Está en la página 1de 10

"Kok Anakku Belum Jalan Juga?

" Anak Belum Berjalan C uriga boleh, asal jangan terlalu cemas, apalagi sampai memaksakan si kecil berlatih jalan. Kadang, anak lambat berjalan karena kesalahan orang tua juga. Wajar bila orang tua mencemaskan anaknya yang belum juga bisa berjalan. Terlebih lagi bila keluarga besar atau lingkungan sekitar kerap membandingkan perkembangan si anak dengan anak lain seusia. Takutnya, si anak tak juga bisa berjalan lantaran mempunyai cacat fisik. Merujuk teori perkembangan, 25 persen anak sudah bisa berjalan di usia 11,1 bulan, 50 persen di usia 12,3 bulan dan 90 persen di usia 14,9 bulan. "Tapi pada umumnya, usia anak berjalan tak terlalu jauh berkisar antara 16-20 bulan," ujar psikolog dari Unika Atma Jaya Jakarta, Lidia L. Hidajat, MPH . Jadi, bila anak belum bisa berjalan namun masih dikisaran usia tersebut, orang tua sebaiknya jangan terlalu cemas. Lain halnya bila anak sudah melewati batasan usia tersebut, misalnya, sampai usia 1,5 tahun belum juga bisa berjalan, "bolehlah orang tua curiga," lanjut Lidia. Tapi tetap jangan terlalu cemas, apalagi sampai memaksakan anak. Karena, terangnya, setiap anak punya ciri khas dan kelebihannya masing-masing. Misalnya, ada anak yang belum bisa berjalan tapi sudah pintar omong. Bukankah menurut kepercayaan orang tua, kalau anak perkembangan bicaranya lebih dulu maka perkembangan berjalannya akan belakangan? Begitupun sebaliknya. "Nah, itu menunjukkan bahwa masing-masing anak punya kecakapan sendiri-sendiri, kendati tak selalu begitu dan spesisik pada setiap anak." KEMATANGAN FISIK DAN PSIKOLOGIS Anak-anak yang dapat cepat berjalan, menurut Lidia, mungkin dikaruniai otot yang kuat karena dari kecil kebetulan kalsiumnya bagus. "Postur tubuh anak juga bisa berpengaruh meskipun tak selalu." Anak yang terlalu gemuk, misalnya, dapat membuatnya susah berjalan karena kakinya tak cukup kuat untuk menopang tubuhnya. "Tapi pada anak yang gemuk ini pun mungkin lebih karena efek pola asuh orang tua. Mungkin karena anak tak dibiarkan bersusah payah, digendong terus, tak pernah bergerak, dan sebagainya." Pada dasarnya, terang Lidia, penyebab lambat berjalan tergantung dari faktor kematangan fisik dan psikologis anak. Faktor fisik, misalnya, kekuatan otot kaki. Apakah organ kakinya sudah matang atau belum. "Bila sudah matang, dengan sendirinya anak dapat berjalan." Tapi kalau anak ada kelainan fisik semisal ototnya lemah atau cacat, maka ia akan terlambat berjalan. Menurut Dr. Hardiono D. Pusponegoro, MD dari bagian neurologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, kelainan organik atau fisik tersebut bisa karena ada gangguan di otot atau otak. "Gangguan otot kebanyakan diperoleh sejak lahir, secara genetik atau turunan,

