum digunakan pada pembuatan roti Pembuatan roti dapat diagi menjadi dua bagian utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses pembakaran.

Sumber : http://ptp2007.wordpress.com/2007/10/08/fermentasi/ http://swiss8910.blogspot.com/2011/03/saccharomyces-cerevisiae-dalam-industri.html http://zhulmaycry.blogspot.com/2009/08/jamur-ragi-saccharomyces-cerevisiae.html http://www.scribd.com/doc/50834352/Fermentasi-pada-roti http://abipbu6.blogspot.com/2011/04/ragi.html http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/2009/09/fermentasi-roti/ http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/06/peranan-enzim-dalam-pengolahan-roti.html

27 Dec

PEMAMFAATAN BAKTERI Rhizopus Oryzae DALAM INDUSTRI TEMPE


Posted by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment Rhizopus orizae Klasifikasi : Kingdom : Fungi

Divisio Class Ordo Familia Genus Species

: Zygomycota : Zygomycetes : Mucorales : Mucoraceae : Rhizopus : Rhizopus oryzae

Rhizopus sp. yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu; stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan; sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora); rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada posisi yang sama dengan sporangiofora; sporangia globus atau sub globus dengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitam bila telah masak; kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau sedikit kasar; spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder; suhu optimal untuk pertumbuhan 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif (Kuswanto dan Slamet, 1989). Rhizopus oryzae pada industri tempe Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).

Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.

( Anonymous,2010 ) Pembuatan Tempe Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi. Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare. Pembuatan tempe dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah: 1. Cara Sederhana Cara sederhana adalah cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para pengrajin tempe di Indonesia.

Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak

mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.

Gambar 1 : proses perebusan

Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis[4], asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.

Gambar 2 : proses perendaman

Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.

Gambar.3 : Proses pencucian akhir

Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.

Gambar 4 : Proses perataan dan pemisahan air rendaman pada kedelai

Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.

Gambar 5 : Pembungkusan tempe

Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 C37 C selama 1836 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.

2. Cara Baru Pada prinsipnya cara pembuatan tempe dengan cara baru sama dengan cara yang lama atau tradisional dan perbedaannya adalah terletak pada tahap pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara lama (tradisional) kedelai direbus dan direndam bersama kulitnya atau masih utuh sedangkan pada cara yang baru sebelumnya kedelai telah dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat pengupasan kedelai. Tahap-tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional. Tempe yang dibuat dengan cara baru warnanya (warna kedelai) lebih pucat bila dibandingkan dengan cara lama.ahal ini disebabkan karena pada cara baru kedelai direbus dan direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat yang larut (Warisno, 2010). Proses biokimia di tempe Selama proses pembuatan tempe terjadi perubahan materi, yaitu perubahan fisika dan kimia yaitu: Perubahan fisika ditandai dengan perubahan wujud atau fase zat yang umumnya bersifat sementara dan struktur molekulnya tetap. Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat yang jenisnya baru. Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia. Adanya perubahan suhu, yaitu selama proses inkubasi tempe . Perubahan kimia yang terjadi pada proses pembuatan tempe adalah pada saat inkubasi. Pada saat itu terjadilah reaksi fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Rhizopus sp menghasilkan energi. Energi tersebut sebagian ada yang dilepaskan oleh jamur Rhizopus sp sebagai energi panas. Energi panas itulah yang menyebabkan perubahan suhu selama proses inkubasi tempe. Selain

