Está en la página 1de 15

Senin, 02 Mei 2005 Globalisasi Ekonomi dan Nasib Buruh

WACANA

Oleh: A. Setyawan

TANGGAL 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh oleh ILO sebuah lembaga tenaga kerja internasional. Meskipun diperingati setiap tahun nasib buruh tidak kunjung berubah, yaitu senantiasa terpinggirkan. Dalam konteks perekonomian global, buruh terutama di negara berkembang nasibnya semakin tidak jelas. Keberadaan mereka apabila dilindungi regulasi dituduh sebagai penyebab menurunnya daya tarik investasi sebuah negara. Sebagai contoh adalah kasus di Indonesia. Urgensi pemulihan ekonomi menyebabkan pemerintah Indonesia berorientasi pada pemulihan investasi. Namun demikian penurunan investasi (terutama asing) di Indonesia terus berlangsung. Data dari Asian Development Bank menunjukkan, pada tahun 2002 penurunan angka realisasi investasi sebesar 2.251 juta dolar AS. Ini dapat diartikan investor justru melakukan relokasi ke luar dari Indonesia. Beberapa pengamat mengemukakan ada tiga sebab utama penurunan realisasi investasi di Indonesia, yaitu pertama, masalah penegakan hukum dan perundang-undangan. Hal ini mengakibatkan tidak ada kepastian hukum yang bisa menjamin kepentingan investor. Kedua, masalah korupsi. Riset yang dilakukan PERC dan Transparency International menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara paling korup baik di kawasan Asia maupun dunia. Korupsi di Indonesia menyebabkan munculnya masalah ekonomi biaya tinggi yang juga membebani investor. Ketiga, pasar tenaga kerja yang tidak fleksibel. Pasar tenaga kerja yang tidak fleksibel disebabkan oleh terlalu besarnya intervensi pemerintah dalam pasar tenaga kerja, terutama dalam penentuan upah minimum. Penyebab ketiga inilah yang menjadi dasar analisis dalam artikel ini, karena hal ini terkait dengan masalah perburuhan atau ketenagakerjaan. Rumit Maraknya demonstrasi buruh di Indonesia saat ini juga menunjukkan kerumitan masalah perburuhan di Indonesia. Demo buruh dalam memperjuangkan nasibnya terjadi mulai di perusahaan swasta sampai dengan BUMN. Contoh yang paling fenomenal adalah demonstrasi yang dilakukan para pekerja PT Dirgantara Indonesia (DI) yang sampai sekarang masih belum terselesaikan. Selain itu, demo yang dilakukan Sekar (Serikat Karyawan) PT Telkom yang menolak adanya merger dengan sebuah perusahaan asing, dengan alasan perusahaan mitra belum tentu menjamin nasib mereka, akhirnya berhasil menggagalkan proses merger tersebut. Artikel ini akan melihat fenomena globalisasi ekonomi dan meningkatnya posisi tawarmenawar buruh serta kaitannya dengan pemulihan ekonomi nasional. Globalisasi ekonomi dimaknai sebagai kebebasan arus modal masuk-keluar sebuah negara, baik dalam bentuk

investasi langsung maupun investasi portofolio. Hal ini menyebabkan seorang investor mempunyai kebebasan untuk menanamkan modalnya di mana pun di dunia ini selama hal itu menguntungkan bagi dirinya. Pemerintah di negara berkembang oleh para investor ditekan agar mereka mempermudah regulasi perdagangan internasional demi kepentingan mereka. Jayasuriya (1998) menganalisa fenomena ini dengan sebuah tesis tentang pemerintahan negara yang dikendalikan oleh pasar. Analisanya yang mengambil contoh krisis ekonomi Asia pada tahun 1998 menyatakan bahwa kehancuran fundamental ekonomi di kawasan ini adalah pada saat kekuasaan negara beralih pada kekuasaan pasar global. Semua kebijakan pemerintah ditentukan oleh mekanisme pasar, bahkan pemilihan figur pejabat juga dipilih mereka yang "disenangi" oleh pasar. Kebebasan aliran modal ini mempunyai dampak ekonomi serius terutama jika dikaitkan dengan kepentingan buruh. Relokasi beberapa perusahaan swasta asing seperti Sony dan Gillette di Indonesia adalah karena masalah buruh. Buruh di Indonesia saat ini dianggap tidak menyebabkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Buruh Indonesia sudah mempunyai posisi tawar - menawar yang lebih kuat karena kebangkitan demokrasi. Mereka bisa melakukan penolakan terhadap kebijakan perusahaan, baik tentang penentuan tingkat upah ataupun hal lainnya. Mekanisme penolakan yang ditempuh adalah demonstrasi. Demonstrasi yang berujung pemogokan tentu mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Ironisnya pemerintah yang berfungsi sebagai penengah tidak mampu berbuat apa-apa bahkan kadangkala justru memperburuk situasi, dengan kebijakan ketenagakerjaan yang tidak jelas. Peningkatan daya - tawar menawar buruh Indonesia ini sayangnya tidak diimbangi dengan peningkatan etos kerja mereka dalam perusahaan. Pekerja Indonesia seringkali dikritik tidak terampil dan mempunyai etos kerja rendah. Kita bisa melihat betapa buruh Indonesia terkadang terlalu reaktif dalam melihat sebuah permasalahan, mereka terburu-buru untuk menyelesaikan masalah dengan demonstrasi. Hal ini mengakibatkan investor memilih untuk hengkang dari Indonesia. Modal Vs Tenaga Kerja Ide dasar globalisasi ekonomi yang sebenarnya adalah menciptakan pasar persaingan sempurna dalam pasar faktor produksi. Namun, negara industri maju (AS dan Eropa) hanya melakukan globalisasi ekonomi dalam pasar faktor produksi modal, sementara mereka tidak mau melaksanakan perdagangan bebas dalam faktor produksi tenaga kerja. Penulis teringat pernyataan mantan PM Mahathir Mohammad dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi swasta Indonesia beberapa tahun lalu. Waktu itu Dr. M yang masih menjabat perdana menteri menyatakan apabila negara maju memaksakan kehendak pada negara berkembang agar mereka bersedia menerima perdagangan bebas berupa kebebasan aliran modal, maka mereka seharusnya bersedia menerima juga kesepakatan kebebasan aliran tenaga kerja. Artinya apabila pemerintah negara berkembang harus menerima aliran modal (berupa investasi) dari negara maju, baik masuk maupun keluar, maka pemerintah negara maju

