Está en la página 1de 13

Zaid bin Amr bin Nufail (ayah Said bin Zaid radhiallahu

anhu) mendendangkan dan melagukan bait-bait syair tersebut, lalu dia


memandang ke arah Kabah seraya berucap, Aku datang untuk memenuhi
panggilan-Mu, wahai Tuhanku. Aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu
dengan sebenar-benarnya.

Zaib bin Amr bin Nufail merupakan putra dari paman Umar bin
Khaththab radhiallahu anhu. Dia hidup sebelum Islam datang dan sebelum
diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dengan fitrah atau tabiatnya
yang lurus, dia pun mendapat petunjuk untuk menyembah Allah, sehingga dia
tidak pernah menyembah berhala-berhala ataupun menyembelih binatang
untuk dipersembahkan kepada berhala-berhala itu seperti yang biasa
dilakukan oleh kaum musyrikin di Makkah pada saat itu.

Dia pernah berkata kepada penduduk Makkah, Wahai kaum Quraisy, Allah
telah menurunkan hujan untuk kalian, menumbuhkan tanaman untuk kalian,
dan menciptakan kambing untuk kalian, tetapi mengapa kalian menyembelih
binatang-binatang ini untuk selain Allah? Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Mendengar ini, Khaththab bin Amr bin Nufail pun berdiri dan memukul
wajahnya, lalu dia berkata kepadanya: Celakalah kamu, sungguh kita sudah
terlalu bersabar terhadapmu.

Selanjutnya, Khaththab menyiksanya dengan siksaan yang pedih, hingga
akhirnya Zaid pun terpaksa keluar dari Makkah. Dia tidak pernah kembali ke
Makkah, kecuali dengan sembunyi-sembunyi. Hal itu karena dia merasa takut
kepada pamannya, Khaththab ayah Umar radhiallahu anhu.

Di Makkah Zaid bin Amr mengadakan pertemuan dengan Waraqah bin Naufal,
Abdullah bin Jahsy, dan Umaimah binti Harits (bibi Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam). Selain mereka, dalam pertemuan itu ada juga Ustman bin
Huwairits.

Zaid berkata kepada mereka, Demi Allah, kalian semua telah mengetahui
bahwa kaum kalian telah menyimpang dari ajaran ajaran agama Ibrahim.
Mengapa kita berthawaf mengelilingi batu yang tidak bisa mendengar dan
melihat serta tidak dapat memberikan mudharat dan juga manfaat ? Wahai
kaum, carilah agama untuk kalian semua. Demi Tuhan, kita bukanlah apa-
apa.
Mereka kemudian berpencar ke segala penjuru negeri untuk mencari agama
yang benar. Adapun Waraqah bin Naufal telah memeluk agama Nasrani,
sementara Abdullah bin Jahsy dan Utsman bin Huwairits masih melanjutkan
pencarian terhadap agama yang benar itu, hingga akhirnya datanglah Islam.
Abdullah bin Jahsy radhiallahu anhu pun beriman dan masuk Islam, hingga
akhirnya dia terbunuh sebagai syahid dalam perang Uhud, lalu dia dijuluki
dengan julukan Asy-Syahid Al-Mujadda(syahid yang tangannya terpotong).

Tinggalah Zaid bin Amr yang telah pergi ke negeri Syam untuk mencari agama
Ibrahim alaihissalam, hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pendeta di
Syam. Dia menceritakan hal itu kepada pendeta tersebut. Sang pendeta pun
berkata, Sesungguhnya kamu sedang mencari agama yang sudah tidak ada.
Oleh karena itu, pulanglah ke Makkah, karena sesungguhnya Allah akan
mengutus kepada kalian orang yang memperbaharui agama Ibrahim itu.
Pergilah, lalu berimanlah kepadanya dan ikutilah dia!
Ketika Zaid masih berada dalam perjalanan menuju Makkah,
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah diutus sebagai rasul. Saat itu Zaid
belum mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus. Sayangnya, kematian telah
lebih dulu menjemputnya sebelum dia beriman. Dia telah dibunuh oleh
sebagian orang Badui (Arab pedalaman).
Ketika kisah ini diceritakan kepada nabi Shallallahu alaihi wasallam, beliau pun
menceritakan tentang sosok Zaid, Sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada
hari kiamat (nanti) seorang diri sebagai satu umat (yang terpisah).