terjadi perubahan suhu, selama proses inkubasi tempe juga terjadi perubahan warna, dan munculnya titik- titik air yang dapat diamati pada permukaan dalam plastik pembungkus tempe. Pada awal pengamatan, kedelai pada tempe seperti berselimut kapas yang putih. Tetapi dengan bertambahnya masa inkubasi, mulai muncul warna hitam pada permukaan. Perubahan warna ini menunjukkan adanya reaksi kimia pada proses inkubasi. Jamur Rhizopus sp tergolong makhluk hidup. Oleh karena itu ia juga melakukan respirasi. Respirasi merupakan reaksi kimia atau perubahan kimia. Salah satu zat yang dilepaskan dari peristiwa respirasi adalah gas karbondioksida dan uap air. Uap air itulah yang menyebabkan permukaan dalam plastik pembungkus tempe basah oleh titik-titik air. Sebuah reaksi kimia tidak selalu menunjukkan seluruh ciri reaksi tersebut. Kadang, reaksi tersebut hanya menunjukkan salah satu atau beberapa ciri saja (Sutikno, 2009). Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe. Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat, lemak, protein dan senyawasenyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimafaatkan tubuh. Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Pada proses pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus rhizopus yang dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe Indonesia. Produsen tempe di Indonesia tidak menggunakan inokulum berupa biakan murni kapang Rhizopus sp., namun menggunakan inokulum dalam bentuk bubuk yang disebut laru atau inokulum biakan kapang pada daun waru yang disebut usar. Pada penelitian ini dipelajari aktivitas enzim-enzim a-amilase, lipase dan protease pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe menggunakan biakan murni rhizopus oligosporus, rhizopus oryzae dan laru. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut: 1. Oksigen Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm. 2. Uap air Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya. 3. Suhu

Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan. 4. Keaktifan Laru Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan. Untuk membeuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe. Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian. Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut. Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan. Pada tempe yang berbeda asalnya sering dijumpai adanya kapang yang berbeda pula (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat pada tempe Malang adalah R. oryzae., R. oligosporus., R. arrhizus dan Mucor rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta adalah R. oryzaei dan R. stolonifer sedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya kapang Mucor javanicus., Trichosporon pullulans., A. niger dan Fusarium sp.

(Anonymous,2010)

Masing-masing varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus. Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang. Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977). Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam (Murata et al., 1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Shurtleff dan Aoyagi). Adapun kadar senyawa kimia yang terkandung dalam tempe adalah sebagai berikut : 1. Asam Lemak Kandungan lemak pada tempe secara umum sebanyak 18-32%. Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh. 2. Vitamin Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). 3. Mineral Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat

(yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. 4. Anti Oksidan Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. 5. Protein Kandungan protein pada tempe sebanyak 35-45% 6. Karbohidrat Kandungan karbohidrat pada tempe sebesar 12-30% 7. Air Kandungan air pada tempe sebesar 7 %. Produksi tempe secara tradisional dan modern Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe, Inokulum rhizopus sp. yang berwarna putih kapas. Cara pembuatan tempe secara tradisional, yaitu dengan cara menginjak-injak biji kedelai untuk mengupas bijinya. Cara ini menimbulkan kesan yang tidak higienis. Akibatnya, ada orang yang tidak menyukai tempe karena hal tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, dewasa ini telah ditemukan cara baru pembuatan temep dengan menggunakan mesin pengupas. Pembuatan tempe dengan mesin pengupas kulit kedelai dapat meningkatkan hasil produksi beberapa kali lipat. Selain produk temep terjamin kebersihannya, pembuatan temep dengan mesin dapat meningkatkan pendapatan para pengusaha tempe. Dengan mesin, orang dapat menggarap kedelai untuk tempe tidak kurang darin 800kg perhari. Jika dikerjakan secara tradisional orang hanya mampu mengerjakan 10kg kedelai saja tiap hari. Fungsi utama mesin pengupas kedelai adalah membersihkan keeping biji kedelai dari kulitnya. Sayangnyab mesin ini tidak hanya mengupas kulit luar saja, tetapi kulit arinya juga terkelupas. Bagi pengusaha tempe tradisional hal itu agak mengecewakan. Menurut mereka kulit ari kedelai mengandung semacam zat yang memungkinkan kapang tempe tumbuh lebih baik. Zat yang terkandung dalam kulit ar I itu akan menghasilkan lendir yang bakal diserap kepingan-kepingan biji kedelai ketika di rebus.