seharusnya mau menerima aliran tenaga kerja dari negara berkembang untuk masuk pasar kerja di negara maju. Namun, sampai saat ini definisi operasional globalisasi ekonomi masih dikuasai oleh negara maju dengan makna kebebasan aliran modal. Nasib buruh di negara berkembang termasuk Indonesia masih jauh dari harapan. Kondisi ekonomi yang rentan terhadap krisis ekonomi menyebabkan kepentingan buruh menjadi kebijakan nomor sekian dari pemerintah negara berkembang. Hal ini bisa kita lihat dari kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatur TKI yang tersebar di beberapa negara tetangga seperti Arab Saudi, Kuwait, Taiwan, Malaysia, Hong Kong dan Singapura. Para pahlawan devisa itu hanya menjadi sasaran pemerasan dan tidak mendapatkan perlindungan yang layak dari pemerintah. Hari Buruh masih menyisakan kesuraman bagi para pekerja di negara berkembang. (18) http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/02/opi04.htm

Mengatasi Biaya Kuliah Bagi Ekonomi Tak Mampu


Oleh irvan 24 Agustus 2009 kita merasakan ketidakadilan, ketidak mampuan, ketidakpantasan, dan banyak lagi hal-hal lain. Atau dengan singkat kata kita merasa ditempatkan pada kondisi dan situasi yang kita sendiri tidak menginginkannya, namun karena suatu hal kita sudah berada di dalamnya. Namun perlu kita ketahui, bila diambil sisi positifnya, hal ini akan membuat kita semakin tangguh, tahan uji dan semakin kuat untuk mandiri. Saat ini banyak siswa SMA yang lulus dan akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Kampus Biru menjadi tujuan utama namun kursi yang tersedia di perguruan tinggi negeri sangat terbatas. Bagi yang mempunyai tingkat ekonomi lebih atau cukup pasti segala sesuatunya tidak masalah. Nah ini nih, bagaimana bagi orang yang serba setengah ke bawah, dimana segalanya serba setengah setengah, kemampuan ekonomi setengah, kemampuan ilmu setengah , kadang minat juga setengah. Dan yang memiliki minat setengah sering kalah sebelum berperang atau mundur sebelum lihat musuh. Gawat nih teman teman, mudah mudahan nggak ada diantara kita yang memiliki sifat seperti ini ya?. Tetap SEMANGAT dan ANTUSIAS. Dari masalah di atas, yang paling sering kita alami dan bikin putus asa adalah MASALAH KEUANGAN, dimana orang tua akan menjadi urung untuk maju mendaftarkan anaknya ke perguruan tinggi, bahkan kadang kita minder dan langsung mengalah alias mundur walaupun si anak mempunyai kemampuan dalam arti kepandaian yang cukup alias pinter atau dalam bahasa kerennya IQ tinggi. Kadang si anak langsung mencari kerja dengan gaji Cukup UMR, yang artinya Cukup untuk Usaha Memiskinkan Rakyat, hihihi (becanda lho) agar bisa bantu orang tua atau kerennya meringankan beban orang tua. Kesimpulan di atas bukanlah suatu solusi yang tepat. Nah, disini nih saya pengen sekali berbagi pengalaman dengan adik adik sekalian. Pengalaman itu sangat berharga sekali, apalagi kalau dibagi banyak pahalanya lagi. Kita kembali ke pokok masalah, konon dulu waktu saya kuliah . hehehehehe, ini bukan dongeng lho, tapi reality live, tentang masa-masa sulit saat kuliah dulu. Saya banyak bergaul dengan teman yang mengalami masalah keuangan, hingga ingin mengambil kesimpulan untuk berhenti kuliah, baik karena orang tua di desa nggak mampu, atau karena udah yatim dan bahkan yatim piatu. Nah ini nih pokok masalahnya, keinginan yang tidak ditindak lanjuti dengan usaha pasti menyerah, yang terpenting kan harus kuat Iman dan kemauan, ya nggak?. Saya memang tidak mengatasi masalah mereka, tapi saya beri solusi agar mereka dapat melanjutkan sekolah mereka, seperti yang saya lakukan bersama adik adik dan saudara saya satu kontrakan, ini benaran lho!. Solusi yang saya berikan adalah bila punya kemauan, punya cita cita, punya semangat, mau kerja keras dan yang terpenting punya harga diri, tapi yang jelas jangan tinggi ya?, kenapa saya katakan jangan tinggi, adalah agar kamu tidak mengatakan nggak level, malu, aduh nggak sempat, kalau tanggapan yang terlontar seperti ini maka segalanya akan gagal. Tapi kalau semua tanggapan negatif itu kita buang jauh-jauh dari pikiran kita, niscaya cita-citamu dapat dicapai dengan SELAMAT dan SUKSES.

