Está en la página 1de 10

ANALOGI UNSUR ADAT NOVEL ISTRI UNTUK PUTRAKU DENGAN CERPEN SAGRA

INGEU WIDYATARI HERIANA 180110110055 SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Pengarang:

Ali Ghalem

Pengarang:

Oka Rusmini

Tahun terbit: 1989 Judul buku: Kota terbit: Penerbit: Istri Untuk Putraku Jakarta Yayasan Obor Indonesia

Tahun terbit: Juli 2001 Judul buku: Kota terbit: Penerbit: Sagra (Kumpulan Cerpen) Magelang IndonesiaTera

Setelah Saya membaca dua buah novel dengan tema yang sama, yaitu perjodohan. Saya mulai membandingkan bahwa walaupun berada pada alur cerita yang sama, setiap pengarang memiliki pamikiran yang berbeda kemudian diwujudkan dalam bentuk tulisan. Novel pertama berjudul Isri untuk Putraku karya Ali Ghalem dan kedua Sagra karya Oka Rusmini. Bisa dikatakan kedua pengarang tersebut menulis dengan tema yang sama, tetapi pasti ditemukan perbedaan pada tiap-tiap unsur. Di sini menariknya dari karya sastra. Perbedaan itulah yang menjadi sasaran sebagai objek kalian mata kuliah yang satu ini. Saya membahas analogi atau kemiripan unsur adat di antara novel Istri untuk Putraku dengan Sagra. Berikut penjabaran mengenai hal-hal yang Saya anggap memiliki analogi. Sebelum membatasi masalah mengenasi analogi unsur adat, Saya perlu memulai dengan membahas hal-hal yang melatar belakanginya terlebih dahulu. Antara lain, Tema, penokohan, dan latar (setting). 1. Tema Entah apa yang menjadi latar belakang para pengarang gemar menulis kisah yang melankolis. Pada analisis kali ini tema perjodohan yang akan Saya bahas. Apa lagi kalau bukan pernikahan paksa? Atau istilah kasarnya kawin paksa. Memang laku kisah seperti itu dari zaman Bale Pustaka di Nusantara kita, terbit kisah karangan Marah Rusli, Siti Nurbaya. Istri untuk Putraku menceritakan perjodohan antara Fatiha wanita kaum Proletar atau rakyat kaum bawah dengan Husein pria kaum borjuis atau pengusaha. Sagra juga menceritakan pernikahan paksa yang dialami oleh Luh Sewir bersama Made Jegog dengan kasta sudra dan Ida Ayu Pidada bersama Ida Bagus Baskara dengan kastra Brahmana. Akibat tragedi yang menimpa mereka hasil dari kisah percintaan mereka sendiri. Pernikahan paksa di sini bukan kehendak dari hati nurani mereka, melainkan tuntutan adat di tempat mereka tinggal yang membawa mereka pada keharusan mematuhi. Sama seperti kisah pernikahan paksa yang kita ketahui sebelumnya, lagi-lagi bukan kebahagian yang mereka dapat. Tetapi, yang membedakan kedua karya tersebut adalah segi bahasa yang digunakan. Ali Ghalem untuk karyanya Istri untuk Putraku yang Saya rasa menggunakan bahasa bercorak syair khas sastra Timur Tengah sehingga bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi seperti bahasa Melayu yang indah. Sedangkan Sagra dengan corak bahasa yang feminisme dan fulgar, bisa dilihat dari karyanya yang lain berjudul Tarian Bumi.

2.

Penokohan Hambar rasanya jika suatu kisah tanpa dihadirkan tokoh. Oka Rusmini menjadikan Istri

untuk Putraku sebagai cantolan karyanya. Namu, tidak sepenuhnya pembaca temui analogi yang benar-benar persis. Dalam Sagra, Oka Rusmini memunculkan tokoh Luh Sewir dan Made Jegog sebagai cerminan tokoh Fatiha dalam Istri untuk Putraku. Karena mereka menempati posisi sebagai manusia kasta rendah. Ida Ayu Pidada, anak dari Ida Ayu Manik dan Ida Bagus Baskara sebagai cerminan dari Husein dalam Istri untuk Putraku. Karena tetiga tokoh tersebut menempati posisi sebagai manusia kasta tinggi. Sejauh ini, hal tersebut yang Saya tangkap.

3.