Kelemahan mesin pengupas adalah belum dapat memisahkan kepingan biji dari tunas lembaga kedelai. Adanya tunas lembaga dari biji kedelai dapat menimbulkan rasa pahit dari tempe. Agar rasa tempe tidak pahit, tunas lembag pada biji kedelai harus di buang. Sayangnya sampai sekarang belum twerdapat mesin pengupas yang dapat membuang tunas lembaga kedelai dari kepingan bijinya. Namun, ada cara mudah mengupas dan membelah biji kedelai, yaitu dengan merendam kedelai hingga kulit arinya terkelupas, selanjutnya kedelai digosok-gosokkan dengan kedua telapak tangan hingga biji kedelai terbelah. Farmers Market sebuah mal mendirikan sebuah area pemrosesan tahu dan tempe dengan menggunakan mesin modern hasil karya Prof.Dr.Ir.Ign Suharto, APD dari Universitas Parahyangan. Pembuatan tahu dan tempe ini didasarkan pada konsep praktek terbaik dalam produksi makanan (Good Manufacturing Practices-GMP) seperti tingkat kebersihan (higienitas) dan juga sanitasi. Tempe yang merupakan produk lokal dapat diproduksi secara higienis tidak seperti yang banyak orang mencap pemrosesan tahu itu selalu jorok karena di injak-injak. Pemrosesan tempe ini telah diresmikan oleh Menteri Pertanian Indonesia, Bp. Anton Apriantono pada hari rabu, 4 maret 2009 kemarin. Beliau pun berpesan agar hal seperti ini agar terus berlanjut agar para petani dan usaha kecil di Indonesia semakin baik kualitasnya.

(Mesin pembuatan tempe) Produksi tempe agar tahan lama Untuk tahan lama, tempe yang misalnya akan menjadi produk ekspor dapat di bekukan dan dikirim ke luar negeri di dalam peti kemas pendingin. Proses membekukan tempu untuk ekspor sbb : mula-mula tempe di iris-iris setebal 2 3 cm dan di blanching direndam dalam air mendidih selama lima menit untuk mengaktifkan kapang dan enzim. Kemudian tempe di bungkus dengan plastik selofan dan di bekukan pada suhu 40 derajat Celcius sekitar 6 jam. Setelah beku disimpan pada suhu beku sekitar 20 derajat celcius selama 100 hari tanpa mengalami perubahan sifat penampak warna, bau dan rasa. Hasil olahan tempe agar awet dapat dilakukan dengan cara yaitu :

1. Pengeringan Tempe Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan sebagian air dari suatu bahan.Tujuan utama pengeringan adalah menurunkan aktivitas air (a) sampai pada tingkat tertentu, sehingga aktivitas mikroorganisma dan reaksi kimia serta biokimia yang terjadi ditekan seminimal mungkin sampai produk menjadi lebih awet. Tempe dapat diawetkan dengan cara pengeringan menggunakan alat pengering (oven). Tempe yang akan dikeringkan mula-mula diiris-iris setebal 2,5 cm, kemudian dikukus pada suhu 1000C selama 10 menit. Pengukusan ini penting, karena menurut hasil penelitian Hermana et al. (1972) produk tempe kering yang dihasilkan tanpa perlakuan pengukusan ternyata mempunyai rasa pahit. Kemudian tempe dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC selama 6 10 jam. Hasil akhir merupakan tempe kering yang mempunyai kadar air 4 8 persen. Tingkat kadar air yang rendah ini memungkinkah tempe dapat disimpan pada suhu kamar (dengan cara dibungkus plastik) selama berbulanbulan tanpa terjadi perubahan warna dan citarasa (flavor). Jika akan dipakai, tempe kering tersebut harus direkonstitusi dengan cara perendaman menggunakan air panas (90 1000C) selama 5 10 menit. 2. Pembekuan Tempe Mula-mula tempe diiris-iris setebal 2 3 cm dan diblancing dengan merendam dalam air mendidih selama 5 menit untuk menginaktifkan kapang, enzim proteolitik dan enzim lipolitik. Kemudian tempe dibungkus dengan plastik selofan dan dibekukan pada suhu -24 sampai -400C. Setelah beku tempe dapat disimpan pada suhu beku selama 100 hari tanpa mengalami perubahan sifat-sifat organoleptik (penampakan, warna, bau dan rasa). 3. Pengalengan Tempe Pengalengan makanan adalah suatu prose pengawetan makanan dengan mengepak bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang dapat ditutup secara hermetis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam bahan, kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya over cooking dari bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas (thermofilik). Selama proses pengalengan diusahakan agar pemanasan yang diberikan tidak mengakibatkan kerusakan nilai gizi pangan yang dikalengkan.

Persiapan Bahan

Mula-mula tempe diiris-iris setebal 2 3 cm dengan panjang sebesar 2/3 panjang kaleng/gelas jar dan diblancing dengan cara merendamkannya dalam air mendidih selama 5 menit untuk menginaktifkan kapang enzim kapang enzim proteolitik dan enzim lipolitik.