sehingga anak tak bisa berjalan," terangnya. Sementara gangguan di otak disebabkan ada kerusakan otak sehingga menimbulkan gangguan gerak. Adanya gangguan di sumsum tulang belakang juga bisa membuat anak tak bisa berjalan. Misalnya, karena jatuh dan sumsum tulang belakangnya patah. "Bisa juga terjadi kekurangan salah satu bahan kimia tertentu sebagai neurotransmitter (bahan yang membantu penyaluran rangsang antara dua sel saraf atau antara saraf dan otot), yang bekerja antara sambungan saraf tepi dan otot. Ini pun bisa menyebabkan anak lumpuh." Penyebab lainnya ialah penyakit semisal polio. Untuk mengetahui ada-tidak kelainan fisik, anak perlu diperiksakan ke dokter. Bila secara fisik anak tak mengalami kelainan dan sudah matang, maka harus dilihat pula kematangan psikologisnya, apakah anak sudah tampak keinginannya untuk berjalan "tatih". "Kematangan psikologis ini tergantung pada kesiapan diri sang anak sendiri. Meski kakinya sudah kuat tapi karena ia merasa belum waktunya atau ia belum mau berjalan, maka ia tak akan terdorong untuk berjalan," terang Lidia. Hal ini tampak jelas terlihat pada anak ekstrovert dan introvert . "Anak ekstrovert akan lebih kelihatan keinginannya. Ketika ia sudah siap berjalan, ia akan mencoba menjejakkan kakinya atau merambat." Sebaliknya pada anak introvert, lebih banyak diam dan tampak tenang. POLA ASUH Masih ada satu faktor lagi yang menyebabkan anak lambat berjalan, yaitu pola asuh orang tua. "Ada orang tua yang perhatian sekali terhadap perkembangan anaknya. Ia akan ribut bila anaknya belum bisa jalan, sehingga berusaha merangsang anaknya agar bisa cepat jalan. Misalnya, dengan memberikan baby walker atau sepatu yang berbunyi," tutur Lidia. Padahal, belum tentu si anak sudah siap secara fisik dan psikologis. "Lagipula, kalau anak sudah siap, tanpa diberi perangsang seperti itu pun anak bisa berjalan." Sebaliknya, kalau anak belum siap, biar dipaksa kayak apapun juga, dia tak akan mau jalan. Pola asuh lain yang menghambat perkembangan berjalan anak ialah sikap orang tua yang memperlakukan anak dengan nyaman. Misalnya, anak selalu digendong. "Orang tua tak pernah memberdirikan anak karena khawatir anaknya jatuh. Anak tak dirangsang menggunakan kakinya sehingga membuatnya jadi keenakan dan malas berjalan." Selain itu, bila anak tak dirangsang secara fisik maka fisiknya pun akan lambat berkembangnya. Dengan kata lain, lingkungan pun harus mendukungnya. Jangan sampai anak dipaksakan secara ekstrim untuk berjalan atau malah tak dirangsang sama sekali. "Jadi, dari segi psikologis, anak terlambat berjalan kadang karena kesalahan orang tua juga," tandas Lidia. Yang terbaik ialah orang tua yang bersikap well educated , yaitu melihat sebatas kemampuan anak. "Bila anak secara fisik belum terlalu siap dan ia pun tak menunjukkan keinginan untuk berjalan, maka orang tua tak memaksakannya." Namun tetap anak

dirangsang untuk mau berjalan. Nanti kalau sudah terlihat ada keinginan anak untuk berjalan dan ototnya sudah kuat, barulah orang tua mulai melatihnya. DIBERI PERANGSANG Sebenarnya, jelas Lidia lebih lanjut, kemampuan berjalan tak perlu dilatih karena akan muncul dengan sendirinya. Yang perlu dilakukan orang tua ialah memberikan perangsangan atau stimulus. Misalnya, dengan makanan bergizi yang bisa menguatkan tulang dan otot kaki. Antara lain makanan yang banyak mengandung kalsium dan zat besi, zat-zat yang diperkirakan dapat mendukung anak untuk cepat berjalan. Kemudian, sejak kecil anak dirangsang menggerakkan badannya. Misalnya, ketika anak merangkak diberikan mainan agak jauh dari jangkauannya dan biarkan ia mengambilnya sendiri, sehingga seluruh ototnya jadi bagus. Pada tahap selanjutnya, ketika anak tampak ingin menjejak dan berjalan, orang tua membantunya. Tapi kalau si anak terlihat sudah mulai lelah, orang tua tak memaksa. Bisa juga orang tua menjadikan teman atau saudara si anak sebagai perangsang untuk anak berjalan. Misalnya, anak diajak main dengan teman/saudaranya dan mereka berdua berdiri. "Melihat teman sebayanya akan membuat anak berusaha mencoba-coba untuk berjalan." Selain itu ruang yang luas juga memberi nilai tambah untuk anak bisa berjalan, karena anak akan bebas bergerak ke sana kemari. Yang penting, pesan Lidia, orang tua jangan terlalu berlebihan dalam melatih anak berjalan. "Toh, pada waktunya anak akan berjalan dengan sendirinya. Biarlah anak tumbuh sebagaimana mestinya." Lain halnya bila anak sudah bisa berjalan tapi ia malas melakukannya, "orang tua harus turun-tangan. Orang tua harus merangsangnya terus, yakni dengan memberikan reward dan punishment ." Misalnya, "Kalau kamu sudah pintar jalan, Ibu beri kue ini." Tapi jangan selalu setiap kali mau jalan diberikan sesuatu, "karena nantinya anak mau berjalan hanya kalau diberi hadiah. Tentunya ini pun tak baik. Untuk pertamanya bolehlah. Jadi orang tua perlu tahu kapan dan harus pintar-pintar pegang kendalinya." Sementara kalau anak tak mau jalan, berilah punishment namun bukan dalam bentuk fisik. Tapi dengan perkataan, misalnya, "Ade mau kue? Kalau mau, coba ini ambil sendiri," sehingga anak tahu kalau dia tak jalan maka tak akan mendapatkan kue itu. "Tapi orang tua harus konsekuen, lo. Jangan karena merasa kasihan lalu memberikannya." Punishment seperti itu lebih ke arah bila anak tak melakukan sesuatu atau tak ada upaya maka ia tak memperoleh apa yang ia mau. Anak harus merasakan bahwa untuk mendapatkan sesuatu perlu usaha. BABY WALKER BIKIN ANAK MALAS BERJALAN Menurut Lidia , seringkali orang tua salah kaprah dengan memberikan baby walker agar bisa membantu anak berjalan. "Bukannya tak berguna, tapi akan berguna untuk anak-

