Está en la página 1de 4

Bandung, 15 Februari 2012

Perjalanan Menjemput Kampus Impian


Saat itu, tak pernah terpikirkan sedikitpun bahwa saya akan menjadi mahasiswa ITB. Proses perjalanannya panjang dan membutuhkan kerja keras dan tekad yang kuat dalam pencapaiannya. Namun semua proses tersebut mendapat banyak pertolongan dari Allah dalam pencapaiannya. Kejadian-kejadian yang saling berhubungan dan menambah semangat seakan merupakan proses yang sengaja dibuat oleh Allah sehingga akhirnya impian tersebut dapat tercapai. Posesnya dimulai saat saya masih di bangku SMP. Siang itu begitu panas, seperti biasa, saya pergi ke sekolah menggunakan bis damri yang melintas di depan Polsek Padasuka. Tak lama kemudian bis itu melintas di depanku dan berhenti. Saya naik segera karena jika tidak segera bis itu akan segera melaju kembali dan saya tertinggal, jangan sampai dah. Bisa-bisa saya terlambat. Memang terasa sulit harus pergi ke sekolah dengan naik bis di kota yang dulunya sejuk ini. Bandung dulu gak seperti ini, lebih sejuk, lebih asri, pepohonan dimanamana, tak perlu kepanasan seperti ini. Tapi gak apa-apa deh, saya masih sangat bersyukur karena bisa sekolah di kota bukan di desa. Di kampungku itu biasanya anak-anaknya akan di sekolahkan ke SMP yang terdekat, tapi saya ingin berbeda dari yang lain, karena jika saya sekolah disitu kapan saya bisa berkembang, bisa maju, bahkan bisa tahu tentang perguruan tinggi, mungkin nasibku akan seperti saudarsaya yang putus sekolah. Setelah saya naik bis, saya duduk dekat jendela. Setelah menaikkan semua penumpang akhirnya bis pun berangkat kembali, saya terus memandangi kearah jendela, melihat orang-orang berjualan, di daerah yang kata survey saat itu adalah daerah terpadat di dunia. Memang sangat rame, sampai saatnya saya melintas di salah satu perguruan tinggi swasta di daerah jalan jakarta. Ketika itu, saya baca tulisannya, STMIK (Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer). Hatiku terhenyak, saya berpikir apakah saya bisa melanjutkan kuliah sampai ke perguruan tinggi. Sempat terlintas pula dalam hatiku bahwa mungkin saya bisa kuliah di tempat itu? Atau di tempat lain yang lebih murah. Karena waktu itu dibenakku itu hanya ada kata gak ada kata kuliah untuk orang-orang disekelilingku. Keinginan untuk berkuliah semenjak SMP menjadi pupuk yang sangat berharga ketika masuk ke bangku SMA. Pupuk tersebut menjadi pemicu bagiku untuk terus belajar dengan giat bahkan sebelum proses belajar di kelas dimulai. Alhamdulillah Allah selalu membimbing dalam semua aktivitas saya selama di SMA. Karena proses belajar yang lebih cepat dibandingkan yang lainnya, saya dapat menjadi orang yang cepat dalam menangkap semua pelajaran di kelas. Semangat belajar semakin tinggi sehingga semua aktivitas yang saya pilih pun adalah aktivitas yang menunjang akademik termasuk kegiatan Ekskul yang dipilih pun adalah Kelompok Ilmiah Remaja. Dari KIR inilah saya dapat berkenalan dengan orangorang luar biasa yang akhirnya membuat saya mengenal ITB dan dunia kompetisi.