Pengisian (filling)

1. Masukkan potongan-potongan tempe ke dalam kaleng atau gelas jar sampai batas 0,25 inci dari permukaan kaleng atau 0,5 inci jika digunakan gelas jar. 2. Tambahkan larutan garam 2 persen dalam keadaan panas sampai batas 0,25 inci dari

permukaan baik kaleng maupun gelas jar. Larutan garam yang digunakan harus bersih yang dapat dilakukan dengan cara penyaringan.

Exhausting dan Penutupan

Kaleng atau gelas yang telah diisi tersebut di exhaust dengan cara memanaskan di dalam water bath sampai 2/3 bagian gelas jar atau kaleng terendam dan dibiarkan sampai mencapai suhu 160oF selama 5 10 menit. Kemudian kaleng atau gelas jar cepat-cepat ditutup dengan menggunakan alat double-seamer. Jangan membiarkan kaleng atau gelas jar menjadi dingin sebelum processing.

Processing Masukkan kaleng atau gelas jar yang sudah ditutup tersebut ke dalam retort (otoklaf) kemudian disterilisasi pada suhu 240oF selama 30 menit untuk kaleng dan 35 menit untuk gelas jar. Pendinginan Dinginkan dengan segera kaleng yang sudah disterilisasi tersebut dalam air mengalir sampai kira-kira mencapai suhu 1000C. Untuk gelas jar, pendinginannya dilakukan dengan membiarkan di udara terbuka. Kemudian kaleng dikeringkan dengan lap bersih dan disimpan (Santoso, 2005).

Kajian Agama Di dalam Al-Quran secara tersirat Allah SWT telah menyiratkan akan pentingnya segala hal yang ada dilangit maupun yang ada dibumi sehingga manusia diharapkan untuk lebih peka. Termasuk mikroorganisme yang merupakan contoh mahluk hidup mikroskopis yang Allah ciptakan dengan bentuk dan struktur yang sudah dirancang sebaik-sebaiknya, hal ini tersirat dalam beberapa ayat di dalam Al-Quran diantaranya dalam : QS. Al-furqan : 2 Artinya : yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan-Nya, dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup. Pada Al Furqan yang dijelaskan adalah bahwa Allah menciptakan mahluk kecil yang bernama bakteri dalam bentuk dan ukuran yang memang sudah dirancang dengan sebaiknyabaiknya. Mahluk mikroskopik yang hanya bias dilihat dengan bantuan mikroskop dan terdapat susunan yang begitu rumit didalamnya, di dalam susunan rumit itulah terdapat manfaat yang luar biasa yang Allah simpan untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Manfaat yang bisa digunakan adalah dengan penggunaan fermentasi menggunakan bakteri, menghasilkan Yogurth yang sangat baik untuk pencernaan dan lain sebagainya. Kesimpulan

1. Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe. Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino. Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease. Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur. 2. Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe. Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimafaatkan tubuh. Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Pada proses pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus rhizopus yang dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe Indonesia.

Daftar Pustaka Santoso. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Wdyagama,Malang. sutikno. 2009. http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/28/fermentasi-tempe/ Warisno dan Kres Dahana. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta Selatan: Penerbit PT. Agro Media Pustaka http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/13/peranan-rhizopus-oryzae-pada-industritempedalam-peranan-peningkatan-gizi-pangan/ http://arifqbio.multiply.com/journal/item/8/Seri_Bioteknologi: http://frisky-marto.blogspot.com/2010/03/imu-gizi-dalam-keperawatan.html: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20101003024319AAEhf57 http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe http://karya-uniq.blogspot.com/http://karya-uniq.blogspot.com/: http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/28/fermentasi-tempe/

http://Www.Crayonpedia.Org/Mw/Bab_Xiii_Bioteknologi_Dan_Peranannya_Bagi_Kehidupa n: http://www.detikfood.com/read/2009/03/06/112018/1095428/294/pembuatan-tahu-dantempe-higienis-dan-modern-diresmikan 26 Dec

