Está en la página 1de 16

1 TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis yang manifestasi klinisnya adalah perdarahan. Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang diturunkan secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang didapat bisa disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, penyakit hati, percepatan penghancuran faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi. Salah satu diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin yaitu kekurangan faktor-faktor koagulasi faktor II, VII, IX dan X.

B. ETIOLOGI Bayi baru lahir memiliki cadangan vitamin K yang sangat terbatas dan bergantung pada susu ibu. Rendahnya vitamin K dalam darah dan hati serta kurangnya zat tersebut pada ASI bisa menyebabkan bayi kekurangan vitamin K. Fungsi vitamin K berperan dalam proses pembentukan kompleks protrombin (faktor II, VII, IX dan X). Kompleks protrombin dalam tubuh berfungsi sebagai faktor koagulan sehingga tidak mudah terjadi perdarahan. Bayi yang kekurangan vitamin K mudah mengalami gangguan perdarahan dan berisiko mengalami perdarahan di otak.

C. MANIFESTASI KLINIS 1. Adanya perdarahan pada : y Intrakranial (30-60%) y Kulit y Intratorakal

2 y Tempat suntikan y Urogenital Track (UGT) y saluran cerna, y umbilikus, y hidung, y bekas sirkumsisi 2. 3. Konvulsi (kejang) Anemia

D. PROSES KOAGULAN Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka. Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin). Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi

makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif.

3 Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur ekstrinsik dan intrinsic. Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer

dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan

kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, Faktor V teraktifasi menjadi faktor Va dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polymer yang lebih kuat.

E. PERKEMBANGAN HEMOSTASIS SELAMA MASA ANAK

Gambar 1. Kaskade pembekuan darah.

4 Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein prekalikrein, HMWK, faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15-20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen setara dengan dewasa. Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang

mampu mensintesis vitamin K. Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 6 bulan pertama kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan tahun.2Meskipun kadar beberapa protein koagulasi lebih rendah, activated partial thromboplastin time anak dan dewasa. Namun

pemeriksaan prothrombin time (PT) dan

(APTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan

didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10 tahun, sehingga interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.

5 Tabel 1. Etiologi gangguan pembekuan darah masa anak. 1. Kekurangan faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K 2. Penyakit hati 3. Percepatan penghancuran faktor koagulasi a. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) b. Fibrinolisis (penyakit hati, agen trombolitik, pasca pembedahan) 4. Inhibitor terhadap faktor koagulasi a. Inhibitor spesifik b. Antibodi antifosfolipid c. Lain-lain : antitrombin, paraproteinemia 5. Lain-lain a. Setelah transfusi masif b. Setelah mendapatkan sirkulasi ekstrakorporal c. Penyakit jantung bawaan, amiloidosis, sindroma nefrotik

F. DEFISIENSI VITAMIN K Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K dependent protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X

pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif.

6 Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses koagulasi

sehingga

menyebabkan

kecenderungan terjadinya

perdarahan atau dikenal

dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB). Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang diperlukan dalam proses koagulasi. Gambar 2. Siklus vitamin K dan reaksi karboksilasi. Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obatobatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin, fenobarbital),

kehamilan, seperti

antibiotika (sefalosporin), antituberkulostatik (INH, rifampicin) dan antikoagulan (warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare. Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan

7 susu formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula, mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. Sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.

Tabel 2. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak. VKDB lambat VKDB dini VKDB klasik (APCD) 2 minggu 6 Umur < 24 jam 1-7 hari (terbanyak 3-5 hari) -Pemberian makanan terlambat Obat yang Penyebab & diminum -Intake Vit K inadekuat -Kadar vit K rendah pada Faktor resiko selama ASI kehamilan -Tidak dapat profilaksis vit K <5% pada Frekuensi kelompok resiko tinggi Sefalhematom, umbilikus, Lokasi perdarahan intrakranial, intraabdominal, GIT, intratorakal -penghentian / Pencegahan penggantian im) (im) GIT, umbilikus, hidung, tempat suntikan, bekas sirkumsisi, intrakranial 0,01-1% (tergantung pola makan bayi) profilaksis vit K 4-10 per 100.000 kelahiran (terutama di Asia Tenggara) Intrakranial (3060%), kulit, hidung, GIT, tempat suntikan, umbilikus, UGT, intratorakal -Vit K profilaksis (oral / Vit K profilaksis parenteral) -Tidak dapat (nutrisi rendah pada ASI -intake kurang -Intake Vit K inadekuat -Kadar vit K -obstruksi bilier -penyakit hati -malabsorbsi bulan (terutama 2-8 minggu) Segala usia deficiency Secondary PC

8 obat penyebab - asupan vit K yang adekuat - asupan vit K yang adekuat

Tabel 2 menunjukkan klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi dan onset terjadinya menjadi 4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary

prothrombin complex (PC) deficiency.

Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat pemanjangan waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial

Thromboplastin Time (PTT), sedangkan Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis VKDB. VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga

memberikan manifestasi klinis perdarahan. Tabel dibawah memperlihatkan gambaran laboratorium kedua kelainan tersebut.

9 Tabel 3. Gambaran laboratorium VKDB dan penyakit hati. Komponen Morfologi eritrosit PTT PT Fibrin Degradation Product (FDP) Trombosit Faktor koagulasi yang menurun VKDB Normal Memanjang Memanjang Normal Normal II,VII,IX,X Penyakit Hati Sel target Memanjang Memanjang Normal/naik sedikit Normal I,II,V,VII,IX,X

Penatalaksanaan VKDB terdiri dari penatalaksanaan untuk pencegahan dan penatalaksaan untuk mengobati kelainan ini.

G. PENCEGAHAN VKDB Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk vitamin K, yaitu : 1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau 2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal 3. Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik. Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian intramuskular dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif dalam mencegah timbulnya VKDB lambat.2 Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan phytonadione, suatu

sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam lemak, diberikan secara i.m.

H. PENGOBATAN DEFISIENSI VITAMIN K Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin K1 dengan dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari. Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan secara subkutan karena absorbsinya cepat. Pemberian secara intravena harus diperti.mbangkan dengan seksama karena

10 dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi. Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1-0,2 unit/ml. Respon pengobatan diharapkan terjadi dalam waktu 4-6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati. Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan membaik dalam waktu 24 jam. Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal sangat tinggi. Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50 65%.

I. GANGGUAN KOAGULASI PADA PENYAKIT HATI Meskipun kelainan hati yang mendasari berbeda, patofisiologi terjadinya abnormalitas hemostasis pada penyakit hati hampir sama baik pada neonatus, anak maupun dewasa. Hati adalah organ yang penting untuk sintesis faktor-faktor koagulasi (fibrinogen, prekalikrein, HMWK, II, V, VII, IX,X, XI, XII dan XIII), sintesis plasminogen, regulator koagulasi (antitrombin III, protein C dan S) dan inhibitor fibrinolisis. Hati juga berperan dalam pemecahan factor-faktor koagulasi maupun fibrinolisis yang aktif dari sirkulasi. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan gangguan sintesis protein faktor koagulasi. Selain itu hati merupakan tempat reaksi karboksilasi post ribosom dari protein yang tergantung vitamin K sehingga pada gangguan fungsi hepar penggunaan vitamin K akan terganggu pula. Gangguan fungsi hati dapat disebabkan oleh imaturitas, infeksi, hipoksia, sindrom Reye, sirosis dan lain-lain. Manifestasi perdarahan dan gambaran laboratorium tergantung pada berat ringannya kerusakan hati. Perdarahan spontan jarang terjadi, pada umumnya terjadi perdarahan di bawah kulit yang timbul akibat prosedur yang invasif. Pada sirosis hepatis dapat terjadi perdarahan dari gaster dan varises esofagus yang dapat mengancam jiwa. Pemeriksaan PT memanjang pertama kali dikarenakan kadar

faktor VII menurun paling awal, jika kerusakan hepar terus berlanjut akan diikuti

11 dengan pemanjangan PTT. Penatalaksanaan utama adalah untuk penyakit primer yang mendasarinya.