anak yang sudah punya kesiapan. Kalau belum punya kesiapan, tetap saja anak tak jalan. Malah bisa membahayakan, menabrak sana-sini," terangnya. Para ahli kesehatan maupun psikologi anak umumnya berpendapat, baby walker tak terlalu bagus. Dengan menggunakan baby walker , anak seolah-olah hanya terpuaskan keinginannya untuk ke sana ke mari tanpa ditunjang oleh kematangan fisik. Penelitian di Amerika malah membuktikan, baby walker bukannya membantu anak bisa cepat berjalan tapi justru membuat anak jadi lambat berjalan. Karena, "anak cenderung merasa enak bisa bergerak ke mana pun tanpa harus susah payah menjejakkan kakinya. Kakinya tak menjejak tapi mengayun dan alatnya saja yang berjalan, sehingga membuatnya jadi malas. Kalau anak berpikir malas maka kakinya pun jadi malas," tutur Lidia. TRAUMA MEMBUAT ANAK "MOGOK" JALAN Menurut Lidia L. Hidajat, MPH , lambat berjalan juga bisa disebabkan anak mengalami trauma, yakni suatu peristiwa penting yang sangat mendalam dan berarti pada diri anak. "Biasanya anak kecil bisa mengingat suatu peristiwa yang dialaminya bila ia mengalaminya di usia 1,5 atau 2 tahun. Tapi kalau usianya di bawah setahun, ia belum terlalu ingat pada kejadiannya," terang Lidia. Trauma tersebut dapat menimbulkan ketakutan, kecemasan dan apapun yang mengganggu keseimbangan jiwanya. Namun, lambat berjalan yang disebabkan trauma ini hanya terjadi bila anak sudah pernah bisa berjalan dan kemudian terjadi sesuatu pada dirinya yang membuatnya "mogok", tak mau jalan lagi. "Jadi ada hal-hal luar biasa yang sifatnya traumatik. Misalnya, pernah terhanyut atau ketika kebakaran kakinya menjejak api, dan sebagainya." Tapi kalau sekadar anak pernah belajar berjalan dan terjatuh, itu jarang sekali sampai membuat anak menjadi trauma. Sebab, terang Lidia, "pada anak kecil, struggle-nya lebih besar dari orang dewasa. Sehingga, setiap kali berjalan dan terjatuh, mereka akan mencobanya kembali. Keinginannya kuat dan tak putus asa." Kendati demikian, lambat berjalan yang disebabkan trauma jarang sekali terjadi. Selain itu, trauma juga tak mudah terjadi bila tak disertai kelainan fisik. "Bagaimanapun juga anak diciptakan dengan refleks dan otot sedemikian rupa. Bila tak ada kelainan, pastilah anak tak betah untuk duduk terus," kata Lidia. Anak yang lambat berjalan karena trauma, lanjutnya, bisa disembuhkan namun tak tertutup kemungkinan bisa timbul lagi di usia selanjutnya apabila ia bertemu peristiwa serupa yang menyebabkannya trauma. "Tapi itu pun tergantung penanganan lingkungannya juga. Bila lingkungan sudah memberikan support yang bagus, jarang sampai anak itu tak bisa jalan lagi. Jadi tergantung intensitas kejadian dan derajat keparahannya juga." Lidia menganjurkan orang tua sebaiknya banyak bertanya kepada psikolog sehingga tahu bagaimana cara menangani si anak. "Jangan sampai anak perlu ditolong dan dibuat sedemikian rupa tapi malah jadi merasa tak nyaman, jadi teringat terus pada pengalaman traumatisnya, sehingga anak justru jadi semakin tak mau jalan lagi."

