Está en la página 1de 8

Abang Gue Juga Boyband

Sebaik-baik manusia Adalah yang memberikan Manfaat bagi orang lain

Ini adalah hari yang paling menyedihkan untukku. Bagaimana tidak, satu bulan kedepan adalah hari penentuan kredibilitasku sebagai siswi SMA. Sementara nilai ujian praktikku masih jauh dari yang aku harapkan, aku masih harus berjuang untuk remedial nilai olah raga minggu depan. Itu untuk yang ketiga kalinya. Benar-benar menyedihkan, adik seorang atlet basket harus remedial berkali-kali dan berjuang keras agar bisa lulus pada praktik olah raga hanya karena selalu gagal pada saat shut. tiiiiiiiiiittttttttttttttt. Suara klakson mobil itu mengagetkanku. Duduk berselonjor kaki dibawah pohon rindang yang tidak jauh dari parkiran adalah kebiasaan yang selalu aku lakoni saat menunggu jemputan usai bubar sekolah. Dari tempat ini, aku bisa merasakan damai dan sejuknya udara di tengah hiruk-pikuk dan panasnya Jakarta. Dari sini juga, aku bisa menikmati pemandangan yang aku yakin banyak disukai remaja-remaja putri, hehehe tim basket sekolahku yang sedang latihan. Biasanya kalau pulang sekolah, mereka lebih sering adu skill dan free style. Ini akan menjadi tontonan penuh pekik dan riuh penggemar-penggemar mereka yang didominasi oleh kaum hawa, termasuk aku. ony,,,ayo buruan! Hari ini kamu kan ada kelas MC mendengar suara itu, kecewa ku semakin memuncak. ngapain sih ngeliat yang begituan, kaya abang ga bisa aja. Permainan abang lebih keren kali Aku disambut dengan ocehan narsis. Kumat lagi narsisnya si abang, ujarku dalam hati.

iya.iyabawel ah,, ga bisa ngeliat adeknya seneng nih gerutu ku sembari membuka pintu mobil. lah, abang kan bicara fakta. Toh yang ngajarin mereka juga abang dan temen-temen huff,,,,kumat lagiiya abang,,aku tauabang adalah pemain top idolaku. Puas??? Biasanya dia akan langsung nyengir kuda kalau sudah mendengar pengakuan palsu ku. nah, gitu dong! Punya abang keren, cakep dan punya masa depan cerah kok ga bangga sekarep mu dewe lah. Itu adalah kata pamungkas untuknya. Terserah dia mau bilang apa, yang penting sekarang suara Tina toon kecil memenuhi mobil. kamu kenapa sih suka banget lagu anak-anak? Kalo ga Tina toon, Sherina, kalo ga Cikitha Meidy. Dimana-mana tuh ya, ABG sekarang biasanya doyannya Sm*sh. Kamu kok beda sendiri, suka Bondan bukannya lagu Ya Sudahlah tapi malah suka Si Lumba-lumba. Dasar langka ni anak satu. Dengan sekenanya dia mencelaku. Untung dia abangku satusatunya, kalo aku punya abang dua yang seperti ini, satunya pasti sudah aku qurbanin di Idul Adha kemarin. He..kaya abangku kambing aja. Tapi, seingatku dia memang malas mandi. yebiarin. Langka gini juga kan adek lo bang. Dengerin lagu masa kecil itu bikin gue selalu ngerasa muda. Gue nimbrung ama anak SMP juga ga ada yang tau kalo gue udah kelas XII. Aku membela diri. *** Bebas Yes! Akhirnya aku terbebas dari semua beban pelajar, pelajar SMA khususnya. Sekarang aku adalah calon mahasiswi. Dengan sumringah kutatap papan pengumuman yang membawa berita gembira untukku dan rekan seangkatanku. Sebuah mukjizat luar biasa, semua pelajar dari sekolahku lulus Ujian Nasional. Aku fikir ini adalah Saatnya aku harus mempersiapkan diri untuk prom. Malam perayaan kelulusan yang selalu aku nanti-nantikan selama dua bulan terakhir. Dimana adikadik kelasku telah bekerja keras mempersiapkan acara untuk malam yang sangat berarti bagiku dan teman-temanku.

