Está en la página 1de 32

PEMANFAATAN DAN UJI MUTU AMILOPEKTIN PATI UBI KAYU SEBAGAI PENGGANTI FUNGSI GELATIN DALAM PEMBUATAN CANGKANG

KAPSUL

Oleh Oktaviani Eka Cahya Wulandari 09.025

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Gelatin adalah suatu senyawa protein turunan kolagen yang bersifat amfoter dengan titik isoionik antara 5-9 tergantung pada bahan baku dan metode yang digunakan (Jannah, 2008). Penggunaan gelatin sangat luas karena gelatin bersifat serba guna, bisa digunakan sebagai bahan pengisi, bahan pengemulsi, pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, dan daya cernanya tinggi (Fauzi, 2007). Umumnya gelatin diproduksi dari bahan yang kaya akan kolagen baik tulang maupun kulit. Kulit dan tulang dapat diperoleh dari hewan seperti babi atau sapi. Akan tetapi, apabila gelatin dibuat dengan menggunakan kulit atau tulang sapi akan memerlukan proses lama dan butuh bahan kimia untuk penetral lebih banyak sehingga memerlukan biaya yang sangat mahal. Babi merupakan salah satu bahan baku yang sangat mudah dimanfaatkan untuk bahan baku gelatin. Mengingat babi mudah dibudidayakan pada kondisi yang fleksibel dan kandungan kolagen dalam babi sangat besar, maka banyak perusahaan atau masyarakat yang menggunakan babi sebagai bahan baku pembuatan gelatin (Anonim, 2009). Banyaknya pembuatan gelatin dari bahan baku babi membuat sebagian orang khususnya yang beragama Islam menjadi khawatir akan kehalalan dari produk tersebut. Selain itu Negara Indonesia sendiri tidak bisa memproduksi gelatin di dalam negeri, melainkan harus banyak mengimpor dari Negara tetangga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, jumlah impor gelatin mencapai 2.715.782 kg senilai 9.535.128 dolar AS (BPS, 2009). Mengingat banyaknya produsen luar negeri yang sering menggunakan bahan baku babi untuk memproduksi gelatin, maka kehalalan dari produk tersebut diragukan. Oleh karena itu diperlukan berbagai solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif yang sekarang marak dikembangkan adalah membuat gelatin dengan bahan baku tulang ikan. Pembuatan gelatin dari jenis ini sangat sulit dan susah untuk mencari bahan bakunya. Pada proses pembuatan kapsul obat, bahan baku yang harus ditambahkan sebagai bahan pelembut dan penghalus adalah gelatin. Selama ini yang paling banyak digunakan adalah gelatin yang kehalalanya masih diragukan ( Jannah, 2008). Gelatin dapat digantikan dengan menggunakan

amilopektin yang granulernya mengembang (Baily & Paul, 1998) ditinjau dari bentuk struktur, gelatin dan glukosa yang dipanaskan memiliki bentuk yang hampir sama sehingga glukosa yang dipanaskan memiliki sifat mirip dengan gelatin. Gelatin mempunyai bentuk ikatan dengan asam amino essensial yang kental sehingga dapat menciptakan kekenyalan yang sangat sempurna. Amilopektin bisa diperoleh dari pati ubi kayu. Pati telah lama digunakan orang baik sebagai bahan makanan maupun bahan tambahan dalam sediaan farmasi. Penggunaan pati dalam bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet, baik sebagai bahan pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat. Namun dalam pembuatan tablet cetak langsung, pati tidak dapat dipakai karena pati berupa serbuk halus dan dalam keadaan aslinya pati tidak mempunyai sifat alir dan daya kompresibilitas yang baik. Hal ini tidak lepas dari pengaruh komponen-komponen yang menyusun pati terutama pengaruh amilosa dan amilopektin. Kedua komponen ini dapat dikatakan homogen secara kimia tetapi masih heterogen dalam ukuran molekul, derajat percabangan, rantai, susunan dan keacakan rantai cabang (Winarno, 1986; Halim, 1990; Ikhsan, 1996). Ubi kayu merupakan salah satu hasil perkebunan yang menggandung pati sangat tinggi (Rama, 2008). Terobosan penggunaan ubi kayu sebagai bahan baku pengganti gelatin ini akan berdampak positif bagi kehidupan petani ubi kayu, yakni menambah penghasilan dan lapangan pekerjaan. Produksi ubi kayu di Indonesia sangat besar. Pada tahun 2005 produksi ubi kayu mencapai 19,5 juta ton dengan areal 1,24 ha (Rama, 2008). Mengingat jumlahnya yang sangat tidak terbatas maka potensi penggunaan bahan baku ubi kayu untuk dikembangkan sebagai bahan baku pengganti gelatin sangat tinggi. Ubi kayu segar memiliki kadar air (60,67%), berat jenis (1,15g/ml), kandungan kadar patin(35,93%), rendemen pati (18,94%), kadar air pati (8,17%), kadar amilosa (18,03%) dan amilopektin (81,97%) serta tingkat konversi pati menjadi glukosa secara enzimatis (64,92%). Amilopektin merupakan komponen pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan -(1,4) D-glukosa dan -(1,6) D-glukosa. Amilopektin tidak larut dalam air tetapi larut dalam butanol dan bersifat kohesif sehingga sifat alir dan daya kompresibilitasnya kurang baik. Karena itu amilopektin tidak dapat dipakai dalam formulasi tablet cetak langsung (Ikhsan, 1996; Schwartd and Zelinskie, 1978; Cowd, 1982). Alternatif lain untuk menghasilkan gelatin dapat diperoleh dengan bahan baku tulang ikan dan tulang sapi. Ditinjau dari segi ekonomis bahan baku sangat potensi karena tulang ikang dan tulang

sapi merupakan ampas yang mudah diperoleh. Akan tetapi pada proses pembuatan gelatin dari tulang ikan memerlukan biaya yang sangat besar karena hasil gelatin yang dihasilkan perlu dimurnikan. Pemurnian membutuhkan bahan pengencer kimia dalam jumlah banyak. Sedangkan, di dalam pati ubi kayu memiliki kandungan amilopektin yang tinggi yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pengganti gelatin yang halal pada pembuatan kapsul dengan proses yang tidak terlalu rumit dan hanya memerlukan biaya yang minimum. Untuk itulah penulis menganggkat judul Pemanfaatan dan Uji Mutu Amilopektin Pati Ubi Kayu sebagai pengganti Fungsi Gelatin dalam Pembuatan Cangkang Kapsul.