Adapun cara menanganinya dengan terapi berjalan agar anak mau untuk menjejakkan kakinya. Karena anak yang mengalami trauma ini merasa takut untuk menjejakkan kakinya lagi sehingga ia jadi tak mau berjalan. "Sebaiknya orang tua membantu dengan permainan atau kegiatan lain yang memaksa anak menggunakan kakinya. Tapi paksaan itu tak kentara sehingga anak lupa bahwa kakinya menginjak lagi dan dia ternyata berjalan tak apa-apa." Latihan ini harus lebih sering dilakukan dan "pelatih"nya yang ideal adalah orang yang paling dekat dan dipercaya anak. Namun selama latihan tersebut, Lidia wanti-wanti berpesan agar anak jangan pernah diingatkan pada kejadian lalu yang membuatnya trauma. Kalau tidak, anak akan kembali takut untuk menjejakkan kakinya dan berjalan lagi. Latihan pun menjadi sia-sia.

Kok, Si Kecil Belum Mulai Jalan ?


Posted on Senin, 06 Juni 2011by Bunda Safa in Setiap orangtua pasti menantikan momen anaknya belajar berjalan. Seakan pada momen tersebut si bayi sedang bersiap menuju level perkembangan yang lebih tinggi. Anak mulai belajar berjalan di sekitar usia 12 bulan. Namun, ketika di usia tersebut si anak belum juga mencoba belajar berjalan, banyak orangtua mulai khawatir dan bertanya apakah perkembangan si anak terlambat. Pengarang buku The Birth to Five Book, Brenda Nixon berkata, "Kebanyakan orangtua merasa belajar berjalan adalah hal yang penting karena ada anggapan, hal itu terkait dengan kecerdasan anak. Tak sedikit orangtua yang membanggakan anaknya dengan kalimat, 'Pintar, deh anakku, umur 10 bulan sudah bisa jalan'. Hal-hal seperti ini yang membuat orangtua merasa anaknya yang belum mulai jalan di usia kebanyakan anak mulai jalan berpikir perkembangan anaknya tertunda. Padahal, berjalan berhubungan dengan temperamen dan kesempatan anak, bukan kecerdasan." Terlambat? Kebanyakan orangtua menantikan anak sudah belajar atau setidaknya mencoba berjalan ketika ia mencapai usia 12 bulan atau di usia ulangtahun pertamanya. Standarnya, anakanak belajar berjalan antara usia 9-18 bulan. Jika si anak baru belajar berjalan di usia mendekati 18 bulan, kemungkinan terbesar karena ia tidak mendapatkan kesempatan, genetis, atau karena temperamennya. Nixon menceritakan, seperti dikutip dari Babyzone, banyak orangtua yang memiliki bayi berusia 13 bulan menanyakan mengapa anaknya belum juga mulai belajar berjalan, pertanyaan yang ia tanyakan kembali kepada para orangtua itu adalah, "Apakah Anda memberinya cukup kesempatan? Saya menyarankan agar orangtua menggenggam tangan si anak dan biarkan si anak mulai menjejakkan kakinya dan belajar melangkah sendiri." Nixon menyarankan orangtua menggenggam kedua tangan si anak keliling rumah, menuju mobil, atau membiarkannya berpegangan pada kereta barang Anda di supermarket (tentunya dijaga jangan sampai ia terjepit atau tertimpa barang) sambil ia berusaha mengatur langkahnya. Latihan-latihan seperti ini dibutuhkan anak balita. Ada pula anak yang memilih mengambil waktunya sebelum mulai belajar berjalan. Sebagian anak yang baru mau berjalan kalau ada yang memegangkan bisa saja dalam sekali waktu tiba-tiba berdiri dan tidak terjatuh, bahkan seakan ia sudah biasa berjalan sendiri. Yang perlu dikhawatirkan? Sementara kebanyakan anak yang hanya lambat belajar berjalan adalah anak-anak yang sehat, ada pula beberapa anak yang karena permasalahan perkembangan melewati masa ini. "Beberapa anak yang memiliki masalah neuromuscular, genetik, atau metabolis bisa jadi belajar berjalan di usia yang melewati usia umum anak belajar berjalan akibat