Apa solusi yang akan kita tempuh bila kita tidak punya kemampuan ekonomi, tapi kita punya kemampuan untuk menggapai cita cita yang lebih tinggi?, sebenarnya sangat simpel, yang pertama cari perguruan yang kamu anggap mampu untuk membayar uang pertama alias uang masuk, atau bila perlu usahakan menyicil agar terasa ringan saat usaha masuk di SPMB gagal. Setelah masuk perguruan tinggi, bagi kalian yang kembang kempis mengatasi biaya kuliah, masih banyak kokjalan yang bisa ditempuh, semisal melakukan usaha yang tidak mempunyai keterikatan waktu, atau usaha dengan waktu yang dapat menyesuaikan dengan waktu kuliah, contohnya memberi les privat, jualan bahkan usaha K5, bagi yang tak gengsi bisa juga ngojek , yang penting usaha halal. Memberikan les privat di tahap awal memang agak sulit, tapi lama kelamaan akan menjadi asyik, dan rejekinya juga seperti nimbun, dimana semakin panjang waktu yang kita tempuh semakin banyak yang kita kerjakan, semakin banyakpula hasil yang kita dapat. Jadi yang jelas butuh kesabaran. Hasil yang didapat saya yakin pasti cukup untuk menutupi biaya kuliah, tinggal cara kita untuk mengatur manajemen keuangan kita, agar nggak mengalami kegagalan, oke?! SUKSES PASTI!. Yang kedua yaitu mencoba berjualan, hm.. kamu pasti berpikir butuh modal besar, nggak perlu dulu sampai tahap kesana, tahap awal adalah tahap pembelajaran, jika memang kamu tidak punya modal, bisa mulai kecil-kecilan dengan jual jagung bakar atau pisang penyet atau gorengan atau apapun namanya yang penting modal awal dapat terpenuhi. Jangan berpikir mencari omzet, yang penting biaya kuliah dan hidup sehari hari tercukupi. Baru deh, setelah usahamu mapan selanjutnya bisa berpikir tentang omzet, Oke?!. Perlu diingat, yang penting jangan gengsi, dan tetep punya keinginan dan harga diri sepantasnya, yang penting usaha halal 100%. Dan sekali lagi mengingatkan, manajemen keuanganmu harus benar benar di jaga, agar semua dapat berjalan dengan baik. Nah bagi kamu yang kurang mampu untuk hal diatas, kamu bisa bisa mencoba usaha yang lebih simpel asal kesampingkan dulu rasa malu dan gengsimu, kamu bisa ngojek, narik becak dengan cara sewa alat atau kerja part timer di warung, restoran, atau kerjaan lain yang tidak bersinggungan dengan waktu kuliah. Sekali lagi yang penting halal, oke..?! Saya yakin bagi adik adik yang mengalami kesulitan ekonomi untuk membiayai kuliah PASTI BISA kuliah bila adik adik punya kemauan untuk SUKSES . Hal ini sudah saya pernah saya jalani bersama rekan rekan saya, hingga semua tamat S1 perguruan tinggi negeri maupun swasta. Yang penting jangan sekali kali ninggalin bangku kuliah karena malas, atau bosan. Oiya, untuk fasilitas kuliah misalnya komputer dan lainnya apabila kamu pintar bergaul, tidak sok, selalu berbuat baik untuk semua hal dan yang penting selalu berbesar hati, teman teman kamu pasti siap membantu untuk alat alat tersebut, kamu hanya cukup menjaga tanggung jawab dan kepercayaan mereka terhadapmu. Nah gimana adik adik yang merasa tak mampu, siapkah kamu untuk berjuang?. Hal diatas adalah pengalaman saya dulu saat berada dibangku kuliah. Saya, adik adik dan teman teman saya dulu pernah mengalami menjadi tukang becak, kernet bus, loper koran, jual jagung bakar, jual pisang penyet, jual makanan untuk sarapan pagi, jual es, jadi tukang foto copy. Alhamdulillah, semuanya pada akhirnya sukses. Alhamdulillah, berkat kerja keras membiayai sendiri kuliah sendiri, akhirnya bisa lulus dan bekerja layak, baik di instansi pemerintah, swasta, bank maupun BUMN. Oke, TETAP SEMANGAT TEMAN!

