Está en la página 1de 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Berbagai tindakan di kedokteran gigi memerlukan tindakan bedah minor sebagai persiapan untuk dilakukan tindakan selanjutnya. Salah satunya adalah bedah preprostetik. Bedah preprostetik merupakan tindakan bedah minor yang dilakukan sebelum pemasangan atau pembuatan protesa. Pada kasus tertentu, sebelum pembuatan protesa perlu dilakukan alveolectomy agar plat protesa dapat menempel dengan kuat. Alveolectomy adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi atau memotong tulang alveolar yang menonjol karena dapat mengganggu pemasangan protesa. Tidak semua pasien yang ingin memasang protesa perlu dilakukan alveolectomy. Oleh karena itu, perlu diketahui berbagai indikasi dan kontraindikasi dilakukannya alveolectomy. Selain itu, prosedur pembedahan alveolectomy merupakan poin penting yang perlu diketahui seorang dokter gigi. Dengan mengetahui prosedur pembedahan yang benar dapat menghindari berbagai komplikasi yang mungkin terjadi. Medikasi yang diperlukan selama proses alveolectomy juga penting untuk diketahui agar dapat menghindari kondisi kegawatdaruratan dan mempercepat penyembuhan luka bedah.
1.2

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan alveolektomi? 2. Apa saja etiologi alveolektomi? 3. Apa indikasi dan kontraindikasi tindakan alveolektomi?

4. Bagaimana prosedur pembedahan alveolectomy serta alat dan bahan yang diperlukan?
5. Apa saja medikasi yang diperlukan pada tindakan alveolektomi?

1.3

Tujuan

1. Mengetahui definisi alveolektomi.

2. Mengetahui etiologi alveolektomi. 3. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi alveolektomi. 4. Mengetahui alat, bahan dan prosedur alveolektomi yang benar. 5. Mengetahui medikasi yang diperlukan pada tindakan alveolektomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Alveolektomi Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah yang radikal untuk mereduksi atau mengambil processus alveolaris sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa yaitu prosedur yang dilakukan untuk mempersiapkan lingir sebelum dilakukan terapi radiasi. (Pederson, 1996). Alveolektomi adalah bedah eksisi dari processus alveolaris yang dilakukan di dalam rahang yang akan terkena radiasi selama proses perawatan neoplasma maligna (Archer, 1997). Sedangkan definisi alveolektomi menurut Sandira (2009), adalah pengurangan tulang soket dengan cara mengurangi plate labial/bukal dari prosessus alveolar dengan pengambilan septum interdental dan interadikuler. Atau tindakan bedah radikal untuk mereduksi atau mengambil procesus alveolus disertai dengan pengambilan septum interdental dan inter radikuler sehingga bisa di laksanakan aposisi mukosa.

2.2. Etiologi Alveolektomi Prinsip di dalam alveolektomi yaitu mengurangi sebagian tulang alveolar untuk mempercepat proses penyembuhan dan untuk stabilitas. Alveolektomi menjadi suatu langkah perawatan dalam bedah minor karena adanya undercut, ketidakteraturan, dan ketajaman tulang alveolar (Fragiskos, 2007).
2

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Alveolektomi Berikut ini merupakan indikasi alveolektomi:
1. Kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge di maxilla (Wray et al,

2003) atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi (Thoma, 1969) 2. Gigi dengan abses yang perlu dihilangkan pus nya. 3. Rahang yang perlu dipreparasi untuk tujuan prostetik yaitu untuk memperkuat stabilitas dan retensi gigi tiruan
4. Alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan neuralgia, protesa tidak

stabil, protesa sakit pada waktu dipakai. 5. Tuberositas yang perlu dihilangkan untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak dipakai 6. Eksisi eksostosis
(Thoma, 1969). 7. Penghilangan interseptal bone disease. 8. Perlunya menghilangkan undercut. 9. Perlunya space intermaksilaris yang diharap. 10. Keperluan perawatan ortodontik, bila pemakaian alat ortho tidak maksimal maka

dilakukan alveolektomi 11. Penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil tulang alveolarnya. 12. Ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma eksternal.
13. Indikasi untuk prosedur ini sangat jarang dilakukan tetapi mungkin dilakukan saat

proyeksi gigi anterior dari ridge pada area premaksilaris akan menjadi masalah

untuk estetik dan kestabilan gigi tiruan pada masa yang mendatang. Maloklusi klass II divisi I adalah tipe yang sangat memungkinkan untuk dilakukan prosedur ini (Wray, 2003) Berikut ini merupakan kontraindikasi alveolektomi: 1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis

3. Periodontitis

(Anonim, 2010)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Alat dan Bahan dalam Prosedur Alveolektomi Alveolektomi merupakan pembuangan tulang transeptal soket alveolus setelah ekstraksi untuk menghilangkan undercut dengan menggunakan tang roungeur atau chisel tipis (Banjar, 2002).

