Está en la página 1de 32

LAB DSP

LAPORAN PEMBANGKITAN SINYAL

Disusun Oleh: Arya Wahyu Wibowo (1309030197) Indra kurniawan (1309030231)

Mata Kuliah : Laboratorium DSP

TEKNIK TELEKOMUNIKASI 4A

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

MODUL 2 PEMBANGKITKAN SINYAL


1. TUJUAN
y Mahasiswa dapat membangkitkan beberapa jenis sinyal dasar yang banyak digunakan dalam analisa Sinyal dan Sistem.

2. DASAR TEORI
2.1. Sinyal Sinyal merupakan sebuah fungsi yang berisi informasi mengenai keadaan tingkah laku dari sebuah sistem secara fisik. Meskipun sinyal dapat diwujudkan dalam beberapa cara, dalam berbagai kasus, informasi terdiri dari sebuah pola dari beberapa bentuk yang bervariasi. Sebagi contoh sinyal mungkin berbentuk sebuah pola dari banyak variasi waktu atau sebagian saja. Secara matematis, sinyal merupakan fungsi dari satu atau lebih variable yang berdiri sendiri (independent variable). Sebagai contoh, sinyal wicara akan dinyatakan secara matematis oleh tekanan akustik sebagai fungsi waktu dan sebuah gambar dinyatakan sebagai fusngsi ke-terang-an (brightness) dari dua variable ruang (spatial).

Contoh Sinyal Audio

Secara umum, variable yang berdiri sendiri (independent) secara matematis diwujudkan dalam fungsi waktu, meskipun sebenarnya tidak menunjukkan waktu. Terdapat 2 tipe dasar sinyal, yaitu: 1. Sinyal waktu kontinyu (continous-time signal) 2. Sinyal waktu diskrit (discrete-time signal) Pada sinyal kontinyu, variable independent (yang berdiri sendiri) terjadi terusmenerus dankemudian sinyal dinyatakan sebagai sebuah kesatuan nilai dari variable independent. Sebaliknya, sinyal diskrit hanya menyatakan waktu diskrit dan

mengakibatkan variabel independent hanya merupakan himpunan nilai diskrit. Fungsi sinyal dinyatakan sebagai x dengan untuk menyertakan variable dalam tanda (.). Untuk membedakan antara sinyal waktu kontinyu dengan sinyak waktu diskrit kita menggunakan symbol t untuk menyatakan variable kontinyu dan symbol n untuk menyatakan variable diskrit. Sebagai contoh sinyal waktu kontinyu dinyatakan dengan fungsi x(t) dan sinyal waktu diskrit dinyatakan dengan fusng x(n). Sinyal waktu diskrit hanya menyatakan nilai integer dari variable independent. 2.2. Sinyal Waktu Kontinyu Suatu sinyal x(t) dikatakan sebagai sinyal waktu-kontinyu atau sinyal analog ketika dia memiliki nilai real pada keseluruhan rentang waktu t yang ditempatinya. Sinyal waktu kontinyu dapat didefinisikan dengan persamaan matematis sebagai berikut. f (t) ( Fungsi Step dan Fungsi Ramp (tanjak) Dua contoh sederhana pada sinyal kontinyu yang memiliki fungsi step dan fungsi ramp (tanjak) dapat diberikan seperti pada Gambar 2a. Sebuah fungsi step dapat diwakili dengan suatu bentuk matematis sebagai: , )

Disini tangga satuan (step) memiliki arti bahwa amplitudo pada u(t) bernilai 1 untuk semua t > 0.

