Está en la página 1de 3

Teknologi Demokrat Dalam Demokratisasi Teknologi Di Indonesia

Oleh : Eko Indrayadi

Ibarat sebuah pisau yang memiliki dua fungsi yang berbeda, demokrasi dan teknologi pada umumnya memiliki satu keterkaitan yang saling mendukung dan membutuhkan satu sama lainnya. Hal ini jelas dan terikat dengan erat ketika bersama kita coba amati bagaimana peranan teknologi dalam penciptaan iklim demokratisasi di seluruh dunia. Anggapan ini bukanlah sebuah sikap nonsense atau omong kosong belaka, ketika setiap negara yang berada di dunia secara keseluruhan sudah mulai memasuki fase yang dinamakan Global Village yang mau tidak mau, secara langsung atau tidak langsung telah membawa kehidupan umat manusia kepada suatu keadaan demokrasi-teknologi yang arusnya tidak terbendung lagi. Mengingat keadaan tersebut, sudah sepatutnya bagi kita semua untuk terlebih dahulu mengerti dan memahami sebuah pertanyaan yang bakal muncul di benak kita ketika mencoba mengamati fenomena ini. Apakah demokrasi dan teknologi mampu hidup harmonis satu sama lainnya? Ataukah teknologi hanyalah sebuah bentuk ancaman baru terhadap penyelenggaraan demokrasi di dunia? Ataukah sebaliknya, ia merupakan peluang sekaligus tantangan bagi sebuah sistem yang saat ini diakui oleh Francis Fukuyama sebagai The End of Story. Sebagai jawaban atas beberapa hipotesis di ataslah FISIP UIN Jakarta mengundang Bapak Teknologi Indonesia, Prof. Dr.-Ing. B.J. Habibie untuk memberikan kuliah umum mengenai hubungan antara Demokrasi dan Teknologi pada hari Kamis, 17 Maret yang lalu. Kuliah umum yang membahas mengenai peran serta teknologi dan demokrasi ini dimulai dengan pemaparan mengenai beberapa fungsi dasar dari teknologi yang menurut Habibie dapat dijadikan sebagai dinamisator potensi bangsa yang mampu dijadikan peluang untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia melalui peningkatan kesejahteraan rakyat secara teknologi. Teknologi dan demokrasi memiliki aktor krusial yang sama untuk menggerakkannya, yaitu manusia. Mereka memiliki peran penting dalam proses penciptaan teknologi, sekaligus mengimplikasikannya dalam tindakan demokratisasi di Indonesia, ujarnya.

Menurut Habibie, manusia memiliki dua sisi yang mampu dijadikan sebuah instrumen penting dalam hal ini. Fisik manusia baginya adalah hardwere yang memiliki peranan sebagai pelaksana dari tindakan, sedangkan daya piker manusia dimisalkan sebagai softwere yang memiliki fungsi sebagai aset dalam mengembangkan teknologi yang berkelanjutan. Adapun untuk mewujudkan hal itu, menurutnya ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: Pertama, melakukan usaha restrukturisasi dan pendayagunaan yang lebih optimal terhadap Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat diperbaharui. Usaha ini, menurutnya dapat dilakukan dengan lebih mendayagunakan SDA yang selama ini hanya digunakan sebagai komoditi ekspor saja. SDA yang terdiri dari kekayaan hutan, pertanian, dan sebagainya seharusnya lebih diberdayakan untuk kemakmuran rakyat. Meskipun baginya, ada sebuah tuntutan terhadap kualitas SDM yang menjadi bagian dari faktor penentu untuk terselenggaraanya tindakan ini. Kedua, melakukan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia melalui pendidikan. Habibie sangat menekankan pentingnya perbaikan pada bidang pendidikan. Karena menurut hemat beliau, pendidikan ibarat sebuah tindakan meng-upgrade softwere pada komputer yang mana berfungsi sebagai usaha pengoptimalan kinerja dari hardwere bangsa Indonesia, yakni terwujudnya SDM yang tidak hanya unggul secara kuantitas saja, melainkan juga mampu bersaing secara kualitas. Ketiga, melaksanakan pembudayaan dan pengembangan pendidikan yang berbasis Imtaq dan Iptek. Usaha ini dapat dilaksanakan dengan mendedikasikan pendidikan sebagai lembaga pusat pengembangan dan penciptaan masyarakat yang terampil. Pendidikan baginya tidak harus selamanya menekankan pada peningkatan SDM secara Iptek saja, tetapi juga harus memiliki keseimbangan dengan sisi Imtaq masyarakat Indonesia. Agar terciptanya keseimbangan yang nantinya akan terimplikasi terhadap munculnya sikap loyalitas indivindu terhadap bangsa dan negara. Keempat, membuka lapangan pekerjaan serta meningkatkan produktivitas dan daya saing masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemerataan ekonomi yang seharusnya menyentuh pada bagian masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat adalah tulang punggung perekonomian negara yang seharusnya lebih diperhatikan lagi. Setelah tercapainya proses dari usaha peningkatan SDM maka langkah selanjutnya yang harus

dicapai dan menjadi tugas pokok negara adalah menciptakan lapangan pekerjaan, serta meningkatkan produktivitas masyarakat. Keempat hal itu merupakan kunci penting di dalam memanifestasikan teknologi sebagai intrumen demokrasi di Indonesia. Di dalam usaha mengharmonisasikan demokrasi dan teknologi. Hal yang terpenting adalah bagaimana peranan dari aktoraktor yang menjalankannya. Mereka tidak boleh mengorbankan kepentingan SDM di dalam globalisasi karena mengingat pentingnya dialog dan toleransi antara pemerintah dan masyarakat sebagai langkah dan dasar menuju kemajuan. Oleh karena itu, sangat penting di dalam menyimak dan memahami bagaimana proses terwujudnya teknologi yang demokrat sebagai landasan terbentuknya usaha demokratisasi teknologi di Indonesia yang diharapkan mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada umumnya, serta meningkatkan daya saing global masyarakat Indonesia khususnya, untuk mempersiapkan diri dalam keadaan global yang menuntut adanya peningkatan yang tidak hanya pada Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semata, namun juga Iman dan Taqwa masyarakat Indonesia agar terwujud dan terlaksananya keadaan yang adil secara sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)

* Penulis Adalah Penggiat Politik dan Mahasiswa Ilmu Politik 4, FISIP UIN Jakarta.

También podría gustarte