Sekian dulu cerita pengalaman saya, semoga semangat kamu terbangun kembali. Ingat, berakit rakit ke hulu, berenang renang ke tepian, bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian. Akhir kata tetap semangat dan tetap berjuang, pantang mundur apalagi menyerah, SUKSES buat kita semua. PASTI BERHASIL KAWAN, TETAP SEMANGAT dan ANTUSIAS. Sampai jumpa!

Politik Ekonomi Negarayang Parsial


Ditulis Oleh Irfan Bimantara 08-06-2011, Menguak kembali bangunan komitmen kesejahteraan rakyat oleh Pemerintah yang kembali ditegaskan melalui rencana jangka panjang M P3I 2011-2025. Dari ke 17 program pembangun dan 6 koridor, sebagai bukti dan kesungguhan pembangunan ekonomi bangsa. Di situlah letak pencederaan komitmen terhadap kesejahteraan rakyat yang sesungguhnya. mega proyek yang seolah begitu bombastis dan menggebrak di atas kertas ini, masih banyak memerlukan uji komitmen di lapangan. Di tengah gencarnya elit politik yang sekaligus pelaku ekonom terbelit kasus korupsi, dan gratifikasi, SBY bersama Hatta rajasa justru mencanangkan proyek yang akan membuka lagi peluang bagi para elit politik dan teknokrat untuk melirik ladang baru ini. Perlu kita kembali menyegarkan ingatan, bagaimana banyak program infrastruktur yang menjerat banyak elit politik di legislatif ke dalam jeruji, lihat saja setidaknya ada 42 anggota DPR-RI tersangkut dan terpidana kasus korupsi mulai dari urusan jabatan sampai proyek infrastruktur. Itu merupakan bukti masih lemahnya proses pengawasan dalam pelaksanaan program pemerintahan. selain itu, masalah utamanya adalah fakta mahalnya cost politik yang begitu besar membelit para elit politik. sehingga membuka kegenitan para elit politik masuk ke dalam ranah-ranah basah dolar dan rupiah. Hal ini tidak bisa dipungkiri jikalau proses pembangunan infratruktur masih harus mendapatkan polesan dan bisikan dari elit partai politik di legislatif. Demokrasi ekonomi yang stabil dan mapan yang selama ini kita impikan, menjadi semakin buram dan tabu tatkala politik transaksional ini tetap berlangsung. Sebut saja 6 koridor di zona ekonomi yang dijelaskan Menko Perekonomian, mega proyek tersebut hampir sebagian besar meniru bangunan ekonomi Malaysia dan India. Celakanya, good governance kita masih begitu suram dibandingkan kedua negara ini. kemapanan pemerintahan yang bersih, pelayanan publik yang merata dan birokrasi yang tidak berbelit saja masih menjadi harapan dan impian. apabila berkaca dari Negara Cina, betapa jauh dari pra kondisi komitmen besar negara kita yang kita dambakan bersih dari KKN. Negara Cina yang begitu fokus terhadap bangunan home industri disamping proyek raksasa di negara milyaran penduduk ini. Lalu bagaimana dan dimana program UMKM kita? begitu disayangkan. Komitmen investor luar yang akan menanamkan modalnya justru harus menghadapi realitas gencarnya kasus korupsi para elit politik yang sekaligus merangkap teknokrat kelas kakap. Bersama teknokrat, sejarah sejarah politik negara kita pernah ambruk dan tercerai berai yang diakhiri pelarian ke luar negeri, dan sekarangpun masih sama. Buramnya pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang gencar, dibarengi korupsi dan harapan miris pemberantasannya di tengah KPK yang sedang demam panjang, sepertinya praktis niscaya akan terbukti. keyakinan akan komitmen investor asing untuk manamkan

modalnya di indonesai pun, sepertinya akan menjadi pekerjaan rumah yang panjang dan nyata. Di titik nadhir inilah ambiguitas keseriusan pemerintahan SBY di letakkan di meja perjudian. Saat komitmen ini di sampaikan ke publik, dalam waktu itu pulalah Partai Demokrat mendapatkan ujian komitmen petaka Nazzarudin. Tokoh politik yang muda warisan reformasi merangkap beberapa icon, elit politik, pengusaha, dan legislator. Lalu bagaimana pula kita bersama lupakan tentang kasus bank century yang membawa-bawa Aburizal bakrie sebagai nahkoda partai beringin ini. Bagaimana pula dengan elit PDI-P yang hari ini tiarap dengan kasus deputi BI nya. Ketiga partai besar ini adalah fakta bahwa komando arah kapal perpolitikan dan ekonomi indonesia di arahkan. Lalu kemana check and balance?. Beraharap dari KPK yang sedang demam panjang?..,ataukah beraharap dari agamawan yang sibuk dengan aliran kepercayaan dan teroris?.., Tampaknya soko guru negara kita yang di idamkan oleh Soekarno Cuma akan menjadi sekedar semboyan semata. Berdikari Ekonomi dan Politik. Harapan akan tetap menjadi impian di setiap harinya. Sampai adanya sebuah bukti nyata bersihnya pemerintahan, di ikuti rencana besar bangunan ekonomi nasional dan independensi pengawasannya. http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=1424