Yang paling dinanti-nantikan adalah guest star yang selalu dirahasiakan oleh panitia. Tahun lalu, aku sukses membuat senior-seniorku histeris pada malam perayaan kelulusan mereka. Aku dan teman-teman yang tergabung dalam kepanitiaan berhasil menghadirkan Marchel. Band-band indie juga menambah semarak acara. Satu aliran musik yang menarik perhatianku waktu itu, yang tidak kusangka ternyata punya penggemar setia yang tidak sedikit, mereka menamakan dirinya Rasta Mania. Lalu, kejutan apa yang akan hadir pada prom tahun ini? Surprise apa yang akan kudapatkan pada malam perayaan kelulusanku nanti. Pacar baru? Atau reward sebagai lulusan terbaik tahun ini? Entahlah, yang pasti aku sekarang harus begegas pulang dan merengek agar mama mau menemaniku memilihkan gaun yang akan kukenakan nanti. *** Riuh tepuk tangan hadirin menyambut kedatanganku. Bukan karena aku adalah tamu istimewa di acara perayaan kelulusan tahun ini, tapi karena kepala sekolah tengah menyampaikan rasa bangga yang luar biasa kepada kami anak didiknya yang telah lulus dengan hasil yang tidak mengecewakan. Ya, aku datang saat acara telah dimulai. Semua ini gara-gara bang Aldo, andai saja dia bisa tiba di rumah sebelum magrib, aku pasti bisa datang lebih awal. Dan berkesempatan mengabadikan moment pra acara ini. Aku bisa menyaksikan betapa tegangnya adik-adik panitia sebelum acara dimulai. Hhh.. Nasi telah menjadi bubur, sekarang tugasku adalah mengikuti rangkain acara yang telah dipersiapkan panitia. Aku yang sedang asyik bercengkerama bersama sahabatku, Ima, dengan wajah yang sangat jelas mengekspresikan kebingungan terpaksa naik ke panggung. Disana sudah ada dua temanku, yang aku tau salah satu dari mereka adalah langganan juara kelas. Selanjutnya, penganugerahan student of the year atas prestasi belajar dan kontribusinya pada OSIS serta menginspirasi kita semua untuk tidak membiarkan sampah berada diluar tempat semestinya. Mari berikan tepuk tangan yang meriah kepada Melody Ony Sudjarwanto. Kepada Kepala Sekolah dipersilahkan untuk menyerahkan penghargaan, berupa trophy, sertifikat dan tabungan sebesar Lima Juta Rupiah Riuh tepuk tangan penonton mengiringi suara MC. Perlu diketahui bahwa ditengah kesibukannya sebagai aktivis, Melody Ony tetap dapat mempertahankan prestasi akademiknya. Sebuah kerja keras yang luar biasa dan patut kita

teladani. MC menambahkan. Ini merupakan saat-saat mengharukan untukku, usaha dan kerja kerasku selama ini membuahkan hasil. Sembari menatap trophy unik yang kini berada dalam genggamanku, aku kembali mengingat 3 tahun lalu saat dimana aku baru beberapa hari beraktivitas disekolah ini. Aku selalu terlihat seperti orang aneh. Ketika berjalan dikoridor, aku lebih sering terlihat berjalan jongkok daripada berjalan dengan posisi badan berdiri tegak. Ini bukan karena aku sedang dikerjai senior, tapi karena aku risih melihat sampah yang bertebaran dimana-mana, aku berusaha memungutnya dan meletakkan di tempat yang semestinya. Tapi sekarang aku tidak sendiri, di tahun kedua aku bersekolah, telah muncul kesadaran penghuni sekolah untuk tidak membiarkan sampah berada di luar tempatnya. ny, liat deh! Ga banget guest star tahun ini. Apaan tuh, ga jelas. Ujar Ima sambil menggoyang-goyangkan badanku. hah??? Apanya yang ga jelas ma? Aku masih bingung. Itu, di panggung. Ima menunjuk dengan mulutnya. Spontan aku melihat kearah yang ditunjuk mulut Ima. Gila, apa-apaan ini? Aku sedikit tidak terima dengan kehadiran bintang tamu malam ini. Tepatnya aku bingung, panitia membayar mereka untuk bernyanyi atau hanya sekedar nge-dance? Mereka itu pantasnya dipanggil apa ya? Itu, yang katanya boyband. Aku bingung, mau disebut penyanyi, mereka tidak melakukan tugasnya layak penyanyi lain. Mereka melakukan lip sing. Mau disebut dancer mereka seolah-olah berlaku seperti penyanyi. Hhh semua kenangan indah malam ini rusak hanya karena kehadiran guest star yang sangat jauh dari harapan. Sebenarnya aku mengharapkan adanya nuansa Jazz malam ini. Atau paling tidak kupingku bisa dimanjakan dengan vokal yang berkualitas, atau mungkin mataku dapat bersukaria menatap dance perform yang keren. Tapi semua itu hanya harapanku saja, sekarang aku hanya bisa melihat remaja-remaja pria seusiaku bergerak bebas dipanggung dengan mulut sedikit digerakkan. *** pa, kayanya aku ga jadi kuliah di Itali deh. Aku juga ga pingin lagi kuliah di arsitektur Memang sudah menjadi semacam tradisi di keluargaku untuk membicarakan hal-hal serius dengan suasana santai. Papa mengalihkan perhatiannya dari TV.