Hari berganti hari tak terasa sudah satu semester saya menjadi siswa SMA. Selama satu semester tersebut, saya sangat aktif di KIR dan akhirnya di ajak untuk mengikuti lomba cepat tepat kimia di UNPAD. Pengalaman tersebut yang membuat saya suka berkompetisi untuk mencari prestasi. Kondisi tersebut membuat saya menjadi lebih semnagt belajar dan semakin kuat untuk berkuliah di ITB. Pada Bulan Februari 2007, saya diajak oleh teman saya untuk bergabung di kegiatan Ekstrakurikuler Ikatan Remaja Masjid Luqman. Dari Ekskul ini saya mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu yang membuat saya makin jatuh hati pada ITB karena cerita-cerita dari Alumni yang pada saat itu sedang berkuliah di ITB. Dari sejak saat itulah, saya mulai bersiap-siap agar dapat menjadi mahasiswa ITB dikemudian hari. Persiapan tersebut dimulai dengan membeli buku SPMB dan mencoba sedikit demi sedikit mempelajarinya. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur sekali karena telah diberikan jalan oleh Allah dalam pencapaian meraih posisi sebagai mahasiswa ITB. Kelas dua SMA adalah masa yang paling menentukan dalam proses persiapan menjadi mahasiswa ITB karena pada tingkat inilah saya belajar menjadi seorang yang berjiwa kompetisi. Saya mengikuti olimpiade, lomba cerdas cermat, dan lomba-lomba lainnya. Tanpa saya sadari ternyata dalam semangat saya dalam berkompetisi tersebut saya belajar banyak hal dan lebih terasaha dalam mengerjakan sesuatu yang siswa lain tidak dapatkan. Menginjak kelas tida, proses persiapan bukan hanya pada ujian seleksi saja melainkan pada proses pembiayaan kuliah yang harus saya siapkan. Saya mulai mencari beasiswa mulai beasiswa dari ITB yaitu BIUS, beasiswa dari lembaga zakat, dan beasiswa lainnya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti dua beasiswa yaitu BIUS dan Beastudi Etos dari Dompet Dhuafa. BIUS mengalami kegagalan namun Beastudi Etos berhasil masuk sampai tahap wawancara. Namun ternyata masih ada proses setelah wawancara tersebut yaitu tahap ujian menjadi mahasiswa di PTN yang direkomendasikan oleh beasiswa tersebut. Namun saya terlalu ambil pusing dengan diterima atau tidak di beasiswa tersebut karena saya dapat cerita dari alumni SMA saya yang kuliah di ITB bahwa biaya bukanlah maslaah jika menjadi mahasiswa ITB sehingga saya lebih fokus pada ujian SNMPTN yang diadakan pada bulan Juli 2009. Ujian SNMPTN akhirnya saya jalani di SMA Pasundan 8 di jalan Cihampelas Bandung. Hari pertama SNMPTN sungguh menegangkan, saya bisa mengerjakan soal TPA dengan baik namun soal kemampuan dasar sangat berbeda dari yang dibayangkan. Walaupun demikian, saya sangat bersyukur karena walaupun berbeda dengan jenis soal tahun sebelumnya saya masih dapat menyelesaikan semua soal dengan baik. Hal itu dikarenakan saya sering melakukan simulasi soal-soal SNMPTN tahun-tahun sebelumnya bahkan soal-soal dari tahun 60an. Hari kedua pun saya lalui dengan lancar tanpa kendala berarti walaupun tidak semua soal terjawab. Setelah menunggu sebulan penuh dengan ketidakpastian akhirnya hari pengumuman SNMPTN datang juga. Hari itu 1 Agustus 2009 saya berangkat dari rumah Pukul 6 pagi untuk membeli koran di jalan Padasuka. Saat saya lihat koran saya melihat beberapa orang teman saya ada di daftar nama yang lulus. Dan ketika saya fokus melihat hasil ujian saya, Alhamdulillah ada tulisan di koran yang mencantumkan nomor SNMPTN saya yaitu 1093401740, Mochamad Taufik M, 351075. Alhamdulillah, waktu itu perasaan saya campur aduk antara senang, tegang, dan was-was karena impian saya akhirnya terwujud.