Penanganan abnormalitas koagulasi pada penyakit hati tergantung pada gejala klinis yang terjadi serta tempat timbulnya perdarahan (misalnya perdarahan GIT, perdarahan tempat bekas biopsi). FFP dapat diberikan dengan dosis 10-15 ml/kg

berat badan karena mengandung semua faktor - faktor koagulasi yang dibutuhkan. Kriopresipitat 1 kantung atau 5 kg berat badan diberikan untuk mengatasi hipofibrinogenemia. Pemberian konsentrat kompleks protrombin yang mengandung faktor II, VII, IX dan X dengan konsentrasi tinggi, dapat dipertimbangkan pada kondisi tertentu misalnya untuk persiapan biopsi hati atau pada keadaan dimana perdarahan sudah tidak dapat diatasi dengan terapi di atas. Pada penyakit hati juga terjadi defisiensi factor-faktor koagulasi tergantung vitamin K, maka pemberian vitamin K mampu mengoreksi koagulopati yang terjadi. Vitamin K1 diberikan secara oral, subkutan atau intravena (tidak secara intramuskular) dengan dosis 1 mg (untuk bayi), 2-3 mg (untuk anak) dan 5-10 mg (untuk dewasa). Prognosis kelainan ini tergantung pada penyakit primer yang mendasarinya dan pemberian terapi yang adekuat dalam mengatasi perdarahannya.

12 ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN 1. Pengkajian Meliputi : a. Biodata : untuk mengetahui identitas bayi dan orangtua, sehingga dapat mempermudah dalam memberikan informasi. Tanggal lahir bayi perlu dikaji untuk menentukan bayi lahir aterm atau premature sehingga memperkuat diagnosa icterus fisiologis atau patologis. b. Riwayat kehamilan dan persalinan, meliputi Riwayat prenatal : 1.) Usia kehamilan, dapat diketahui usia bayi termasuk aterm atau premature.Pada bayi lahir kurang dari 37 minggu (prematur). 2.) Penggunaan obat selama hamil. 3.) Penyakit yang pernah diderita selama hamil, terutama yang berkaitan dengan gangguan fungsi hepar . 4.) Kebiasaan ibu selama hamil, nutrisi ibu yang kurang dapat menyebabkan partus prematurus dan nutrisi lebih mengakibatkan preeklamsi.Kebiasaan merokok, mengkonsumsi bahan narkotik, minum alkohol dapat

menyebabkan premature (Kapita Selekta ,1994) Riwayat natal : Cara pertolongan pertama dalam penjepitan tali pusat yang terlambat sehingga darah itu banyak mengalir ke janin lewat tali pusat dan akan mengakibatkan terjadinya policitemia yang akan meningkatkan produksi bilirubin (IKA I, FKUI, 1990). Riwayat post natal : Bayi minum ASI atau susu formula c. Riwayat kesehatan keluarga Yang perlu dikaji adalah dimana ada faktor-faktor yang meurun atau pembawaan orang tua misalnya, penyakit diabetes melitus pada saat kelahiran menyebabkan hiperglikemi pada bayi, sehingga meningkatnya viskositas darah menghambat konjugasi indirect dalam hepar.

13 d. Riwayat psikososial Terjadinya devisiensi vitamin K pada bayi menyebabkan orang tua mengalami perubahan psikologis berupa kecemasan, sedih, kurang

pengetahuan tentang perawatan, pengobatan serta komplikasi yang akan timbul (Cindy Smith,1988). e. Pemeriksaan fisik. Keadaan yang dapat kita temukan pada bayi hiperbilirubinemia, yaitu 1.) Keadaan umum :bayi tampak lemah , reflek menghisap dan menelan lemah, sensitif terhadap rangsangan dan tangisan merengek.Suhu tubuh tidak stabil , frekwensi pernapasan menurun, nadi relatif cepat dan tekanan darah menurun. 2.) Kepala dan rambut: rambut kemerahan dan penyebaran masih jarang menandakan kelahiran premature.Hematom menunjukkan trauma persalinan.Pada mata ditemukan sklera tampak icterus, mata cowong, mukosa bibir kering, ubun-ubun cekung, releks menghisap lemah dan lehe kaku (Doenges,1994). 3.) Abdomen: peristaltik meningkat, tali pusat harus dirawat dengan baik untuk mencegah infeksi. 4.) Genetalia: ditemukan warna kemerahan pada kulit daerah anus karena iritasi dari bilirubin dan enzim-enzim yang dikeluarkan feces. 5.) 6.) Neurologi: reflek moro menurun, tidak ada kejang pada tahap kritis. Muskuloskeletal: ada tanda kern ikterus seperti spasme, kejang-kejang, kedutan pada wajah dan ekstremitas, tangan mengepal,extensi dan endotorasi (IKA, 1990). 7.) Integumen: lanugo pada wajah, telinga, pelipis, dahi, punggung adalah indikasi bayi premature.