PEMANFAATAN MIKROORGANISME DI BIDANG PANGAN BERBASIS BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL


Posted by aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI PANGAN, Uncategorized. Leave a Comment A. MIKROORGANISME Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme mikroskopik. Mikroorganisme dapat menjadi bahan pangan ataupun mengubah bahan pangan menjadi bentuk lain. Proses yang dibantu oleh mikroorganisme misalnya melalui fermentasi, seperti keju, yoghurt, dan berbagai makanan lain termasuk kecap dan tempe. Pada masa mendatang diharapkan peranan mikroorganisme dalam penciptaan makanan baru seperti mikroprotein dan protein sel tunggal. Mengenal sifat dan cara hidup mikroorganisme juga akan sangat bermanfaat dalam perbaikan teknologi pembuatan makanan. B. JENIS-JENIS MIKROORGANISME YANG DIMANFAATKAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUK PANGAN No. Bahan Pangan Susu 1 Mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus Streptococcus termophillus Streptococcus lactis Panicillium requiforti Propioni bacterium Lactobacillus casei Rhizopus oligosporus Rhizopus stoloniferus Rhizopus oryzae Aspergillus oryzae Neurospora sitophyla Saccharomyces cereviseae Endomycopsis fibulegera Saccharomyces elipsoides Endomycopsis fibulegera Acetobacter xylinum Saccharomyces elipsoides Golongan Bakteri Bakteri Bakteri Jamur Bakteri Bakteri Jamur Jamur Jamur Jamur Jamur Jamur Jamur Jamur Jamur Bakteri Jamur Produk Yoghurt Yoghurt Mentega Keju Keju Swiss Susu asam Tempe Tempe Tempe Kecap Oncom Tape Ketan Tape singkong Nata de coco Roti

Kedelai

3 4 5 6 7

Kacang tanah Beras Singkong Air kelapa Tepung gandum

8 9

Kubis Padi-padian atau umbi-umbian Mikroorganisme

10

Enterobacter sp. Saccharomyces cereviseae Saccharomyces caelsbergensis Spirulina Chlorella

Bakteri Jamur

Asinan Minuman beralkohol Protein sel tunggal

Alga bersel satu

C. BIOTEKNOLOGI Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.

D. BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL/ TRADISIONAL Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk memproduksi alkohol, asam asetat, gula, atau bahan makanan, seperti tempe, tape, oncom, dan kecap. Mikroorganisme dapat mengubah bahan pangan. Proses yang dibantu mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe, tape, kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Proses tersebut dianggap sebagai bioteknologi masa lalu. Ciri khas yang tampak pada bioteknologi konvensional, yaitu adanya penggunaan makhluk hidup secara langsung dan belum tahu adanya penggunaan enzim.

E. PEMANFAATAN BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL DI BIDANG PANGAN

1. Pengolahan Produk Susu Susu dapat diolah dengan bioteknologi sehingga menghasilkan produk-produk baru, seperti yoghurt, keju, dan mentega. Yoghurt Untuk membuat yoghurt, susu dipasteurisasi terlebih dahulu, selanjutnya sebagian besar lemak dibuang. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua bakteri tersebut ditambahkan pada susu dengan jumlah yang seimbang, selanjutnya disimpan selama 5 jam pada temperatur 45oC. Selama penyimpanan tersebut pH akan turun menjadi 4,0 sebagai akibat dari kegiatan bakteri asam laktat. Selanjutnya susu didinginkan dan dapat diberi cita rasa. Yoghurt yang nikmat dan bergizi siap dinikmati.

Yoghurt dalam kemasan

Yoghurt siap saji

Metabolisme Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus Menjadi Yoghurt

Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan cara penambahan bakteri-bakteri Laktobacillus bulgaris dan Streptoccus thermophillus. Dengan fermentasi ini maka rasa yoghurt akan menjadi asam, karena adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri tersebut. Apabila tidak diinginkan rasa yang tidak terlalu asam, tambahkan zat pemanis (gula, sirup) maupun berbagai flavour buatan dari buah-buahan strawberry, nenas, mangga, jambu, dan sebagainya. Minuman lactobacillus yang banyak dijual di pasaran dan yoghurt ternyata punya perbedaan. Menurut Carmen, dalam proses pembuatannya, minuman lactobacillus hanya menggunakan satu bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus. Sedangkan prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada pembentukan cita rasa yoghurt. Proses fermentasi yoghurt berlangsung melalui penguraian protein susu. Sel-sel bakteri menggunakan laktosa dari susu untuk mendapatkan karbon dan energi dan memecah laktosa tersebut menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim galaktosidase. Proses fermentasi akhirnya akan mengubah glukosa menjadi produk akhir asam laktat. Laktosa Glukosa+Galaktosa Asam piruvat Asam laktat+CO2+H2O Adanya asam laktat memberikan rasa asam pada yoghurt. Hasil fermentasi susu ini merubah tekstur susu menjadi kental. Hal ini dikarenakan protein susu terkoagulasi pada suasana asam, sehingga terbentuk gumpalan. Proses ini memakan waktu 1-3 hari yang merupakan waktu tumbuh kedua bakteri, dan bekerja menjadi 2 fasa, kental dan bening encer dan rasanya asam. Setelah diketemukannya jenis bakteri Lactobacillus yang sifat-sifatnya dapat bermanfaat bagi manusia dan dapat dibuat menjadi yoghurt, maka berkembanglah industri pembuatan yoghurt. Yoghurt ini dibuat dari susu yang difermentasikan dengan menggunakan bakteri Lactobacillus, pada suhu 40 derajat celcius selama 2,5 jam sampai 3,5 jam. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dapat mengubah susu menjadi yogurt yang melalui proses fermentasi.

Teknologi Tepat Guna yang Digunakan dalam Produksi Yoghurt

Proses pembuatan Yoghurt melalui teknik Homogenasi

Skema Proses Pembuatan Yoghurt Hingga Pemasaran Alat-Alat yang Digunakan dalam Proses Produksi Yoghurt (panci dan kompor) (pengaduk)

Penuangan susu Keju

Mixing

Pada pembuatan keju, kelompok bakteri yang dipergunakan adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang bisa digunakan adalah Lactobacillus dan Sterptococcus. Ada 4 macam jenis keju, yaitu :

1. 2. 3. 4.

Keju sangat keras, contoh: keju Romano, keju Permesan. Keju keras, contoh: keju Cheddar, keju Swiss. Keju setengah lunak, contoh: keju Requefort (keju biru). Keju lunak, contoh: keju Camembert.

Proses pembuatan keju diawali dengan pemanasan susu dengan suhu 90oC atau dipesteurisasikan melalui pemanasan sebelum kultur bakteri asam laktat dinokulasikan (ditanam), kemudian didinginkan sampai 30oC. Selanjutnya bakteri asam laktat dicampurkan.

Akibat dari kegiatan atau aktivitas bakteri tersebut pH menurun dan susu terpisah menjadi cairan whey dan dadih padat, proses ini disebut pendadihan. Kemudian ditambahkan enzim renin dari lambung sapi muda untuk mengumpulkan dadih. Enzim renin dewasa ini telah digantikan dengan enzim buatan, yaitu klimosin.

- Dadih yang terbentuk selanjutnya dipanaskan pada temperatur 32oC 42oC dan ditambah garam, kemudian ditekan untuk membuang air dan disimpan agar matang. Adapun whey yang terbentuk diperas lalu digunakan untuk makanan sapi.

Metabolisme Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat berfungsi memfermentasikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat menurut reaksi berikut : C12H22O11 + H2O 4CH3CHOHCOOH Laktosa Air Asam laktat Tahapan metabolisme bakteri asam laktat dalam pembuatan keju adalah:

1. Pengasaman Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus and Lactobacillus dapat tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih. 2. Pengentalan Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih). Setelah dipisahkan, air dadih kadang dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang. Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut. 3. Pengolahan dadih Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan. Sebaliknya pada kejukeju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat.

Teknologi Tepat Guna yang Digunakan dalam Produksi Keju a. Proses Produksi Keju Cheddar

b.

Produksi Keju Mozarella

Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Keju

Keterangan : 1. Susu (dalam gelas takar) 2. Termometer 3. Sendok takar 4. Gelas-gelas 5. Kultur Lactobaccilus bulgaricus 6. Lipase 7. Rennet 8. pH paper

Mentega Pembuatan mentega menggunakan mikroorganisme Streptococcus lactis dan Lectonosto ceremoris. Bakteri-bakteri tersebut membentuk proses pengasaman. Selanjutnya, susu diberi cita rasa tertentu dan lemak mentega dipisahkan. Kemudian lemak mentega diaduk untuk menghasilkan mentega yang siap dimakan.

