Está en la página 1de 4

RINGKASAN

DKI Jakarta dilintasi oleh tiga belas sungai besar yang tersebar di lima wilayah kota yang
sangat potensial sebagai air permukaan tanah untuk menunjang kehidupan manusia. Dengan
pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta yang pesat dan minimnya kesadaran masyarakatnya
dalam menjaga kelestarian sungai, terjadi perubahan pada kondisi dan kualitas air sungai.
Pemerintah dalam hal ini berupaya dalam segala hal untuk meminimalisir pencemaran sungai di
DKI Jakarta. Salah satunya dengan Pendidikan Lingkungan Hidup.
UU No.32 Tahun 2009 pasal 65 ayat 2 mengatakan bahwa salah satu hak masyarakat
adalah mendapatkan pendidikan lingkungan hidup. Hal inilah yang menjadi landasan
penandatanganan Kesepakatan Bersama (MOU) antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan
Kementerian Pendidikan Nasional yang dilakukan langsung oleh Menteri Negara Lingkungan
Hidup, ProI. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta dan Menteri Pendidikan Nasional, ProI. Dr. Ir.
Mohammad. Nuh, DEA pada bulan Februari 2010.
Tujuan utama dari kesepakatan ini adalah agar Pendidikan Lingkungan Hidup dapat
terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan perubahan
perilaku peserta didik menjadi ramah lingkungan, hal inilah yang disampaikan Menteri Negara
Lingkungan Hidup, ProI. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta.
Melalui kesepakatan ini diharapkan pengembangan pendidikan lingkungan hidup di
Indonesia dapat lebih eIektiI dilaksanakan. Selain itu pelaksanaan berbagai program pendidikan
lingkungan hidup seperti Program Adiwiyata yang telah berjalan sejak tahun 2006 dan saat ini
sudah mencapai skala nasional dalam upaya mewujudkan sekolah peduli dan berbudaya
lingkungan. Lebih dari itu kesepakatan ini diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan dalam
pengembangan pendidikan lingkungan di daerah.
Ternyata, apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Pendidikan
Lingkungan Hidup yang diharapkan dapat membangkitkan kesadaran terhadap lingkungan hidup
justru menjadi beban baru bagi siswa.
Di DKI Jakarta sudah sejak lama PLBJ (Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta) bagi
tingkat SD dan PLKJ (Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta) bagi tingkat SMP
berlangsung. Mata pelajaran tersebut masuk ke dalam muatan lokal (Mulok).
Sebenarnya, tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam
proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan
Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam
setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat jauh mengikutinya.
Pendidikan Lingkungan Hidup (termasuk PLBJ dan PLKJ) saat ini, bisa jadi mengulang
pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik,
membunuh kreatiIitas. Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir
pada Irustasi berkelanjutan. Selain itu siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar
nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.















SUMMARY

DKI Jakarta crossed by thirteen rivers spread over Iive major urban areas are potential ground
water to support human liIe. With population growth in Jakarta's rapid and lack oI awareness oI
their communities in preserving the river, there is a change in condition and quality oI river
water. Government in this eIIort in every way to minimize the pollution oI rivers in Jakarta. One
oI them with Environmental Education.
Law No.32 year 2009 article 65 paragraph 2 says that one oI the rights oI the people is to get
environmental education. This is the Ioundation oI the signing oI the Memorandum oI
Understanding (MOU) between the Ministry oI Environment with the Ministry oI National
Education conducted directly by the Ministry oI Environment, ProI.. Dr. Ir. Mohammad Gusti
Hatta and Minister oI National Education, ProI.. Dr. Ir. Mohammad. Noah, the DEA in February
2010.
The main purpose oI this agreement is Ior Environmental Education can be integrated into
national education curriculum, so as to achieve behavior change learners become
environmentally Iriendly, this is what was conveyed by Minister oI Environment,
ProI.. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta.
Through this agreement are expected to develop environmental education in Indonesia can be
more eIIectively implemented. In addition, the implementation oI various environmental
education programs such as Adiwiyata program that has been running since 2006 and today has
reached a national scale in an eIIort to make schools caring and civilized environment. More than
that the deal is expected to be a basic policy in the development oI environmental education in
the region.
Apparently, what is expected does not match the reality on the ground. Environmental Education
is expected to raise awareness on the environment became a new burden Ior students.
In DKI Jakarta has longbeen PLBJ (Environment Education CultureJakarta) Ior primary and PL
KJ (Environmental Education LiIe Jakarta) Ior junior high school level progress. These
subjects into the local content (Mulok).
Actually there's nothing wrong with local content. UnIortunately in the processes that perIormed
very abandon the principles oI environmental education itselI. Shades oI tangible results (books,
modules, curricula), are Ielt in every manuIacturing activity. Supporting devices are still very
much Iollow.
Environmental Education today, could be a repeat oI the incident several years ago, when PKLH
was launched. Static, monolithic, kills creativity. Prerequisites are not suIIicient and then Iorced,
ended in Irustration sustainable. In addition, students will again be in a static space, chasing
a Ialse value, and obtain a new assignment.

También podría gustarte