Selasa, 30 Januari 2007 PPP dan Pembumian Ekonomi Kerakyatan

NASIONAL

Pemuatan artikel berjudul "PPP dan Pembumian Ekonomi Kerakyatan" di halaman 6, Senin 29 Januari 2006, tidak lengkap, maka artikel tersebut kami muat kembali secara utuh. (Red) KITA tentu masih mencatat, bagaimana tunduk dan takutnya pemerintah Indonesia kepada Dana Moneter Internasional (IMF) saat krisis ekonomi melanda negeri ini. Bahkan secara anekdotis Revrisond Baswir menilai keberadaan IMF bagi Indonesia layaknya keberadaan Tuhan saja. Ke mana saja selalu teringat, dalam keadaan bagaimana saja selalu menyebut. Hal ini terjadi karena ke mana pun memandang, pengelolaan perekonomian Indonesia akan bertemu dengan wajah IMF. Ungkapan ketakutan itu pernah dilontarkan oleh Boediono saat menjabat Menkeu menanggapi banyaknya usulan agar pemerintah meminta pemotongan utang. Ketika itu Boediono mengatakan, "Hati kecil saya sebenarnya sangat mendukung keinginan untuk meminta pemotongan utang itu. Tetapi sebagai pejabat pemerintah saya tidak mungkin melakukannya. Sebab bagi saya berbicara mengenai pemotongan utang, saat itu juga saya akan ditendang oleh IMF" (Baswir, 2003). Menarik pula disimak penuturan Baswir saat Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ahyar Ilyas diminta agar BI menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. "BI sebenarnya ingin sekali dapat menurunkan suku bunga SBI secepatnya, tetapi hal itu selalu dicegah oleh IMF. Suku bunga SBI yang saat ini berada pada kisaran 17 persen itu pun dipandang IMF masih terlalu rendah". Gambaran di atas hanya sedikit dari sekian banyak ketakutan, ketidakbebasan bangsa ini untuk menuntaskan kebijakan. Para pengambil kebijakan nampaknya lebih rela membiarkan anak bangsa menderita daripada melawan kehendak IMF. Menurut Baswir, menyimak ketentuan paket kebijakan pemulihan ekonomi terdapat indikasi ketergantungan sangat tinggi Indonesia kepada IMF. Aneh tetapi nyata, pengambilan keputusan pelaksanaan kebijakan meminta persetujuan kepada "parlemen IMF", bukan kepada parlemen yang dipilih oleh rakyat. Bahkan pengawasan pelaksanaan paket kebijakan tersebut. Dengan realitas tersebut nampak sekali bangsa yang merdeka ini telah melakukan "penghambaan" berlebihan kepada IMF dan tidak punya lagi kelapangan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan kehendak yang tertuang dalam UUD 1945 dan tunduk pada sistem ekonomi yang dipaksakan. Kalau secara anekdotis IMF seakan-akan ''dituhankan'', IMF ternyata Tuhan yang selalu memaksakan kehendak, memaksakan pembayaran utang, peningkatan suku bunga, penyelenggaraan perdagangan bebas, pelaksanaan privatisasi, peningkatan rasio pajak dan penghapusan subsidi. Jadi jelas IMF bukan Tuhan pemaaf, bukan pula Tuhan penyayang,