Teknologi Tepat Guna yang Digunakan dalam Pembuatan Mentega Dalam membuat mentega, alat yang dibutuhkan:

Mixer Saringan Mangkuk / Baskom Spatula

Keterangan penggunaan alat: 1. Masukkan bahan (heavy cream) ke dalam mixer dan aduk dengan menggunakan adukan jenis balloon whisk. 2. Tutup permukaan bowl mixer supaya heavy cream tidak mengotori dapur kita saat dikocok. 3. Kocok dengan kecepatan sedang selama 5 7 menit bila menggunakan mixer jenis heavy duty. 4. Hentikan mixer pada saat mentega sudah terpisah dari cairan cream. 5. Keluarkan kocokan butter dari dalam bowl mixer, kemudian saring menggunakan saringan yang bersih. 6. Beri mentega dengan sedikit air yang bertujuan untuk benar-benar membersihkan mentega dari campuran cairan sisa heavy cream. 7. Aduk mentega dengan menggunakan spatula supaya halus dan tidak bergerindil. Aduk selama 2 menit. 8. Bila ingin membuat jenis mentega yang asin, bisa menambahkan garam saat proses mengaduk ini berlangsung. Bila sudah halus, simpan mentega dalam wadah tertutup dan siap digunakan.

2. Produk Makanan Non Susu Kecap Dalam pembuatan kecap, jamur, Aspergillus wentii dibiakkan pada kulit gandum terlebih dahulu. Jamur Aspergillus wentii bersama-sama dengan bakteri asam laktat yang tumbuh pada kedelai yang telah dimasak menghancurkan campuran gandum. Setelah proses fermentasi karbohidrat berlangsung cukup lama akhirnya akan dihasilkan produk kecap.

Kecap Teknologi Tepat Guna yang Digunakan dalam Produksi Kecap

Skema proses pembuatan kecap

Pembuatan kecap dengan cara fermentasi di Indonesia, secara singkat adalah sebagai berikut :

Kedelai dibersihkan dan direndam dalam air pada suhu kamar selama 12 jam, kemudian direbus selama 4-5 jam sampai lunak. Setelah direbus, kedelai ditiriskan dan didinginkan di atas tampah. Tampah tersebut ditutup dengan lembaran karung goni, karung terigu, atau lembaran plastik. Karena terus berulang kali dipakai, bahan yang digunakan sebagai penutup ini biasanya mengandung spora, sehingga berfungsi sebagai inokulum. Spora kapang Aspergillus wentii akan bergerminasi dan tumbuh pada substrat kedelai dalam waktu 3 sampai 12 hari pada suhu kamar. Kapang dan miselium yang terbentuk akibat fermentasi inilah yang dinamakan koji. Selanjutnya, koji diremas-remas, dijemur, dan kulitnya dibuang.

Koji dimasukkan ke dalam wadah dari tanah, tong kayu, atau tong plastik yang berisi larutan garam 20-30 persen. Campuran antara kedelai yang telah mengalami fermentasi kapang (koji) dengan larutan garam inilah yang dinamakan moromi. Fermentasi moromi dilanjutkan selama 14-120 hari pada suhu kamar. Setelah itu, cairan moromi dimasak dan kemudian disaring.

Skema proses produksi kecap Untuk membuat kecap manis, ke dalam filtrat ditambahkan gula merah dan bumbubumbu lainnya, diaduk sampai rata dan dimasak selama 4-5 jam. Untuk membuat kecap asin, sedikit gula merah ditambahkan ke dalam filtrat, diaduk, dan dimasak selama 1 jam. Kecap yang telah masak, selanjutnya disaring dengan alat separator untuk memisahkan kecap dari berbagai kotoran, kemudian didinginkan. Langkah akhir pembuatan kecap adalah memasukkannya ke dalam botol gelas, botol plastik, atau botol pet. Secara tradisional, kecap dibuat dengan proses fermentasi, yaitu menggunakan jasa mikroorganisme kapang, khamir, dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Adanya proses fermentasi tersebut menjadikan zat-zat gizi dalam kecap menjadi lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh.

Tempe Jenis tempe sebenarnya sangat beragam, bergantung pada bahan dasarnya, namun yang paling luas penyebarannya adalah tempe kedelai. Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang.

Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, antara lain : a. b. c. d. Rhyzopus oligosporus Rhyzopus stolonifer Rhyzopus arrhizus Rhyzopus oryzae

Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai 9x lipat.