kondisi kesehatan mereka," ujar dr Daniel Brennan, dokter anak di Sansum Clinic and Cottage Children's Hospital, California, AS. Menurut Brennan, sebagian anak mengalami masalah dalam berjalan akibat masalah ortopedi, seperti dysplasia pada pinggul. Anakanak ini sebaiknya diperiksakan kondisinya kepada dokter khusus. Yang penting untuk diperhatikan adalah perkembangan motorik anak, anak yang mengalami masalah pada motorik kasar akan mulai menunjukkan keterlambatan segera. Umumnya, jika anak terlambat berjalan, biasanya ia terlihat juga terlambat belajar untuk duduk. Perkembangan penting motorik kasar termasuk pula saat ia belajar mengkontrol kepalanya di usia 4 bulan dan belajar duduk di usia 6-8 bulan. Anak yang baru belajar duduk di usia 10-11 bulan bisa jadi akan terlambat belajar berjalan. Saat anak sedikit terlambat berkembang dibandingkan anak seusianya, orangtua secara alamiah akan mulai khawatir. Namun, di kebanyakan kasus terlambat berjalan bukan alasan untuk panik. Beberapa anak memfokuskan diri pada kemampuan berbeda di waktu yang berbeda, karena itulah rentang kewajaran anak untuk belajar pondasi-pondasi perkembangannya cukup luas. Kadang, akan lebih baik untuk menunggu dulu hingga si anak mencoba sambil membantunya. Tetapi, tidak ada salahnya untuk selalu mengecek perkembangan anak kepada ahlinya.

Kok Belum Bisa Jalan.?? Anak seusianya sudah pandai berjalan, tapi kenapa buah hati kita belum menunjukkan tanda-tanda mau berjalan? Kenapa dia lebih digendong daripada jalan sendiri ? Julia resah melihat anaknya, Dafin (15 bulan), belum bisa berjalan, sementara teman-teman seusianya sudah pandai berjalan. Pada awalnya, Dafin mengalami perkembangan yang sama seperti anak yang lain, duduk tegak pada usia 5 bulan, bahkan dia melewati masa merangkak dengan langsung berdiri dan berjalan ditatih di usia 10 bulan. Namun setelah itu, dia tidak menunjukkan tanda-tanda bisa berjalan. Setiap hendak mengambil sesuatu, dia berteriak meminta bantuan untuk menatihnya. Dan yang paling Julia capek adalah saat Dafin mengangkat tangannya sambil berkata, Ndong.ndong.! kalau sudah begitu, meski dibujuk dengan apapun dia tidak akan mau berjalan sendiri. Sebagai ibu bekerja, dia mempunyai waktu yang terbatas dengan anaknya, karena dia menitipkan Dafin di rumah ibunya. Sebagai cucu pertama, kedatangan Dafin disambut gembira di rumah nenek dan mendapatkan banyak perhatian dari om dan tantenya. Disana, dia merasa nyaman karena disediakan banyak mainan, dan seringkali susah diajak pulang.

Terlambat Berjalan?
Setiap saat orangtua harap-harap cemas menunggu saat kapan anaknya bisa berjalan. Mereka khawatir keterlambatan kemampuan berjalan anaknya akan diikuti dengan keterlambatan perkembangan kemampuan yang lain seperti bahasa, sosial, dan motorik. Menurut dr. Muriana Novariani Sp.A., rentang kemampuan anak bisa berjalan tanpa bantuan berada dalam usia 8 bulan sampai dengan 18 bulan. Bila anak berumur lebih dari 18 bulan belum bisa berjalan, baru dikategorikan delay atau terlambat, sehingga diperlukan intervensi. Jadi, anak usia 15 bulan yang belum bisa berjalan, dinyatakan belum siap, bukan dianggap terlambat, karena rentang toleransinya cukup panjang. Namun jangan menganggap remeh dengan kondisi tersebut. Lebih baik lakukan deteksi awal mengenai keterlambatan tersebut bisa diantisipasi dan dicari jalan keluarnya.

Kok Belum Bisa Jalan?