14

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Tujuan dan kriteria hasil Ketidakefektifan Jalan napas 1. Auskultasi bunyi bersihan jalan pasien akan napas napas b.d. paten dengan 2. Kaji karakteristik produk mukus secret berlebihan dan kriteria hasil: kental, batuk jalan napas 3. Beri posisi untuk pernapasan yang tidak efektif. bersih, sesak optimal yaitu 35tidak ada, 450 tidak terdapat 4. Lakukan suaranafas nebulizer, dan tambahan, RR fisioterapi napas 15-35 X/menit. Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan Intervensi Rasional

1.Menetukan adekuatnya pertukran gas dan luasnya obstruksi akibat mucus. 2.Infeksi ditandai dengan secret tebal dan kekuningan 3.Meningkatkan pngembangan diafragma 4.Nebulizer membantu menghangatkan dan mengencerkan secret. Fisioterapi membantu merontokan secret untuk dikeluarkan. 5.Menghambat pertumbuhan mikoroorganisme 6.Cairan adekuat membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan 1.Memenuhi kebutuhan cairan melalui oral. 2. Untuk mengetahui kebutuhan cairan. 3.Untuk mengetahui keseimbangan cairan 4.Untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi 5.Untuk memenuhi kebutuhan cairan melelui iv line

Resiko kekurangan volume cairan b.d devisiensi vitamin K

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake inadekuat.

5. Beri agen antiinfeksi sesuai order 6. Berikan cairan per oral atau iv line sesuai usia anak. Tidak 1. Berikan cairan menunjukan rehidrasi peroral tanda-tanda 2. Berikan dan dehidrasi, monitor cairan cairan yang diberikan. 3. Catat input dan adekuat. ooutput 4. Kaji mukosa bibir dengan dan turgor kulit. criteria: turgor kulit 5. Beri cairan iv line baik, mata tidak cowong, ubun-ubun tidak cekung,bibir lembab. Stauts nutrisi 1 Auskultasi bunyi dalam batas usus normal 2 Kaji kebutuhan

1.Mendokumentasikan peristaltis usus yang dibutuhkan untuk digesti. 2.Membantu menetapkan

15 dengan criteria: BB bertambah 1 3 kg/minggu, tidak pucat, 4 anoreksia hilang, bibir lembab 5 harian anak Ukur lingkat lengan, ketebalan trisep Timbang berat badan setiap hari. diet individu anak 3.Hal ini menentukan penyimpanan lemak dan protein. 4.Nutrisi meningkat akan mengakibatkan peningkatan berat badan. 5.Memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Berikan diet pada anak sesuai kebutuhannya Hipertermi b.d Suhu tubuh 1. Ukur suhu tubuh proses inflamasi dalam batas setiap 4 jam normal 2. Monitor jumlah dengan WBC criteria hasil suhu 372 0 C, 3. Atur agen kulit hangat antipiretik sesuai dan lembab, order. membrane 4. Tingkatkan mukosa sirkulasi ruangan lembab. dengan kipas angina. 5. Berikan kompres air biasa

Indikasi jika ada demam Leukositosis indikasi suatu peradangan dan atau proses infeksi Megnurangi demam dengan bertindak pada hipotalamus Memfasilitasi kehlangan panas lewat konveksi Memfasilitasi kehilangan panas lewat konduksi

DAFTAR PUSTAKA

Respati H, Reniarti L, Susanah S.2003, Gangguan Pembekuan Darah Didapat: Defisiensi Vitamin K. Jakarta: EGC Windiastuti E, 2005. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: IDAI Willoughby .1997, Pediatric Haematology. Edinburg: London

Chalmers EA, Gibson BE.2000, Acquired disorders of hemostasis during childhood. USA: California State University

Respati H, Reniarti L,2005. Hemorrhagic Disease of the Newborn Jakarta: EGC

También podría gustarte