Latar (Setting) Menurut Saya, dalam kedua karya ini ditemukan jelas sekali para pengarang

mengungkit kata kunci lewat latar tempat. Analogi yang bisa pembaca temukan bahwa kedua pengarang ini untuk tiap-tiap karyanya mengambil daerah yang menganut sistem kasta. Sehingga meluas pemikiran mereka menjadikan latar tempat yang menganut sistem kasta sebagai latar belakang sebuah masalah dalam cerita mereka. Oka Rusmini mengenai Sagra, Beliau menjadikan Bali yang sejak zaman kerajaan di Nusantara sangat terpaut dan menginduk pada ajaran keagamaan dan kebudayaan HinduBudha. Hal tersebut yang menguatkan pemikiran Saya mengenai latar belakang kisah pernikahan para tokoh. Ida Ayu Pidada wanita keturunan kasta Brahmana mencintai Made Jegog, pria Bali berkasta sudra. Mengenai kasta, hal tersebut sangat bertolak belakang. Muncul Ida Bagus Baskara, pria keturunan kasta Brahmana mencintai seorang wanita bernama Luh Sewir dari kasta sudra. Kemudian Kedua perempuan itu hamil di luar nikah. Untuk menutupi aib besar itu akhirnya Ida Ayu Pidada menikah dengan Ida Bagus Baskara karena mereka sama-sama berkasta Brahmana, sedangkan Made Jegog menikahi Luh Sewir karena mereka sama-sama keturunan kasta sudra.

Disamakan dengan Ali Ghalem dalam Istri untuk Putraku menjadikan ranah Aljazair sebagai tempat berpijak para tokoh dan alur cerita. Aljazair, Afrika Utara, yang menganut sistem kasta Borjuis, yaitu untuk kaum-kaum pemilik modal atau pengusaha, kaum tingkat atas dan proletar, yaitu kaum buruh, kaum tingkat bawah. Dan latar tempat Perancis, asal Husein, Begitu diceritakan. Juga negara yang masuk ke dalam kelompok Eropa bagian Barat yang memang sejak zamannya jaya, pertengahan abad 18-20 modern (1789-1815), begitu yang Saya ingat dari pelajaran sejarah pemikiran barat. Kali ini dalam bidang sosial. Revolusi Perancis sudah memiliki undak-undak pemerintahan. Sistem kasta Borjuis, para pemilik modal atau penusaha dan proletar, kaum buruh. Saya mengaitkat, secara tersirat adanya sistem kasta di Aljazair karena pengaruh dari Perancis yang pernah menjajahnya. Fatiha dari golongan rakyat biasa yang kerjaan di rumahnya hanya mencuci dan belajar dipaksa menikah dengan Husen yang datang dari Perancis oleh Ibu Husein. Memang begitu tradisinya. Bisa disimpulkan hal-hal tersebut disebabkan mereka ditakdirkan oleh pengarang tinggal di daerah yang mengikat keadaan sosial menganut sistem kasta. Dalam hal ini faktor tuntuan geografis bisa dijadikan kambing hitam.

4.

Unsur Adat Bicara soal kasta, Ali Ghalem dalam karyanya novel Istri untuk Putraku mengambil

latar tempat di Afrika Utara, Aljazair, yang menganut undak-undak kasta. Borjuis kaum yang memiliki modal atau pengusaha dan kaum proletar atau kaum buruh. Beliau memunculkan tokoh Fatiha yang dalam posisinya sebagai kaum proletar, kerjaan Fatiha di rumah hanya sebagai wanita yang lumrahnya. Mencuci, belajar, sekolah, membantu orang tua, beribadah. Diceritakan bahwa Ibu Husein yang memksa Fatiha untuk menikah dengan Husein. Memang dalam hal ini keluarga Husein berperan dominan. Mengharuskan Fatiha mengenakan cadar, kental sekali dengan adat Timur Tengah dan ajaran Ilam yang meajibkan umatnya untuk menutup aurat. Di sinilah konfliknya, terjadi hubungan tegang antara Ibu mertua dengan menantu wanita. Hal tersebut memicu keinginan Ibu Fatiha untuk menikahi Fatiha dengan Husein. Dalam novel begitulah tradisi yang ada. Ibu Fatiha berpikir bila Fatiha menikah dengan Husein si Borjuis yang bisa ditebak oleh pembaca pasti cerah masa depannya agar bahagia hidupnya. Ali Ghalem menginginkan beda, Fatiha tidak sedimikian bahagia seperti drama kehidupan yang biasa kita temui di lingkungan sosial dalam bentuk kisah nyata atau cerita fiktif belaka. Sebagai gadis keturunan kaum proletar berumur delapan belas tahun, Ia masih ingin sekolah dan bebas. Menurut Saya, jika dikaitkan dengan masyarakat pada umumnya, umur delapan belas tahun pasti masih ingin merasakan kebebasan mencari jati diri lewat masamasa belajar menggali kedewasaan. Kurang diinginkan oleh kebanyakan gadis dewasa umur sekian sudah membangun rumah tangga, mengurus pekerjaan rumah, melayani suami, membesarkan dan menjaga anak. Apa lagi gadis seperti Fatiha yang memiliki pikiran dan prinsip kritis terhadap pendidikan, hak-hak wanita, dan hubungan antar anggota keluarga dan antarkeluarga. Saya juga ingat cerita dalam novel Ali Ghalem ini, ditambah lagi adat Timur Tengah memiliki tradisi pernikahan yang ekstrem, yaitu tradisi pemeriksaan keperawanan bagi gadis yang akan menikah. Menyakitkan. Begitulah yang ingin disampaikan Ali Ghalem melaui Istri untuk Putraku, adat ranah Aljazair yang menginduk pada ajaran agama Islam. Perempuan diibaratkan perhiasan yang harus selalu ditutup, dilindungi, dan dijaga segalagalanya.