Untuk suatu sinyal waktu-kontinyu x(t), hasil kali x(t)u(t) sebanding dengan x(t) untuk t > 0 dan sebanding dengan nol untuk t < 0. Perkalian pada sinyal x(t) dengan sinyal u(t) mengeliminasi suatu nilai non-zero(bukan nol) pada x(t) untuk nilai t < 0. Fungsi ramp (tanjak) r(t) didefinisikan secara matematik sebagai:

Catatan bahwa untuk t > 0, slope (kemiringan) pada r(t) adalah senilai 1. Sehingga pada kasus ini r(t) merupakan unit slope , yang mana merupakan alasan bagi r(t) untuk dapat disebut sebagai unit-ramp function. Jika ada variable K sedemikian hingga

membentuk Kr(t), maka slope yang dimilikinya adalah K untuk t > 0. Suatu fungsi ramp diberikan pada Gambar 2b. Sinyal Periodik Ditetapkan T sebagai suatu nilai real positif. Suatu sinyal waktu kontinyu x(t) dikatakan periodik terhadap waktu dengan periode T jika x(t + T) = x(t) untuk semua nilai t, <t<

Sebagai catatan, jika x(t) merupakan periodik pada periode T, ini juga periodik dengan qT, dimana q merupakan nilai integer positif. Periode fundamental merupakan nilai positif terkecil T untuk persamaan (5). Suatu contoh, sinyal periodik memiliki persamaan seperti berikut: x(t) = A cos( t + Disini A adalah amplitudo, adalah frekuensi dalam radian per detik (rad/detik), dan

adalah fase dalam radian. Frekuensi f dalam hertz (Hz) atau siklus per detik adalah sebesar f = /2 . Untuk melihat bahwa fungsi sinusoida yang diberikan dalam persamaan (5) adalah fungsi periodik, untuk nilai pada variable waktu t, maka:

Sedemikian hingga fungsi sinusoida merupakan fungsi periodik dengan periode 2 / , nilai ini selanjutnya dikenal sebagai periode fundamentalnya.Sebuah sinyal dengan fungsi sinusoida x(t) = A cos( t+ ) diberikan pada Gambar 3 untuk nilai = /2 , dan f = 1 Hz.

2.3. Sinyal Diskrit Pada teori system diskrit, lebih ditekankan pada pemrosesan sinyal yang berderetan. Pada sejumlah nilai x, dimana nilai yang ke-x pada deret x(n) akan dituliskan secara formal

sebagai: x = {x(n)};

<n<

(7) Dalam hal ini x(n) menyatakan nilai yang ke-n dari suatu

deret, persamaan (7) biasanya tidak disarankan untuk dipakai dan selanjutnya sinyal diskrit diberikan seperti Gambar (4) Meskipun absis digambar sebagai garis yang kontinyu, sangat penting untuk menyatakan bahwa x(n) hanya merupakan nilai dari n. Fungsi x(n) tidak bernilai nol untuk n yang bukan integer; x(n) secara sederhana bukan merupakan bilangan selain integer dari n.

Sinyal waktu diskrit mempunyai beberapa fungsi dasar seperti berikut: - Sekuen Impuls

Deret unit sample (unit-sampel sequence), (n), dinyatakan sebagai deret dengan nilai

Deret unit sample mempunyai aturan yang sama untuk sinyal diskrit dan system dnegan fungsi impuls pada sinyal kontinyu dan system. Deret unit sample biasanya disebut dengan impuls diskrit (diecrete-time impuls), atau disingkat impuls (impulse). - Sekuen Step Deret unit step (unit-step sequence), u(n), mempunyai nilai:

Unit step dihubungkan dengan unit sample sebagai:

Unit sample juga dapat dihubungkan dengan unit step sebagai:

- Sinus Diskrit Deret eksponensial real adalah deret yang nilainya berbentuk an, dimana a adalah nilai real.Deret sinusoidal mempunyai nilai berbentuk Asin( on + ).

Deret y(n) dinyatakan berkalai (periodik) dengan nilai periode N apabila y(n) = y(n+N) untuk semua n. Deret sinuosuidal mempunyai periode 2 / berupa berupa bilangan integer. Parameter 0 hanya pada saat nilai real ini

0 akan dinyatakan sebagai frekuensi dari

sinusoidal atau eksponensial kompleks meskipun deret ini periodik atau tidak. Frekuensi 0 dapat dipilih dari nilai jangkauan kontinyu. Sehingga jangkauannya adalah 0 < 0 < 2 (atau - < 0 < ) karena deret sinusoidal atau eksponensial kompleks didapatkan dari nilai 0 yang bervariasi dalam jangkauan 2 k < 0< 2 (k+1) identik untuk semua k sehingga didapatkan 0 yang bervarias dalam jangkauan 0 < 0 < 2 .