Menjelang hembusan nafas terakhirnya, Zaid berkata, Ya Allah, jika Engkau
memang tidak menghendaki kebaikan ini (agama Islam) untukku, maka
janganlah Engkau halangi anakku (Said) darinya.

Doa Zaid ini masih menggantung di antara langit dan bumi, hingga pada suatu
hari ketika Said sedang berada di Makkah, dia mengetahui bahwa Rasulullah
telah diutus. Karenanya, dia beserta istrinya, Fatimah binti Khaththab, yang
merupakan saudara perempuan Umar bin Khaththab, segera beriman kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.

Keislaman mereka berdua itu terjadi pada awal munculnya Islam, sebelum
masuknya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke dalam rumah Arqam bin
Abi Arqam (Daarul Arqam).

Said masih merahasiakan keimanannya dan dia sangat sabar menghadapi
siksaan yang berasal dari kaumnya, sehingga dia pun tidak diusir dari Makkah,
seperti yang dialami sebelumnya oleh orang tuanya. Akan tetapi kemudian,
Umar mengetahui keimanan Said. Umar pun bermaksud membunuhnya, lalu
dia memukulnya hingga darah mengalir dari wajah Said . Akan tetapi,
kesabaran Said dalam menghadapi sikap Umar inilah yang menjadi salah satu
faktor penyebab masuknya Umarradhiallahu anhu ke dalam Islam, *seperti
yang telah kami sebutkan pada kisah masuknya Umar ke dalam Islam.*

.OU E_> EOg1O+^ -/E<O4C
^ EO)E+) 4^ ElG4O
;7Uu= El^OUu4^ W ElE^)
g1-4O^) +EO^- O4OC
^g 4^4 El>uO4u=-
;7g4-c Eg -/EONC ^@
/j_^^) 4^ +.- 4O) )
4^ O)+;+:;N g~4
E_OUO- -O@O-g~). ^j Ep)
O4NOO- NO41g>-47 1~E
OgOgu=q O4O;+-g O7 O^4^
E) _/4RO ^) E El^^OO4C
Ogu+4N }4` }g`uNC Ogj
E74lE>-4 +O.4OE- OE1uO4 ^g
4`4 CUg> El)41g41) _/E<O4C
^_ 4~ "Og- EO=4N W-4O>
OgOU4 O-4 Ogj _O>4N
Og4LEN 4Oj4 OgOg CjO4*4`
O4Ou=q ^g 4~ E_^
_/E<O4C ^_ E_^ -O)
"Og- OE1EO _/4RO ^g
11. maka apabila ia sampai ke tempat api itu (kedengaran) ia diseru: "Wahai Musa! " -
12. "Sesungguhnya Aku Tuhanmu! maka bukalah kasutmu, kerana Engkau sekarang berada di Wadi Tuwa
Yang suci.
13. "Dan Aku telah memilihmu menjadi Rasul maka dengarlah apa Yang akan diwahyukan kepadamu.
14. "Sesungguhnya Akulah Allah; tiada Tuhan melainkan Aku; oleh itu, Sembahlah akan daku, dan dirikanlah
sembahyang untuk mengingati daku.
15. "Sesungguhnya hari kiamat itu tetap akan datang - Yang Aku sengaja sembunyikan masa datangnya -
supaya tiap-tiap diri dibalas akan apa Yang ia usahakan.
16. "Maka janganlah Engkau dihalangi daripada mempercayainya oleh orang Yang tidak beriman kepadanya
serta ia menurut hawa nafsunya; kerana Dengan itu Engkau akan binasa.
17. "Dan apa (bendanya) Yang di tangan kananmu itu Wahai Musa?"
18. Nabi Musa menjawab: "Ini ialah tongkatku; Aku bertekan atasnya semasa, berjalan, dan Aku memukul
dengannya daun-daun kayu supaya gugur kepada kambing-kambingku, dan ada lagi lain-lain keperluanku pada
tongkat itu".
19. Allah Taala berfirman: "Campakkanlah tongkatmu itu Wahai Musa!"
20. lalu ia mencampakkannya, maka tiba-tiba tongkatnya itu menjadi seekor ular Yang bergerak menjalar.