1.2 Rumusan masalah Apakah amilopektin pati ubi kayu dapat digunakan sebagai pengganti fungsi gelatin dalam pembuatan cangkang kapsul yang baik menurut uji mutu standar gelatin ?

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui potensi amilopektin ubi kayu sebagai pengganti fungsi gelatin dalam pembuatan cangkang kapsul dilihat dari uji mutu standar gelatin. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui proses pengolahan amilopektin pati ubi kayu sebagai bahan pengganti fungsi gelatin dalam pembuatan cangkang kapsul.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Peneliti Digunakan sebagai sebuah pengetahuan penting tentang proses pengolahan amilopektin sebagai bahan pengganti fungsi gelatin pada pembuatan cangkang kapsul. 1.4.2 Institusi

Digunakan sebagai metode pengembangan wawasan dalam bidang teknologi farmasi mengenai potensi dari amilopektin ubi kayu sebagai pengganti fungsi gelatin dalam pembuatan cangkang kapsul. 1.4.3 Masyarakat / Ahli farmasi Digunakan sebagai solusi yang ekonomis dan juga halal dalam pembuatan gelatin sebagai bahan dasar pembuatan kapsul.

1.5 Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian 1.5.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pembuatan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu dan kemudian dilakukan uji mutu menurut standar gelatin.

1.5.2

Keterbatasan penelitian

1.5.2.1 pengujian gelatin dari amilopektin pati ubi kayu hanya dilakukan uji organoleptis, uji proksimat, uji fisiko-kimia, dan analisis mikroba. Uji Organoleptis meliputi warna, bau dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama atau kurang dengan Pembanding yang digunakan adalah gelatin standard. Uji karakteristik proksimat meliputi uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar protein dan uji kadar asam amino.Uji karakteristik fisiko-kimia meliputi uji pH, viskositas dan kekuatan gel. Analisis mikroba meliputi perhitungan angka lempeng total mikroba, uji E.colli, uji Salmonella. 1.5.2.2 Dalam uji organoleptis hanya menggunakan 20 relawan yang berasal dari pihak institusi karena keterbatasan waktu dan biaya.

1.6 Definisi istilah Kejelasan maksud dan tujuan perlu ditekankan agar tidak menimbulkan penafsiran dan pemaknaan ganda, sehingga perlu adanya penegasan istilah pada judul penelitian yang sesuai dengan maksud peneliti dan ruang lingkup kajian permasalahan yang diteliti. Berikut istilah dalam judul penelitian : 1. Uji mutu adalah mengkaji tentang mutu suatu produk. 2. Mutu adalah gabungan sifat-sifat yang dapat menunjukkan atau membedakan karakteristik suatu produk serta mempunyai pengaruh yang nyata dalam menentukan derajat penerimaan konsumen (kartika, 1997).

3. Uji mutu organoleptis adalah mengkaji mutu fisik gelatin dari amilopektin pati ubi kayu meliputi warna, bau dan penampakan (bentuk). 4. Uji mutu proksimat adalah mengkaji metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan gelatin dari pati ubi kayu meliputi uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar protein dan uji kadar asam amino. 5. Uji mutu fisiko-kimia adalah mengkaji sifat fisik dan sifat kimia gelatin dari pati ubi kayu meliputi uji pH, viskositas dan kekuatan gel. 6. Analisis mikroba adalah mengkaji metode analisis kualitas dan kuantitas mikroba yang terkandung dalam suatu bahan pangan meliputi perhitungan angka lempeng total, uji E.colli, uji salmonella.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi kayu 2.1.1 Klasifikasi ubi kayu Kerajaan Divisio Kelas Ordo Suku Subsuku Tribe Marga Spesies 2.1.2 Morfologi ubi kayu Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah. Ubi kayu merupakan tanaman menahun. Ubi kayu berasal dari Amerika Selatan yang hidup subur pada daerah tropis dan subtropis. Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang sangat penting diantara tanaman pertanian lainnya karena dalam pemeliharaannya mudah dan produktif. Bagian dari tanaman singkong yang dapat dimanfaatkan adalah daun dan akar-akar yang menebal membentuk umbi. Bagian umbi ini banyak mengandung zat tepung atau pati (Thomas, 1989; Winarno, 1986). : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malpighiales : Euphorbiaceae : Crotonoideae : Manihoteae : Mannihot : M. esculenta

Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa). Ubi kayu merupakan bahan makanan pokok masyarakat yang sudah lumrah dikonsumsi. Masyarakat umumnya tidak bisa memanfaatkan ubi kayu dengan baik. Kebanyakan mereka hanya mengelola menjadi kripik, kue, tepung, bioetanol dan ubi rebus. Ubi kayu berpotensi untuk dijadikan sebagai pengganti fungsi gelatin pada pembuatan kapsul karena menggandung amilopektin yang sangat tinggi.

2.1.3

Kandungan kimia Ubi kayu

2.1.3.1 Kandungan gizi Ubi kayu per 100 gram Kandungan gizi ubi kayu pada bagian umbi Kandungan gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat besi Vit. B1 Vit. C Jumlah 146 kal 1,2 gram 0,3 gram 34,7 gram 33 mg 40 mg 0,7 mg 0,06 mg 30 mg

kandungan gizi ubi kayu pada bagian daun Kandungan gizi Vit. A Vit. B1 Vit. C Kalsium Kalori Fosfor Protein Lemak Karbohidrat Zat besi Jumlah 11000 SI 0,12 mg 275 mg 165 mg 73 kal 54 mg 6,8 gram 1,2 gram 13 gram 2 mg

Kandungan gizi ubi kayu pada bagian kulit batang Kandungan gizi Tannin Enzim peroksidase Glikosida Kalsium oksalat

2.2 Pati Ubi kayu 2.2.1 Definisi Pati Ubi kayu Pati merupakan polisakarida yang banyak terdapat di alam yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air dingin. Fraksi terlarut tersebut disebut amilopektin dan fraksi tidak terlarut disebut amilosa (Jannah, 2008). Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa

dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan. Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah pati kerap dicampuradukkan dengan tepung serta kanji. Pati (bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicampur dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada butir beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata tepung lebih berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan penyebutan pati dengan kanji tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata to starch dari bahasa Inggris memang berarti menganji (memberi kanji) dalam bahasa Melayu/Indonesia, karena yang digunakan memang tepung kanji. Umbi yang terdapat pada ubi jalar dan pada akar ubi kayu mengandung pati yang cukup banyak. Sebab, ubi kayu tersebut selain dapat digunakan sebagai sumber makanan karbohidrat juga digunakan sebagai bahan baku pengganti gelatin. Pati ubi kayu berasal dari akar tanaman ubi kayu atau Manihot utilissima dalam famili Euphorbiaceae. Pati singkong diperoleh dari penggilingan umbi ubi kayu yang telah dilakukan pemisahan ampas dengan konsentrat, lalu dilakukan pengendapan dan pengeringan. Pati yang juga merupakan simpanan energi di dalam sel-sel tumbuhan ini berbentuk butiranbutiran kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5-50 nm. Dan di alam, pati akan banyak terkandung dalam beras, gandum, jagung, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung di dalam berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, kentang atau ubi. Di dalam berbagai produk pangan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang bercabangcabang. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam produk pangan dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin mudah untuk dicerna.

Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika.

2.2.2

Komposisi kimia ubi kayu menjadi pati Komposisi Kimia Konversi Ubi kayu Menjadi Pati. Suhu peubah Peubah Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar pati (%) Kadar protein (%) Kadar asam total (%) 700 2,968 1,5035 47,455 7,8 0,48 800 7,865 0,8425 26,430 0,80 0,830

Sumber : Lidia Sari E, Indriyani M, Friska S. Pengaruh Perbedaan Suhu Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8, No. 2, 2006Hlm. 141-146. ISSN 1411-0067.

Tabel di atas menjelaskan bahwa hasil pengolahan ubi kayu dapat dihasilkan unsur pati paling besar. Jumlah pati yang bisa diambil setiap kilonya adalah 47,455 (Lidia dkk, 2006). Banyaknya pati yang bisa dihasilkan daripada unsur lain dapat dijadikan sebagai upaya bahwa ubi kayu sangat potensi untuk diambil zat patinya.

2.2.3

Amilopektin Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer -glukosa. Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Amilopektin tidak larut dalam air. Amilopektin merupakan komponen pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan -(1,4) D-glukosa dan -(1,6) D-glukosa. Amilopektin

tidak larut dalam air tetapi larut dalam butanol dan bersifat kohesif sehingga sifat alir dan daya kompresibilitasnya kurang baik (Ikhsan, 1996; Schwartd and Zelinskie, 1978; Cowd, 1982). Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,6-glikosidik, sama dengan amilosa. Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,4-glikosidik. Amilopektin merupakan suatu biomassa yang bisa mempunyai bentuk granula. Amilopektin bisa diperoleh dengan cara memanaskan ubi kayu yang berbentuk serbuk dan dimasukkan enzim amilase. Enzim akan bekerja memisahkan zat pati yang ada pada ubi kayu yang nantinya dilakukan proses lebih lanjut. Zat pati bisa diperoleh pada semua tumbuhan. Kadar amilopektin tertinggi terdapat pada ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, dan umbi dahlia. Untuk mengeluarkan amilopektin ubi kayu dilakukan perlakuan awal (pretreatment) yakni melakukan penggilingan pada ubi kayu sehingga struktur menjadi seperti serbuk. Untuk menggantikan fungsi gelatin, digunakan pati yang mempunyai fraksi tidak terlarut, yaitu amilopektin. Amilopektin dalam ubi kayu mempunyai bentuk granula. Granula amilopektin akan membengkak apabila ditambah volumenya dengan air. Peningkatan volume dengan air pada suhu antara 550C dan 650C merupakan pembengkakan yang disebut dengan keadaan gelatinasi. Penambahan air dapat dilakukan di luar seperti halnya pada pembuatan kanji atau puding. Setelah penambahan air maka terbentuklah suatu suspensi yang apabila dipanaskan akan terjadi perubahan berupa pembentukan struktur gelatinasi. Mula-mula suspensi amilopektin akan terlihat keruh, tetapi lama-kelamaan akan berubah menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadinya translusi larutan amilopektin tersebut akan diikuti pembengkakan granula. Energi kinetik molekul pada molekul air berubah menjadi lebih kuat sehingga timbul gaya tarik menarik antar molekul amilopektin di dalam granula yang menyebabkan air masuk di dalam granula. Untuk lebih jernih dilakukan penyaringan dengan karbon aktif sehingga dapat diperoleh suspensi amilopektin yang jernih.

2.2.3.1 Struktur amilopektin Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa. Butir butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspense air dipanaskan,

akan terjadi suatu larutan koloid yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodine akan memberikan warna ungu atau merah lembayung (Ana pujiadi, 1994).

Gambar 1.1 struktur amilopektin

2.3 Gelatin 2.3.1 Definisi Gelatin Gelatin merupakan turunan protein yang dapat larut dalam air.gelatin umumnya tidak larut dalam air dingin, tetapi kelarutannya naik pada suhu diatas 450C. Gelatin tersebut melebur pada temperature 250-280C. Gelatin secara fisik berbentuk padat, kering, tidak berasa, tidak berbau, transparan, dan berwarna kuning redup sampai sawo matang (Susanto, 1995). Tingkat mutu gelatin ditentukan oleh ciri-cirinya mengenal kekentalan dan mutu microbial (Tranggono, 1990).

2.3.2

Struktur gelatin Ditinjau dari bentuk struktur, gelatin dan glukosa yang dipanaskan memiliki bentuk yang hampir

sama sehingga glukosa yang dipanaskan memiliki sifat mirip dengan gelatin. Gelatin mempunyai bentuk ikatan dengan asam amino essensial yang kental sehingga dapat menciptakan kekenyalan yang sangat sempurna. Glukosa ketika dipanaskan membentuk struktur amilopektin yang mana antar glukosa berkumpul membentuk ikatan hidrogen yang sangat kuat, sehingga mempunyai bentuk kental seperti

gelatin. Keduanya membentuk struktur siklo seperti cincin. Bedanya struktur gelatin siklo diputus oleh ikatan asam amino. Keduanya memiliki struktur yang mirip.

Gambar 1.2 struktur gelatin

2.3.3

Bahan pembuatan gelatin dari amilopektin Bahan yang digunakan dalam pembuatan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu harus memenuhi syarat yaitu mengandung amilopektin sebagai bahan dasar pembuatan gelatin.