Begitu pula dengan kisah pernikahan pasta karena tuntutan kasta di Nusantara ini. Kali ini dalam Sagra. Ida Ayu Pidada yang sudah dari sananya mempunyai keturunan kasta Brahmana mencintai Made Jegog, pria Bali berkasta sudra. Muncul Ida Bagus Baskara, pria keturunan kasta Brahmana mencintai seorang wanita bernama Luh Sewir dari kasta sudra. Kisah percintaan berbeda kasta antara dua makhluk yang saling mencintai ditemukan dalam alur cerita cerpen Sagra. Dari pernikahan Pidada dan Baskara lahirlah Ida Ayu Cemeti yang sebenarnya

merupakan anak dari benih Made Jegog. Sedangkan dari perkawinan Made Jegog dan Luh Sewir melahirkan Luh Sagra, yang merupakan benih dari Ida Bagus Baskara dan sejatinya Sagra merupakan keturunan bangsawan kasta Brahmana. Mengenai kasta, hal-hal tersebut sangat bertolak belakang, istilah kasarnya masyarakat menyebut jomplang. Kedua perempuan itu akhirnya hamil di luar nikah. Untuk menutupi aib besar itu akhirnya Ida Ayu Pidada menikah dengan Ida Bagus Baskara karena mereka sama-sama berkasta Brahmana, sedangkan Made Jegog menikahi Luh Sewir karena mereka sama-sama keturunan kasta sudra.

Menurut pehaman Saya, berikut skema percintaan mereka.

Jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang, bisa dibilang sebagai gengsi. Bayangkan saja pernikahan, sebuah ikatan yang suci, sakral dilaksanakan untuk menutupi aib. Pria Kasta Brahmana yang dipandang tinggi oleh masyarakat menutupi hasil buah cintanya bersama wanita kasta sudra dengan cara menikahi wanita kasta Brahmana yang sesamanya untuk menghindari perilaku sosial masyarakatnya dan penilaian rendah mengenai kasta mereka. Begitu sebaliknya, Wanita kasta Brahmana yang dipandang anggun oleh masyarakat menutupi hasil buah cintanya bersama pria kasta sudra dengan cara menikah bersama pria kasta Brahmana. Terjadi kerja sama dalam kasus ini, persilangan pasangan. Pernikahan mereka tidak didasari rasa saling mencintai dari hati nurani, tetapi sebagai tuntutan untuk mematuhi adat keturunan. Kehidupan yang mengisahkan pernikahan paksa karena suatu tragedi. Contohnya, hamil di luar nikah, faktor harta, paksaan orang tua karena hubunga kekerabatan antara orang tua yang bersangkutan, hutang, ajaran agama, dan aturan adat. Selama Sagra berada di griya keluarga Pidada, ia banyak menemukan keanehan yang kemudian baru disadarinya belakangan seperti Yoga yang hanya mau makan dan minum bila didampingi oleh Sagra atau keluarga Pidada yang mau menanggung semua beban biaya upacara ngaben Luh Sewir. Sagra juga menyadari adanya ketertarikan yang aneh antara keluarga Pidada dengan keluarganya. Ketika bapaknya Made Jegog meninggal dunia, justru Ida Ayu Pidada yang terlihat bergelimang duka. Sebaliknya kala Ida Bagus Baskara yang meninggal, maka yang menanggung lara hati justru ibunya Luh Sewir. Memang kehendak yang dipaksakan tidak akan muncul kebahagian. Hati idak bisa dipaksakan, Pidada sejatinya mencintai Made Jegog dan Bagus Baskara yang sejatinya pula mencintai Luh Sewir. Begitu cerminan kehidupan yang terikat adat dalam karya sastra. Inilah analogi yang Saya tangkap, terpaut pada aturan adat dan menginduk pada ajaran agama. Novel Istri untuk Putraku menganut aturan adat Timur Tengah yang menginduk pada ajaran agama Islam. Begitu juga cerpen Sagra menganut aturan adat Bali yang menginduk pada ajaran agama Hindu-Budha.

DAFTAR PUSTAKA http://groups.yahoo.com/group/pasarbuku/message/14738

http://books.google.co.id/books?id=rKaVJ5YLiKAC&pg=PA6&lpg=PA6&dq=cerpen+sagra +karya+oka+rusmini&source=bl&ots=Y2FG1HJaZn&sig=ETQkY0NrK6sok9x8aQOs9VKh-c&hl=id&sa=X&ei=WhNmT9GA4nKrAfTmfXFAQ&ved=0CCAQ6AEwAA#v=onepage&q=cerpen%20sagra%20karya% 20oka%20rusmini&f=false

También podría gustarte