Persiapan untuk daftar ulang pun dilakukan namum masih ada yang mengganjal di hati saya yaitu biaya pendaftaran yang termasuk SPP semester satu yang harus saya bayarkan ketika daftar ulang. Saya bertanya kepada Beastudi etos mengenai status beasiswa saya di etos namun masih belum ada kepastian. Tetapi, saya mendapat dorongan dari kakak kelas di etos untuk datang langsung aja ketika daftar ulang dengan membawa persyaratan berkas yang diperlukan. Walaupun saya diberikan saran untuk datang langsung, saya masih merasakan kebimbangan dan rasa was-was dalam hati bagaimana caranya membayar uang sebesar Rp 4.740.000 ketika daftar ulang. H-1 daftar ulang saya datang ke kampus ITB untuk melihat proses pendaftaran yang dilakukan oleh fakultas lain karena pembagian waktu daftar ulang dibagi per fakultas. Fakultas saya, STEI, mendapatkan bagian hari kamis tanggal 6 Agustus 2009. Pada hari H saya memberanikan diri untuk datang langsung ke Sabuga dengan hanya membawa uang sebesar Rp.10.000 untuk ongkos dan bekal makan. Walaupun saya datang pagi sebelum gerbang dibuka, namun antrian sudah panjang. Pada saat itu masih ada rasa was-was dalam hati saya yang mengatakan bagaimana kalau ternyata saya gak bisa daftar karena tidak membawa uang sedikitpun. Namun, rasa was-was itu sedikit tertutupi ketika saya bertemu dengan seorang anak yang ternyata satu fakultas dengan saya, Akbar namanya. Kami berkenalan dan menceritakan banyak hal mulai dari identitas diri sampai kepada pengalaman sampai bisa keterima di ITB. Akhirnya gerbang pendaftaran di buka dan proses pendaftaran pun berlangsung. Awalnya tidak ada masalah dalam proses pendaftaran, namun akhirnya saya sampai di spot finansial dan ditanya

tentang status pendaftaran. Saya bingung harus bagaimana. Alhamdulillah ibu penjaga spot tersebut berbaik hati menunjukkan kepada saya jalan menuju spot penanganan masalah baik berkas maupun masalah biaya. Akhirnya saya masuk ke spot tersebut dan menceritakan masalah saya. Alhamdulillah waktu itu ternyata di proses pendaftaran tersebut ada yang namanya mekanisme penangguhan biaya pendaftaran bagi yang tidak mampu. Senang bercampur bingung menyatu karena ternyata syarat penangguhan adalah saya membawa surat keterangan tidak mampu dari kecamatan. Surat tersebut tidak saya bawa karena saya tidak tahu persyaratan tersebut sebelumnya. Akhirnya saya disuruh untuk memperiapakan surat tersebut. Saya bingung haru bertindak seperti apa. Akhirnya, saya menelepon Bapak saya dan meminta tolong untuk membuatkan surat tersebut. Alhamdulillah saya memiliki Bapak yang sangat perhatian, tanpa pikir panjang Bapak saya pulang ke rumah dari tempat kerjanya dan membuatkan saya surat tersebut. Saya menunggu selama beberapa jam dan akhirnya Bapak saya datang membawa surat tersebut. Alhamdulillah proses pendaftaran dapat saya lanjutkan dan akhirnya saya resmi menjadi mahasiswa ITB pada tanggal 6 Agustus 2009. Pengumuman Beastudi Etos keluar, saya diterima menjadi penerima beasiswa tersebut sehingga biaya pendaftaran dapat saya lunasi dari beasiswa Etos ini. Alhamdulillah sampai saat ini saya menjadi mahasiswa ITB semester 6 dengan beasiswa yang cukup banyak sehingga saya tidak perlu meminta lagi pada orang tua uang untuk berkuliah dan biaya hidup selama menjadi mahasiswa.

Dengan penuh rasa syukur, Mochamad Taufik Mulyadi, Electrical Engineering, STEI ITB

También podría gustarte