2.3.3.1 Bubur pati ubi kayu Prinsip pembuatan bubur pati ubi kayu adalah memperoleh sari pati ubi kayu yang didapatkan dengan cara penggilingan kmudian dilakukan penyarian. Untuk mendapatkan bubur pati ubi kayu,sari pati hasil penyarian dapat ditambahkan air dan kemudian dipanaskan. Proses ini dimaksudkan untuk mengeluarkan zat aktif yang terkandung dalam pati ubi kayu. 2.3.3.2 enzim -amilase enzim -amylase merupakan suatu enzim yang berperan dalam proses degradasi pati. Enzim amilase pada umumnya aktif bekerja pada kisaran suhu 250-950C (Krystal W,2010. Amylase Alpha. Diakses pada 8 Juni 2010). Penambahan enzim -amilase dapat dilakukan pada saat bubur pati ubi kayu yang telah dipanaskan berada pada suhu kurang lebih 600-660C. proses ini dimaksudkan untuk mendegradasi (pemecahan) molekul-molekul pati menjadi amilosa dan amilopektin.

2.3.3.3 Aquadest

Aquadest merupakan bahan yang berfungsi sebagai bahan pengembang dalam proses pembuatan bubur pati dan berperan sebagai bahan pemisahan dalam proses pemisahan amilosa dan amilopektin. Amilopektin akan larut dalam air dingin sedangkan amilosa tidak akan larut.

2.3.4

Karakteristik bahan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu

2.3.4.1 Ubi kayu Pemilihan ubi kayu yang teliti dan benar akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Cirri-ciri ubi kayu yang baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gelatin adalah ubi kayu yang sudah tua atau masak ditandai dengan daun yang telah menguning dan banyak yang rontok, ini dialami ubi kayu sekitar umur 10 bulan karena pada saat tersebut kadar pati yang terkandung telah optimal. Namun, jika ubi kayu akan diolah menjadi pati maka ubi kayu yang dapat dipakai adalah ubi kayu yang umbinya hanya berumur 1-3 hari setelah pemanenan.hal ini untuk menghindari jika lebih dari 3 hari,umbi akan mengalami banyak perombakan kalori. Bahkan, kadang umbi berwarna kebiruan apabila kandungan HCNnya tinggi. Dan munculnya warna ini sangat mempengaruhi kualitas tepung (Anonim,2009).

2.4 Evaluasi gelatin dari amilopektin pati ubi kayu 2.4.1 Uji organoleptis Penilaian organoleptis adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapakan, mengukur, menganalisa, dan menafsirkan indra penglihatan,penciuman, peraba, dan perasa ketika mengungkapkan karakteristik suatu produk ( kartika, 1988:2).

2.4.1.1 Warna Perasaan yang timbul ketika indra penglihatan mengamati corak rupa barang. Efek gabungan dari berbagai senyawa menciptakan kesan homogenitas barang sehingga didapat efek warna yang kontras (deMan, 1997:290). Adapun warna gelatin yang diinginkan dalam penelitian ini adalah putih, cerah dan transparan.

2.4.1.2 Bau

Perasaan yang dihasilkan oleh indra pembau ketika barang didekatkan pada hidung. Bau tidak memiliki arti fisika yang objektif dan tidak dapat dinyatakan dalam suatu pengukuran yang dapat dipakai secara semesta (deMan, 1997:301). Adapun bau gelatin yang diinginkan dalam penelitian ini adalah tidak berbau.

2.4.1.3 Penampakan hasil yang diperoleh indra penglihatan setelah mengamati bentuk gelatin. Adapun penampakan gelatin yang diinginkan dalam penelitian ini adalah serbuk halus.

2.4.2

Uji proksimat Penilaian proksimat adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapkan, mengukur, dan menganalisa kualitas kimia untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif dalam suatu bahan pangan.

2.4.2.1 Uji kadar air Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya. Air yang terkandung dalam bahan dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa, dan masa simpannya. Air dalam bahan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air yang ada dalam bentuk terikat secara kimia dan fisik serta air yang terdapat dalam bentuk bebas.

Nilai kadar air tersebut masih berada yang dalam kisaran kadar air yang diperkenankan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3735 tahun 1995 untuk produk gelatin yaitu maksimum 16. Selain itu, kadar air gelatin yang dihasilkan dapat juga memenuhi standar gelatin untuk bahan pangan (14 %) maupun standar untuk bahan farmasi (14%). 2.4.2.2 Uji kadar abu Kadar abu suatu bahan menunjukkan kuantitas keberadaan mineral dalam bahan tersebut. Kalsium merupakan mineral yang jumlahnya paling banyak sehingga menyebabkan larutan gelatinnya berwana kuning keruh (Jones, 1977).

Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), semua nilai kadar abu gelatin yang diperoleh dari penelitian ini memenuhi standar mutu yang diharapkan. Standar Nasional Indonesia mensyaratkan untuk kadar abu gelatin maksimum 3,25%.

2.4.2.3 Uji kadar protein Protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino yang berlainan dan dihubungkan dengan ikatan peptida. Protein di dalam gelatin termasuk protein sederhana dalam kelompok skleroprotein dan mempunyai kadar protein yang tinggi.

Nilai kadar protein pada gelatin komersial (85,99%) dan gelatin standar (87,26%) (Sopian, 2002).

2.4.2.4 Uji kadar asam amino asam amino di dalam gelatin sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya. Kandungan asam amino glisin dari gelatin tulang ikan lebih kecil jika dibandingkan dengan gelatin komersial yang terbuat dari tulang sapi akan tetapi kandungan asam glutamatnya lebih besar jika dibandingkan dengan gelatin komersial. Pengujian kadar asam amino ini dilakukan dengan metode HPLC.

Kandungan rata-rata asam amino glisin (15,80%) dari gelatin tulang ikan lebih kecil jika dibandingkan dengan gelatin komersial yang terbuat dari tulang sapi (23,01%) akan tetapi kandungan asam glutamatnya (7,35%) lebih besar jira dibandingkan dengan gelatin komersial (4,93%) (Peranginangin, 2005).

2.4.3

Uji fisiko-kimia Penilaian fisiko-kimia adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapakan, mengukur, dan menganalisa kualitas sifat fisika dan sifat kimia suatu zat dalam bahan pangan dan farmasi.

2.4.3.1 Uji pH Salah satu parameter yang ditetapkan dalam penentuan standar mutu gelatin adalah pH atau derajat keasamannya. Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan, karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin lainnya seperti viskositas, kekuatan gel, dan berpengaruh juga terhadap aplikasi gelatin dalam produk.

Kisaran pH berada pada suasana asam yang memenuhi standar gelatin sebagai bahan farmasi (Tabel ).