tetapi justru penghantar malapetaka baru yang semakin menderitakan bangsa. Komitmen PPP Melihat kenyataan tersebut, PPP - yang telah meneguhkan jati dirinya sebagai kekuatan sosial politik dengan komiitmen keislaman dan keindonesiaan, juga memilih pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi kerakyatan sebagai salah satu program - mestinya mencari solusi dan merumuskan model pembangunan ekonomi negeri ini. Sejalan dengan komitmen keislamannya, PPP tentu akan selalu merujuk kepada garis Allah dalam Alquran. Bukankah banyak sekali firman Allah yang memberikan bimbingan dan peringatan kepada kaum muslimin terkait dengan pembangunan bidang ekonomi? Salah satunya adalah peringatan Allah bahwa manusia akan menjumpai kehidupan yang susah (krisis ekonomi) apabila berpaling dari nilai-nilai yang sudah digariskan sebagaimana tersebut dalam surat Thaaha: 124. Kalau peringatan untuk membangun ekonomi bangsa digariskan Allah melalui firman-Nya, maka untuk mengukur apakah bangsa ini sudah berpaling dari prinsip-prinsip nilai yang digariskan Allah pun harus diambil dari firman-Nya pula, untuk mengetahui apakah pembangunan ekonomi pada masa lalu telah keluar dari nilai-nilai Allah sehingga mengalami kehidupan yang sempit dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan indikator surat Dhuhaa. Allah telah berjanji kepada Muhammad (baca: umat Islam) tidak akan meninggalkan dan membenci (siapa pun), masa depan ditanggung akan menjadi lebih baik bahkan Allah akan memberi karunia (kepada siapa pun) agar hati menjadi puas. Ketika Allah mendapatkan Muhammad (juga kaum muslimin) kebingungan lalu memberi petunjuk, "Bukankah ketika Muhammad (dan juga umat Islam) mendapatkan kekurangan lalu Allah memberi kecukupan?" Janji Allah tersebut akan terwujud dan menjadi kenyataan kalau wewaler (peringatan) yang digariskan oleh Allah dilaksanakan sesuai petunjuk-Nya. Di antaranya terdapat pada tiga ayat terakhir surat Adh Dhuha, yakni: Tidak berlaku se wenang-wenang terhadap anak yatim; tidak menghardik orang yang meminta-minta (peminta-minta); nikmat Allah agar disebarkan. Yatim pada ayat itu mestinya harus dipahami sebagai simbol, bukan "hanya" secara maknawi sebagai anak yang tidak lagi memiliki ayah atau ibu. Yatim adalah simbol dari mereka yang memerlukan perhatian, bimbingan dan seterusnya. Sedang al saail atau peminta-minta juga simbol dari mereka yang mengalami kekurangan atau fakir dan miskin. Ayat terakhir yang terdapat pada surat Dhuhaa ini dalam Alquran dan Terjemahnya yang dikeluarkan oleh Departemen Agama diartikan dengan nikmat Allah agar disebarkan. Maksudnya, nikmat Allah yang diberikan kepada bangsa ini dalam wujud sumber daya alam yang melimpah harus sebesar-besarnya dipergunakan untuk kemanfaatan orang banyak, bukan hanya untuk sekelompok kecil orang, apalagi orang seorang. Nilai-nilai ini nampaknya juga yang telah diadopsi oleh founding fathers negeri ini, kemudian dituangkan ke dalam UUD 1945 yang seolah-olah menjadi sumpah dan komitmen arah pembangunan bangsa Indonesia. Diantaranya fakir miskin dan anak-anak telantar menjadi tanggungan negara. Sementara kekayaan sumber daya alam, bumi laut dan segala yang ada didalamnya

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bagaimana pembangunan ekonomi, khususnya yang telah dilakukan dan kepada siapa diperuntukkan? Bagaimana dengan "para yatim" di negeri ini? Bagaimana dengan kelompok "al saail"? Bagaimana pula dengan nikmat Allah yang telah dianugerahkan untuk negeri ini? Realitas yang ada menunjukkan, "para yatim" yang seharusnya dilindungi tidak sedikit yang justru dikorbankan demi nama baik seseorang atau sekelompok orang. Bagaimana dengan rakyat kecil yang rumah, pasar tempat mereka berjualan harus digusur demi memberikan fasilitas kepada sekelompok orang ? Bagaimana al saail dan para fakir miskin di negeri ini diperlakukan? Nampaknya yang terjadi bukan hanya pelanggaran terhadap peringatan Allah dalam surat Dhuhaa saja, tetapi bangsa ini juga telah melanggar komitmen dan sumpahnya sendiri dengan mengabaikan pasal-pasal UUD 1945. Yatim dan al saail luput dari perhatian (baca: pembangunan). Mereka bukan diposisikan sebagai substansi pembangunan tetapi residu. Meraka bukan yang utama dan pelaku pembangunan, tetapi diposisikan sebagai penerima dampak. Kue pembangunan yang selalu diperbesar tidak juga mereka terima tetesan dan rembesannya. Ironisnya lagi tidak sedikit anak negeri ini yang tega meraup sumbangan, fasilitas dan keuntungan dengan mengatasnamakan yatim dan al saail. Bagaimana pula dengan nikmat yang sudah diberikan Allah untuk bangsa ini? Rakyat tampaknya lebih banyak menjadi penonton, dan belum sepenuhnya menjadi penikmat. Bahkan pada saat tertentu tidak jarang menjadi korban salah manajemen atas nikmat Allah yang dilakukan oleh sekelompok mereka yang diberi tanggung jawab mengelolanya. Freeport sebagai contoh kasus, Lapindo Brantas dengan semburan lumpur panas sebenarnya menjadi indikator lain dari kelengahan dalam memanfaatkan nikmat Allah. Tentu masih banyak contoh lain yang bisa menjadi "guru" bagi perjalanan bangsa ini ke depan. Bagaimana Peran PPP? Peran macam apa yang bisa dimainkan oleh PPP? Sebagai kekuatan sosial politik yang memiliki komitmen keislaman dan keindonesiaan dan bertekad untuk menjadikan ekonomi kerakyatan sebagai salah satu alternatif pembangunan ekonomi di negeri ini, dapat menyumbangkan sesuatu yang bermakna. Ekonomi kerakyatan (yang telah dipilih sebagai salah satu program partai) pada dasarnya adalah nama lain dari demokrasi ekonomi seperti dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945. Komitmen utama demokrasi ekonomi adalah peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Empowerment dengan segala bentuk dan aspeknya menjadi kata kunci. Ketika masyarakat memiliki power dalam segala aspeknya, mereka akan menjadi tegar menghadapi dan menjalani perubahan yang terjadi. Sejumlah tantangan akan menghadang ketika sistem ekonomi kerakyatan ini dikembangkan oleh PPP. Pertama, pada saat sistem ekonomi kapitalistik telah berjalan mapan yang identik dengan eksploitasi dan hubungan kerja taoke - kuli, ekonomi kerakyatan akan ditanggapi dengan skeptis. Dianggap hanya sebagai jargon serta kelakar politik yang ingin menghidupkan kembali sistem ekonomi sosialis dan berbagai cibiran lain. Kedua, kekuatan kapitalis internasional tetap berusaha tetap diperhitungkan sebagai kekuatan. Apalagi ketika sekelompok orang telah mendapatkan "manfaat" dan telah terbiasa dengan kemapanan