Said pergi berhijrah ke Madinah bersama istrinya, Fathimah. Sebelum
terjadinya perang Badar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah
memilihnya dan mengutusnya untuk pergi bersama Thalhah bin Ubaidillah
dengan tujuan agar dia mengetahui jumlah pasukan kaum musyrikin dan
mematai gerak-gerik mereka. Oleh karena itu, Said pun tidak ikut serta dalam
peperangan Badar. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah
memberinya bagian ghanimah (harta rampasan) yang diperoleh dalam perang
tersebut. Dia dianggap seperti orang yang ikut serta dalam perang itu.

Setelah itu Said ikut serta dalam setiap peperangan bersama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dia bertempur dengan menggunakan
pedangnya dan beriman dengan menggunakan hatinya. Bahkan pada suatu
hari dia pernah berada bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di gua
Hira dengan para shahabat lainnya. Ketika itu tiba-tiba gunung Hira bergetar,
maka nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, Tenanglah, wahai Hira,
karena sungguhnya tidak ada yang berada di atasmu, kecuali seorang nabi,
seorang yang sangat jujur (ash-shiddiq), dan seorang syahid.
Ketika orang-orang bertanya kepada Said, Siapa sajakah yang bersamamu
pada saat itu ?
Said pun menjawab, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zubair, Thalhah, Abdur
Rahman bin Auf, dan Saad bin Malik.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda tentang Said, Said bin
Zaid di surga.

Said merupakan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira
bakal masuk surga. Semoga Allah Subhanahu wa Taala meridhoinya. Dia
memegang teguh janjinya kepada Rasulullahshallallahu alaihi wasallam untuk
memerangi kaum musyrikin di negeri Persia, sehingga melalui tangannya dan
juga tangan shahabat-shahabatnya, Allah pun memadamkan api yang menjadi
sesembahan kaum Majusi ; dan berkat perjuangannya pula para penduduk
Persia beriman kepada Allah Subhanahu wa Taala.

Setelah penaklukan terhadap negeri Persia selesai, Said tidak tinggal diam. Dia
mengangkat pedang dan barang-barangnya untuk pergi ke negeri-negeri lain
yang sedang di perangi oleh kaum muslimin. Kali ini sasarannya adalah negeri
Syam dimana pada saat itu sedang berlangsung pertempuran yang sangat
menentukan antara kaum muslimin dengan bangsa Romawi, yaitu perang
Yarmuk.
Di atas kertas, nampaknya kemenangan lebih dekat kepada pasukan Romawi,
karena jumlah mereka sangat banyak, sementara jumlah kaum muslimin
sangat sedikit.
Kekalahan bangsa Romawi berarti jatuhnya negeri Syam secara keseluruhan ke
tangan kaum muslimin. Karenanya, kedua pasukan itu pun sama-sama
mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menghadapi pertempuran ini.
Pasukan Romawi datang dengan jumlah personel seratus dua puluh ribu
pasukan, sedangan jumlah pasukan kaum muslimin hanya dua puluh empat
ribu pasukan saja. Kedua pasukan ini saling berhadap-hadapan.
Para pendeta dan uskup datang sambil membawa salib-salib mereka sambil
mengeraskan suara mereka untuk membaca doa-doa. Ketakutan pun merasuk
ke dalam hati kaum muslimin ketika pasukan Romawi mengulang-ulang doa-
doa tersebut. Suara mereka laksana gunung-gunung yang bergeser dari
tempatnya.
Pemimpin kaum muslimin yang bernama Abu Ubaidah bin Jarrah berdiri untuk
memberikan khutbah kepada kaum muslimin. Dia berkata, Wahai hamba-
hamba Allah, tolonglah Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan
meneguhkan kaki-kaki kalian. Bersabarlah, sesungguhnya kesabaran akan
menyelamatkan kalian dari kekufuran dan akan menyebabkan kalian diridhai
oleh Tuhan. Tetaplah kalian diam sampai aku memberikan perintah kepada
kalian. Ingatlah selalu kepada Allah Subhanahu wa Taala.