Gambar 1. Alat-alat dalam prosedur pembedahan. (Anonim, 2009) Dari alat-alat yang tercantum dalam gambar 1 tersebut, berikut ini alat-alat yang digunakan secara khusus dalam prosedur alveolektomi, beserta fungsinya :
1. Rongeur forceps 2. Kuret

: untuk menghilangkan penonjolan tulang intraseptal yang tajam : untuk mengambil dan membuang tiap spikula kecil atau struktur gigi : pengambilan tulang yang tajam : alat untuk penghalusan tulang setelah dilakukan pengambilan tulang

yang masuk dalam soket


3. Knable tang 4. Bonefile

yang tajam Dalam prosedur alveolektomi juga diperlukan bahan-bahan yaitu sebagai berikut : 1. Antiseptik untuk dioleskan pada titik suntikan anastesi dan bekas luka setelah penjahitan 2. Anastesi infiltrasi (0,5 cc) di mukosa bukal dan lingual gigi
3. Hidrogen peroksida (H2O2) dan aquadest untuk irigasi flap 5

3.2 Prosedur Alveolektomi Alveoloplasti harus menjadi prosedur operasi yang akrab bagi semua dokter gigi yang akan mengekstraksi gigi. Melakukan preparasi lingir alveolar (alveolar ridge) untuk pembuatan gigi tiruan dan tidak hanya menghaluskan lingir tersebut yang harus dilakukan. Meskipun mungkin ada tulang alveolar yang berlebihan hanya pada daerah yang terpilih, kelebihan tulang tersebut tetap menjadi tulang ekstra dalam kaitannya dengan pembuatan gigi tiruan, dan tulang ekstra tersebut harus dibentuk secara tepat. Karena alasan ini, istilah alveoloplasti (pembentukan prosesus alveolaris) secara teknis lebih akurat daripada istilah alveolektomi (penghilangan prosesus alveolaris) (Laskin, 1985). Alveoplasti tunggal bisa dilakukan bersamaan dengan tindakan pembedahan atau dilakukan sesudah pencabutan. Untuk itu dibuat insisi berbentuk elips yang irisannya meliputi leher gingiva sebelah bukal dan lingual. Kedua ujungnya, yang berbentuk segitiga, terletak di sebelah distal dan mesial, dieksisi. Flap bukal dibuka ke pertemuan antara mukosa bergerak dan cekat, dan pengangkatan tepi mukoperiosteum sebelah lingual dibuka sesedikit mungkin agar tepi tulang alveolar dapat diperiksa. Serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari periosteum, yang terjadi karena pencabutan dibuang dulu, baru kemudian diikuti dengan reduksi undercut (yang tidak dikehendaki), dan tonjolan-tonjolan tulang lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan tang Rongeur pemotong tulang atau dengan menggunakan bur disertai irigasi larutan salin steril. Permukaan tulang dihaluskan dengan menggunakan file tulang dengan tekanan tarikan. Bagian yang dioperasi kemudian diirigasi dengan salin steril dan diamati. Apabila belum sempurna, lakukan molding dan kompresi dengan jari. Mukoperiosteum biasanya dilekatkan dengan dua jahitan yaitu satu mesial dan satu di distal. (Pedersen, 1996). Alveolektomi melibatkan pengurangan jumlah baik lebar dan tinggi alveolar ridge dan terutama dilakukan dengan pengurangan labial plate. Mukoperiosteum paling baik diangkat dengan insisi bentuk U untuk memudahkan akses. Bone rongeurs atau bur-bur akrilik yang lebih besar dapat digunakan untuk mengurangi penonjolan pada labial plate, dan kadang-kadang juga pada septum interdental. Tepi tulang tersebut kemudian dihaluskan menggunakan file dan luka ditutup dengan jahitan.

Pada alveolektomi transeptal atau interseptal dilakukan dengan mengurangi penonjolan labial tetapi tetap mempertahankan ketinggian ridge. Setelah ekstraksi gigi incisivus dan caninus, septum interdental dihilangkan di antara setiap socket dan labial plate kemudian dipatahkan ke dalam dengan tekanan firm digital. Pemotongan vertikal mungkin diperlukan pada prominensia caninus secara labial untuk memfasilitasi patahan ini. Labial plate tersebut masih akan melekat pada periosteum di atasnya dan seharusnya tetap dibiarkan. 3.3 Medikasi Pasca Alveolektomi Pasca operasi pasien juga diberikan medikasi untuk mengatasi komplikasi yang ditimbulkan pasca alveolektomi. Pasien diberikan medikasi Amoxycillin 500 mg 1 tab untuk mencegah infeksi pasca alveolektomi dan diberikan Asam Mefenamat 500 mg 1 tab untuk mengatasi sakit yang dirasakan setelah efek anestesi hilang. Perlu pula untuk menginstruksikan pasien untuk : 1. Gigit tampon selama setengah jam. Jika tampon basah, ganti dengan tampon yang baru. 2. Jangan berkumur-kumur dan makan minum yang panas selama minimal 2 jam.
3. Jangan menggunakan gigi-gigi di sebelah kanan untuk mengunyah.