sistem ekonomi tersebut. Ketiga, kelompok praktis pragmatis akan menjadi penghadang lain yang mungkin akan dengan enteng menyarakan agar mengalir saja dengan sistem yang sudah berjalan daripada harus mengganti sistem baru yang belum pasti hasilnya, lebih baik berkiblat kepada sistem ekonomi kapitalis dengan segala atribut yang melekat padanya seperti ekonomi pasar bebas dan lain-lain. Keempat, bertahannya sistem ekonomi kapitalistik dengan pasar bebasnya serta atribut lain yang melekat padanya berarti melegalisasi eksploitasi dengan segala bentuknya, melegalisasi bagi yang kuat untuk memangsa yang lemah, menggusur daulat rakyat, bukan membangun Indonesia tetapi melakukan pembangunan di Indonesia, bukan menggusur kemiskinan tetapi menggusur orang miskin. Kelima, ketika demokrasi ekonomi dipilih sebagai sistem dan mekanisme ekonomi didalamnya terkandung moralitas ekonomi yang berbasis pada kedaulatan rakyat. Kepentingan rakyat lebih utama daripada kepentingan orang per orang dan hubungan ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan bukan atas dasar kepentingan individu. Keenam, menjadikan nilai-nilai syariat Islam sebagai dasar perumusan sistem ekonomi bagi bangsa ini untuk dijadikan sebagai pedoman bemuamalah di bidang ekonomi. Belajar dari peringatan Allah dalam surat Thaaha dan pengalaman krisis bangsa ini, nilainilai ekonomi kerakyatanlah yang tampaknya lebih mendekati ekonomi syariah yang berangkat dari nilai-nilai syariat Islam. Dalam konteks keislaman dan sebagai partai Islam, PPP seharusnya mampu merumuskan jabaran nilai-nilai tersebut ke dalam ekonomi kerakyatan yang aplikatif. Hal itu merupakan alternatif sistem ekonomi dan dasar muamalah dalam bidang ekonomi bagi bangsa ini. Salah satu di antara sekian banyak jalan yang bisa ditempuh pada tahapan awal dilakukan melalui Islamisasi sistem ekonomi kerakyatan. Pertanyaannya, bagaimana Muktamar VI PPP menjawab tantangan ini untuk membumikannya? - Drs H Imam Munadjat, SH, MS, staf pengajar Unissula Semarang, peserta Program S3 Ekonomi Islam Unair Surabaya, dan ketua Majelis Pakar DPW PPP Jateng http://www.suaramerdeka.com/harian/0701/30/nas18.htm

EMPAT KUNCI MASALAH EKONOMI INDONESIA DALAM PERCATURAN GLOBAL Ditulis Oleh RINALDY ARDANA HARAHAP-BIOKIMIA IPB 2009 23-03-2011, Dari banyaknya pekerjaan rumah yang tengah dihadapi, dikhawatirkan Indonesia tidak mampu berkecimpung dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015 nanti. Hal senada disampaikan oleh beberapa pihak, di antaranya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofyan Wanandi, terkait masalah infrastruktur serta perizinan investasi dalam menghadapi AEC. Forum ini sendiri merupakan julukan bagi ASEAN yang akan mengalami integrasi ekonomi dalam hal lalu lintas perdagangan, investasi, dan mobilitas warga layaknya satu negara. Bangsa ini bukan berarti lemah untuk bersaing dalam percaturan ekonomi global, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Indonesia yang secara geografis terletak strategis memiliki berbagai kekayaan sumber daya alam yang melimpah, baik sumber daya alam migas maupun nonmigas. Berada di peringkat pertama sebagai penghasil produk pertanian, yaitu cengkeh (cloves) & pala (nutmeg), serta peringkat kedua dalam karet alam (Natural Rubber) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) menjadi nilai lebih bagi Indonesia. Di sektor migas, ladang minyak (basins) sebanyak 60 lokasi dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ironisnya, bangsa ini terkesan tidak mampu memanfaatkan keunggulan yang dimilikinya, sehingga dikhawatirkan tidak mampu bersaing dalam forumforum ekonomi global, bahkan di kawasan regional sekalipun. Adapun upaya mencapainya harus dilakukan penyelesaian atas masalah yang menghadang. Beberapa di antaranya berupa penyediaan infrastruktur untuk memperlancar sistem logistik, penyediaan listrik, penyelesaian regulasi ketenagakerjaan serta peningkatan kualitas tenaga kerjanya, dan penciptaan iklim investasi yang kondusif. Penyediaan infrastruktur dapat dilakukan melalui pembenahan jaringan jalan, kereta api, laut, sungai, danau, udara, serta pembenahan jaringan informasi dan komunikasi yang handal. Melalui pembenahan ini, permasalahan logistik yang dapat mengganggu arus kelancaran barang dapat segera diselesaikan. Menurut Global Competitiveness Report 2009-2010, Indonesia berada di peringkat ke-96 di antara 133 negara berkembang dalam daya saing infrastruktur, jauh di bawah Thailand di peringkat ke- 41, Malaysia di peringkat ke-27 dan China di peringkat ke-66. Menurut data di Bappenas, anggaran yang direncanakan untuk pembenahan infrastruktur adalah 5% -6% dari PDB dan saat ini infrastruktur anggaran Indonesia sekitar 3,25% dari PDB. Rasio anggaran diperkirakan akan meningkat menjadi 5% pada tahun 2014. Penyediaan listrik untuk kalangan industri maupun UKM juga mutlak diperlukan untuk