lho, kenapa? Bukannya kamu sendiri yang pingin jadi arsitek, dan kamu juga yang pingin kuliahnya di Itali Papa menanggapi. iya sih, tapi kayanya ga mungkin deh pa. Masa udah sebulan ini aku ikut bimbingan tapi TOEFL score ku ga naik-naik. Tetep aja 480, aku kan bte. Papa tertawa mendengar pengakuanku. itu artinya lo ditakdirin kuliah di Indonesia dek. Sama kaya gue. Hahaha Suara bang Aldo mengiringi jitakannya di kepalaku. sakit, abang. Ih, siapa juga yang mau disamain ama lo Aku membalas jitakannya. Akhirnya papa menengahi, papa menyerahkan semua keputusan kepadaku. Katanya ini menyangkut masa depanku, jadi aku berhak menentukan masa depanku sendiri. Papa hanya sebagai penyandang dana kali ini. Yang penting bertanggung jawab Itu kata papa. Dan dengan senang hati aku mengutarakan keinginanku kuliah di jurusan musik. Sebenarnya papa dan bang Aldo tidak heran, karena keluarga kami memang rata-rata memiliki bakat seni. Mama dan papa bertemu pertama kali saat mereka melakukan pentas drama musical. Bang Aldo selain atlit basket juga anak band. Aku ketularan bang Aldo, suka musik, bisa main gitar dan piano klasik, sering ikut pementasan tari tradisional terutama tari saman, tapi juga suka sastra. Sayangnya tidak satupun dari keluargaku yang benar-benar menjadikan seni sebagai pilihan hidupnya. Papa adalah pengusaha bidang property, bang Aldo kuliah di teknik sipil, sementara mama sudah tenang di alam sana. Awalnya aku memilih teknik arsitektur karena aku dan abang mengimpikan punya group perusahaan property. yah, ga jadi nyaingin Agung Podomoro Group dong. Tukas bang Aldo sedikit kecewa saat mendengar keputusanku. Hehehe Aku memang berubah fikiran. Dengan penuh pertimbangan akhirnya aku memutuskan untuk kuliah di IKJ. Ya, Institut Kesenian Jakarta. Aku memilih musik untuk hidupku. Pilihan ini lebih dari sekedar hanya ingin bertindak untuk diri sendiri, melainkan aku ingin ikut berkontribusi untuk kemajuan musik Indonesia. Sebuah cita-cita yang mulia. Akan ku beri tahu beberapa alasan mengapa aku memilih musik. Alasan pertama, abangku ditawari bergabung dengan sebuah boyband. Tentu saja ini membuatku harap-harap cemas. Aku berharap dia menolak tawaran itu, tetapi dia melakukan sebaliknya. Dengan senang hati dia menerima tawaran itu dan telah menandatangani kontrak. gue bisa cepet dapet duit.