3. PERANGKAT YANG DIPERLUKAN


y 1 (satu) buah PC lengkap sound card dan OS Windows y 1 (satu) disket 3.5 yang berisi perangkat lunak aplikasi MATLAB.

4. CARA KERJA 4.1. Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu Sinusoida a. Membangkitkan Sinyal Sinusoida
Membuat program seperti berikut: FS = 100; t = (1:100)/FS; s1 = sin(2*pi*t*5); plot(t,s1)

Hasil program tersebut adalah

Gambar 1. Pada frekuensi 5 Hz

Sinyal yang dibangkitkan adalah sebuah gelombang Sinusoida dengan Amplitudo (Amp) = 1, Frekuensi (f )= 5 Hz, dan Fase Awal = 0.

b. Merubah Frekuensi (f)


Membuat program seperti berikut: FS = 100; t = (1:100)/FS; s1 = sin(2*pi*t*10); plot(t,s1)

Hasil dari program tersebut adalah

Gambar 2. Pada saat frekuensi 10 Hz

Gambar 3. Pada saat frekuensi 15 Hz

Gambar 4. Pada saat frekuensi 20 Hz

Gambar 5. Pada aat frekuensi 25 Hz

Gambar 6. Pada saat frekuensi 30 Hz

Sinyal-sinyal yang dibangkitkan adalah dengan Amplitudo = 1. Dapat dilihat ketika frekuensi 5 Hz tidak terjadi kerapatan pada gelombang Sinusoida. Ketika frekuensinya mulai dinaikkan secara bertahap (10, 15, 20,25, dan 30) Hz mulai terjadi kerapatan pada gelombang Sinusoida.

c. Merubah Amplitudo (Amp)


Membuat program seperti berikut: FS = 100; t = (1:100)/FS; s1 = 2*sin(2*pi*t*5); plot(t,s1)

Hasil dari program tersebut adalah

Gambar 7. Pada Amplitudo 2

Gambar 8. Pada saat Amplitudo 4

Gambar 9. Pada saat Amplitudo 8

Gambar 10. Pada saat Amplitudo 16

Gambar 11. Pada saat Amplitudo 20

Sinyal-sinyal yang dibangkitkan adalah dengan Frekuensi = 5 Hz, Amplitudo yang digunakan berubah-ubah mulai dari 2, 4, 8, 16, dan 20. Untuk kerapatan gelombang tidak berpengaruh, hanya besar amplitudonya yang semakin bertambah.

d. Menambah Fase Awal


Membuat program seperti berikut: FS = 100; t = (1:100)/Fs; s1 = 2*sin(2*pi*t*5+pi/4); plot(t,s1)

Hasil dari program tersebut adalah

Gambar 12. Pada saat Fase 450

Gambar 13. Pada saat Fase 900

Gambar 14. Pada saat Fase 180

Gambar 15. Pada saat Fase 2700

Gambar 16. Pada saat Fase 360

Sinyal-sinyal yang dibangkitkan adalah dengan Frekuensi = 5 Hz, Amplitudo = 2, dengan Fase Awal yang digunakan berubah-ubah mulai dari 450, 900, 1800, 2700 , dan 3600. Dari Gambar 12 sampai Gambar 16 dapat dilihat perbedaan Fase Awal pada setiap gelombang Sinusoida mulai dari 450 hingga 3600.

4.2. Pembangkitan sinyal persegi


a. Dengan mengganti-ganti nilai frekuensi y Sinyal persegi dengan A = 1 dan f = 5Hz

y Sinyal persegi dengan A = 1 dan f = 10Hz

y Sinyal persegi dengan A = 1 dan f = 15Hz

y Sinyal persegi dengan A = 1 dan f = 20Hz

y Sinyal persegi dengan A = 1 dan f = 25 Hz

Dapat terlihat dari hasil percobaan diatas, dengan mengubah-ubah nilai dari frekuensinya, semakin besar nilai frekuensinya maka akan membuat sinyal persegi semakin merapat karena periodanya semakin mengecil, dimana T = .

b. Dengan mengganti-ganti nilai fase sinyal persegi.


y Sinyal persegi dengan fase 0

y Sinyal persegi dengan fase 45

y Sinyal persegi dengan fase 120

y Sinyal persegi dengan fase 180

y Sinyal persegi dengan fase 225

Dengan mengubah nilai dari fase awal dari sinyal persegi tersebut, dapat dilihat pada hasil percobaan diatas, semakin besar nilai fase yang semula 0 sampai 225 membuat awal mulai sinyal persegi dibangkitkan naik seiring naiknya besar fase awal sinyal persegi tersebut.