2.4.3.2 Uji Viskositas Viskositas merupakan pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Makin kental suatu cairan maka besar pula kekuatan yang diperlukan untuk digunakan supaya cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu. Pengentalan cairan terjadi akibat absorbsi dan pengembangan koloid. Menurut de Man (1989), Viskositas adalah daya aliran molekul dalam suatu larutan baik dalam air, an organik sederhana dan suspensi serta emulsi encer. Antar molekol dalam larutan tersebut terjadi interaksi hidrodinamik. Pengukuran viskositas terhadap larutan gelatin sangat penting artinya untuk menentukan mutu dan penggunaan gelatin tersebut.

2.4.3.3 Uji Kekuatan gel Untuk keperluan industri, kekuatan gel menjadi pertimbangan dalam menentukan kelayakan penggunaan gelatin. Kekuatan gel adalah salah satu parameter dari tekstur suatu bahan dan merupakan gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu (deMan, 1989). Kekuatan gel diukur sebagai besarnya kekuatan yang diperlukan oleh probe untuk menekan gel sampai pada kedalam 4 mm dengan kecepatan 0,5 mm/detik.

2.4.4

Analisis mikroba Analisa mikroba adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapkan, mengukur, dan menganalisa kualitas dan kuantitas mikroba dalam suatu bahan pangan.

2.4.4.1 Perhitungan angka lempeng total Untuk melaporkan suatu hasil analisis mikrobiologi digunakan suatu standar yang disebut standard plate count (SPC), yang menjelaskan mengenai cara menghitung koloni pada cawan serta cara memilih data yang ada ubtuk menghitung jumlah koloni di dalam suatu sample. Nilai total mikroba gelatin memenuhi syarat yang ditetapkan JECFA (2003) yaitu kurang dari 1 x 104 koloni/g.

2.4.4.2 Uji E.colli Uji kualitatif E. coli dilakukan melalui uji penduga dan uji penguat. Uji penduga dilakukan dengan cara menginokulasikan sampel ke dalam tabung reaksi yang berisi Lauryl Sulfate Triptose Broth (LST) dan tabung durham, kemudian diinkubasikan pada suhu 37C selama 24 48 jam. Uji penduga positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam tabung durham.

Uji penguat dilakukan dengan cara menggoreskan suspensi dari tabung durham positif pada cawan Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) dan diinkubasikan pada suhu 37C selama 24 jam. Pertumbuhan koloni E. coli ditandai dengan warna hijau metalik pada EMBA.

2.4.4.3 Uji salmonella Setiap koloni tersangka Salmonella dipindahkan ke agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara menggoreskannya, lalu diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam. TSIA yang tersangka ditumbuhi Salmonella akan menunjukan terbentuknya warna merah dengan atau tidak disertai timbulnya H2S yang warnanya hitam.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen, yaitu dengan membuat gelatin dari amilopektin pati ubi kayu, kemudian dari gelatin yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan dilakukan uji organoleptis, uji proksimat, uji fisiko-kimia dan analisa mikroba untuk diambil kesimpulan. Rancangan penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir.

Tahap persiapan dilakukan yaitu menentukan populasi dan sample penelitian, menentukan lokasi dan waktu penelitian, serta menghitung kebutuhan bahan dan menimbangnya, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan.

Tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan. Tahap ini meliputi pengumpulan data dan pembuatan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu. Metode yang digunakan yaitu metode pencampuran yang caranya dengan mencampurkan semua bahan pembuatan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu. Kemudian gelatin yang dihasilkan diuji mutunya dengan cara uji organoleptis, uji proksimat, uji fisiko-kimia, dan analisa mikroba.

Tahap ketiga yaitu tahap akhir, pada tahap akhir ini dilakukan pengolahan data, analisis data, dan membuat kesimpulan tentang cara pembuatan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu dan evaluasi mutu dengan uji organoleptis, uji proksimat, uji fisiko-kimia, dan analisa mikroba.

3.2 Populasi dan sample 3.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek peneliti yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah gelatin dari amilopektin pati ubi kayu secara keseluruhan yang dibuat.

3.2.2 Sample Sample penelitian adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti (sugiono, 2004:91). Sample dalam penelitian ini adalah sebagian gelatin dari amilopektin pati ubi kayu yang diambil secara acak sederhana yang digunakan untuk pengujian.

3.3 Definisi Operasional Variable Variable penelitia diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan obyek pengamatan dalam penelitian. Dalam penelitian ini ada 2 jenis variable yang digunakan yaitu variable bebas dan variable terikat.

3.3.1 Variable bebas Variable bebas dalam penelitian ini adalah gelatin dari amilopektin pati ubi kayu yang digunakan. 3.3.2 Variable terikat Variable terikat dalam penelitian ini adalah kualitas gelatin dari amilopektin pati ubi kayu yang dihasilkan meliputi mutu fisik, mutu proksimat, mutu fisiko-kimia, dan mikroba. 3.3.3 Definisi operasional Variable Variable yang akan diteliti beserta definisi, hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

No 1

Variable Uji organoleptis

Definisi Operasional
Penilaian organoleptis adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapakan, mengukur, menganalisa, dan menafsirkan indra penglihatan,penciuman, peraba, dan perasa ketika mengungkapkan karakteristik suatu produk. Sub variable :

Hasil Ukur

Skala

3=putih

-Warna : Perasaan yang timbul ketika indra penglihatan mengamati corak rupa barang. Efek gabungan dari berbagai senyawa menciptakan kesan homogenitas barang sehingga didapat efek warna yang kontras

2=kuning lemah 1= coklat terang

-Bau : Perasaan yang dihasilkan oleh indra pembau ketika barang didekatkan pada hidung. Bau tidak memiliki arti fisika yang objektif dan tidak dapat dinyatakan dalam suatu pengukuran yang dapat dipakai secara semesta.

3= tidak berbau 2= bau lemah 1=bau menyengat

-Penampakan : hasil yang diperoleh indra penglihatan setelah mengamati bentuk gelatin

3= serbuk 2= kepingan

Uji proksimat

Penilaian proksimat adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapakan, mengukur, dan menganalisa kualitas kimia untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif dalam suatu bahan pangan. Sub variable :

1=lembaran

Ordinal

-Uji kadar air: Kadar air suatu bahan sangat 2= < 16% berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya. Air dalam bahan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air yang ada dalam bentuk terikat secara kimia dan fisik 1= > 16% serta air yang terdapat dalam bentuk bebas. -Uji kadar abu: Kadar abu suatu bahan menunjukkan 2= < 3,25% kuantitas keberadaan mineral dalam bahan tersebut. Kalsium merupakan mineral yang jumlahnya paling banyak sehingga menyebabkan larutan gelatinnya 1= > 3,25 % berwana kuning keruh. -Uji kadar protein : Protein di dalam gelatin termasuk 2= > 80,50% protein sederhana dalam kelompok skleroprotein dan mempunyai kadar protein yang tinggi. 1= < 80,50% -Uji kadar asam amino : asam amino di dalam gelatin sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya. Kandungan asam amino glisin dari gelatin tulang ikan lebih kecil jika dibandingkan dengan gelatin komersial yang terbuat dari tulang sapi akan tetapi kandungan asam glutamatnya lebih besar jika dibandingkan dengan gelatin komersial. Pengujian kadar asam amino ini dilakukan dengan metode HPLC.