mencapai hasil produksi yang efisien. Pihak PLN harus melakukan upaya-upaya maksimal dalam mensuplai listrik bagi kebutuhan industri dan UKM serta masyarakat secara umum. Upaya pemerintah dalam mengalokasikan investasi langsung ke PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp 7,5 triliun harus disambut baik oleh semua pihak. Pinjaman tersebut merupakan pinjaman berbunga murah yang harus digunakan PLN untuk membangun transmisi. Tindakan-tindakan di atas juga perlu diimbangi dengan proses pergeseran pengelolaan energi secara umum dari supply side management ke demand side management. Hal ini dapat ditempuh melalui pengembangan pembangkit listrik mulut tambang serta peningkatan pemanfaatan batu bara untuk pembangkit listrik. Indonesia memiliki kapasitas pembangkit listrik diperkirakan mencapai 21,4 gigawatt, dengan 87,0% berasal dari sumber termal (gas, minyak, dan batubara); 10,5% dari tenaga air; dan 2,5% dari panas bumi. Sebelum krisis keuangan Asia, Indonesia berencana untuk meningkatkan jumlah pembangkit listrik, yang didasarkan terutama membuka kekuatan pasar Indonesia untuk mencapai Independent Power Producer (IPP). Krisis ini menyebabkan kesulitan keuangan di Pembangkit Listrik Negara (PLN). PLN memiliki utang lebih dari $ 5 milyar. Beberapa hal lain yang mesti dibenahi adalah masalah peraturan ketenagakerjaan. Di samping itu, masalah mutu ketenagakerjaan mutlak diperlukan. Krisis ekonomi global yang berasal dari krisis keuangan di Amerika Serikat secara signifikan mempengaruhi sektor lapangan kerja di Indonesia. Sektor industri terkena dampak langsung dari krisis diantaranya bidang tekstil dan otomotif. Para pengusaha yang langsung terkena dampak krisis ekonomi telah mengurangi jumlah produksi, memberhentikan beberapa karyawan atau pemutusan hubungan kerja. Data pemerintah menunjukkan bahwa sampai pertengahan November 2008 tercatat 12.600 pekerja formal terancam di-PHK . Faktanya banyak perusahaan melakukan PHK tanpa resmi. Masalah ini bisa diselesaikan dengan peningkatan pengalaman kerja, peningkatan disiplin kerja, pengikutan pelatihan-pelatihan, peningkatan komunikasi kerja dan peningkatan pendidikan formal tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan kualitas tenaga kerja adalah melalui perbaikan kinerja, kebijakan dalam perencanaan SDM serta lingkungan kerja, perubahan kebijakan pemerintah, kemajuan dan perkembangan teknologi dan kondisi perekonomian yang berkembang. Pemerintah juga perlu melakukan upaya-upaya serius dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Jumlah investasi belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja baru secara signifikan untuk membantu mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi saat ini lebih didorong oleh sektor konsumsi dibandingkan dengan sektor investasi. Sebuah survei yang dilakukan oleh ADB menunjukkan masih ada rintangan yang menghambat masuknya investasi di negeri ini. Rintangan termasuk ketidakpastian politik, ekonomi, korupsi, serta pajak yang tinggi.

Sebagian besar perusahaan menghadapi berbagai kendala usaha dan berorientasi ekspor. Di sisi lain mereka diharapkan untuk melayani sebagai motor penggerak perekonomian. Banyak perusahaan besar yang menghadapi masalah pajak, tenaga kerja serta masalah hukum. Pungutan liar pun diperkirakan mencapai 4,7% dari nilai penjualan. Desentralisasi Kebijakan ternyata menyebabkan kerugian di sektor investasi sebagai akibat memburuknya sektor investasi. Pemerintah pusat telah meminta pemerintah daerah untuk mencabut peraturan yang bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat. Proses perizinan perusahaan memakan waktu lama, kurang lebih 115 hari dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Berbeda sekali dengan negara-negara Asean lainnya yang hanya membutuhkan waktu sekitar 60 hari saja. Bangsa yang besar ini tentu saja memiliki potensi yang berlimpah untuk dikembangkan dan ditingkatkan. Hanya perlu sedikit lagi usaha dari semua pihak agar bangsa ini dapat menjadi lebih baik. http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=1362

También podría gustarte