Dr. Muriana Novariani Sp.A. menambahkan bahwa perkembangan seorang anak merupakan proses interaksi factor internal yang dipengaruhi genetika dan kondisi janin saat dalam kandungan, serta faktor eksternal yang dipengaruhi gizi, penyakit, stimulasi dan kualitas pengasuhan yang diperoleh anak. Sehingga pencapaian tonggak-tonggak bersejarah dalam perkembangan setiap anak akan mengalami perbedaan. Beberapa faktor

yang mempengaruhi kapan anak mulai bisa berjalan : Kondisi kesehatan anak. Keterlambatan anak mulai berjalan bisa disebabkan oleh gangguan neurologis, gizi buruk, maupun penyakit seperti : riwayat kekurangan oksigen saat lahir, penyakit-penyakit perinatal yang berat (sepsis, kerinikterus, meningitis), bayi lahir dengan berat sangat rendah, bayi prematur, cerebal palsy, pasca kejang lama, penyakit jantung bawaan, dan lain sebagainya. Faktor Keturunan. Beberapa kasus menunjukkan orangtua yang mempunyai riwayat terlambat berjalan akan menurun kepada anaknya. Bentuk dan Berat badan. Bayi dengan kaki yang pendek biasanya lebih cepat berjalan daripada bayi berkaki panjang yang sulit menyeimbangkan badan. Pengalaman buruk waktu berjalan. Kecelakaan yang mungkin terjadi saat belajar berjalan seperti tersandung hingga membentur meja bahkan berdarah, bisa mengakibatkan anak trauma dan malas berlatih lagi. Bayi yang tidak dikelilingi anak-anak lain, biasanya lebih lambat berjalan karena tidak ada yang memberinya contoh. Itulah mengapa anak pertama cenderung lebih lambat dibanding anak kedua dan ketiga.

Orangtua maupun lingkungan yang overprotective. Rasa sayang yang berlebihan dengan melarang anak untuk melakukan kegiatan yang menantang karena khawatir jatuh atau terpeleset, membuat anak kehilangan kepercayaan diri untuk mulai berjalan. Kebiasaan menggendong yang berlebihan dengan alasan rasa sayang, juga membuat anak malas belajar jalan.

Ajari Dia Berjalan


Dengan mengajari anak berjalan berarti anda telah menanamkan nilai-nilai kemandirian, kepercayaan diri, pantang menyerah, dan kesabaran. Bagaimana supaya pelajaran ini berhasil? 1. Menatih dengan penuh kesabaran. Masa menatih merupakan masa yang membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra. Karena tangan kita harus mendampingi kemanapun si kecil bergerak. Pada awalnya kita menggunakan dua tangan untuk menatih, namun dengan bertahap kita lepas satu tangan, hingga akhirnya dengan bangga kita lepas dia berjalan tanpa bantuan kita. 2. Gunakan berbagai alat sebagai bantuan. Kursi plastik, meja ringan, maupun troli mainan bisa menjadi alat yang menarik untuk didorong-dorong anak. Perhatikan faktor keamanan alat dan kondisi sekitar. 3. Lakukan dengan kegembiraan. Ambillah jarak dari si kecil dengan memegang 9

mainan kesayangannya. Mintalah anak untuk mengambilnya dan berikan pelukan hangat saat dia berhasil menjangkaunya. Perlebar jarak untuk meningkatkan kemampuannya. Lakukan dengan penuh kegembiraan dan tanpa pemaksaan. 4. Hindari baby walker. Di Australia dan Amerika, penjualan baby walker sudah dilarang karena banyak kecelakaan yang terjadi akibatnya, antara lain : menggelinding di tangga, meraih benda yang membahayakan (colokan listrik, secangkir kopi panas, gunting, pisau, kompor), meluncur ke kolam renang, bath tub, terjepit, terkilir, dan lain sebagainya. Baby walker juga membuat bayi malas belajar berjalan karena bisa kemana-mana dengan cepat dengan baby walker. 5. Beri semangat saat si kecil terjatuh. Anggaplah, jatuh bangun sebagai pelajaran dan pengalaman berharga baginya. Berikan pujian dan pelukan hangat saat dia mencapai kemajuan sehingga memupuk rasa percaya dirinya. Belajar berjalan adalah kombinasi dari latihan kemandirian, kepercayaan diri, pantang menyerah, dan kesabaran. Bimbinglah mereka dengan penuh kesabaran dan lakukan dengan penuh kegembiraan supaya nilai-nilai positif tersebut berhasil tertanam dalam diri buah hati kita. (PG)

10

También podría gustarte