4. Kompres luka dengan air es. 5. Instruksi untuk kontrol kembali 1 minggu ke depan (Anonim, 2009) 3.4 Komplikasi Alveolektomi Setiap tindakan bedah yang dilakukan selalu ada kemungkinan untuk terjadi komplikasi, begitu pula pada tindakan alveolektomi. Beberapa komplikasi yang dapat muncul pasca alveolektomi antara lain rasa sakit, timbulnya rasa tidak enak pasca operasi (ketidaknyamanan), hematoma, pembengkakan yang berlebihan, proses penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang berlebihan (Starshak, 1971), tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak, dan osteomyelitis (Guernsey, 1979). a. Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat kerja obat anestesi telah usai). Oleh karena itu, analgesic diperlukan untuk mengontrol rasa sakit dan tidak nyaman setelah operasi dilakukan (Pedersen, 1996).
7

b. Pembengkakan yang berlebihan

Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah pembedahan. Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu. Aplikasi dingin dilakukan pada daerah wajah dekat dengan daerah yang dilakukan pembedahan (Pedersen, 1996).

c. Hematoma Hematoma terjadi akibat adanya hemorrhage kapiler yang berkepanjangan. Pada hematoma, darah berakumulasi di dalam jaringan tanpa bisa keluar dari luka yang tertutup maupun flap yang telah dijahit. Hematoma yang terjadi dapat hematoma submukosal, subperiosteal, intramuskular dan fasial. Terapi untuk hematoma adalah dengan aplikasi dingin pada 24 jam pertama, lalu diikuti dengan aplikasi panas. Kadang pemberian antibiotik dianjurkan untuk mencegah supurasi dari hematoma, dan analgesik untuk mengurangi rasa sakitnya (Fragiskos, 2007).

d. Tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum pembuatan gigi tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi pengambilan tulang yang terlalu banyak atau tulang tersebut patah. Karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan reposisi dengan menggunakan free bone graft. Di mana freebone graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru, serta mengurangi resorbsi tulang (Aditya, 1999).

e. Osteomyelitis Komplikasi berupa osteomyelitis jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien yang immunocompromise atau pasien yang telah mendapat radiasi pada rahang yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke tulang rahang. Prinsip penanganan osteomyelitis sama seperti pada kasus-kasus infeksi pyogenik, yaitu insisi dan drainase pus dan terapi antibiotik. Antibiotik yang biasa digunakan antara lain metronidazole dan amoxicillin yang diberikan bersamaan. Clindamycin yang dapat berpenetrasi
8

dengan baik ke tulang juga efektif untuk mengatasi infeksi bakteri anaerob. Jika fase akut sudah terlewati, dilakukan pengambilan jaringan tulang yang nekrosis dan kuretase. Jika tulang telah mengalami banyak pengurangan, dapat dimungkinkan dilakukan bone grafting setelah infeksi benar-benar sudah dapat ditangani (Wray dkk, 2003).

BAB IV PENUTUP
9

4.1 Kesimpulan
1. Alveolektomi merupakan pengurangan tulang alveolar dengan berbagai indikasi

untuk mengatasi atau mencegah perlukaan.


2. Dalam pengurangan tulang alveolar perlu ketelitian agar tidak terlalu berlebihan dan

justru mengakibatkan komplikasi. 4.2 Saran Operator harus teliti dalam pengurangan tulang alveolar dan harus tepat dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindakan alveolektomi.

DAFTAR PUSTAKA

10

Aditya. G. 1999. Alveoloplasti sebagai tindakan bedah preprostodontik. J Kedokteran Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18. Anonim. 2009. http://www.scribd.com/doc/44258277/alveolektomi, diakses tanggal 29 Februari 2012 Anonim. 2009. Dental Instrument Setup: Alveolectomy. U. S. Army Medical Departement Center and School. http://www.armymedical.tpub.com, diakses tanggal 29 Februari 2012 Anonim, 2010, http://mawarputrijulica.wordpress.com/2010/04/29/alveolektomi/, diakses pada 29 Februari 2012 Archer H, 1997, Oral Maxillofacial Surgery Volume One, 5th Edition, Jakarta: EGC Banjar, G. 2002. Alveolektomi setelah Ekstraksi Multipel. www.respository.usu.ac.id, diakses tanggal 29 Februari 2012 Fragiskos, FD. 2007. Oral Surgery. Berlin: Springer. Guernsey, L. H. 1979. Preprosthetic Surgery. In: Kruger, G. O., editor. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby. Laskin, D.M., 1985. Oral and Maxillofacial Surgery. Volume 2.St. Louis, Mosby Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.). Jakarta, EGC Starshak, T. J. 1971. Preprosthetic Oral Surgery. St. Louis: Mosby. Thoma, KH, 1969, Oral Surgery, Saint Louis: Mosby. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. New York: Churchill Livingstone

11

También podría gustarte