Uji fisiko-kimia

Penilaian fisiko-kimia adalah aspek yang dinilai dengan mengungkapakan, mengukur, dan menganalisa kualitas sifat fisika dan sifat kimia suatu zat dalam bahan pangan dan farmasi. Sub variable : -Uji pH: Salah satu parameter yang ditetapkan

dalam penentuan standar mutu gelatin adalah pH atau derajat keasamannya. Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan, karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin 5,5 -7,0 lainnya seperti viskositas, kekuatan gel, dan berpengaruh juga terhadap aplikasi gelatin dalam produk.
-Uji viskositas: Viskositas merupakan pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Makin kental suatu cairan maka besar pula kekuatan yang diperlukan untuk digunakan supaya cairan tersebut 4,7-3,2 dapat mengalir dengan laju tertentu. Pengukuran viskositas terhadap larutan gelatin sangat penting artinya untuk menentukan mutu dan penggunaan gelatin tersebut. -Uji kekuatan gel: Kekuatan gel adalah salah satu parameter dari tekstur suatu bahan dan merupakan gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu (deMan,
240-140g/bloom

1989). Kekuatan gel diukur sebagai besarnya kekuatan yang diperlukan oleh probe untuk menekan gel sampai pada kedalam 4 mm dengan kecepatan 0,5 mm/detik.

Analisis mikroba

aspek yang dinilai dengan mengungkapkan, mengukur, dan menganalisa kualitas dan kuantitas mikroba dalam suatu bahan pangan. -perhitungan angka lempeng total: menjelaskan 2= < 1 x104 koloni/g mengenai cara menghitung koloni pada cawan serta
cara memilih data yang ada ubtuk menghitung jumlah koloni di dalam suatu sample. Nilai total 1= > 1 x104 koloni/g mikroba gelatin memenuhi syarat yang ditetapkan JECFA (2003) yaitu kurang dari 1 x 104 koloni/g. -uji E.colli: Uji kualitatif E. coli dilakukan melalui uji penduga dan uji penguat. -uji salmonella: Setiap koloni tersangka Salmonella dipindahkan ke agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

3.4 Instrumen Penelitian 3.4.1 Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan gelatin dari amilopektin ubi kayu adalah pisau, mesin penggiling, corong Buchner, tangki, beaker glass 1 liter, panci , hot plate,thermometer, Loyang, fresh dryer, pencetak kapsul, timbangan analitik, viscometer Brookfield, cawn porselen, cawan petri, tabung reaksi, magnetic stirrer,pH meter, TA-XT plus texture analyzer, gelas ukur 100 ml, 1 set alat HPLC, 1set alat destilasi kjeldahl, tanur 6000C,.

3.4.2 Bahan Bahan yang diperlukan dalam untuk pembuatan gelatin dari amilopektin pati ubi kayu adalah ubi kayu masak yang telah berumur 10 bulan, aquadest, enzim -amilase.

3.5 Metode pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

3.5.1 Tahap pembuatan 3.5.1.1 Proses pretreatment Proses pretreatment adalah sutu perlakuan awal terhadap ubi kayu segar agar pati bisa diambil. Prosesnya adalah sebagai berikut : Mengupas ubi kayu segar. Menggiling ubi kayu dengan menggunakan mesin penggiling. Menyaring hasil penggilingan untuk memperoleh bubur ubi kayu. Memasukkan bubur ubi kayu ke dalam tangki. Menambahkan air sampai pada setengah volume tangki. Dipanaskan di atas tungku. Ditambahkan enzim -amilase pada tangki yang berada pada suhu kurang lebih 60660C (Liquifaksi). Pati yang sudah terbentuk sudah berupa bubur. Pada kondisi tersebut zat pati akan terbentuk, dan zat pati siap untuk diencerkan dengan air.

3.5.1.2 Proses pengenceran Proses pengenceran adalah proses yang dilakukan untuk menambah volume granula sehingga nantinya granula bisa membesar ketika dipanaskan. Proses pengenceran adalah sebagai berikut : Bubur pati tersebut kita perlakukan dengan cara menambahkan sedikit air yaitu sekitar 30% dari jumlah volume bubur. Dipanaskan sampai suhu 650C. Bubur akan sedikit demi sedikit akan memadat. Setelah itu taruh bubur di dalam loyang atau sejenis panci. Setelah agak dingin, tambahkan air sedikit demi sedikit seperti halnya membuat puding sehingga terbentuk suatu suspensi. Kemudian dipanaskan pada suhu 550C. Pati akan mengalami gelatinasi (Transluen).

3.5.1.3 Proses pemisahan Pati yang sudah mengalami gelatinasi dipisahkan dengan ditambahkan air dingin.

Akan terbentuk fase terlarut dan tidak larut. Yang tidak larut adalah amilosa, sedangkan yang terlarut adalah amilopektin. Selanjutnya adalah memisahkan amilopektin dengan air, yaitu dengan cara penguapan menggunakan Fresh Dryer. Setelah terpisahkan air dengan pati amilopektin akan terbentuk serbuk. Serbuk diuapkan sebentar dan siap untuk digunakan sebagai pengganti fungsi gelatin.

3.5.1.4 Proses pencampuran terhadap pembuatan kapsul Setelah terbentuk struktur gelatinasi yang kuat, maka amilopektin siap untuk menggantikan gelatin sebagai penguat. Proses pencampuran adalah setelah bahan-bahan pembentuk kapsul sudah siap. Tahapannya adalah sebagai berikut. Pembuatan larutan amilopektin dengan melarutkan 20-45% amilopektin ke dalam air dingin yang telah dimineralisasi. Bahan tambahan seperti pengawet dan pewarna dicampurkan kedalam larutan amilopektin sehingga membentuk campuran homogen. Bahan dasar ini dicampur dan dimasukkan ke dalam pencetak kapsul sehingga kapsul terbentuk. Kemudian diperiksa kelayakannya. Kapsul bisa terbentuk dan siap diisi dengan bahan obat.