Perebusan kedelai

Tempe yang sudah jadi

Teknologi Tepat Guna yang Digunakan dalam Produksi Tempe

Proses Produksi Tempe

Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Tempe Alat : 1. Panci 2. Kompor 3. Saringan Bahan : 1. Kedelai 2. Ragi 3. Air

4. Plastik untuk mengemas

Roti - Pada pembuatan roti, biji-bijian serelia dipecah dahulu untuk membuat tepung terigu. Selanjutnya oleh enzim amilase tepung dirubah menjadi glukosa. Selanjutnya khamir Saccharomyces cerevisiae, yang akan memanfaatkan glukosa sebagai substrat respirasinya sehingga akhirnya membentuk gelembung-gelembung yang akan terperangkap pada adonan roti. Adanya gelembung ini menyebebkan roti bertekstur ringan dan mengembang. Sedangkan jika ditambah protease maka roti yang dihasilkan akan bertekstur lebih halus.

Teknologi Tepat Guna yang Digunakan dalam Produksi Roti

Skema produksi roti

Alat-Alat yang Digunakan Dalam Proses Produksi Roti

Mixer

Oven

Mencampurkan bahan

Untuk memanggang roti

F. KAJIAN RELIGIUS Allah menciptakan jasad-jasad renik di dunia ini sesuai dengan fungsinya masing-masing. Meskipun makhluk yang sangat kecil, tetapi mikroorganisme memilki peranan penting bagi manusia terutama untuk meningkatkan produk pangan. Sebagaimana dengan firman Allah dalam :

Al-Furqon (25) : ayat 2 ]:

Artinya: Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Maksud dari ayat tersebut ialah: Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup).

Al-Maaidah (5) : ayat 87 ]::

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Maksud dari ayat tersebut ialah : makanlah yang halal dan jangan sampai melampui batas, jika sampai melampui batas kita akan mengalami kerugian bagi tubuh kita sendiri).

Al-Baqarah (2) : ayat 173 :]

Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Maksud dari ayat tersebut ialah : makanlah yang halal dan jangan sampai melampui batas, jika sampai melampui batas kita akan mengalami kerugian bagi tubuh kita sendiri tetapi tidak ada dosa bagi kita, asalkan jangan makan makanan yang haram seperti bangkai dan daging babi). DAFTAR PUSTAKA http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/11/02/optimalisasi-peran-lactobacillus-bulgaricusdalam-proses-produksi-yogurt/ (diunduh 13 Desember 2011) http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/13/peranan-rhizopus-oryzae-pada-industritempe-dalam-peranan-peningkatan-gizi-pangan/ (diunduh 4 Desember 2011) http://books.google.co.id/books?id=OzMMylYcf0IC&pg=PA35&lpg=PA35&dq=metabolis me+saccharomyces+cerevisiae+menjadi+roti&source=bl&ots=n6oIJDhrF&sig=Kiuek79MBOwv0ZeyddVHD5xBhww&hl=id&ei=EVPITrXDAeuNmQXV5

4QE&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CC0Q6AEwAw#v=onepage&q& f=false (diunduh 27 Oktober 2011) http://gugusimam.wordpress.com/2010/10/17/proses-produksi-keju/ (diunduh 28 Oktober 2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi (diunduh 28 Oktober 2011) http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/2009/04/tahapan-proses-pembuatan-tempe/comment-page1/ (diakses 4 Desember 2011) http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/878-pengolahan-pangan-dengan-fermentasi (diunduh 3 Desember 2011) http://tries-cheese.blogspot.com/ (diunduh 12 Desember 2011) Older Entries Newer Entries

Categories

KAJIAN GENETIKA LANJUT KAJIAN KLASIFIKASI MIKROBA KAJIAN MIKROBIOLOGI INDUSTRI KAJIAN MIKROBIOLOGI KESEHATAN KAJIAN MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KAJIAN MIKROBIOLOGI PANGAN KAJIAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN KAJIAN MIKROBIOLOGI UMUM KAJIAN SEJARAH MIKROBIOLOGI Uncategorized

Blog at WordPress.com. Theme: Spring Loaded by the449. Follow

Follow Pondok Ilmu


Get every new post delivered to your Inbox.
Enter your

Powered by WordPress.com

También podría gustarte