Diantara kaum muslimin, keluarlah seorang laki-laki. Dia berkata kepada Abu
Ubaidah, Wahai Abu Ubaidah, sekarang aku akan pergi dengan harapan aku
dapat gugur sebagai syahid dan aku akan keluar untuk memerangi mereka.
Apakah kamu mempunyai pesan yang akan kamu kirimkan kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam ?

Abu Ubaidah menjawab, Ya. Kirimkan salam dari kami untuk beliau, dan
katakan kepada beliau bahwa kami telah mengetahui bahwa apa yang
dijanjikan oleh Tuhan kami kepada kami adalah benar.
Melihat itu, Said bin Zaid radhiallahu anhu pun berkata, Ketika aku melihat
lelaki tersebut telah menaiki kudanya, menghunus pedangnya, dan melesat
menuju musuh-musuh Allah guna memerangi mereka, aku pun meletakkan
lututku ke tanah, lalu aku melemparkan anak panahku ke arah seorang
anggota pasukan berkuda dari bangsa Romawi. Saat itu Allah menghilangkan
rasa takut dari dalam hatiku. Maka, aku pun langsung masuk menembus
barisan musuh. Aku memerangi mereka hingga Allah Subhanahu wa Taala
memberikan kemenangan kepada kami.

Abu Ubaidillah telah mengetahui dengan baik kesungguhan keimanan Said.
Karenanya Abu Ubaidillah pun menyerahkan misi penaklukan Damaskus
kepada Said, lalu dia menjadikan Said sebagai wali (gubernur) disana. Ketika
semua orang yang hidup pada masanya sudah berpulang keharibaan Allah,
Said bin Zaid masih tetap hidup sampai masa Dinasti Bani Umayyah.
Masa-masa akhir hayat Said bin Zaid radhiallahu
anhu
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Said bin Zaid menangisi shahabat-shahabat
Islam yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri
menyaksikan terjadinya fitnah (kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana
kehidupan dunia dengan segala macam perhiasannya telah masuk ke dalam
hati kaum muslimin, maka Said pun lebih memilih untuk kembali ke Madinah
dan tinggal disana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah adalah
Marwan bin Hakam bin Ash.
Saat itu seorang wanita yang bernama Arwa binti Uwais keluar, lalu dia
berkata, Sesungguhnya Said telah mencuri tanahku dan telah
memasukkannya ke bagian tanahnya. Sungguh perkataan itu sangat
menyakitkan hati Said bin Zaid, shahabat Rasulullah dan salah satu dari
sepuluh orang yang mendapat kabar gembira berupa surga. Karenanya, Said
pun berkata, Ya Allah, jika dia berbohong, maka hilangkanlah penglihatannya
dan bunuhlah ia di tanahnya sendiri.
Seketika itu pula hujan turun dari langit sampai diperbatasan tanah yang
menurut wanita itu Said telah melampaui batas tersebut. Seketika mata
wanita itupun menjadi buta dan hanya selang beberapa hari, wanita itu
terjatuh dalam sebuah lubang yang berada di tanah miliknya hingga dia
meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Taala telah mengabulkan doa Said bin
Zaid yang terzhalimi dan telah dituduh sebagai seorang pembohong dan
pendusta.
Pada suatu pagi penduduk Madinah dikagetkan oleh suara seorang pelayat
yang menangisi kepergian Said bin Zaid radhiallahu anhu. Peristiws itu terjadi
pada masa kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan, tepatny a pada tahun ke-50
Hijriyah. Dia di kuburkan oleh Saad bin Abi Waqqash radhiallahu anhu dan
Abdullah bin Umar radhiallahu anhu. Salam sejahtera baginya.
Sumber: Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam,
2006 (Dipublikasikan ulang oleh Kisah Muslim)
Artikel www.KisahMuslim.com

También podría gustarte