Lumayan, gue bisa ganti tablet dan hp baru trus bisa nambahin buat beli aksesoris mobil katanya. Haduh, dasar cowok. Padahal seingatku dia sudah menyiapkan tabungan untuk membeli semua itu dari beberapa bulan yang lalu. Yang aku risaukan bukan untuk apa dia gunakan bayarannya nanti, tapi apa yang akan dia persembahkan untuk musik Indonesia nanti. Aku masih bisa terima jika disaat perform mereka benar-benar bernyanyi, bukan lip sing. Walaupun dengan terengah-engah karena suara pas-pasan sementara harus melakukan gerakan-gerakan yang cukup menguras tenaga di sepanjang lagu. Tetapi lama-kelamaan mereka terlihat hanya seperti pelakon drama musikal. Tidak, drama musikal masih mengeluarkan suara. Mereka hanya menggerakkan tubuh mereka, phantomim, ya seperti phantomim. Itu yang membuatku kecewa, mereka hanya sibuk menghafal koreografi, memprioritaskan penampilan visual hingga dapat dikatakan seolah tidak peduli dengan penampilan audio mereka. Karena yang akan bernyanyi adalah kaset. Selain itu, jumlah personil yang terlalu banyak dengan beragam tema membuatku semakin gerah. Ada yang berpenampilan seperti Barbie, army, bahkan ada yang seperti bodyguard. Aku tidak bilang aku tidak suka penyanyi yang atraktif. Aku hanya tidak suka yang terlalu berlebihan, karena aku fikir hal demikian telah menghilangkan esensi bernyanyi itu sendiri. Menari dan bernyanyi dari awal hingga akhir lagu itu tidak mudah. Seorang Agnes Monica yang kualitas vokalnya tidak diragukan lagi, yang memiliki dancer sendiri dan juga jago ngedance, tidak bernyanyi sambil menari dari awal hingga akhir lagu. Disaat bernyanyi, dia melakukannya dengan baik. Dan memilih intro, interlude, atau autro sebagai waktu untuk menari. Aku fikir begitulah penyanyi seharusnya. Dapat menempatkan sesuatu tepat pada tempatnya. Meskipun demikian, tetap saja boyband menjamur di Indonesia, termasuk boyband abangku. Alasan kedua adalah aku sangat miris melihat acara-acara di stasiun TV. Sebagian besar acaranya disuguhkan untuk dewasa dan remaja. Tak terkecuali acara musik. Sangat minim acara musik untuk anak-anak. Wajar saja kalau anak-anak sekarang banyak yang dewasa sebelum waktunya. Mereka sudah disuguhkan lagu remaja dan dewasa disaat mereka masih anak-anak. Benar-benar menyedihkan. Aku tidak ingin mereka kehilangan masa anak-anak mereka.

Aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan disaat anak-anak. Bertindak dan berperilaku sesuai dengan usia mereka. Melihat dan menonton film yang memang disuguhkan untuk mereka. Menikmati lagu yang sesuai dengan umur mereka. Melontarkan lirik lagu sederhana yang dapat mereka cerna maknanya. Begitu banyak lagu-lagu masa kecil yang hingga saat ini masih sering aku dengarkan. Mendengarkan lagu masa kecilku membantu aku me-review kejadian-kejadian lucu dan menggemaskan. Kenangan dimana aku tumbuh dan berkembang, kenangan bahagia bersama keluarga dan teman kecil. Semuanya begitu indah dan tegambar jelas. Aku bisa mengingat step demi step perkembanganku. Saat aku mulai menginjak remaja, saat aku mulai mengenal lawan jenis. Semuanya mengalir sesuai waktunya. Dan aku berniat menjadi musisi lagu anak-anak. Alasan ketiga adalah kecintaan keluargaku pada musik. Sekarang aku dan abang tidak lagi bercita-cita mendirikan perusahaan property yang punya anak perusahaan dimana-mana. Aku dan abang bercita-cita mendirikan sebuah perusahaan rekaman yang mengutamakan kualitas bukan komersialitas. *** Ini adalah tahun terakhir kuliahku, setelah tiga tahun yang lalu aku memutuskan untuk menekuni musik. Perusahaan rekamanku sekarang telah resmi berdiri. Kami memilih produk pertama single sebuah boy band. Ya, kali ini kami memilih boy band. Benar-benar boy band, sebuah band yang digawangi oleh 3 anak berusia 12 dan 10 tahun. Dan bang Aldo sebagai additionalnya. lo tetep bisa jadi boyband diperusahaan lo sendiri kan bang? celetukku saat launching produk perdana kami. ini mah bukan boyband namanya. Tapi ngeband bareng boys. Jawab abangku sekenanya. hahaha tawa kami pecah seiring dangan riuh tepuk tangan hadirin.

Sekarang yang terpenting bukanlah berapa yang kami dapat dari hasil kerja keras ini, tapi apakah kerja keras ini membuahkan hasil. Karena usaha maksimal akan sebanding dengan

kualitas yang disuguhkan dan akan seiring dengan reward dari usaha itu sendiri. Kami percaya itu. Kami tidak peduli dengan komersialitas, yang kami pedulikan sekarang adalah mempersembahkan karya terbaik untuk musik Indonesia.

Anggelia N. Fath -the writer-

También podría gustarte