3.6 Evaluasi Mutu 3.6.1 Uji Organoleptis Uji organoleptik dilakukan dengan mengamati warna, bau dan penampakan. Sejumlah sampel disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu yang meliputi warna, bau dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama atau kurang. Pembanding yang digunakan adalah gelatin standard. Panelis yang menilai adalah pihak institusi yang terdiri dari 20 orang. Data hasil respon dari 20 orang panelis dianalisa dengan cara tabel. 3.6.2 Uji proksimat 3.6.2.1 Uji kadar air (AOAC, 1995) Cawan porselen dikeringkan pada suhu 1050C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Sampel yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak 5 gram.

Cawan yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1050C sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung berdasarkan rumus : Kadar Air (%) = (B-A)/ berat sampel x 100% Keterangan : A = berat cawan + sampel kering (g) B = berat cawan + contoh basah (g) 3.6.2.2 Uji kadar abu (AOAC, 1995) Sampel yang diuapkan airnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 6000C, sebelumnya berat cawan kering dan berat contoh telah diketahui. Proses penguapan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian sample ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus : Kadar Abu (%) = Berat abu/ Berat sampel x 100

3.6.2.3 Uji kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC, 1995) Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan dalam Kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 gram K2SO4 dan CuSO4 (1:1) dan 2,5 ml H2SO4 pekat kemudian dididihkan sampai cairan berwarna hijau jernih. Setelah itu didinginkan kemudian sampel dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan sedikit aquades dan 10 ml NaOH pekat lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 ml H3BO3 dan indikator metil merah dan metil biru kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Kadar protein ditentukan dengan rumus : % N = (ml HCl ml blanko) x N x 14,007 x 100/ berat contoh (mg) % Protein = % N x faktor konversi Faktor konversi untuk gelatin = 6,25 3.6.2.4 Uji kadar asam amino (AOAC, 1995)

Tahap preparasi sampel yaitu ditentukan kadar proten dari sampel dengan metode Kjeldahl. Kemudian pada tahap hidrolisis, dimasukkan sampel yang mengandung 3 mg protein ke dalam ampul dan ditambahkan 1 ml HCl 6N. Selanjutnya campuran tersebut dibekukan dalam es kering-aseton dan dikeringbekukan menggunakan freeze dryer yang dihubungkan dengan pompa vakum. Selanjutnya udara yang ada di dalam sampel

dikeluarkan dan ampul divakum kembali selama 20 menit, kemudia bagian tengah tabung ditutup dengan cara memanaskannya di atas api. Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1100C selama 24 jam.

Selanjutnya sampel yang telah dihidrolisis didinginkan pada suhu kamar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam labu evaporator 50 ml, ampul dibilas 2 3 kali menggunakan 2 ml HCl 0,01N dan cairan bilasannya dimasukkan ke dalam labu evaporator. Sampel kemudia dikeringkan menggunakan freeze dyer dalam keadaan vakum. Selanjutnya sampel yang telah kering ditambah 5 ml HCl 0,01 N dan larutan ini siap untuk dianalisis.

Larutan sampel yang telah dihidrolisis kemudian disaring menggunakan kertas milipore, kemudia ditambahkan buffer kalium borat pH 10,4 dengan perbandingan 1 : 1. Ke dalam vial kosong yang masih bersih dimasukan 10 l sampel dan ditambahkan 25l pereaksi OPA (larutkan 50 mg OPA dalam 4 ml metanol dan tambahkan 0,025 ml merkaptoetanol, kocok hati-hati campuran tersebut, tambahkan larutan brij-30 30% dan 1 ml buffer borat 1 M, pH 10,4), kemudian dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Selanjutnya sebanyak 5 l larutan tersebut diinjeksikan ke dalam kolom HPLC dan pemisahan asam amino terjadi sekitar 25 menit. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis adalah sebagai berikut : - Kolom : Ultra techspere - Laju aliran fase mobil : 1 ml/menit - Detector : Fluorosensi - Fase Mobil : - Buffer A (Na- asetat 0,025 M; Na-EDTA 0,05%; Metanol 9%; THF 1% dilarutkan dalam 1 lt air) - Buffer B (Metanol 95% dan air) Persentase asam amino dapat ditentukan dengan rumus berikut : mol AA = (L1/L2) x 0,5 mol/ml x 5 ml % AA = mol AA x BM x 100% / g sampel Keterangan : mol AA = Konsentrasi asam amino

L1 L2 BM % AA

= Luas puncak sampel = Luas puncak estndar = robot molekul masing-masng asam amino = Persentase asam amino

3.6.3 Uji fisiko-kimia 3.6.3.1 Uji pH Sampel sebanyak 0,2 gram ditimbang dan dilarutkan ke dalam 20 ml air pada suhu 250C. Sampel dihomogenkan dengan magnetic stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter. 3.6.3.2 Uji Viskositas (British Standard 757, 1975) Larutan gelatine dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Brookfield synchro-lectric viscometer. Pengukuran dilakukan pada suhu 600C dengan kecepatan 60 rpm. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise (cPs). 3.6.3.3 Uji kekuatan gel (British Standard 757, 1975) Larutan gelatine dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades (7,5 gr gelatine ditambah aquadest 105 ml). Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen kemudia dipanaskan sampai suhu 60oC selama 15 menit. Tuang larutan dalam Standard Bloom Jars (botol dengan diameter 58 60 mm, tinggi 85 mm), tutup dan diamkan selama 2 menit. Inkubasi pada suhu 10oC selama 16 18 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT plus texture analyzer pada kecepatan probe 0,5 mm/detik dengan kedalam 4 mm. Kekuatan gel dinyatakandalam satuan gram bloom. 3.6.4 analisis mikroba 3.6.4.1 perhitungan angka lempeng total (Total aerobic plate count) (SNI 012339, 1991) Sebanyak 10 g sampel disuspensikan ke dalam 90 mL larutan 0,85% NaCl. Untuk menghitung jumlah mikroba yang ada pada sampel tersebut, dilakukan penumpukan dengan metode agar tuang. Sebanyak 1 mL sampel yang telah diencerkan dimasukan ke dalam cawan petri steril dan dituang media agar PCA + 15 mL (suhu 44 45 0C), kemudian digoyang mendatar supaya sampel menyebar rata. Setelah agar membeku, dilakukan inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0C selama 48 jam, koloni yang tumbuh dihitung dan dilaporkan sebagai jumlah koloni per gram menurut Standarad Plate Count.