4.3. Pembangkitan sinyal waktu diskrit, waktu konstan


y Pembangkitan sinyal dengan menggunakan panjang gelombang 50 dan panjang sekuen 10.

Dapat terlihat pada gambar diatas, panjang sekuen sebesar 10 adalah merupakan delay dari panjang gelombang 50 tersebut.

y Pembangkitan sinyal dengan menggunakan panjang gelombang 70 dan panjang sekuen 20.

Dapat terlihat pada gambar diatas, panjang sekuen sebesar 20 adalah merupakan delay dari panjang gelombang 70 tersebut.

y Pembangkitan sinyal dengan panjang gelombang 100 dan panjang sekuen 40.

Dapat terlihat pada gambar diatas, panjang sekuen sebesar 40 adalah merupakan delay dari panjang gelombang 100 tersebut.

y Pembangkitan sinyal dengan panjang gelombang 120 dan panjang sekuen 60.

Dapat terlihat pada gambar diatas, panjang sekuen sebesar 60 adalah merupakan delay dari panjang gelombang 120 tersebut.

y Pembangkitan sinyal dengan panjang gelombang 150 dan panjang sekuen 80.

Dapat terlihat pada gambar diatas, panjang sekuen sebesar 80 adalah merupakan delay dari panjang gelombang 150 tersebut.

Pada hasil percobaan diatas, panjang sekuen merupakan panjang delay yang diambil dari panjang gelombang yang di inputkan pada program. Semakin besar panjang sekuen yang dimasukan ke dalam panjang gelombang, maka akan semakin besar delay yang diambil dari panjang gelombang tersebut.

4.4. Pembangkitan sinyal waktu diskrit, sekuen pulsa


y Pembangkitan sinyal waktu diskrit, dengan panjang gelombang 50 dan posisi pulsa 10.

y Pembangkitan sinyal waktu diskrit, dengan panjang gelombang 70 dan posisi pulsa 40.

y Pembangkitan sinyal waktu diskrit, dengan panjang gelombang 80 dan posisi pulsa 45.

y Pembangkitan sinyal waktu diskrit, dengan panjang gelombang 100 dan posisi pulsa 50.

y Pembangkitan sinyal waktu diskrit, dengan panjang gelombang 120 dan posisi pulsa 85.

Pada hasil percobaan diatas, panjang gelombang yang di inputkan akan konstan di nilai 0 kecuali akan mempunyai nilai 1 hanya di titik dimana input posisi pulsa dimasukkan.

Pembentukan sinyal sinus waktu diskrit


 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 20

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 30

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 40

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 50

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 60

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 70

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 80

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 18

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 15

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 12

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 10

 Pembentukan sinyal sinus dengan Fs = 8

Pada hasil percobaan diatas, terlihat deretan pulsa-pulsa dimana dengan Fs (Frekuensi Sampling) yang semakin besar maka hasil sampling yang diwakilkan dengan deretan pulsa-pulsa tersebut semakin banyak. Kemudian Fs diturunkan hingga Fs semakin kecil hingga 8, terlihat pula maka deretan pulsa yang semakin sedikit.

4.5. Pembangkitan Sinyal dengan Memanfaatkan File dengan Ekstensi *.wav


Membuat program seperti berikut: y1 = wavread('GUNSHOT.wav'); Fs = 10000; wavplay(y1,Fs,'async') plot(y1) Hasil dari program tersebut adalah

1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

Gambar 17. Membangkitkan File Berekstensi *.wav

Bentuk gelombang yang dihasilkan bervariasi, tergantung file input yang digunakan.

También podría gustarte