3.6.4.2 Uji E.colli (SNI 012332, 1991)

Uji kualitatif E. coli dilakukan melalui uji penduga dan uji penguat. Uji penduga dilakukan dengan cara menginokulasi sampel ke dalam tabung reaksi yang berisi LST (Lauryl Sulfate Triptose Broth) dan tabung durham, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Uji penduga positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume didalam tabung durham. Uji penguat dilakukan dengan cara menggoreskan suspensi dari tabung positif pada cawan dengan warna hijau metalik diatas EMBA.

3.6.4.3 Uji salmonella (SNI 012335, 1991)

Sebanyak 10 g gelatin dimasukan ke dalam blender jars dan ditambahkan 90 mL lactose broth, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Sampel dipindahkan secara aseptis ke dalam botol steril yang bertutup. Kedalam larutan sampel ditambahkan NaOH 1 N untuk mencapai pH 7, lalu diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam. Setelah inkubasi botol sampel dikocok secara perlahan-lahan kemudian diambil 1 mL dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 mL media Selenite Cystine Broth (SCB). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam. Selesai inkubasi, ditumbuhkan pada tiga macam media yaitu Bismuth Sulphite gar (BSA), Salmonella Shiggella Agar, dan Brilliant Green Agar(BGA), dengan cara goresan. Kemudian diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati adanya koloni Salmonella dengan ciri-ciri sebagai berikut pada media BGA, tidak berwarna, merah muda, tidak jelas atau kabur dengan media sekeliling berwarna merah muda sampai merah, pada SSA, tidak berwarna, merah muda yang pucat, bening, kabur, ada titik hitam pada bagian tengah sel, pada BSA, berwarna coklat, hitam kadang kadang memberi cahaya metalik, sekeliling media berwarna coklat pada mulanya berubah menjadi hitam dengan makin lamanya inkubasi, koloni berwarna hijau dengan sedikit atau tanpa terjadinya warna gelap disekeliling media. Apabila pada agar-agar tersebut tidak ditemukan koloni tersangka maka diinkubasikan kembali selama 24 jam. Setiap koloni tersangka Salmonella dipindahkan ke agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara menggoreskannya, lalu diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam. TSIA yang tersangka ditumbuhi Salmonella akan menunjukan terbentuknya warna merah dengan atau tidak disertai timbulnya H2S yang warnanya hitam.

RANCANGAN BIAYA PKM-P NO URAIAN Bahan Pembuatan dan Pengujian 1. Ubi singkong HARGA SATUAN Rp.3000,-/Kg Rp. 20.000,-/galon Rp. 150.000,JUMLAH 10 kg 10 galon TOTAL Rp.30.000,Rp.200.000,Rp. 150.000,Rp. 380.000,Rp. 60.000,Rp. 200.000,Rp.600.000,Rp.60.000,Rp.600.000,Rp. 1.520.000,Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 60.000,Rp.250.000,Rp.250.000,Rp.500.000,Rp. 1.000.000,Rp. 250.000,Rp. 250.000,Rp. 250.000,Rp. 500.000,Rp. 700.000,Rp. 700.000,Rp. 250.000,Rp. 400.000,Rp. 10.000,Rp. 100.000 Rp. 150.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 50.000 Rp. 100.000 Rp. 6.170.000 Rp. 8.070.000

2. aquadest 3. Enzim amilase Jumlah Perlengkapan Praktikum 1. Sendok tanduk Kom (tempat pencucian 3. dan perendaman) 4. Panci stainless stell 5. Saringan 7. Kompor Gas Jumlah Teknis 1. Komunikasi 2. Transportasi 3. LPG 4. Uji kadar air 5. Uji kadar abu 6. Uji kadar Protein 7. Uji kadar asam amino 8. Uji pH 9. Uji viskositas 10. Uji kekuatan gel Perhitungan angka 11. lempeng total 12. Uji E.colli 13. Uji Salmonella 14. Pembuatan kapsul 15. Uji organoleptis 15. Jasa Penggilingan Administrasi 1. Penulisan laporan 2. Fotocopy dan penjilidan 3. Kertas A4 4. Tinta print 5. ATK 6. Dokumentasi Jumlah Total

Rp. 10.000,Rp. 20.000,Rp.150.000,Rp.20.000,Rp.600.000,-

6 buah 10 4 3 1

Rp. 20.000 Rp. 20.000 Rp. 15.000,Rp.250.000,Rp. 250.000,Rp.500.000,Rp. 250.000,Rp. 250.000,Rp. 250.000,Rp.250.000,Rp.500.000,Rp. 700.000,Rp.700.000,Rp. 250.000,Rp. 20.000,-/ panelis RP. 1000,-/ Kg Rp. 100.000 Rp. 175.000 Rp. 50.000 Rp. 25.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000

5 5 4 1 sampel 1 sampel 1sampel 4 sampel 1 sampel 1 sampel 1 sampel 1 sampel 1 sampel 1 sampel 1 sampel 20 panelis 10 kg 1 1 2 4 1 2

DAFTAR PUSTAKA

Baily, A. J., & Paul. (1998). Journal of The Society of Leather Technologysts And Chemists. pp.104 - 110 , 6. Jannah, A. (2008). Gelatin. Malang: UIN.

Lidia Sari E, Indriyani M, Friska S. Pengaruh Perbedaan Suhu Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8, No. 2, 2006 Hlm. 141-146. ISSN 1411-0067. Peranginangin R, Mulyasari, A. Sari, dan Tazwir. 2005. Karakterisasi Mutu Gelatin Yang Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (Pangsius hypopthalmus) Secara Ekstraksi Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 11 Nomor 4.

Elfi Sahlan Ben, Zulianis dan Auzal Halim. 2007. Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Singkong Dengan Fraksinasi Butanol Air. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 12, No.1, 2007 Hlm. 1-11. ISSN 1410-0177 Fauzi, R. (2007, Oktober 30). Gelatin. Dipetik Mei 14, 2009, dari www.chemistry.com

http://lutfiasyairi.wordpress.com . Cangkang Kapsul. Diakses tanggal 8 April 2009 pukul 20.00 http://one.indoskripsi.com/content/gelatin . Gelatin. Diakses tanggal 8 April 2009 pukul 20.00

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/gelatin/ . Gelatin. Diakses tanggal 8 April 2009 pukul 20.00 SNI 06-3735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional. Yakarta

Wiyono, V.S. 2001. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LPPOM-MUI No.36 AOAC. 1995

SNI. 1991 British Standard 757, 1975

También podría gustarte